You are hereArtikel Misi / Biarkan Anak-Anak Itu Datang
Biarkan Anak-Anak Itu Datang
Apakah anak-anak bisa menjalin hubungan yang berarti dengan Tuhan Allah? Banyak kisah menceritakan tentang anak-anak, yang walaupun masih sangat kecil, sudah menyerahkan diri kepada Allah dengan sungguh-sungguh; dan penyerahan itu ternyata tidak menjadi luntur. Seorang utusan Injil, pada waktu akan terjun dalam bidang pelayanan, bersaksi bahwa ia telah menyerahkan hidupnya kepada Kristus ketika berusia 5 tahun. Ia berbuat demikian karena pengaruh seorang perawat ketika ia dirawat di rumah sakit.
Apakah anak-anak bisa menjalin hubungan yang berarti dengan Tuhan Allah? Banyak kisah menceritakan tentang anak-anak, yang walaupun masih sangat kecil, sudah menyerahkan diri kepada Allah dengan sungguh-sungguh; dan penyerahan itu ternyata tidak menjadi luntur. Seorang utusan Injil, pada waktu akan terjun dalam bidang pelayanan, bersaksi bahwa ia telah menyerahkan hidupnya kepada Kristus ketika berusia 5 tahun. Ia berbuat demikian karena pengaruh seorang perawat ketika ia dirawat di rumah sakit. Seorang dokter mengatakan bahwa ketika berusia 8 tahun, ia berjanji kepada Tuhan untuk kelak menjadi seorang dokter setelah tanpa berdaya ia menyaksikan adiknya meninggal akibat menderita suatu penyakit yang tidak dikenal. Seorang wanita muda terkenang betapa senang hatinya ketika di sekolah minggu ia mendengar bahwa dirinya adalah "anak Raja" karena ia termasuk salah seorang anak Allah. Sejak saat itu, harga dirinya bertumbuh terus karena ia memandang dirinya sebag ai seorang anak raja.
Wayne Oates, seorang profesor psikologi agama di Southern Baptist Theological Seminary (Seminari Teologia Baptis Selatan), menulis begini: "Salah satu kebenaran terbesar yang kita peroleh melalui penelitian tentang perkembangan kepribadian ialah bahwa agama dikomunikasikan dengan cara yang berbeda-beda, pada tahap-tahap yang berbeda pula, sesuai dengan perkembangan individu itu sendiri .... Seluruh masalah keagamaan itu terdiri dari hal membukakan pintu sejak masa kanak-kanak untuk memasuki kekekalan."
Tuhan Yesus mengungkapkan hal ini secara lebih sederhana lagi: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." (Matius 19:14)
Anak-anak selalu tertarik kepada Tuhan Yesus, dan Ia tidak pernah menyuruh mereka menunggu sampai mereka benar-benar mengerti dulu tentang konsep teologi sebelum boleh datang kepada-Nya. Ia tidak berkhotbah kepada mereka atau pun menegur mereka. Sebaliknya, "Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka." (Matius 19:15) Ia menjamah mereka dan menasihati orang-orang dewasa agar "bertobat dan menjadi seperti anak kecil." (Matius 18:3)
Anak-anak memunyai tempat istimewa dalam hati Allah. Sambil memanggil seorang anak, Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga" (Matius 18:4). Renungkanlah hal ini. Bayangkan betapa kecilnya perasaan diri Anda seandainya Yesus memanggil Anda datang kepada-Nya dan berkata kepada setiap orang di sekitar Anda bahwa Andalah yang terbesar? Betapa besar dorongan yang demikian bagi konsep diri anak itu! Jelaslah bahwa sikap merendahkan diri yang dianjurkan Tuhan Yesus bukan berarti menghapuskan harga diri yang positif pada seseorang serta perlunya mendapat dukungan dan dorongan orang lain.
Kata merendahkan diri yang digunakan dalam Matius 18 memunyai konotasi sikap yang bergantung dan tunduk pada wewenang, bukan berarti menurunkan martabat diri. Seorang anak perempuan yang masih kecil mungkin saja mengira bahwa dirinya merupakan pusat alam semesta, namun ia tetap sadar bahwa ia masih bergantung pada orang tuanya. Secara arti luasnya, orang tua adalah wakil Allah bagi setiap anak, tapi Allah tidak dibatasi oleh pengertian seperti ini. Acap kali Ia menerobos batasan ini, bila Ia ingin berkomunikasi secara langsung dengan seorang anak, teristimewa dengan anak yang sedang sakit parah. Tampaknya anak-anak merasakan kehadiran Allah yang misterius dan mereka pun menyadari kebergantungan diri mereka pada-Nya.
