You are hereArtikel Misi / Adilkah Jika....
Adilkah Jika....
Judul asli: Adilkah Jika Seseorang Telah Dua Kali Mendengar Injil Sedangkan Orang Lain Belum Pernah Satu Kali Pun Mendengarkannya?
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadah dan memberitakan Injil Kerajaan Surga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan telantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:35-38)
Perhatikan baik-baik! Dikatakan bahwa Yesus berjalan mengelilingi SEMUA kota dan desa. Yesus tidak pernah berdiam secara tetap di suatu kota dan menjadi pendeta di sana. Ia terus berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ia melihat orang banyak dan berbelas kasihan pada mereka, kemudian Ia berkata pada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." Inilah masalah gereja pada hari ini! Tatkala Anda melihat orang banyak, mampukah Anda menjadi sama seperti Yesus, berbelas kasihan pada mereka? Pandanglah ... pelayanan begitu luas, tetapi pekerja hanya sedikit, bukan? Itulah sebabnya Yesus berkata: "Mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja untuk tuaian itu."
Benarkah Jika Saya Hanya Tinggal di Kanada Saja?
Beberapa tahun lalu, saya menyelidiki Alkitab untuk melihat apakah mungkin jika saya tinggal di Kanada saja dan masih menaati Allah? Di Kanada saya boleh terus asyik dengan jabatan serta fungsi kependetaan dan tidak perlu bersusah payah melintas batas wilayah negara saya, namun sambil melaksanakan perintah-perintah Allah? Apakah Allah berkenan akan hidup saya jika saya seperti itu?
Ternyata dalam Alkitab saya menemukan istilah-istilah seperti: "segala bangsa; seluruh dunia; segenap alam; segala suku bangsa; segala bahasa; segala manusia; dan bangsa hingga ke ujung bumi". Dengan kata lain, Injil Yesus Kristus harus diberitakan kepada seluruh umat manusia di dunia. Saat itu saya sadar akan kesalahan saya. Tapi kemudian timbul pertanyaan kedua: "Apakah semua manusia dan seluruh bangsa tinggal di Kanada? Jika hal ini benar, berarti tidak ada bangsa lain di luar batas negara Kanada. Sehingga saya boleh tetap berdiam di Kanada dan tidak perlu ke luar negeri."
Tetapi kenyataan membuktikan ada bangsa lain yang hidup dan tinggal di luar Kanada. Dan jika ada satu orang saja yang hidup di luar batas negara Kanada, maka itu merupakan kewajiban saya untuk pergi, meninggalkan Kanada kepada dia. Jika hal itu tidak mungkin saya lakukan, maka saya harus mencari seorang utusan, yang akan pergi menggantikan diri saya ke sana. Sebab jika saya tidak melakukan hal itu, maka saya akan kehilangan mahkota di hadapan Tuhan. Injil Yesus Kristus harus diberitakan kepada segala suku, bangsa, dan bahasa hingga ke ujung-ujung bumi. Apa yang akan Anda perbuat? Salah satu pilihan adalah Anda harus pergi sendiri, atau kalau tidak harus ada seorang utusan lain mewakili Anda. Celakalah Anda jika tidak berbuat apa-apa. Perintah Tuhan harus ditaati dan Anda sendiri tidak mungkin luput dari perintah-Nya.
Saya Mencoba Pergi
Ketika berumur 18 tahun, saya pergi kepada bangsa Indian di British Columbia, suatu negara bagian Kanada yang terletak di pantai Lautan Pasifik, dekat Alaska. Saya tinggal sendiri di sebuah pondok kecil selama setahun lamanya, terpisah kira-kira 3.000 mil dari tanah air saya. Tapi kemudian saya sadar bahwa saya masih memerlukan banyak bekal dan justru hal itu belum saya miliki. Saya pun kembali untuk belajar teologi selama 6 tahun, kemudian dilantik menjadi seorang pendeta.
