You are hereArtikel Misi / Menanamkan Visi Misi ke Dalam Gereja-Gereja 1
Menanamkan Visi Misi ke Dalam Gereja-Gereja 1
Visi misi mempunyai dasar firman Tuhan dan dihidupkan oleh Roh Kudus. Sebelum Tuhan Yesus naik ke surga, Dia mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Roh Kebenaran itu akan memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13), dan berulang kali Dia mengingatkan mereka akan sabda Bapa yang telah disampaikan-Nya kepada mereka, selagi Dia masih bersama dengan mereka (Yohanes 17:8). Pernyataan tujuan Tuhan untuk misi dimulai dengan wahyu dalam Perjanjian Lama. Pernyataan kehendak-Nya yang lebih lengkap dilanjutkan dalam Perjanjian Baru.
A. Tujuan Misi Perjanjian Lama
"Perjanjian Lama tidak berisikan misi; Perjanjian Lama itu sendirilah misi dalam dunia. Dr. George Peters berkata, "Perjanjian Lama adalah buku misi dan Israel adalah bangsa misi." Kebenaran ini bisa dilihat ketika kita menelusuri sejarah Tuhan dengan manusia, mulai dari Kitab Kejadian sampai kepada panggilan terhadap Abraham, bagaimana Tuhan menghadapi Israel, dan firman Tuhan yang menubuatkan kedatangan Juru Selamat.
Penciptaan, Kejatuhan Manusia, dan Janji Pertama Menuju Keselamatan
Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya (Kejadian 1:27). Ia menciptakan manusia untuk memenuhi kehendak-Nya, yang kita sebut mandat kebudayaan (Kejadian 1:28). Tuhan menempatkan manusia di dalam taman Eden (Kejadian 2:8), dan memberinya Hawa sebagai penolongnya untuk melaksanakan kehendak-Nya (Kejadian 2:18). Tuhan menyatakan kepada Adam apa yang diharapkan-Nya dari dia (Kejadian 2:16-17) -- Adam harus mengajar istrinya. Kejadian 3 memuat kisah kegagalan mereka mematuhi perintah-perintah Tuhan -- permulaan ketidakpatuhan manusia dan kejatuhannya ke dalam dosa. Akibatnya, Tuhan bertindak sesuai dengan apa yang dikatakan-Nya -- mengusir Adam dan Hawa dari taman yang indah itu. Sehubungan dengan keputusan Ilahi yang dijatuhkan kepada ular yang telah memperdayakan Adam dan Hawa, maksud yang terkandung dalam hati Tuhan untuk mendamaikan manusia dengan Diri-Nya sendiri, dan untuk memulihkan dia kepada maksud-Nya yang sesungguhnya, bisa dilihat dalam Kejadian 3:15, bahwa benih wanita itu akan meremukkan kepala ular. Dr. George Peters menyebut hal ini "sebuah janji yang memiliki arti luas", sebab janji itu diberikan kepada seluruh umat manusia. Dia menandaskan pentingnya "segi rasial" karena ketika Kristus menjadi Juru Selamat manusia, maka Kejadian 3:15 digenapi. Dalam Kejadian 3:21, Tuhan membuatkan bagi mereka pakaian dari kulit binatang, lalu mengenakannya kepada mereka, dan dengan cara itu menunjukkan penutup dosa yang akan disediakan-Nya kelak.
Panggilan Abraham
Hubungan Tuhan dengan manusia melalui panggilan atas diri Abraham, seperti yang tertulis dalam Kejadian 12 "bersifat khusus jika dipandang dari segi metodenya, tetapi bersifat umum jika dilihat dari sudut perjanjian, rancangan, dan akibatnya". Tuhan memanggil satu orang, tetapi pada saat yang sama, Ia memikirkan seluruh dunia (Kejadian 12:1-3).
Tuhan ingin memberi berkat dan keselamatan kepada semua ras dan bangsa melalui satu orang, dari benih dan keturunannya. Tuhan tidak memanggil Abraham untuk kepentingan Abraham sendiri, melainkan dengan pandangan ke depan yakni demi umat manusia. Jadi, janji-janji Allah kepada Abraham mempunyai tujuan umum. Anak Abraham -- Ishak, mewarisi janji ini, kemudian Yakub (Kejadian 26:4; 28:14), lalu Yehuda (Kejadian 49:10), dan sekali lagi kita jumpai bahwa Firman itu menunjuk kepada Juru Selamat yang akan datang! Jadi, dalam Kristuslah janji kepada Abraham digenapi. Tidak heran jika Injil Matius menggambarkan Dia sebagai "Anak Abraham" (Matius 1:1), dan mencatat perintah-Nya untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya! (Matius 28:19-20).