Adapun sifat anak-anak yang menjadikan mereka terbesar di dalam Kerajaan Surga, juga menjadikan mereka sangat rawan di dalam kerajaan dunia ini. "Report on the Hearings on the Unmet Needs of Children and Youth", 1979 (Laporan melalui Pendengaran tentang Kebutuhan Anak dan Remaja yang Tidak Terpenuhi), yang disusun oleh sebuah perserikatan para perawat di Amerika (The American Nurses Association) pada tahun 1979, mengungkapkan tentang bidang-bidang utama di mana ketergantungan dan kerawanan anak-anak dapat mengakibatkan mereka terjerat dengan mudah dalam kesulitan-kesulitan, seperti: penyalahgunaan obat bius, penganiayaan anak, dan eksploitasi seks. Tuhan Yesus sudah tahu kemungkinan terjadinya kesulitan ini. Ia menasihati murid-murid-Nya begini, "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilanga n diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut" (Matius 18:5-6). Di sini, orang-orang dewasa memunyai tanggung jawab yang besar untuk memelihara serta memerhatikan pertumbuhan anak-anak Allah. Pertama, adanya suatu perintah yang positif untuk menyambut anak-anak dalam nama-Nya. Kedua, adanya suatu peringatan yang negatif agar jangan menyesatkan mereka sehingga menyebabkan mereka jatuh ke dalam dosa.
Menerima seorang anak dalam nama Yesus artinya sama dengan mengasihi dia seperti Tuhan Yesus mengasihi mereka. Kasih itu begitu konsisten sehingga anak-anak akan merasa aman serta terlindung, dan diyakinkan bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (1 Yohanes 4:18). Kasih seperti ini tanpa syarat, sehingga mereka tidak usah menutup-nutupi diri mereka yang sebenarnya dengan tujuan untuk menyenangkan orang lain. Mereka tahu bahwa mereka diterima sebagaimana adanya (Roma 3:23-25). Inilah kasih yang berusaha memberikan apa yang terbaik kepada si anak, walaupun kadang-kadang kasih itu harus dinyatakan berupa disiplin yang tegas (Ibrani 12:6). Kasih ini adalah kasih yang hangat dan menyentuh hati, yang bersifat pribadi dan memperlakukan setiap individu sebagai pribadi yang istimewa (Matius 18:12-14; 19:15). Akhirnya, kasih ini adalah kasih yang mengenal baik Sumbernya dan tidak mencari keuntungan atau kemuliaan bagi diri sendiri (Yesaya 43:1-7). Oates pernah mengatakan bahwa "Alla h menjumpai seseorang melalui pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok orang di masyarakat sekitarnya yang memiliki sifat suka mengampuni." Secara idealnya, "pribadi-pribadi yang suka mengampuni" itu adalah orang tua-orang tua, kemudian meluas kepada seluruh anggota keluarga, gereja, tetangga, sekolah, serta masyarakat di bidang pemeliharaan kesehatan.
Memelihara Anak-Anak Domba
Peringatan Tuhan Yesus terhadap siapa pun yang menyebabkan seorang anak berbuat dosa agak membingungkan. Kelihatannya dalam teguran itu bisa juga tersirat teguran terhadap kejahatan-kejahatan yang jelas berupa penyalahgunaan obat bius dan seks. Namun, orang dewasa menyebabkan anak-anak berdosa dengan banyak cara yang halus, yang mungkin tampaknya tidak jahat kalau dinilai secara sepintas. Dosa adalah segala sesuatu yang membuat seseorang menjauh dari Allah. Orang dewasa menjadi wakil Allah bagi anak-anak di dalam segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukannya. Apabila orang dewasa yang bergaul dengan anak-anak menunjukkan sikap masa bodoh, tidak bisa dipercaya, mengharapkan yang tidak realistis, atau bahkan berniat menyakiti anak-anak, akibatnya mungkin anak akan menganggap bahwa begitulah sifat-sifat Allah. Sebagian dari anak-anak seperti itu tidak akan pernah dapat mengembangkan hubungan yang sehat dengan Allah.
Yesus menjadi marah ketika murid-murid-Nya menghalang-halangi anak-anak datang kepada-Nya (Markus 10:14). Barangkali murid-murid mengira bahwa ada hal-hal yang lebih penting yang akan dikerjakan oleh Tuhan mereka, dan mereka tidak ingin Dia diganggu oleh anak-anak itu. Berapa sering kita telah menghalangi anak-anak datang kepada Tuhan Yesus? Berapa sering kita telah tenggelam dalam hal-hal yang kita anggap "lebih penting" seperti halnya pengobatan, perawatan, dan tugas rutin di rumah sakit, sehingga kita lengah untuk bertanya kepada seorang anak yang sedang dirawat di rumah sakit itu apakah ia biasa berdoa sebelum makan atau sebelum tidur? Atau apakah ia biasa mendengar cerita Alkitab tiap-tiap hari?
Setiap anak sungguh berharga di mata Allah, sehingga Tuhan Yesus mengumpamakan perhatian-Nya seperti seseorang yang memiliki seratus domba. Salah satu dari domba-domba itu tersesat, maka orang itu segera meninggalkan yang sembilan puluh sembilan dan pergi mencari dombanya yang sesat itu ke mana-mana sampai ia menemukannya (Matius 18:10-14). Tuhan Yesus juga mengharapkan hal yang sama dari orang-orang yang menjaga anak-anak domba-Nya -- dari orang tua, guru, perawat, dan orang-orang dewasa lain yang memunyai peranan penting.
