Oleh: Pdt. Bob Jokiman (Gembala Sidang GKI Monrovia, California)
Jika Anda ditanya, danau manakah yang terindah di dunia? Sebagai orang Indonesia tentu kita akan menjawab Danau Toba sekalipun kita belum pernah ke sana. Kalau orang Amerika yang ditanya, mungkin akan menjawab Danau Michigan, Danau Huron, atau Danau Superior di Negara Bagian Michigan. Namun kalau kita bertanya kepada orang Israel, mereka akan menjawab `Danau Galilea`. Mengapa demikian? Karena menurut para Rabbi Yahudi, tatkala Allah menciptakan dunia ini, terakhir yang Dia ciptakan adalah Danau Galilea untuk dinikmati-Nya sendiri. Bagi yang pernah ke Israel tentu tahu dan mengagumi keindahan pemandangan Danau Galilea dan sekitarnya yang selalu ditonjolkan sebagai salah satu objek turis utama di Israel.
Pada hari pertama kebangkitan Tuhan di hari Paskah, Dia memerintahkan murid-murid-Nya untuk berkumpul di Galilea (Matius 28:1-10). Mengapa Galilea? Bukan Betlehem tempat kelahiran-Nya? Dan bukan pula Nazaret di mana Dia dibesarkan? Juga bukan ke sungai Yordan di mana Dia dibaptiskan? Apakah Yesus ingin bersantai-santai dengan murid-murid-Nya sambil menikmati pemandangan Galilea yang menakjubkan itu setelah mengalami tekanan emosi dan keletihan jasmani akibat kekejaman serta tindakan para tentara Romawi dan pemimpin agama Yahudi? Sekarangkah waktunya untuk relaks dan istirahat? Sama sekali bukan! Yesus menyuruh murid-murid-Nya ke Galilea bukan saja untuk mengenang kembali saat yang indah di mana mereka banyak melewati waktu bersama, melainkan juga agar mereka memperoleh penyegaran rohani serta pembaharuan motivasi untuk tugas lebih lanjut. Mereka perlu ke Galilea agar mereka mempunyai kesempatan untuk merenungkan kembali serta mengevaluasi relasi mereka dengan Tuhan. Mereka diperintah-Nya ke Galilea untuk mengadakan semacam mini retreat bersama Tuhan, mundur sejenak untuk menemukan kembali panggilan dan jati diri yang semula.
Panggilan Menjadi Penjala Manusia
Penginjil Matius mencatat peristiwa panggilan pertama rekan-rekannya sebagai berikut: "Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia." (Matius 4:18-22)
Bukan secara kebetulan Yesus memanggil murid-murid-Nya yang mula- mula untuk menjadi penjala manusia di Danau Galilea. Karena sebelumnya Dia sudah mengenal mereka seperti yang ditulis oleh Rasul Yohanes dalam Yohanes 1:35-51. Yesus memanggil mereka di Danau Galilea untuk mengalami transisi hidup, suatu perubahan orientasi hidup. Danau adalah pertemuan antara tanah dan air, darat, dan danau atau laut; suatu lokasi di mana terjadi transisi, dari tanah ke air atau sebaliknya.
Bagi Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes Danau Galilea adalah tempat di mana mereka membersihkan perahu dan jala setelah mereka menangkap ikan. Danau Galilea adalah juga tempat mereka untuk berusaha dan bekerja keras serta mendapatkan nafkah. Dari Danau Galilea mereka berlayar ke tengah danau untuk menangkap ikan hidup menjadi ikan yang mati. Namun, dengan mematuhi serta mengikut panggilan Tuhan: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.", di Danau Galilea juga mereka mengalami transisi hidup, perubahan orientasi hidup. Di Danau Galilea mereka telah melakukan pilihan yang bukan saja mengubah arah dan tujuan hidup mereka, melainkan juga menentukan makna hidup mereka selanjutnya. Di Danau Galilea mereka membuat pilihan untuk meninggalkan comfort zone mereka. Ada batas yang harus dilangkahi, ada halangan yang harus diatasi, dan ada relasi yang harus digeser yaitu meninggalkan keluarga mereka. Namun yang terutama, ada kenikmatan tersendiri sebagai penjala ikan yang harus ditinggalkan lalu beralih menjadi penjala manusia yang mati dalam roh agar mendapatkan hidup baru di dalam Tuhan. Peralihan itu menuntut pengorbanan ekstra! Setelah kebangkitan-Nya, Yesus menyuruh murid-murid-Nya berkumpul di Galilea bukan untuk kembali menjala ikan seperti yang dilakukan oleh Petrus dan kawan-kawan (Yohanes 21:1-3), melainkan untuk mengingatkan mereka kembali akan panggilan mereka mengikut Yesus dan menjadi penjala manusia.