Setelah itu, saya mengajukan permohonan kepada Badan Penginjilan Luar Negeri Presbyterian untuk diutus ke India. Mereka meminta saya datang dan setelah mempertimbangkan permohonan saya, akhirnya mereka memutuskannya untuk saya, permohonan pelayanan ke India ditolak. Mereka berpendapat bahwa saya tidak cukup kuat untuk mengemban tugas penginjilan di luar negeri. Saya pun pulang untuk menjadi pendeta di Dale Presbyterian Church of Toronto, kota asal saya sendiri. Selanjutnya melayani pekerjaan Tuhan di The Alliance Tabernacle. Akan tetapi saya tetap tidak merasa puas. Saya tahu kalau saya harus berbuat sesuatu, seperti penglihatan yang Tuhan berikan pada saya. Akhirnya atas kehendak sendiri, saya pergi melayani di Rusia dan Eropa untuk memberitakan Injil pada beribu-ribu orang di Latvia, Estoa, dan Polandia. Hasilnya sangat luar biasa, banyak orang percaya pada Kristus. Pelayanan ini terus berlanjut, hingga pada suatu hari saya jatuh sakit karena terlalu lelah. Saya harus pulang kembali. Setelah sembuh, saya pun keliling Amerika dan Kanada untuk mengadakan serangkaian kampanye penginjilan. Semangat pelayanan keluar negeri masih menggebu-gebu. Sekali lagi saya pergi, tapi sekali lagi saya sakit dan harus pulang kembali.
Sejak saat itu, saya menjadi pendeta di The People Church of Toronto (pada tahun 1930). Dua tahun kemudian, saya pergi ke Afrika bersama Dokter Thomas Lambie. Dengan berkuda, kami terus masuk ke pedalaman, setiap hari kami berjalan kira-kira 3.000 mil, akhirnya saya jatuh sakit di tengah hutan Afrika selama 6 minggu, saya harus pulang kembali. Sejak itu saya menyadari akan keputusan Badan Penginjilan Gereja Presbyterian yang melarang saya pergi adalah benar. Saya tidak cukup kuat untuk menjadi seorang utusan Injil ke luar negeri. Namun demikian, Tuhan memberikan penglihatan pada saya, untuk melakukan penginjilan ke luar negeri. Saya pun yakin bahwa bangsa-bangsa lain harus mendengar Injil. Maka pada tahun 1938, sekali lagi saya pergi dengan menyandang tekad untuk menyelesaikan tanggung jawab yang merupakan bagian pelayanan saya untuk sebisa mungkin menginjili dunia.
Saya berlayar selama 31 hari, siang dan malam terus pergi menuju daerah Pasifik untuk berkhotbah pada orang-orang kafir, masyarakat liar, dan juga berkhotbah pada sekelompok orang Kristen di Kepulauan Solomon. Akhirnya saya terjangkit penyakit malaria, yang selama 3 tahun berturut-turut terus kambuh. Keadaan saya makin lemah. Orang pun menggotong saya naik ke kapal dan berlayar kembali ke Toronto. Bertahun-tahun lamanya saya terus mencoba untuk pergi melayani tugas pemberitaan Injil kepada lebih dari empat puluh negara, tetapi saya sulit menyesuaikan diri dengan hawa panas di wilayah tropis negara-negara Timur.
Mengirim Utusan-Utusan Injil
Sebenarnya sejak awal keberangkatan, saya telah menyadari ketidakmampuan diri sendiri. Saya harus segera mencari orang lain yang dapat menggantikan saya pergi. Pada suatu hari, saya mengunjungi Pdt. J.H.W. Cook, seorang pemimpin persatuan penginjilan di Amerika Selatan, dan bertanya padanya: "Apakah Bapak akan mengirim beberapa utusan Injil lagi?" Ia menjawab: "Betul, di sini ada lima orang utusan Injil yang akan pergi melayani Tuhan." Namun demikian, saya melihat bahwa mereka tidak segera akan pergi. Dengan sedikit heran, saya pun bertanya kembali. "Kalau begitu mengapa Bapak tidak segera mengutus mereka?" Dengan perlahan, ia menjawab: "Kami belum memunyai uang." Saya pun berkata padanya: "Kalau misalnya saya mengumpulkan uang untuk ongkos perjalanan mereka, apakah Bapak mengizinkan saya untuk ikut ambil bagian dalam mendukung tugas ini?" Terlihat sinar cerah memenuhi wajahnya. Ia menyetujui.
Saat itu merupakan hari yang tak mungkin saya lupakan, yakni hari ketiga saya memperkenalkan kelima utusan Injil itu pada jemaat saya di Toronto, dan mengajak mereka semua untuk bersama-sama mengutus mereka pergi ke ladang Tuhan. Selanjutnya badan misi ini bekerja seperti yang saya usulkan, sehingga dari 5 orang utusan menjadi 10 orang, dari 10 menjadi 20 orang, 20 menjadi 40, 40 menjadi 100, jumlah ini terus bertambah menjadi 300 orang. Sekarang kami memiliki satuan pasukan Injil, yang bekerja menggantikan kami untuk pergi ke 27 negara bagian. Mereka sendiri berasal dari tiga puluh badan misi yang menerima dukungan uang dari jemaat kami.