Bangsa Istimewa
Dalam kitab Keluaran kita mempelajari bagaimana Tuhan mengangkat bangsa Israel, serta mengingatkan bahwa merekalah pewaris-pewaris Abraham dan sekaligus pewaris janji Tuhan (Keluaran 19:4-6a). Melalui mereka, Tuhan akan memberkati bangsa-bangsa. Melalui mereka, Dia akan menyampaikan rencana keselamatan-Nya sampai kepada suku bangsa di tempat yang paling terpencil sekalipun! Israel akan menjadi sebuah kerajaan imam dan bangsa yang kudus (ayat 6), milik Tuhan yang berharga di antara segala bangsa, sehingga melalui mereka Dia bisa mengirimkan Juru Selamat ke dalam dunia. Dr. George Peters mengingatkan bahwa Tuhan tidak saja memanggil bangsa Israel untuk menjadi umat-Nya, tetapi juga untuk menjadi hamba-Nya. Hak-hak istimewa yang mereka miliki, tentu bertautan dengan tanggung jawab yang unik pula. Mereka harus memancarkan kemuliaan Tuhan di antara bangsa-bangsa, dan meski masih hidup di tengah bangsa-bangsa di dunia, mereka harus mengasingkan diri dalam hal mematuhi hukum-hukum Tuhan dengan sempurna.
Bagaimanakah caranya, umat Tuhan menunjukkan Dia kepada bangsa-bangsa? Dr. George Peters menerangkan hal ini.
Perjanjian Lama menjunjung tinggi metode sentripetal, yang bisa diumpamakan sebagai sebuah magnet suci yang mempunyai daya tarik ke arah dirinya sendiri. Dengan menjalani sebuah kehidupan di hadirat Tuhan yang disertai rasa takut kepada-Nya, Israel mengalami berkat Tuhan. Dengan cara ini, mereka harus membuat kejutan bagi bangsa-bangsa lain, sehingga mereka tertarik kepadanya. Israel juga membangkitkan rasa ingin tahu mereka, lalu menarik mereka ke Yerusalem dan kepada Tuhan seperti sebuah magnet. Unsur universal (bukan universalisme) harus diwujudkan dengan jalan menarik orang-orang kepada Tuhan.
Waktu bangsa Israel menyatakan kemuliaan Tuhan kepada bangsa-bangsa, mereka harus menjadi imam Allah dan harus melaksanakan pelayanan imamat dan perantara di dunia ini -- "Tidak ada imam yang hidup untuk dirinya sendiri; dia baru mempunyai nilai dan arti jikalau dia menjalankan fungsinya sebagai perantara". Meskipun Israel dipanggil dan diberkati Tuhan, mereka tidak selalu menyadari kedudukannya dan tidak senantiasa melayani umat manusia seperti yang Tuhan kehendaki. Mereka juga telah menyimpang dari panggilan dan tujuan Tuhan, maka Ia mengangkat nabi-nabi dengan jabatan Ilahi untuk mengingatkan umat-Nya akan kedudukannya yang sebenarnya.
Penghambaan Israel kepada Tuhan dan Kedatangan Juru Selamat
Dalam kitab Yesaya, penghambaan Israel kepada Tuhan digambarkan paling lengkap, terutama dalam pasal 40 sampai 55, di mana berulang kali Israel digambarkan sebagai "Hamba-Ku". Tuhan telah membentuk mereka untuk diri-Nya sendiri, untuk memberitakan kemasyhuran-Nya (Yesaya 43:21). Kepada siapa? Ayat 9 memberikan jawabannya: "kepada bangsa-bangsa." Meskipun pasal-pasal dalam kitab Yesaya dengan jelas berbicara mengenai Israel sebagai hamba Tuhan (Yesaya 49:3), pada saat yang sama ia juga memperkenalkan Hamba Tuhan yang ideal, yakni Juru Selamat yang akan datang. Dia sendirilah yang bisa mewujudkan penghambaan yang sempurna seperti yang diharapkan oleh Tuhan dan yang menyenangkan hati Tuhan.
