You are hereArtikel Misi / Penerjemahan dan Ilmu Bahasa: Alkitab pada Lidah Setiap Manusia

Penerjemahan dan Ilmu Bahasa: Alkitab pada Lidah Setiap Manusia


Walaupun penerjemahan Alkitab, seperti halnya misi kesehatan, dapat dilihat dengan jelas sebagai spesialisasi dari misi-misi asing di abad dua puluh, sebenarnya penerjemahan Alkitab sudah dimulai sejak awal sejarah gereja. Saat Injil menyebar di seluruh dan di luar Mediterania, Kitab Injil muncul dalam bahasa Siria, Georgia, Koptik, Gotik, Slav, dan Latin. Pada pertengahan abad lima belas, ada lebih dari tiga puluh terjemahan Alkitab. Selama tiga abad berikutnya, terjemahan Alkitab berkembang pesat dan mendapat makna baru karena pengaruh dari Renaissance dan Reformasi. Terjemahan Alkitab kebanyakan muncul dalam bahasa-bahasa utama di Eropa. Dan pada awal abad ke-19, lebih dari 34 terjemahan Alkitab sudah diselesaikan.

Tidaklah mengherankan jika yang mengubah seluruh corak hasil terjemahan Alkitab adalah pergerakan misionaris modern. Penerjemahan Alkitab tidak lagi dikerjakan sarjana-sarjana yang teliti di biara atau perpustakaan yang pengap. Sebaliknya, penerjemahan ini dikerjakan oleh para misionaris tak terlatih yang ditempatkan di seluruh dunia, yang menyelesaikan penerjemahannya di dalam gubuk beratap jerami bersama dengan para informan yang buta huruf. Penerjemahan ini menjadi pekerjaan sambilan yang harus dilakukan selain tugas-tugas lain sebagai seorang misionaris. William Carey dianggap sebagai misionaris penerjemah yang pertama dan yang paling produktif. Tapi lebih dari seabad sebelumnya, John Elliot yang berdedikasi dan energik, sudah menerjemahkan Alkitab untuk suku Indian Algonquin di Massachusetts. Namun, Careylah yang membuat penerjemahan Alkitab diterima sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tugas seorang misionaris. Hampir semua misionaris pelopor "Great Century (Abad Termashyur)" seperti Robert Morrison, Adoniram Judson, Robert Moffat, Hudson Taylor, dan Henry Martyn mengikuti jejaknya sebagai penerjemah. Selama kurun abad sembilan belas saja, Alkitab sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari lima ratus bahasa.

Hal yang sama pentingnya dengan penerjemahan Alkitab adalah selama kurun "Great Century", tidak sampai abad dua puluh, penerjemahan mendapat gambaran baru dengan dikenalnya ilmu bahasa. Dengan semakin banyaknya penerjemahan Alkitab, para misionaris tidak perlu lagi berjuang untuk menerjemahkan sebelum mereka memulai pelayanan penginjilan. Tapi pada saat bersamaan, banyak misionaris yang memandang penerjemahan sebagai suatu pelayanan tersendiri dan merasa terdorong untuk menerjemahkan firman Tuhan dalam setiap bahasa. Sejak tahun 1900, sebagian besar dari Alkitab sudah diterjemahkan ke dalam sekitar seribu bahasa tambahan, setengahnya sejak tahun 1950. Hal itu terjadi sebagai dampak perkembangan ilmu bahasa bagi pelayanan penerjemahan Alkitab.

Tetapi ilmu bahasa tidak akan memberi pengaruh yang terlalu besar pada karya penerjemahan Alkitab jika bukan karena usaha tak kenal lelah dari W. Cameron Townsend dan organisasi kembarnya, Summer Intitute of Linguistics (SIL) dan Wycliffe Bible Translators. SIL didirikan di sebuah rumah pertanian di Ozark pada tahun 1934 dengan nama Camp Wycliffe oleh Townsend dan L.L. Legters. Kedua orang inilah yang memiliki kepedulian pada pelatihan ilmu bahasa bagi para penerjemah Alkitab di masa depan. Walaupun bukan merupakan lembaga misionaris, mereka telah memberi sumbangan tak ternilai bagi kemajuan penginjilan. Melalui kursus pelatihan selama lebih dari setengah abad terakhir (dilaksanakan di University of Oklahoma dan universitas lain di Amerika dan negara lain), murid-murid belajar menulis bahasa asing secara fonetis, merumuskan abjad, menganalisa tata bahasa, menemukan idiom, membuat buku panduan, mengajar baca tulis, dan menerjemahkan Kitab Injil. Mereka sekaligus diuntungkan oleh pengalaman para senior dengan belajar dari keberhasilan dan kegagalan mereka.

