You are hereArtikel Misi / Misi Bagi Para Pelaut

Misi Bagi Para Pelaut


Pintu Gerbang Menuju Orang-Orang yang Belum Terjangkau

"Jelas sekali -- Yesus memberikan janji yang lebih baik," kata seorang pelaut Cina saat diberi kesempatan untuk membandingkan agama Budha dengan Kristen. Dia minta dibaptis di tempat perkumpulan para pelaut setempat, di mana pendeta juga memberinya sebuah kitab Perjanjian Baru dan beberapa buku penyelidikan Alkitab. Saat kapalnya kembali berlabuh di dermaga yang sama tiga bulan kemudian, delapan dari teman-temannya yang beragama Budha bergabung dengannya untuk mendalami Injil -- dua dari mereka siap untuk dibaptis.

Para Pelaut Zaman Dulu dan Zaman Sekarang

Mereka yang melayani para pelaut di seluruh dunia menemukan fakta bahwa para pelaut adalah kelompok yang mau menerima sesuatu yang baru. Namun begitu, kebanyakan orang Kristen tidak menyadari ladang misi dan misi potensial yang ada di kalangan para pelaut itu (pria dan, sekarang sudah meluas, wanita). Misi-misi terdahulu untuk para pelaut membentuk stereotip kita bahwa makanan rohani hanya tersedia bagi para pelaut dari Eropa dan Amerika Utara.

Namun sekarang, awak kapal dagang di seluruh dunia sudah berubah secara dramatis. Sebanyak delapan puluh persen dari semua pelaut berasal dari Asia. "Sebagian besar pelaut belum pernah mendengar Injil," kata Dr. Roald Kverndal, juru bicara terkemuka untuk kebutuhan dan kesempatan pelayanan di kalangan para pelaut. Kverndal melayani sebagai Sekretaris Eksekutif International Council of Seamen`s Agencies (ICOSA) dan konsultan pelayanan bahari untuk Lutheran World Federation dan Evangelical Lutheran Church di Amerika.

Dia menjelaskan bahwa gereja sering kali tidak termotivasi atau tergerak untuk menjangkau para pelaut dengan Injil, padahal para pengembara laut itu -- sekumpulan orang yang tak berpendidikan, kesepian, dan lemah -- lapar akan Kabar Sukacita.

Hal lainnya lagi, saat para pelaut menerima Kristus, mereka dapat menjadi terang, baik di kapal maupun di tempat-tempat labuhan di seluruh dunia. Dan bukti menunjukkan bahwa hal itu memang terjadi. "Para pelaut Korea unggul dalam menyebarkan Injil kepada sesama pelaut," kata Kverndal, "tapi kami juga berhubungan dengan para pelaut dari Filipina, Burma, dan India yang juga melayani di laut."

Seorang Afrika yang secara penuh waktu melayani para pelaut adalah Pendeta Peter Ibrahim, keturunan Sudan yang tinggal di Hamburg, Jerman Barat. Tertarik dengan pelayanan bahari saat tinggal di Jerman, Ibrahim menyelesaikan seminari kelautan dengan para pelaut lainnya di Dar es Salaam, Tanzania dan kemudian kembali ke Eropa. Sekarang ia melayani di Hamburg, di Northelbian Center for World Mission dan German Seamen`s Mission.

Ibrahim telah menemui banyak pelaut, termasuk orang-orang Muslim berbahasa Arab, para penganut Koptik dari Mesir, dan orang-orang Korea yang beragama Kristen. "Orang-orang Korea," katanya, "Luar biasa. Mereka tidak melakukan sesuatu dengan setengah-setengah. Dan ketika mereka berlabuh, ... mereka memberitakan Injil ke mana pun mereka pergi."

Kverndal menjelaskan bahwa para pelaut adalah para misionaris pertama yang dipilih oleh Yesus. Lagi pula murid-murid-Nya -- yang adalah nelayan -- adalah orang-orang yang bermata pencaharian di air. "Karena pintu masuk ke beberapa negara tertutup, para pelaut bisa jadi adalah misionaris terakhir kita yang dapat diharapkan," katanya. Bagi Kverndal, para pelaut adalah misionaris terbaik. Dia menunjuk kepada keberanian, belas kasih, kejujuran, dan kesungguhan mereka. "Dan," tambahnya, "mereka selalu bepergian, membuat mereka menjadi penyebar Injil yang alamiah."

