Kita sungguh bersyukur karena memiliki Allah yang begitu luar biasa Dia Allah yang setia dan selalu melindungi anak-anak-Nya. Berikut ini adalah kesaksian dari Ritha M. yang mengisahkan tentang bagaimana Allah yang dia percaya sanggup melindungi dia saat melayani penduduk desa Bissau di Afrika Barat.
Tgl. 14 - 22 November 2000 yang lalu saya berada di desa Bula (40 km dari Bissau) dan tinggal bersama keluarga pendeta. Ini adalah bagian dari program orientasi saya, agar lebih mengerti budaya Afrika dan juga menikmati persekutuan dengan mereka. Selama di sana kami pergi ke berbagai desa yang lain untuk mengadakan penginjilan dan juga mengunjungi orang Kristen yang tinggal di desa terpencil. Kadangkala kami harus berjalan jauh (10-12 km) untuk mencapai satu tempat. Terik matahari yang menyengat cukup menguras tenaga. Namun setelah tiba dan melihat betapa sukacitanya mereka menyambut kami dan juga kesediaan mereka untuk mendengar Injil maka rasa capek tidak terasakan lagi. Puji Tuhan saya sungguh menikmati waktu tersebut.
Tgl. 22 November, saya kembali ke Bissau. Menyeberangi sungai dengan perahu adalah bagian dari perjalanan kami. Perahu memuat penumpang lebih dari daya tampungnya, hal ini biasa terjadi di sini. ... Waktu saya tiba di Bissau, saya langsung diberitahu bahwa situasi di Bissau sedang tegang. Semua teman misionari di pedesaan sudah dihubungi lewat radio agar mereka tidak datang ke Bissau. Tapi kemungkinan waktu pengumuman radio, saya sedang dalam perjalanan, sehingga saya tidak tahu. Bekas pimpinan militer sedang menggalang kekuatan untuk melawan pemerintah. Dan waktu itu kekuatan militer terbagi dua, separuh memihak pemerintah dan separuh memihak pemberontak. Saya tidak berpengalaman menghadapi perang seperti teman-teman WEC yang lain yang sudah pernah menghadapi perang saudara di Bissau tahun yang lalu. Namun demikian, Tuhan sungguh memberi saya damai sejahtera, tanpa rasa takut dan panik.
Malamnya kami berkumpul dan mengambil waktu berdoa untuk minta pimpinan Tuhan tentang apa yang harus kami lakukan. Apakah kami harus meninggalkan Bissau malam itu juga atau menunggu sampai pagi. Kalau kami pergi malam itu, maka masih ada kemungkinan bagi kami untuk mengungsi ke desa lain karena jalan masih terbuka. Hanya ada satu jalan untuk keluar dari Bissau yaitu lewat darat. Setelah berdoa, malam itu kami memutuskan untuk tidak pergi sampai keesokan harinya, namun kami diminta untuk mengepak barang-barang yang penting. Malam itu saya tidur sangat nyenyak mungkin juga karena kecapekan.
Menjelang subuh saya terbangun dan mengambil waktu untuk berdoa. Ketika saya sedang berdoa, saya mendengar seseorang menggedor pintu gerbang. Saya langsung tahu bahwa sesuatu akan terjadi. Tuhan sungguh memenuhi saya dengan damai sejahtera-Nya. Saat itu kami diberitahu, bahwa sebentar lagi akan dilontarkan tembakan, untuk itu kami diminta untuk segera mengungsi. Kami masih berada di tempat dan tiba-tiba terdengar dentuman senjata bertalu-talu. Meski demikian Tuhan tetap memberi saya sejahtera dan tanpa panik menolong teman yang lain berkemas.
Akhirnya pimpinan kami datang dengan mobil dan kami pergi menjemput seorang ibu beserta 3 orang anaknya yang masih kecil dan saudaranya, karena saat itu suaminya sedang di Brasil. Dalam perjalanan, kami melihat begitu banyak orang dengan barang mereka berjalan di tengah gelap. Hati saya sangat tersentuh dan menjerit kepada Tuhan untuk mendoakan mereka. Kami pergi ke rumah seorang pendeta (19 km dari lokasi tembak-menembak). Setelah menurunkan kami, pimpinan kembali ke lokasi untuk menolong mengangkut para pengungsi lain.
Setelah hari mulai terang, saya pergi ke tempat pengungsian dan memberitakan Injil. Puji Tuhan saat itu beberapa orang menerima Yesus. Tuhan sungguh melakukan mujizat di negara ini, tiba-tiba sebagian pasukan pemberontak berbalik memihak pada pemerintah dan akhirnya sore hari itu situasi terkendali dan mulai normal kembali. Pemerintahan mengumumkan lewat radio meminta agar semua orang kembali ke rumah mereka. Saya senang sekali, oleh karena untuk kesekian kalinya Tuhan melindungi saya.
Sumber: Terang Lintas Budaya, Edisi 45