Tetapi saya sendiri belum puas melihat hal ini. Saya ingin mengutus lebih banyak lagi. Saya telah berdoa pada Tuhan: "Oh ... Tuhan, kalau Engkau mengizinkan saya hidup dan jika Tuhan berkenan, saya ingin mengutus lima ratus orang utusan Injil yang akan bekerja di berbagai negara di seluruh dunia." Jemaat saya harus mendukung tugas penginjilan ini. Kalau tidak, saya tidak akan merasa puas diri karena memang untuk itulah saya hidup dan mengabdikan diri. Sehingga tugas penginjilan bagi saya adalah tugas utama. Itulah sebabnya saya selalu mencoba untuk pergi, saya sebenarnya telah pergi. Tapi setiap kali saya melakukannya, saat itu juga saya harus kembali. Sekarang saya tahu bahwa ada hal lain yang harus saya kerjakan, yaitu mengutus orang lain untuk pergi sebagai pengganti saya.
Kota-Kota yang Lain
Pada kesempatan lain, setelah melayani, Yesus pergi menghilang. Para Rasul mencari dan mendapatkan-Nya sedang berada di atas bukit untuk berdoa. Mereka pun menceritakan tentang sejumlah besar orang yang mencari Yesus untuk memohon pelayanan-Nya. Mereka meminta Yesus turun gunung untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya, memberitakan Firman pada begitu banyak orang yang rindu akan ajaran-Nya. Tetapi Yesus menjawab mereka: "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itulah Aku telah datang." Ini merupakan hal yang biasa Tuhan pikirkan. Yesus berpikir tentang kota yang lain, yang lain, serta yang lain lagi. Yesus memikirkan kota-kota yang belum pernah Ia layani, sehingga Ia mau ke sana. Mereka perlu mendengar Injil. Itulah sebabnya Ia pernah berkata tentang "domba-domba yang lain". Rasul Paulus sebenarnya juga memunyai wawasan yang sama, ia sering berbicara tentang "daerah-daerah yang di seberang", yaitu wilayah jajahan Romawi yang belum pernah mendengar Injil. Ia sadar bahwa Injil harus diberitakan hingga ke ujung bumi.
Saya ingin mengatakan suatu hal yang mungkin agak mengejutkan Anda. Pernah pada suatu masa, Injil telah menjangkau wilayah Afrika Utara. Beratus-ratus jemaat Tuhan bertumbuh di sana, beberapa ahli teologi yang ternama pada abad-abad awal juga berasal dari sana. Tetapi apa yang selanjutnya terjadi? Bukankah seluruh Afrika menjadi negara Islam? Tidak ada lagi tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kekristenan pernah ada di sana. Sinar terang pelita jemaat Tuhan berangsur-angsur menjadi suram, dan akhirnya menjadi padam. Mengapa hal ini bisa terjadi? Saat itu pemimpin-pemimpin jemaat dan ahli-ahli teologi sedang berselisih pendapat tentang doktrin gereja, sehingga mereka tidak lagi memikirkan penginjilan, melainkan terus berdebat. Mereka seharusnya pergi ke Afrika Selatan, menjangkau kota-kota lain dengan Injil Yesus Kristus. Jika mereka bertindak seperti ini, saya percaya dalam waktu dekat seluruh Afrika akan dimenangkan bagi Tuhan, Injil pasti menjangkau Capetown. Lebih dari itu, bisa juga pada saat ini Afrika telah mengirim utusan Injil ke Amerika dan Eropa. Jika kita tidak mengabarkan Injil, apa yang terjadi di Afrika dapat juga terjadi di sini. Jika Injil berhenti diberitakan, cahaya Tuhan yang telah kita terima akan padam, sama seperti Afrika di masa lampau.