Kverndal tahu benar dengan apa yang dikatakannya. Lahir di Britania dari orang tua keturunan Norwegia, saat masih kecil ia bersekolah minggu di Norwegian Seamen`s Church (Gereja Pelaut Norwegia) di London. Sejarah kelautan selama berabad-abad dari kedua orang tuanya membuat pekerjaannya sebagai pelaut menjadi sesuatu yang alami.

"Melalui pelayanan di Scandinavian Seamen`s Church di Rouen, Perancislah, pekerjaan yang saya jalani dengan tidak sungguh-sungguh itu ditantang, dan saya dipulihkan oleh Injil," tulis Kverndal di bagian pengantar bukunya, "Seamen`s Missions: Their Origin and Early Growth". Buku itu merupakan hasil dari lima belas tahun penelitian yang dilakukan di seluruh dunia. Volume ini dianggap klasik di bidangnya.

Kverndal pernah menjalani berbagai peran, dari awak kabin, pedagang perantara kapal, sampai pendeta. Ia juga mendapat gelar dalam bidang hukum kelautan. Sambil mengenang panggilannya dalam misi melayani para pelaut, Kverndal berkata, "Setelah iman saya diperbaharui ..., saya menerima, tanpa terduga, `perintah baru dari ruang kendali kapal`."

Revolusi dalam Industri Kelautan

Sejak Perang Dunia II, wajah industri kelautan telah berubah secara signifikan, baik secara teknologi maupun budaya. Para pemilik kapal sekarang diperhadapkan dengan persaingan internasional yang mencekik leher dan besarnya uang yang dikeluarkan untuk penanaman modal. Satu-satunya biaya operasional yang dapat mereka potong adalah gaji dan tunjangan para awak kapal. Dengan memindahkan muatan kapal kepada apa yang disebut "flags of convenience", juga disebut "runaway" atau "pirate` flags" (kapal yang didaftarkan di negara asing untuk tujuan mengurangi biaya operasional dan menghindari peraturan pemerintah), sekarang para pemilik kapal menyewa awak dari negara-negara berkembang dengan biaya yang jauh lebih murah.

Ketika Anda mulai menghitung, Anda mungkin akan terkejut dengan jumlah pelaut yang ada. Total seluruh pelaut di dunia, baik yang melaut dengan tujuan berdagang, industri, atau menangkap ikan untuk tujuan komersial, jumlahnya adalah sepuluh juta orang. Tapi mereka yang hidup dengan para pelaut menggandakan jumlah itu beberapa kali lipat. Dan apabila pada generasi yang lalu, awak kapal dagang didominasi oleh orang Eropa dan Amerika Utara, sekarang orang Asialah yang mendominasi. (Namun sampai sekarang, kebanyakan perwiranya masih orang Barat.)

Etnis yang paling banyak menjadi pelaut adalah orang Filipina. Lalu diikuti oleh orang Korea, Cina (dari Taiwan, Hong Kong, dan Republik Rakyat Cina), kemudian Indonesia, India, Pakistan, dan Burma. Kebanyakan orang itu, seperti yang dapat diduga, berasal dari latar belakang Islam, Hindhu, Budha, Shinto, Marxis, atau animisme.

Kebutuhan Para Pelaut

Ahli sosiologi menyebut kapal lebih kepada sebuah "institusi murni" yang mengapung, daripada sebuah penjara atau asrama. Samuel Johnson pernah mengatakan bahwa pelaut itu seperti narapidana, dengan risiko tenggelam. Ungkapan bahwa "para pelaut itu mengelilingi dunia tanpa benar-benar merasakannya" menyiratkan bahwa dalam sejarahnya, para pelaut banyak diekploitasi oleh orang-orang yang oportunis ketika berada di pelabuhan.

