"The Evangelical Fellowship of Uganda" menerbitkan suatu study pada
pertengahan tahun 2002, yang melaporkan bahwa Kampala, ibukota
Uganda, sekarang telah memiliki lebih dari 1000 gereja Kristen. Kota
ini memiliki populasi sekitar 1 juta orang dengan tambahan 500.000
orang selama hari kerja. "
Hanya ada 635 gereja resmi yang terdaftar,
namun sejumlah besar gereja independen telah banyak didirikan,"
menurut tim peneliti dari "Fellowship of Ugandan Statisticians" yang
menganalisa gereja-gereja yang anggotanya lebih dari 20 jemaat.
Sebagian besar dari jemaat bersekutu di "National Fellowship of
Born-Again Churches" atau the EFU (Evangelical).
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa "Lunch Hour Fellowships"
banyak diminati di Kampala. Persekutuan ini dimulai pukul 12.00 -
14.00 WIB dan ditujukan bagi mereka yang bekerja di kota. Jemaatnya
beragam, mulai dari ahli politik, polisi, supir taksi, dan para
manager.
Sumber: FridayFax, October 4, 2002
Seorang misionaris di Uganda tiba di sebuah gereja untuk menghadiri
rapat. Dia terkejut saat melihat lebih dari 20 orang remaja sedang
bermain voli -- sebagian kecil di antara mereka adalah jemaat
gereja tersebut. Misionaris ini mempelajari bahwa beberapa pemuda
gereja tersebut membutuhkan aktivitas-aktivitas yang dapat mereka
lakukan. Lalu mereka mulai mengundang teman-teman sekolahnya untuk
berolah raga di halaman gereja. Kelompok itu terus bertambah, dan
ketika jemaat dewasa gereja mulai berkenalan dengan para remaja baru
itu, jemaat dewasa mulai mengunjungi mereka dari rumah ke rumah,
mendoakan kebutuhan keluarga mereka, dan sekaligus mengabarkan
Injil. Misionaris tersebut menaikkan pujian bagi Allah saat melihat
pertumbuhan kedewasaan iman dari segenap jemaat yang disebabkan oleh
adanya program pemuridan di gereja tersebut.
Sumber: Advance: Feb. 8, 2002
Seorang misionaris di Uganda membawa beberapa pemutar audio kaset
yang digerakkan oleh tangan ke sebuah desa yang dihuni oleh kelompok
suku Karamojong. Misionaris ini juga membawa kaset-kaset berisi
cerita-cerita Alkitab yang telah digarap dengan menggunakan musik
dalam bahasa Karamojong. Ketika ia kembali ke desa tersebut dua
minggu kemudian, ia mendengar radio kaset sedang diputar. Rupanya
sekarang setiap orang di desa itu telah mempelajari setiap lagu
yang ada. Desa-desa lain yang ada di sisi gunung lainnya sekarang
meminta agar mereka juga mendapat kaset-kaset dan radio tersebut.
==> http://www.littlestar.com/karamoja/
Sumber: Advance: 4 Januari 2002