Ladang Tuhan adalah Seluruh Dunia
Anda mungkin bertanya: "Mengapa kita harus pergi ke tempat-tempat lain, sedangkan orang-orang terdekat sekitar kita sendiri belum diselamatkan? Bukankah masih banyak tugas di dalam negeri yang belum diselesaikan? Mengapa pula kita tidak menyelesaikan pekerjaan Tuhan yang masih terbengkalai lebih dahulu, sebelum kita pergi bertugas di luar negeri." Ke mana pun saya pergi orang selalu mempertanyakan masalah-masalah ini. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, saya ingin mengajukan empat pertanyaan juga. Pertanyaan pertama adalah tentang David Livingstone, mengapa dia meninggalkan Skotlandia dan pergi ke Afrika, sebelum beribu-ribu masyarakat Skotlandia percaya pada Kristus? Tapi ia pergi ke Afrika, dengan masyarakatnya yang masih primitif dan terbelakang dalam kebudayaan. Pertanyaan kedua, mengapa pula William Carey meninggalkan Inggris pergi menuju India? Bukankah masih banyak orang Inggris yang masih belum menerima Juru Selamat? Pertanyaan ketiga, mengapa Judson meninggalkan Amerika dan pergi ke Birma, sedangkan Amerika sendiri belum dimenangkan bagi Kristus? Pertanyaan keempat, mengapa Rasul Paulus harus pergi ke Eropa dengan sengaja? Mengapa dia membiarkan dan meninggalkan berjuta-juta masyarakat Palestina yang belum menerima Injil? Bukankah seharusnya ia tetap tinggal di Palestina, menginjilinya agar penduduk sana menerima berita keselamatan?
Sebenarnya hanya ada satu jawaban dalam Alkitab yang menunjukkan pada kita bahwa ladang Tuhan adalah seluruh dunia. Inggris Raya tidak dapat dikatakan sebagai seluruh dunia, Amerika juga bukan seluruh dunia, Kanada dan Indonesia pun hanya sebagian kecil dari keseluruhan dunia. Ladang Tuhan adalah seluruh dunia, ini berarti bahwa seluruh dunia harus mendengar Injil. Pernahkah Anda melihat seorang petani yang hanya menggarap sebagian kecil tanah ladangnya? Anda tentu akan berkata: "Tidak!" Jawaban Anda benar, hanya petani bodoh yang bekerja seperti itu. Seorang petani akan mengerjakan seluruh bidang tanahnya. Sekarang kita mencoba memikirkan beberapa pertanyaan: "Mengapa mereka mencari pendengar-pendengar baru untuk diinjili? Apakah tidak ada orang lagi yang dapat diinjili di dalam negeri?" Saya rasa masalahnya bukan demikian. Hari ini di dalam negeri sebenarnya banyak orang yang dapat ditemukan. Setiap gereja mengutus utusan-utusannya pergi ke luar negeri adalah untuk mencari dan menemukan daerah misi baru bagi pekerjaan Injil.
Perhatikan baik-baik, bukankah cara itu lebih cerdik? Dalam mengemban tugas agung penginjilan, kita harus bertindak lebih cerdik lagi. Allah tidak mau kita berdiam di dalam negeri sendiri, Ia mau kita pergi ke seluruh dunia untuk mengerjakan ladang-Nya. Dalam Alkitab, tercatat peristiwa mukjizat Tuhan Yesus, yang mengenyangkan 5.000 orang. Ingatkah Anda tatkala Yesus menyuruh mereka duduk? Tatkala Ia menerima persembahan roti dari tangan seorang anak kecil, mengucap berkat, serta memecahkannya, kemudian menyuruh para rasul-Nya membagikan pada mereka? Semua orang duduk teratur baris demi baris, menantikan jatah roti mereka. Menurut Anda, bagaimana seharusnya para rasul menjalankan tugas ini? Apakah mereka memulai dengan baris pertama, membagikan roti pada setiap orang sepanjang baris itu, kemudian bertanya pada masing-masing orang baris pertama kalau-kalau mereka masih ingin tambah lagi. Saya rasa kalau para rasul bertindak seperti ini, semua orang akan serentak berdiri untuk mengajukan protes: "Hei, ke sini sebentar, Bung, kami lapar, bertindaklah secara adil. Mengapa orang di baris depan bisa mendapat roti dua kali, sedangkan kami satu kali pun belum menerima apa-apa?" Protes mereka sebenarnya tidak dapat disalahkan. Hari ini kita sering mendengar pendeta berkhotbah tentang kedatangan Yesus yang kedua kali. Sedangkan masih banyak orang yang belum mendengar bahwa Kristus telah satu kali datang. Ini juga tidak adil, bukan?
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Merindukan Jiwa-Jiwa yang Tersesat |
Judul asli buku | : | The Passion for Souls |
Penulis | : | Oswald Smith |
Penerbit | : | YAKIN, Surabaya |
Halaman | : | 29 -- 38 |
- Printer-friendly version
- Login to post comments
- 5399 reads