Buku ini terutama membahas tentang pemeliharaan anak-anak secara rohani. Akan tetapi, karena faktor rohani mengisi dan memberi kehidupan kepada seseorang seutuhnya, maka kebutuhan fisik, emosi, dan sosial akan sering pula dibahas dalam pasal-pasal berikut ini, karena semuanya sering berkaitan erat. Kebutuhan rohani bisa diartikan "kurang terpenuhinya satu atau lebih faktor-faktor yang diperlukan untuk membangun dan/atau memelihara suatu hubungan pribadi yang dinamis dengan Allah". Singkatnya, semua itu adalah kebutuhan, yang jika tidak terpenuhi, akan menghalangi seorang anak datang kepada Tuhan Yesus.
Kebutuhan-kebutuhan rohani yang mendasar pada orang dewasa diringkaskan dalam buku "Spiritual Care: The Nurse's Role" (Pemeliharaan Rohani: Peran Perawat), juga berlaku bagi anak-anak. Kebutuhan akan arti dan tujuan berkembang dalam bentuk-bentuk yang lebih canggih sementara seorang anak bertumbuh menuju kedewasaan. Namun, kebutuhan itu sudah ada sejak ia lahir. Kebutuhan untuk mendapat kasih dan hubungan pribadi merupakan kebutuhan dasar untuk hidup. Bayi yang tidak dikasihi bisa mengalami gangguan emosi yang parah atau bahkan bisa mati. Sementara seorang anak yang sedang tumbuh itu hidup dengan perasaan aman di dalam kasih orang tua dan orang-orang dewasa di sekitarnya, ia akan mulai mengasihi orang lain dan mengerti kasih Allah. Kebutuhan akan pengampunan menjadi nyata, pertama-tama sebagai kebutuhan akan kasih yang diberikan tanpa syarat, tanpa ada batasan; kemudian lambat laun kebutuhan ini berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk diampuni dari "kenaka lan".
Awal masa kanak-kanak, khususnya 12 tahun pertama, merupakan masa yang amat penting dan menentukan bagi perkembangan rohani seseorang. Amsal 22:6 berbunyi: "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Hikmat yang sudah sejak dulu kala berlaku dalam Kitab Suci disahkan secara mutlak oleh penyelidikan psikologis, yaitu bahwa pengertian rohani yang dikembangkan pada seorang anak sampai ia mencapai usia 12 tahun bisa diragukan olehnya pada masa remaja, tetapi untuk sementara waktu saja. Biasanya pengertian itu justru menjadi dasar bagi iman kepercayaannya pada masa dewasa. Kepercayaan yang dianut oleh kebanyakan orang dewasa sama benar dengan kepercayaan yang dianut oleh orang tua mereka.
Beban tanggung jawab yang utama dalam tugas memerhatikan kerohanian anak terletak pada bahu orang tua. Memberi perawatan yang baik berarti memandang seorang anak sebagai bagian dari suatu keluarga besar, bukan sebagai seorang pasien yang diasingkan atau diisolasi. Begitu juga dengan perhatian yang diberikan dalam segi rohani. Orang tua harus didukung dan dihormati apabila memberikan perhatian dalam segi rohani. Pada masa-masa krisis, para perawat, guru, pendeta, dan orang-orang lain yang bersedia memberi dukungan atau pun dorongan secara rohani kepada orang tua serta anak-anak mereka, akan menghasilkan dampak yang kekal. Setiap krisis yang dialami pada masa anak-anak bisa memberi peluang bagi timbulnya krisis rohani. Jika anak menderita tanpa berbuat salah apa pun, orang tuanya sering bertanya, "Kenapa? Apa yang telah saya perbuat sehingga terjadi hal ini? Apakah Allah sedang menghukum saya?" Perkembangan rohani anak itu, sekalipun sehat, akan dapat tergang gu sekali. Penderitaan secara jasmani dan perasaan ditinggalkan seorang diri di rumah sakit, ketika dikelilingi oleh peralatan yang menakutkan, bisa mengancam perkembangan perasaannya untuk menaruh percaya dan harga diri yang masih rapuh pada anak itu. Pemeliharaan bidang rohani bukanlah semata-mata merupakan suatu pilihan yang enak bagi para perawat yang hanya memunyai sedikit waktu luang; namun pemeliharaan ini sangat penting bagi perkembangan anak itu seutuhnya serta pandangan hidupnya. Kita memunyai suatu mandat untuk memerhatikan, bukan saja sebagai seorang Kristen yang setia, melainkan juga karena kita adalah orang yang harus memberikan perhatian itu secara bertanggung jawab.
Sumber:
Judul buku | : | Kebutuhan Rohani Anak: Pedoman untuk Para Orang Tua, Guru, dan Perawat |
Penulis | : | Judith Allen Shelly |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1982 |
Halaman | : | 12 -- 17 |
Dipublikasikan di: http://pepak.sabda.org/biarkan_anak_anak_itu_datang
- Login to post comments
- 3600 reads