Oportunis itu antara lain adalah penjaga rumah pelacuran dan "penasihat hukum kelautan yang licik" -- yang keberadaannya merupakan sesuatu yang lazim di kota-kota pelabuhan Inggris pada abad ke-19. Kverndal memerhatikan bahwa metode pengekploitasian itu dilakukan dengan mendekati para pelaut sedini mungkin, dan kemudian memanfaatkan setiap aktivitas dan karakter khas pelaut itu untuk memenuhi keuntungan pribadinya.

Para pelaut masih merupakan mangsa bagi para oportunis dan kondisi kerja mereka tidak pernah berubah menjadi lebih baik. Bahkan, otomatisasi membuat jumlah awak kapal semakin sedikit, dengan pekerjaan yang semakin banyak, dan para pelaut menghadapi suatu isolasi yang jauh lebih buruk daripada yang terjadi di masa lampau. Menurut Kverndal, tidak ada industri yang tingkat bunuh dirinya lebih tinggi daripada industri ini.

"Awak kapal dari negara-negara di dua pertiga dunia rawan terkena ekploitasi sistematis," kata Kverndal dan Dr. Paul Chapman dari Seamen`s Church Institute di New York. Terpisah dari keluarga, teman, dan tanah air, para pelaut itu "dicabut pertalian utamanya karena tuntutan pekerjaan," kata Kverndal. Namun begitu, efek samping dari kerawanan itu adalah mudahnya para pelaut itu untuk berubah dan menerima belas kasihan orang-orang Kristen yang menjangkau mereka.

Badan Hukum Lainnya

Salah satu aspek dari Seamen`s Church Institute adalah Center for Seafarer`s Rights (Badan Urusan Hak-Hak Para Pelaut). Badan itu berperan sebagai badan hukum bagi para pelaut untuk masalah keseharian, seperti gaji yang sedikit, masalah kontrak, dan pemberhentian kerja karena sakit atau bangkrutnya usaha perkapalan.

Chapman menjelaskan, "Tidak ada polisi yang ada di atas kapal ketika kapal itu melaut. Kekuasaan berada di tangan kapten, tapi sering kali kekuasaan itu digunakan dengan sewenang-wenang." Institut itu juga memberikan pelatihan untuk para pelaut dan membantu mereka lulus ujian menjadi perwira dan mendapatkan pekerjaan yang bergaji tinggi.

Pendeta James Dillenburg dari Green Bay, Wisconsin, Presiden ICOSA, mengatakan sesuatu tentang orang-orang Kristen yang melayani para pelaut, "Kami hanya orang-orang yang ada di sana untuk para pelaut. Kami tidak di sana untuk menjual mereka atau mengurus usaha perkapalan. Tujuan utama kami adalah membagikan Kabar Sukacita kepada mereka."

Dillenburg menjelaskan bahwa ICOSA bekerja sama dengan American Bible Society (ABS) untuk menyediakan Alkitab dan traktat untuk para pelaut. "Seorang perwakilan dari ABS selalu hadir dalam rapat yang kami adakan," katanya.

Jaringan di Seluruh Dunia

Pelayanan ICOSA merupakan usaha bersama dari para pendeta dan orang-orang awam dari beberapa denominasi -- Baptis dari bagian selatan, Lutheran, Katolik Roma, Episkopal, dan banyak lagi. Anggotanya berasal dari Amerika Serikat, Kanada, dan Karibia.

Pelayanan dunia sejenis ICOSA yang lebih besar adalah International Christian Maritime Association (ICMA), bermarkas di London, yang menggabungkan beberapa badan, seperti Nordic Seamen`s Missions, German Seamen`s Mission, Missions to Seamen (Anglican), dan banyak lagi.

Rapat tahunan ICMA empat tahun lalu diadakan di Baguio City di Filipina. Para anggotanya memakai kesempatan itu untuk berdiskusi dengan berbagai pihak berkaitan dengan masalah yang dihadapi para pelaut Filipina -- perwakilan serikat kerja, agen tenaga kerja, keluarga pelaut, dan pemerintah nasional Filipina. Pertemuan itu menghasilkan suatu perubahan nyata bagi para pelaut Filipina," Dillenburg menegaskan.

