Siapakah Orang-Orang Aneuk Jamee?
Orang-orang Aneuk Jamee adalah salah satu kelompok masyarakat yang tinggal di pesisir barat Provinsi Aceh. Mereka pada umumnya tinggal di sekitar teluk-teluk kecil di sepanjang pantai. Mereka juga tersebar di kawasan dataran rendah, yang dikelilingi oleh pegunungan Bukit Barisan. Aneuk Jamee sebagian besar berada di Kabupaten Aceh Barat, yang meliputi lima kecamatan yaitu Tapak Tuan, Samadua, Susoh, Manggeng, dan Labuhan Haji. Ada sebagian kecil yang tinggal di Kabupaten Aceh Selatan di tiga kecamatan, yaitu Johan Pahlawan, Kaway XVI, dan Kuala.
Nama Aneuk Jamee dalam bahasa Aceh berarti, "anak yang berkunjung" atau "pendatang baru". Nama ini digunakan untuk menggambarkan orang-orang Minang yang berasal dari Lubuk Sikaping, Pariaman, Rao, dan Pasaman yang mulai bermigrasi ke daerah tersebut pada abad ke-17. Secara bertahap, mereka berasimilasi dengan orang-orang Aceh yang ada di daerah tersebut. Proses asimilasi tersebut dipermudah oleh kepercayaan Islam yang umum. Namun, pada akhirnya mereka merasa bahwa mereka bukanlah orang Aceh maupun orang Minangkabau, tetapi masyarakat baru yang memiliki budaya dan bahasa sendiri. Bahasa Aneuk Jamee disebut Jamee atau Jamu. Bagi orang-orang Aceh yang ada di Aceh Selatan, bahasa Jamee ini mudah dipahami karena kosakata Minangkabau yang dipadukan dengan kosakata Aceh itu mirip dengan bahasa nasional, bahasa Indonesia. Meskipun demikian, orang-orang Aneuk Jamee tidak mengerti atau tidak menggunakan bahasa Aceh.
Seperti Apakah Kehidupan Mereka?
Banyak masyarakat Aneuk Jamee yang menjadi nelayan, sementara beberapa lainnya bersawah (basawah), berladang (baladang), dan berkebun (bakabun). Ada beberapa orang Aneuk Jamee yang menjadi pedagang tetap (baniago), sementara lainnya dikenal sebagai penggaleh -- orang yang menjual barang-barang dari desa ke desa. Masyarakat Aneuk Jamee memiliki tiga strata sosial. Bangsawan (datuk) menduduki strata tertinggi. Strata menengah dibentuk oleh kepala daerah (hulu baling) dan pemuka agama (ulama), seperti pemimpin doa (tengku), kiai (imam), dan hakim agama (kadi). Orang-orang biasa berada pada strata paling bawah. Kepemimpinan tradisional di suatu desa mempraktikkan gabungan unsur-unsur Minangkabau dan Aceh. Pemimpin-pemimpin tersebut meliputi kepala desa (kecik), kepala rumah sembahyang (tuangku manasah), dan kepala pemuda (tuangku surau). Strata ini berbeda dari strata kepemimpinan daerah, yang sama dengan pola kepemimpinan tradisional Aceh. Pola ini terdiri dari kepala daerah (mukim), kepala desa (kecik), pemimpin jalan (ketua jurong), dan para tetua (tuha peut).
Apa yang Mereka Percayai?
Orang-orang Aneuk Jamee adalah penganut agama Islam. Seperti orang-orang Indonesia yang lain, orang-orang Aneuk Jamee juga memperlihatkan beberapa unsur kepercayaan sebelumnya yang tidak mudah dilupakan. Praktik perdukunan masih sering digunakan untuk berbagai keperluan. Misalnya, seorang dukun kadang-kadang diminta untuk memasukkan mantra cinta (sijundai) pada seorang gadis, atau untuk menyembuhkan seorang gadis yang dimantrai dengan cara ini.
Apa yang Mereka Butuhkan?
Banyak perahu yang digunakan oleh nelayan-nelayan Aneuk Jamee adalah milik orang-orang Medan atau Banda Aceh. Dengan demikian, program untuk membiayai pembelian perahu akan sangat strategis. Selain itu, para petani Aneuk Jamee dapat mempraktikkan pelatihan pertanian, irigasi yang lebih efisien, dan penyediaan benih dan pupuk yang baik untuk meningkatkan hasil panen sehingga perekonomian mereka bisa meningkat. (t/Setya)
Pokok Doa:
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Joshua Project |
Judul asli artikel | : | Aneuk Jamee of Indonesia |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Alamat URL | : | http://joshuaproject.net/people-profile.php?peo3=10317&rog3=ID |
Tanggal akses | : | 24 Januari 2011 |
Sumber | : | e-JEMMi 30/2011 |