Firman-Nya: "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yesaya 49:6)
Dengan kedatangan Juru Selamat, tujuan misi Tuhan dibawa menuju kesempurnaan, yakni yang dimulai dari Kejadian 3:15, dilanjutkan melalui panggilan Abraham dalam Kejadian 12, dan melalui pemulihan Israel sebagai imamat. Dalam Perjanjian Lama ditunjukkan dengan jelas apa yang menjadi tujuan utama Perjanjian Baru yakni, "Alkitab menyebutkan hanya ada satu tujuan Tuhan menyelamatkan umat manusia".
B. Sifat Hakiki Misi Perjanjian Baru
Harold Cook menyatakan, "Dalam Perjanjian Baru, misi adalah ekspresi yang wajar dari kekristenan yang hidup." Dia menegaskan bahwa sifat hakiki kekristenan itulah misi! Memang benar, Perjanjian Baru memberikan banyak bahan yang mendukung pernyataan ini. Mari kita memikirkan peranan dan tujuan misi Yesus Kristus dan kedatangan-Nya, kemudian isi misi ajaran-Nya dan perintah-perintah yang diberikan kepada murid-murid-Nya, dan ketiga pernyataan misi dalam hidup murid-murid dan Gereja mula-mula.
Sifat Hakiki Misi Yesus Kristus
Perjanjian Baru mengajarkan bahwa Yesus Kristus diutus Allah (1 Yohanes 4:9), dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Yesus Kristus sendiri dengan sepenuhnya menyadari tugas-Nya dari Bapa. Dia tahu bahwa Dia berdiri di depan manusia sebagai pengganti Bapa (Yohanes 14:9). Yesus menyadari bahwa Dia adalah seorang yang diutus, seorang utusan Injil, seperti yang bisa kita teliti dari Yohanes 6:38.
Dari semula tujuan kedatangan-Nya jelas. Bukankah para malaikat, melalui pemberitaannya kepada para gembala mengenai kelahiran Juru Selamat, memberitakan Kabar Baik mengenai kelahiran-Nya sebagai sebuah berita kepada seluruh bangsa (Lukas 2:10-11)? Bukankah Simeon yang telah lanjut usia, pada waktu diperkenalkan kepada Bayi Yesus di Bait Allah, menyapa Dia dengan ucapan "terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu Israel?" (Lukas 2:32)
Kitab Matius mencatat nama-Nya Yesus dengan pengertian Juru Selamat orang berdosa (Matius 1:20-21). Yesus sendiri sering menegaskan tujuan kedatangan-Nya kepada orang-orang yang mengikuti-Nya, seperti dalam Lukas 19:10, "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Dalam perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang (Lukas 15), Dia menyamakan diri-Nya dengan Tuhan yang sedang mencari-cari dan merindukan orang-orang yang sesat, supaya kembali kepada diri-Nya. Dengan tulus, Dia menggambarkan misinya ketika melapor kepada Bapa-Nya di akhir hidup-Nya di dunia, sesaat sebelum Penyaliban (Yohanes 17); Ia telah menyatakan nama Bapa (ayat 6), Dia telah menyampaikan firman Tuhan kepada mereka (ayat 8), Dia berdoa untuk mereka (ayat 9), Dia memelihara mereka selama Dia bersama mereka di dunia (ayat 12), dan Dia memberikan hidup kekal kepada semua orang yang telah Bapa berikan kepada-Nya (ayat 3). Kini saat-Nya telah tiba untuk meninggalkan dunia (ayat 1). Dengan kematian-Nya di kayu Salib, Dia memenuhi tugas misi-Nya karena menurut Yohanes Pembaptis, Dia mati sebagai "Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia" (Yohanes 1:29). Sebagai Imam Besar Agung yang sekarang berdiri di depan takhta Bapa, Dia menjadi Perantara antara Allah dan manusia untuk selama-lamanya, untuk mereka yang datang kepada-Nya dalam iman (Ibrani 7:25; 1 Timotius 2:5). Jadi, kehidupan dan kematian Kristus, yang sekarang hidup dengan Bapa adalah misi dalam arti yang sebenar-benarnya.