Saudara, hendaknya peringatan Kebangkitan Tuhan mengingatkan kita juga akan tugas dan panggilan kita sebagai orang-orang percaya untuk menjadi penjala manusia. Setiap kita adalah penjala manusia, jika kita tidak menjala manusia maka kita bukanlah pengikut Kristus. Menjala manusia bukankah suatu pilihan bebas untuk orang percaya, menjala manusia adalah mandat untuk dipatuhi oleh setiap pengikut Kristus. Lihatlah dunia sekeliling kita, bukankah masih banyak manusia yang masih hidup dalam dosa dan mati di dalam roh? Mereka membutuhkan Juru selamat yaitu Tuhan Yesus Kristus yang adalah Anak Domba Allah Sang Penebus dosa dunia. Memang tidak semua kita terpanggil sebagai hamba Tuhan penuh waktu seperti pendeta atau penginjil, namun setiap kita dapat menjadi penjala manusia.
Seseorang dapat menjadi penjala manusia dengan menggunakan kail pendek dengan mata-pancing tunggal untuk menjangkau orang-orang setempat tinggal, sekantor, sekelas atau keluarga terdekat. Kita juga dapat menggunakan kail yang lebih panjang dengan mata-pancing berganda untuk menjangkau para tetangga, keluarga jauh atau orang- orang yang kita jumpai di pusat perbelanjaan dan sebagainya. Tentu ada juga yang dapat menjala di kebaktian-kebaktian istimewa seperti para pendeta atau penginjil untuk menjangkau massa yang lebih luas.
Rick Warren, gembala sidang Saddleback Valley Community Church di Lake Forest California Selatan, yang terkenal dengan seminar Purpose-Driven Church-nya, sehingga gerejanya dapat bertumbuh dari empat orang menjadi 15.000 anggota jemaat menggunakan berbagai strategi penginjilan untuk memenangkan jiwa. Salah satu nasihatnya yang terpenting adalah use more than one hook (gunakan lebih dari satu mata kail). Oleh karena itu apa pun cara atau metode yang hendak digunakan jadilah penjala manusia.
Di Galilea setelah kebangkitan Tuhan, para murid menemukan kembali tujuan panggilan mereka mengikut Tuhan. Setelah kenaikan Tuhan ke surga, mereka mengikut Tuhan dengan setia, bahkan kebanyakan harus mati sahid, menjadi martir Kristus yang terpencar ke seluruh penjuru dunia untuk menjala manusia. Sudahkah di hari Paskah ini kita juga menemukan kembali panggilan Galilea kita?
Percaya akan Kuasa Transformasi Tuhan
Di Galilea para murid bukan saja dipanggil untuk menjadi penjala manusia, namun mereka juga mendapatkan hak istimewa menyaksikan mukjizat pertama Tuhan yang menyatakan keilahian dan kemuliaan-Nya dengan mengubah air menjadi anggur di pesta pernikahan di Kana (Yohanes 2:11).
Apakah yang dipercaya mereka? Yang dipercaya mereka ialah bahwa Tuhan sanggup melakukan "hal-hal yang lebih besar" daripada sekadar mengetahui atau melihat terlebih dahulu Natanael berada di bawah pohon ara (Yohanes 1:43-51). Di Pesta pernikahan itu Yesus mengubah air yang dingin, tanpa warna, tanpa rasa, dan tanpa harga serta yang hanya digunakan untuk mencuci kaki menjadi anggur yang mempunyai warna, rasa, dan harga serta dapat menghangatkan tubuh. Tuhan membuat anggur dengan menggunakan apa yang tersedia yaitu tempayan dan air yang ada di situ, bukan mencari sesuatu yang luar biasa untuk membuat anggur. Air yang diubah menjadi anggur itu bukan saja menjadi berkat bagi sang pengantin tetapi juga bagi semua yang hadir di pesta itu. Itulah kuasa tranformasi Tuhan.
Dari tanda mukjizat pertama di Galilea itu Tuhan menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa seperti air yang diubah menjadi anggur itu, hidup mereka yang sederhana sebagai nelayan-nelayan dapat diubah Tuhan menjadi berkat bagi banyak orang. Mereka mengalami kuasa tranformasi Tuhan dalam hidup mereka. Bagaikan anggur yang yang terus-menerus memberikan kehangatan serta rasa, warna, dan harga bagi orang-orang yang dilayani.