Hal lain yang sama pentingnya dengan SIL adalah pekerjaan menerjemahkan Alkitab, yang segera menjadi jelas bahwa dengan sifatnya yang duniawi (dengan tujuan supaya dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan pemerintah asing), organisasi itu tidak cocok sebagai organisasi pendukung misi. Jadi pada tahun 1942, Wycliffe Bible Translators (WBT, diambil dari nama John Wycliffe, penerjemah Alkitab abad empat belas yang dikenal sebagai "The Morning Star of the Reformation"), secara resmi dikelola dan dipimpin oleh pensiunan pengusaha, Bill Nyman. Tujuannya adalah untuk menerima dana bantuan bagi para misionaris penerjemah dan mengumumkan daerah yang akan dijangkau, seperti yang sudah dilakukan oleh pendahulunya, Pioneer Mission Agency. Meski terpisah, organisasi kembar, WBT/SIL mempunyai dewan pimpinan yang saling terkait dan tujuan serta filosofi yang sama, tapi tugas yang berbeda.

Organisasi misi selain WBT sudah terlibat secara aktif dalam penerjemahan Alkitab. Tapi kebanyakan organisasi itu segera menemukan manfaat besar dari pelatihan ilmu bahasa bermutu dan mulai mengirim utusan ke SIL. Sekarang ini, New Tribes Mission dan Unevangelized Fields Mission adalah organisasi yang paling aktif dalam menerjemahkan Alkitab dibanding organisasi lain. Penerjemahan Alkitab juga mulai dilakukan oleh orang-orang Kristen yang bukan dari Barat. Murid-murid di SIL berasal dari seluruh dunia, seperti Meksiko, Cina, Jepang, dan negara-negara Afrika. Bahkan terkadang, para informan bahasa suku bisa menerjemahkan dengan sangat baik. Angel, seorang Mixtec Indian dari Meksiko yang hanya tamat sekolah dasar di Spanyol, menjadi penerjemah yang handal dalam menerjemahkan bahasanya sendiri, San Miguel Mixtec. Ia kemudian datang ke Amerika Serikat bersama dengan direktur SIL, Ken Pike, dan bekerja bersamanya dalam menerjemahkan, mengetik, dan mengoreksi cetakan kitab Perjanjian Baru.

Karena perbedaan budaya yang sangat besar, tugas penerjemahan sangat membutuhkan bantuan warga negara yang cakap seperti Angel. Penerjemahan Alkitab bukanlah ilmu pasti dan tata bahasanya pun harus peka terhadap perbedaan budaya, tahu kapan harus dengan tepat mengikuti teks yang Alkitabiah dan kapan harus mengubah teks karena faktor budaya dalam menerjemahkan. Menurut Eugene Nida dari United Bible Societies, keluwesan adalah kuncinya. Seperti yang dikemukakan Harold Moulton, sering kali muncul pertanyaan-pertanyaan filosofis yang sulit untuk dijawab. "Seorang penerjemah Eskimo kesulitan mendapatkan referensi kata-kata di bidang pertanian. `Bread` (roti) adalah bahan pokok yang tidak dikenal di banyak negara tropis. Kebiasaan dalam menyapa pun berbeda. Istilah seperti `justification` (dasar kebenaran) tidak memiliki latar belakang yang sama dengan Paulus. Bahaya mengganti kata `bread` dengan kata lain adalah jika kata itu menyimpang dari teks asli. Bahaya dari mempertahankan kata dalam bahasa Yunani atau Inggris adalah tidak dapat dipahami. Penerjemah harus menggunakan kata yang paling dekat dan alami dengan yang akan diganti, tapi hal itu selalu sulit untuk dilakukan."

Meski masalah seperti itu terus menyerang para penerjemah, teknologi modern sangat menolong dalam mengatasi masalah-masalah penerjemahan Alkitab. Sekarang, para penerjemah Alkitab menggunakan laptop bertenaga baterai di desa tempat mereka bekerja. Beberapa teknologi sangat berguna bagi perkembangan kamus, referensi silang, menyunting teks, dan penelitian bahasa secara umum.

Meski penerjemahan Alkitab pada saat ini sudah sangat terbantu oleh teknologi, ilmu bahasa, dan dorongan yang diberikan oleh WBT/SIL, tapi pekerjaan masih jauh dari selesai. Menurut perkiraan, saat ini terdapat lebih dari lima ribu bahasa yang digunakan di dunia, tapi Alkitab atau Perjanjian Baru baru diterjemahkan dalam sepertiga dari bahasa-bahasa itu. Sekarang, WBT sendiri sedang menerjemahkan Alkitab ke dalam lebih dari tujuh ratus bahasa dan setiap tahun, terjemahan yang sudah selesai dikerjakan, diterbitkan ke dalam sekitar tiga puluh bahasa baru; tapi dengan keadaan yang seperti itu, semua penerjemahan baru akan selesai sekitar satu abad lagi. (t/Dian)

Diterjemahkan dari:

Judul buku : From Jerusalem To Irian Jaya
Judul asli : Translation and Linguistic: The Bible in Every Man`s Tongue
Penulis : Ruth A. Tucker
Penerbit : Academie Books, Grand Rapid, Michigan 1983
Halaman : 349 -- 351

e-JEMMi 27/2007