Isi Misi Pengajaran-Nya
Yesus Kristus mengajarkan bahwa Dia adalah satu-satunya jalan kepada Bapa (Yohanes 14:6). Ketika Yesus berkhotbah di bait Allah, Dia berkata kepada para pendengar-Nya bahwa mereka akan mati dalam dosa, jika mereka tidak percaya bahwa Dialah Juru Selamat (Yohanes 8:24). Pernyataan-Nya adalah mutlak! Tidak saja perkataan-Nya, perbuatan-Nya juga menunjukkan wewenang yang didapatnya dari Bapa, dan bersamaan dengan itu menyebabkan perpecahan di antara orang-orang yang memerhatikan-Nya, seperti bisa dilihat setelah penyembuhan orang buta dalam Yohanes 9:16.
Dia mengajar pengikut-pengikut-Nya bagaimana mereka bisa menjalani kehidupan yang berbuah, yakni dengan berada dekat dengan Dia (Yohanes 15:1-16). Sukacita dan kepatuhan akan menjadi tanda-tanda kehidupan semacam itu. Mereka akan menjadi sahabat, tidak hanya hamba (ayat 15). Mereka juga harus siap menghadapi tantangan dan penganiayaan (Yohanes 15:18). Bukankah ayat 20 merupakan pengajaran misi dalam pengertian yang sebenarnya?
Yesus melewatkan sebagian besar hidup-Nya di dunia ini untuk melayani bangsa-Nya sendiri, yaitu orang-orang Yahudi, tetapi Dia juga mencita-citakan pelayanan Injil di seluruh dunia (Lukas 13:29, Matius 24:14). Akan tetapi, hanya sedikit orang kafir yang dilayani secara pribadi oleh Yesus, seperti wanita Samaria dalam Yohanes 4, wanita dalam Matius 15:21-28 yang berbangsa Kanaan tetapi berkewarganegaraan Siro-Fenisia, dan perwira dalam Matius 8:5-13 yang mungkin adalah komandan kafir, yang dengan rendah hati memohonkan kesembuhan anaknya. Mereka berhasil mendapatkan apa yang mereka minta, disebabkan olah iman mereka. Yesus memuji mereka dalam hal ini.
Sepanjang perjalanan hidup-Nya di dunia, Yesus berusaha menyiapkan murid-murid-Nya untuk pelayanan membawakan Injil kepada semua bangsa, meskipun pada prinsipnya "kepada orang Yahudi lebih dahulu". Harold Cook menyatakan fakta yang sama sebagai berikut, "Kita tidak bisa menyangkal bahwa Yesus Kristus mengajarkan misi, Ia ingin supaya pengikut-pengikut-Nya menjadi utusan Injil, Ia ingin agar Injil-Nya diberitakan di seluruh dunia." Sebelum kenaikan-Nya, Tuhan Yesus Kristus memberikan kepada murid-murid-Nya, yang berarti juga murid-murid-Nya dari segala zaman, Amanat Agung seperti yang tercatat di keempat Injil dan kitab Kisah Para Rasul. Setelah memberikan Amanat Agung tersebut, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan murid-murid-Nya mengenai kedatangan Roh kudus (Lukas 24:45-49).
Jelas, mereka perlu dibekali dengan kuasa untuk melaksanakan tugas Tuhan yang terakhir! Dalam hal ini, Syrdal memberikan pendapatnya, "Program misi gereja bergantung pada Roh Kudus, yang menyiapkan dan melengkapi murid-murid-Nya untuk kelanjutan dramatis dari apa yang telah dimulai oleh Yesus."
Dalam Kisah Para Rasul 2, Lukas, melaporkan kedatangan Roh Kudus secara nyata. Semenjak saat itu dan seterusnya, Roh Kudus memainkan peranan yang penting dalam mengarahkan dan mengatur pertumbuhan Gereja. Harold Cook berkata, "Perjanjian Baru memperkenalkan Roh Kudus sebagai pelopor dan sebagai faktor pengatur misi."
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Merencanakan Misi Lewat Gereja-Gereja di Asia |
Judul bab | : | Menanamkan Visi Misi ke dalam Gereja-Gereja |
Penulis | : | David Royal Brougham |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 2001 |
Halaman | : | 13 -- 22 |
- Printer-friendly version
- Login to post comments
- 8309 reads