Yesus mengumpulkan murid-murid-Nya di Galilea agar sekali lagi mereka mau mendedikasikan hidup mereka kepada Tuhan. Hidup yang selama beberapa hari terakhir mengalami `pukulan` yang luar biasa. Guru yang mereka puja dan kagumi ternyata harus mati disalib bagaikan seorang kriminal yang tidak berdaya dan tidak bisa membela diri. Mereka semua melarikan diri ketika Tuhan ditangkap bahkan Petrus, murid andalan Yesus; menyangkal Tuhan sampai tiga kali. Mengingat semua kegagalan itu mereka pasti menganggap diri sudah tidak berguna lagi seperti air yang dingin tanpa rasa, tanpa warna, dan tanpa rasa itu; hanya layak untuk mencuci kaki saja.
Dengan mengumpulkan murid-murid-Nya di Galilea Tuhan ingin sekali lagi mengingatkan dan menunjukkan mereka akan kuasa transformasi-Nya yang dapat mengubah hidup. Mereka yang menganggap diri tidak layak lagi melayani Tuhan karena telah bersikap pengecut dan penakut dapat dipulihkan dan dibentuk kembali menjadi utusan-utusan Kristus yang penuh kuasa ilahi. Transformasi tersebut dilakukan Tuhan tatkala Dia berdialog dengan Petrus sebagai `wakil` teman-temannya di Danau Galilea, karena memang selama ini Petrus selalu menjadi `juru bicara` rekan-rekannya. Ketika Tuhan sebanyak tiga kali berkata kepada-Nya: "Gembalakan domba-domba-Ku" (Yohanes 21:15-17) pada saat itulah bukan saja Tuhan mengampuni Petrus dan kawan-kawannya, melainkan juga dipercaya kembali untuk melaksanakan Amanat Agung Kristus, memberitakan Injil ke seluruh penjuru dunia. Dan selanjutnya kita tahu adalah sejarah! Karena kesetiaan Petrus dan rekan-rekannya serta pengikut-pengikut Kristus lainnya dalam waktu yang sangat singkat, hanya kurang lebih empat abad Injil telah diberitakan ke seluruh benua yang dikenal saat itu: Asia, Eropa, dan Afrika, melalui pemberitaan Injil yang penuh kuasa dan urapan Roh yang disertai manifestasi-manifestasi adi kodrati. Semua itu bisa terjadi karena mereka telah mengalami kuasa transformasi Tuhan di Galilea.
Bila Anda ke Dakota Selatan. Anda dapat melihat suatu karya seni patung yang menakjubkan yang dikerjakan oleh seorang pemahat bernama Gutzon Borglum (1871-1941). Borglum telah menghasilkan suatu karya seni yang tak pernah dipikirkan orang, yakni memahat empat wajah Presiden Amerika: George Washington, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, dan Theodore Roosevelt pada bukit karang Black Hills. Untuk memahat patung-patung tersebut Borglum bersama para pekerjanya bergelantungan pada tali di ketinggian kurang lebih 150 meter di atas dasar lembah. Mereka memakai berbagai alat, mulai dari pahat sampai dinamit untuk menciptakan wajah-wajah yang tingginya setara dengan gedung bertingkat lima itu. Borglum memerlukan waktu 14 tahun untuk menyelesaikan proyek tersebut. Sebagaimana Borglum telah mentransformasi bukit batu menjadi patung-patung yang indah dan menakjubkan demikian juga dengan kuasa transformasi-Nya Tuhan dapat mengubah hidup Anda.
Saudara, setelah kita memperingati Kebangkitan Tuhan hendaknya mengingatkan kita juga akan kuasa transformasi Tuhan yang bukan saja sanggup mengubah air menjadi anggur, melainkan juga murid-murid-Nya yang gagal menjadi berhasil dalam pelebaran kerajaan Allah. Mungkin selama ini saudara merasa sebagai Kristen yang gagal seperti murid- murid yang pengecut dan penakut itu. Marilah kita datang pada-Nya sebagaimana adanya kita seperti Petrus yang berlari mendapat Kristus di Danau Galilea. Memohon pengampunan dan pemulihan-Nya. Di Galilea setelah kebangkitan Tuhan, para murid murid-murid mendapatkan kesempatan kedua menemukan kembali jati diri mereka yang sebenarnya. Kiranya di hari Paskah ini kita juga mendapat kesempatan kedua menemukan kembali jati diri kita di Galilea kita masing-masing. Menjadi pengikut-pengikut Kristus yang ditransformasikan oleh kuasa kebangkitan-Nya. Menjadi orang-orang percaya yang hidup berkemenangan seperti kemenangan Tuhan yang telah mengalahkan maut.