Diakui bahwa semua usaha penjangkauan itu tidak lepas dari orang-orang Kaukasia yang berusaha melayani para pelaut Asia. Maka dapat dipahami jika dikatakan bahwa bangsa Baratlah yang memelopori pergerakan misi untuk para pelaut.

Tapi sekarang, bangsa bukan Barat, khususnya bangsa Asia, mengambil inisiatif. Usaha misi pertama untuk para pelaut yang murni dari Asia adalah Korean Harbor Evangelism, didirikan pada tahun 1974. Badan misi lain juga berkembang di Filipina, Indonesia, dan Jepang. Bahan-bahan misi untuk para pelaut yang dipakai adalah kurikulum rutin dari Lutheran Theological Seminary di Sumatera bagian utara. Langkah-langkah kerja sama regional diberikan pada bulan Pebruari yang lalu saat anggota ICMA dari Asia bertemu di Sumatra selama empat hari konsultasi.

Keragaman di antara Para Pelayan

Kverndal mengatakan bahwa di dalam ICOSA dan ICMA terdapat semangat kerja sama dan kesatuan dalam Kristus yang membentang di atas keragaman, baik dalam teologi maupun metodologi. "Kita berusaha untuk tidak merusak wajah Kristus yang ada di pelabuhan," tegasnya. "Itu artinya tidak ada satu orang atau kelompok yang memaksakan bahwa prinsipnya adalah yang paling benar."

Kverndal melihat bahwa komponen sosial dalam pelayanan untuk para pelaut itu sangat penting, tapi harus dibarengi dengan keyakinann bahwa pokok-pokok alkitabiah berkaitan dengan penginjilan itu memunyai prioritas yang lebih tinggi. Dia menunjuk pada Tacoma Seamen`s Center yang dipimpin oleh Pendeta Ray Eckhoff, sebagai salah satu yang paling sukses dalam menerapkan model keseimbangan pelayanan itu.

Model di Pasifik Barat Laut

Eckhoff tidak puas dengan yang disebut penginjilan "hadir" (menghampiri orang-orang). Dengan berkomitmen untuk menindaklanjuti orang-orang yang kelaparan rohani dan memuridkan mereka yang percaya kepada Kristus, organisasinya berbagi catatan kapal dengan organisasi-organisasi pelaut di seluruh dunia dengan menggunakan komputer. Organisasi ini juga menggunakan pesan faks untuk menyampaikan nama-nama pelaut yang perlu ditindaklanjuti.

Eckhoff dan rekan-rekannya juga menyediakan kursus korespondensi penginjilan Alkitab, musik audio atau rekaman pengajaran, dan video drama Kristen. Ministering Seafarers` Program (Program Pelayanan untuk Para Pelaut) ini pertama kali dikembangkan oleh kaum Lutheran, namun sekarang diadopsi oleh banyak denominasi dan organisasi di seluruh dunia.

"Kami memberi buku sebagai tindak lanjut atas penginjilan yang kami lakukan kepada setidaknya satu orang di kapal. Dia menjadi seorang `pelaut yang melayani`," jelas Eckhoff, yang menambahkan bahwa seorang pelaut kemudian bisa memberikan buku itu kepada pelaut lainnya di kapal. Program ini adalah salah satu program yang menjanjikan tercapainya tujuan pada tahun 2000, "Sebuah gereja Perjanjian Baru dengan saksi yang aktif di atas setiap kapal yang mengarungi samudera" -- seperti yang dikatakan Dr. Donald McGavran -- mungkin lebih realistis daripada apa yang dipikirkan oleh para pengamat.

Pelayanan yang Sederhana namun Berharga

Organisasi pelaut memberikan layanan kepada awak kapal sesederhana penyediaan transportasi untuk mereka pergi belanja atau mengunjungi tempat-tempat wisata. Para sukarelawan juga membantu para pelaut untuk menelepon rumah atau menulis surat jika mereka dapat menulis.

Myrna Kramer, salah satu sukarelawan di International Seafarers` Center di Long Beach, California, memerhatikan, "Banyak orang telah dibawa kepada Tuhan." Terdapat 57 bangsa yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Long Beach dan San Pedro di California bagian Selatan. Mereka termasuk orang Burma, Jepang, Brazil, Yunani, Belanda, dan banyak lagi. "Mereka datang dari mana-mana," kata Myrna.

