"Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia." (Amsal 3:3-4)
Pendeta H berdiri perlahan-lahan dan mulai membuka baju dan jaket hitamnya. Itu adalah jaket yang sama yang ia pakai delapan hari yang lalu ketika orang-orang bersenjata menyerangnya. Istrinya dengan perlahan-lahan memeganginya untuk tetap berdiri tegak ketika jarinya menunjuk ke atas perban putih yang menutupi tiga lubang peluru di tubuhnya. "Ini adalah medaliku," katanya.
Penyerangan tersebut terjadi pada suatu hari Minggu pagi. Pendeta H sedang mengendarai mobilnya di kota kelahirannya di Timur Tengah. Saat itulah ia mendengar kata, "BERHENTI!" Teriakan tersebut disertai dengan todongan sebuah senjata. H menyadari tiga orang pria bersenjata sedang berdiri di hadapannya. Sebelumnya, di gedung yang tidak jauh dari tempat kejadian, para pria ini bertanya kepada orang-orang apakah mereka tahu di mana "orang Kristen" berada. H sadar berhenti berarti mati. Dari ketiga hamba Tuhan yang menggembalakan gereja yang sekarang ia pimpin, satu dari mereka dibunuh, satunya lagi mengungsi. Hanya H yang masih tetap tinggal.
Allah akan melindungiku, pikirnya saat itu. H tidak berhenti; ia menginjak gas lebih dalam lagi dan tetap melaju. Suara letusan senjata terdengar, total enam kali. Salah satu peluru menembus punggungnya dan keluar dari dadanya. Lalu peluru yang lain mengenai dadanya lagi. Lalu satu lagi mengenai tangannya. Ada lagi peluru yang lain yang menyerempet kepalanya. Pendeta H terus melarikan mobilnya. Ia memandang ke bawah dan melihat darah. Ia berhenti untuk mencari pertolongan. Ia berjarak kurang lebih dua kali lapangan sepak bola jauhnya dari para penyerangnya. Para penyerangnya melarikan diri.
Pihak yang berwajib membawa H ke rumah sakit. "Dokter yang merawatku bertanya padaku, 'Apa yang terjadi padamu? Kalau melihat peluru yang telah melukaimu (luka pada organ tubuh dan pembuluh darah besar), ini adalah mukjizat." Di seluruh Timur Tengah ada suatu operasi kekerasan yang intensif untuk mengejar-ngejar orang Kristen seperti H. Di Afghanistan, para hamba Tuhan Kristen diculik dan dibunuh. Di Irak, ribuan orang Kristen telah meninggalkan kota-kota seperti Mosul karena tindakan terorisme, dan di Mesir tahun lalu, 20.000 orang 'agama lain' menyerang 1.000 orang Kristen oleh karena orang-orang percaya ini ingin membuka gereja rumah.
"Seorang wanita di kota kami dibunuh karena membagikan Alkitab," kata H. "Mereka mau semua orang Kristen menjadi pemeluk 'agama lain'. Mereka membakar atau meledakkan rumah-rumah orang Kristen." H berkata pada hari Minggu ia diserang, ia diancam oleh sekelompok ekstremis 'agama lain'. "Orang itu menghubungiku dan berkata 'pedang akan menebas dan membunuhmu'," kata H. "Mereka memperingatkanku bahwa jika aku tidak kembali ke 'agama lain' mereka akan membunuhku." Di saat banyak orang Kristen telah meninggalkan Timur Tengah, ada orang-orang seperti H yang tinggal atau pergi berkeliling untuk memberitakan kabar keselamatan. Mereka sedang berada di garis depan peperangan 'agama lain' melawan Kekristenan, dan karena keberanian mereka di dalam Kristus, mereka tidak menerima keagungan maupun kemegahan, tetapi medali luka tembakan, penjara dan penganiayaan. Meskipun demikian mereka adalah pemenang.
Diambil dari:
Judul buletin | : | Kasih Dalam Perbuatan), Edisi Juli -- Agustus 2009 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya |
Halaman | : | 3 -- 4 |