You are hereArtikel Misi / Menderita Karena Kristus
Menderita Karena Kristus
Pendeta Ramos, seorang warga negara Filipina, telah selesai menyampaikan khotbahnya yang terakhir. Dia memandang wajah istrinya untuk terakhir kalinya. Anak-anaknya yang masih kecil memandang ayahnya untuk terakhir kalinya. Satu lagi suara bagi Allah telah diam selamanya. Saat malam melarut di pegunungan Mindanao yang terpencil, sekelompok gerilyawan komunis menyerbu masuk ke tempat tinggal pendeta yang sederhana ini sambil mengacungkan sebuah senjata otomatis. Istrinya belum tidur dan keempat anak mereka sedang tertidur nyenyak. Sebuah suara yang bengis berkata kepada pendeta ini, "Kamu sudah kami peringatkan bahwa kamu akan mati bila kamu terus berkhotbah. Ini peringatan terakhir untukmu." Sebuah tembakan meletus dan pendeta Ramos mati terkulai.
Adakah sesuatu yang baru, yang terasa asing, dalam peristiwa ini? Tidak ada yang baru. Sudah sering terjadi pria dan wanita yang mengikuti panggilan Allah harus membayar harga yang teramat mahal. Hal ini telah berulang kali terjadi sejak zaman para nabi. Saudara tentu ingat ketika Yesus berkata, "Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:12) Kebanyakan dari kedua belas rasul Kristus mati sebagai martir. Rasul Paulus menulis kepada Timotius muda, "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya." (2 Timotius 3:12)
Rasul Paulus tentunya tahu apa yang sedang dibicarakannya, sebab dia merupakan saksi mata yang terkesan pada peristiwa ketika Stefanus dilempari batu sampai mati. Juga karena Paulus sendiri telah banyak menderita karena Kristus. Tidak diragukan lagi, Paulus dan semua yang telah teraniaya sejak itu dikuatkan oleh khotbah Yesus di Bukit, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan sorga." Mungkin tidak adanya aniaya dalam hidup kita patut menjadi peringatan atas setiap kegagalan dalam memegang teguh prinsip dari Tuan kita. Yesus berkata, "Celakalah kamu jika semua orang memuji kamu." (Lukas 6:26) Mungkin kita sudah terlalu berhasil dalam menyenangkan dunia. Kita tidak lagi menjadi sesuatu yang membangkitkan kemarahan dunia yang masih akan menyalibkan Yesus jika memungkinkan. Apakah kita telah mengizinkan dunia untuk menyeret kita ke bawah pengaruh mereka dan supaya tidak dianiaya? Bukankah anggapan ini masih berlaku dalam semua kalangan masyarakat bahwa, "Barangsiapa yang ingin mengikut Yesus Kristus akan menderita aniaya?"
Penganiayaan paling sering terjadi di dunia Asia (data tahun 1992/1993 - Red.). Lalu, apa yang disebut baru? Saya telah berbicara dengan pendeta-pendeta di Asia yang setiap hari hidup di bawah ancaman maupun penganiayaan yang nyata. Pendeta di Pakistan mengatakan ancaman dari tetangga mereka yang non-Kristen hampir terus-menerus. Besarnya ancaman itu sama, kadangkala lebih halus, juga di negara seperti Burma dan Thailand. Di Himalaya, para pendeta sering mempertaruhkan keselamatan diri bahkan nyawa mereka demi membawa berita pengharapan. Tekanan di Tiongkok yang menentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nama Yesus terjadi terus-menerus dan tidak berkurang. Orang Kristen di Jepang menghadapi tekanan dahsyat dari para pemuja berhala. Jikalau mereka kaya, sebagai orang Jepang mereka diharuskan menganut kepercayaan Shinto. Di negara-negara ini, menjadi orang Kristen berarti menempatkan diri sebagai lawan masyarakat.
Kita hidup pada masa ketika Allah sedang mencurahkan Roh-Nya di seluruh dunia. Hasilnya adalah jumlah yang tidak terhitung dari orang-orang yang memilih untuk mempertaruhkan nasib mereka untuk mengikut Kristus. Bagian kependudukan memperkirakan bahwa lebih dari 100.000 orang setiap hari yang datang pada Kristus di seluruh dunia. Ini termasuk di negara-negara yang mayoritas non-Kristen. Laju pertumbuhan kekristenan yang cepat tentu saja tidak akan diabaikan begitu saja oleh kekuatan roh jahat maupun pemerintah negara. Gereja sedang menghadapi suatu gelombang tantangan yang besar dan tentu juga penganiayaan yang kejam. Pemerintah sedang mengambil langkah-langkah untuk membatasi jumlah orang Kristen. Alarm peringatan telah berbunyi khususnya di negara-negara Asia. Mereka dan yang lainnya sedang mencoba untuk membatasi jumlah orang Kristen, baik dengan peraturan maupun dengan membatasi ruang gerak para penginjil dan mengurangi pembangunan tempat-tempat ibadah.
Kami diberitahu oleh David Barrett bahwa lebih dari 325.000 orang Kristen di seluruh dunia telah menjadi martir bagi Injil setiap tahunnya (data tahun 1992/1993 - Red.). Ini termasuk para pendeta dan pekerja Kristen. Peristiwa ini tidak bisa dilupakan begitu saja. Sebelumnya, kami belum pernah mengetahui begitu banyak orang Kristen yang kehilangan nyawanya bagi Injil. Apa pun alasannya, di balik peningkatan penganiayaan ini, kita tahu bahwa kekuatan nerakalah yang menjadi lawan utama dari pekerjaan Allah. Semakin Allah bekerja, semakin besar tantangannya. Inilah sebabnya Yesus berkata, "Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." (Matius 10:22). Tantangan dan penganiayaan hanya akan meningkat bila konfrontasi terakhir semakin mendekat. Dalam perkembangan situasi seperti ini, pertanyaannya adalah "Apa yang harus kita lakukan?"
Ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh setiap orang Kristen.
1. Kenali bahwa musuh kita yang sesungguhnya adalah kekuatan roh jahat yang menguasai dunia ini. Sebagaimana rasul Paulus menulis, "Perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12) Yang penting bagi kita sebagai orang Kristen adalah makin meningkatkan keterlibatan kita dalam peperangan rohani. Ini merupakan pertempuran rohani setiap hari.
2. Kita perlu mendukung mereka di negara-negara Asia yang mengalami aniaya. Mereka perlu dan patut mendapat dukungan doa dan dorongan kita. Buatlah satu kelompok doa dan berdoalah setiap hari bagi mereka. Mereka perlu dukungan doa kita.
3. Ingatlah pada keluarga mereka yang sering kali dituntut untuk berkurban dan menderita karena Kristus. Keluarga adalah sasaran utama musuh karena itu jangan melupakan keluarga mereka.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul majalah | : | Bangkit, Edisi 1992 -- 1993 |
Penulis | : | Dr. Paul Kaufman (Asian Report -- Desember 1991) |
Penerbit | : | Yayasan Pelayanan Bersama Indonesia, Jakarta |
Halaman | : | 12 -- 14 |
- Printer-friendly version
- Login to post comments
- 9075 reads