Menjadi Teman

Pelabuhan bukanlah satu-satunya tempat di mana Anda dapat melayani. Banyak kota Amerika Utara, di Great Lakes dan St. Lawrence River, yang menjadi tempat tujuan banyak pelaut setiap harinya. Pelabuhan Duluth-Superior di Lake Superior adalah pelabuhan tersibuk kelima belas di Amerika Serikat. Jika Anda tinggal di atau dekat Gary, Green Bay, Montreal, atau banyak kota lain di daerah itu, Anda mungkin dapat menemui pelaut yang belum pernah mendengar Injil.

Cara terbaik untuk memulainya, kata para pendeta, adalah dengan pertemanan. "Undang para pelaut ke rumah Anda dan ibadah gereja. Ajak mereka berbelanja, piknik, dan melihat pertandingan olah raga. Beri mereka buku-buku yang baik," saran Kverndal. Dia menambahkan bahwa misi untuk para pelaut harus dilakukan dengan sabar, dengan bertingkah laku seperti duta besar Kristus, tanpa paksaan dan keangkuhan.

Para ahli misi memerhatikan, "Pelabuhan adalah `pintu gerbang` yang melaluinya, sesama manusia dari seluruh dunia datang kepada kita dengan gaya sentripetal, setelah mereka `diputar` ke seluruh bagian dunia dengan gaya sentrifugal. Sungguh kesempatan yang unik yang Tuhan anugerahkan untuk menginjili mereka -- di tempat di mana dua gaya itu berpotongan!"

Misi untuk para pelaut sungguh-sungguh merupakan pintu gerbang strategis menuju bangsa-bangsa, termasuk di dalamnya 12.000 kelompok suku bangsa di dunia yang belum terjangkau oleh Injil.

Untuk keterangan lebih lanjut, tulis surat atau telepon:

  • Ray Eckhoff, International Coordinating Committee for Maritime Follow-up Ministry, 1225 E. Alexander Ave., Tacoma, WA 98421, (206) 272-0716.

  • Roald Kverndal, sekretaris eksekutif, International Council of Seamen`s Agencies, 2513 162nd Avenue N.E., Bellevue, WA 98008, (206) 885-9201.

  • Bernard Krug, sekretaris umum, International Christian Maritime Association, 81 Orwell Road, Felixstowe, IP11-7PY, Inggris.

Kayanya Tradisi Pelayanan Sosial dan Spiritual

Buku "Seamen`s Missions: Their Origin and Early Growth", oleh Roald Kverndal, terbitan William Carey Library, Pasadena, Calif., 610 hal. dengan 292 hal. catatan, appendix, index, dll. adalah kisah menarik tentang perkembangan pelayanan Kristen menjangkau para pelaut. Buku ini terutama berfokus kepada kegiatan-kegiatan masyarakat Inggris, sekaligus menyoroti perkembangan awal misi menjangkau para pelaut di Amerika Utara. Seamen`s Missions membawa pembaca dari gereja mula-mula sampai misi pertama untuk para pelaut yang dimulai pada pertengahan abad ke-19. Selain itu, kita juga disuguhi gambaran sumber sosial, spiritual, dan sejarah pergerakan signifikan di gereja Kristen (Lembaga Alkitab Internasional dan penyebaran traktat, misalnya) dan perubahan di masyarakat secara terperinci.

[Red: ada bagian dari artikel ini yang sengaja dipotong karena hanya berupa komentar tentang buku Seamen`s Missions ini]

Buku ini sangat disarankan untuk dibaca tidak hanya oleh para pelajar sejarah kelautan, tapi juga oleh mereka yang peduli akan perbaikan moral dan sosial di zaman sekarang. Memberi harapan bahwa bagi Tuhan, kebenaran dan keadilan mampu menang di atas ketidaksusilaan dan ketidakadilan. (t/Dian)

Diterjemahkan dari:

Nama situs : Mission Frontiers
Penulis : Tidak dicantumkan
Alamat URL : http://www.missionfrontiers.org/issue/article/seamens-mission

e-JEMMi 34/2007