You are hereArtikel Misi / Mungkinkah Terjadi Kesatuan dalam Tubuh Kristus?
Mungkinkah Terjadi Kesatuan dalam Tubuh Kristus?
"Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." (1 Korintus 1:10)
Bertahun-tahun yang lalu, setelah berkhotbah mengenai kesatuan gereja, saya tidak dapat melupakan seorang gadis kecil yang mendekat kepada saya setelah akhir ibadah. Gadis kecil itu bertanya kepada saya, "Pak Pendeta, mengapa ada begitu banyak 'abomination?'" Saya terkekeh mendengar pertanyaan itu karena bocah kecil ini salah melafalkan "denomination (Ing.: golongan)" dengan "abomination (Ing.: kekejian) ". Akan tetapi, setelah saya renungkan, apa yang diucapkan gadis kecil itu mungkin lebih tepat untuk menggambarkan perpecahan-perpecahan yang sering kali muncul di berbagai gereja.
Dalam tubuh Kristus, sebagian besar penyebab munculnya berbagai denominasi adalah adanya perbedaan pemahaman mengenai doktrin-doktrin tertentu, sistem organisasi, tata ibadah, atau mungkin tradisi yang dipegang secara turun-temurun. Namun demikian, ada sesuatu yang jarang kita pahami; gereja-gereja Kristen ternyata memiliki lebih banyak kesamaan pendapat daripada perbedaan-perbedaan itu. Hasil penelitian membuktikan bahwa mayoritas jemaat protestan/Injili di Amerika Serikat memiliki 90% kesamaan pendapat dalam hal-hal yang mereka yakini. Dan yang lebih penting lagi, ternyata hanya ada sedikit perbedaan pendapat mengenai hal-hal yang mendasar dalam iman Kristen seperti kehidupan dan ajaran-ajaran Yesus, identitas ketuhanan-Nya, serta perihal mengenai kematian dan kebangkitan-Nya.
Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus menyatakan dengan jelas bahwa perpecahan dan ketidakharmonisan dalam jemaat adalah sesuatu yang tidak dapat diterima. Kenyataannya, ia bahkan mengungkapkan suatu standar yang agaknya mustahil bagi gereja-gereja masa kini, "supaya kamu seia sekata,...erat bersatu dan sehati sepikir."
Apakah mungkin bagi tubuh Kristus untuk mencapai idealisme kesatuan yang tinggi itu? Dalam istilah praktisnya, mungkinkah komunitas-komunitas Kristen sanggup masuk ke dalam suatu harmoni sehingga kita semua dapat menjadi "seia sekata"? Kemungkinan akan hal itu hanya akan tercapai jika orang-orang Kristen dan gereja-gereja memusatkan diri mereka kepada kesamaan-kesamaan yang membuat kita semua menjadi orang-orang percaya dan pengikut Kristus.
Di atas faktor-faktor yang ada, gereja-gereja Kristen didirikan di atas dasar yang sama, yaitu Kristus sendiri. Dialah batu penjuru, pengikat yang menyatukan setiap keyakinan orang percaya mengenai hal-hal yang kekal. Yesus harus menjadi pusat dari semua khotbah dan pengajaran di gereja kita. Ia harus berada di atas segala sesuatu, termasuk penafsiran dan pemahaman kita. Dialah pusat penyembahan kita, tujuan utama ibadah kita, bahkan menjadi alasan dari keberadaan kita. Di kaki salib-Nya, semua orang percaya bersimpuh di atas dasar yang telah dibasahi oleh darah-Nya; oleh pengorbanan-Nya, mereka telah menjadi saudara seiman dalam keluarga Allah. Yesus sendiri berkata bahwa penderitan-Nya di kayu salib akan menarik banyak orang kepada-Nya -- dan dari peristiwa yang agung itulah Ia akan membangun bagi-Nya sekumpulan orang yang menjadi pengikut-Nya. "...dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku." (Yohanes 12:32)
Dengan demikian, kesatuan antar gereja-gereja hanya akan terwujud jika kita memandang Yesus sebagai satu-satunya pemersatu kita. Yesus harus menjadi pusat -- lebih tinggi dari pendapat maupun tradisi kita. Kita harus meninggikan Dia di atas segala sesuatu. Begitu juga dalam hal berkomunikasi, hendaklah kita berkata-kata menggunakan bahasa yang Yesus gunakan -- bahasa kasih Allah.
Hendaklah kita berbicara dengan penuh kasih dan keramahan kepada mereka yang menjadi jemaat dari gereja yang berbeda dengan kita. Hentikanlah permusuhan dan persaingan dengan gereja-gereja lain. Sebaliknya, kasihilah, ampunilah, percayalah, dan bangunlah satu dengan yang lain di dalam kasih Allah yang amat besar ini.
Kasih sejati yang kita tunjukkan terhadap saudara-saudari seiman kita akan menunjukkan kredibilitas gereja Tuhan. Yesus berkata bahwa dunia akan mengenali para pengikut-Nya dari kasih yang mereka tunjukkan satu sama lain. Dengan demikian, perkataan-Nya itu menyiratkan bahwa pesan Injil akan memengaruhi seluruh dunia melalui kasih kita terhadap saudara-saudara kita. Mungkin inilah yang dinanti-nantikan oleh dunia, mereka ingin melihat tubuh Kristus yang saling mengasihi dengan tulus dan tidak terjebak dalam pertengkaran atau persaingan. Hanya dengan demikian, orang-orang lain akan percaya bahwa kita memang benar-benar mewakili Kristus dan hal itu akan membuat mereka lebih terbuka terhadap pesan Injil yang kita khotbahkan. Mengenai ini, Yesus berkata, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35)
Baik dalam jemaat lokal, maupun dalam keseluruhan tubuh Kristus, berkat Allah hanya akan terwujud nyata di dalam kasih dan kesatuan. Pemazmur berkata bahwa kesatuan hati berkaitan dengan pengurapan dari-Nya -- suatu simbol pengurapan dengan minyak yang melambangkan Roh Kudus. "Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya." (Mazmur 133:1-2)
Jika ada satu masa ketika gereja Tuhan membutuhkan urapan-Nya, maka inilah saatnya. Jika kita benar-benar menginginkan berkat urapan-Nya itu, marilah kita bersama-sama memberikan kontribusi bagi kesatuan tubuh Kristus. (t/Yudo)
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buklet elektronik | : | Can There be Unity in The Body of Christ? |
Penerbit | : | Victorious Publications, Grass Valley -- California, 1990 |
Penulis | : | Dr. Dale A. Robbins |
Tanggal akses | : | 21 Februari 2014 |
- Login to post comments
- 11236 reads