Tak lama sesudah istri saya, Virginia, dan saya menjadi orang Kristen, kami berjumpa dengan Waldron Scott, seorang pemuda yang sebaya dengan kami dan yang menaruh minat secara pribadi terhadap kami. Ia pernah mendapat pertolongan di dalam kehidupan Kristennya oleh seorang temannya ketika ia masih berada di Angkatan Udara. Kami adalah teman sekuliah, dan dia datang sekali seminggu ke rumah kami untuk membagikan kebenaran rohani dengan kami dan menolong kami dalam pertumbuhan rohani kami.
Pekerjaannya yang sesungguhnya dengan kami mulai pada suatu hari ketika saya bertanya mengapa ada perbedaan yang sangat menyolok di antara kehidupan kekristenan kami. Mengapa kerohaniannya dan kerohanian saya dan Virginia tidak seperti dia? Waldron dapat mengutip ayat-ayat seakan-akan ia telah menghafalkannya. Sering kali ia menceritakan bagaimana Allah menjawab doanya. Kelihatannya ia mengenal Alkitabnya dengan baik.
Malam itu Waldron datang kerumah kami dan menanyakan beberapa pertanyaan. Apakah saya membaca Alkitab dengan teratur? Tidak, hampir tak pernah. Apakah saya mempelajarinya? Oho, sekali ini saya menang. Minggu yang baru lalu pendeta kami berkhotbah dari Matius 6:33, dan saya sangat terkesan dengan ayat itu sehingga saya menghafalkannya sesampai di rumah.
"Hebat!" kata Waldron. "Coba katakan ayat itu. Mari kita mendengarkannya."
Saya tidak dapat mengingatnya lagi. Maka saya sadar bahwa ada sesuatu yang kurang dalam cara saya menghafalkan Firman Tuhan.
Kemudian ia bertanya, "Apakah kau berdoa?"
"Ya, tentu," jawab saya kepadanya. "Saya selalu berdoa sebelum makan dengan doa yang telah saya hafalkan." Waktu itu kami sedang duduk-duduk dan makan makanan kecil. Maka saya berdoa: "Syukur, Tuhan kami ucapkan, atas makanan yang Engkau berikan, mohon berkat Yesus Kristus, Amin."
Pada suatu malam hari ketika mempelajari Alkitab, saya baru mengerti bahwa ternyata arti dan isi dan praktek doa itu lebih daripada hanya yang saya ucapkan. Waldron menawarkan kalau kami mau bertemu dengan dia dan membicarakan hal-hal yang telah menolong dia. Kami ingin sekali.
Maka kami mulai. Waldron mengajar kami bagaimana membaca Alkitab dan mendapatkan sesuatu daripadanya. Ia mengajar kami bagaimana belajar Alkitab secara perorangan dan, dengan pertolongan Roh Kudus, menggunakan pelajaran-pelajaran itu dalam kehidupan kami. Ia mengajar kami untuk menghafalkan Firman supaya selama 24 jam sehari kehadiran Roh Kudus dirasakan. Ia mengajar kami bagaimana merenungkan Firman supaya Firman Tuhan itu mendarah daging dalam kehidupan. Ia mengajar kami bagaimana berdoa dan mengharapkan jawaban dari Allah. Tahun itu merupakan tahun yang penuh berkat bagi kami. Kami haus untuk belajar, dan Waldron bersedia meluangkan waktunya dengan kami.
Tahun berikutnya saya mulai naik di tingkat dua, dan Waldron masih meneruskan bertemu dengan kami. Kami tetap terus bertumbuh dan kehidupan Kristen saya penuh dengan penemuan-penemuan baru. Kami telah menemukan petualangan yang bermutu tinggi dari kehidupan yang berkelimpahan. Tuhan lebih menjadi bersifat pribadi dan nyata dalam hidup kami.
Pada pertengahan semester pertama, seorang teman sekuliah datang kepada saya dan bertanya, "Tahukah LeRoy, saya memperhatikan kamu. Kehidupan Kristenmu sungguh sangat berbeda dengan saya." Dan ia menanyakan beberapa pertanyaan sama seperti yang pernah saya tanyakan kepada Waldron setahun sebelumnya.
Saya tersenyum dan bertanya, "Apakah Saudara membaca Alkitab secara teratur?"
"Tidak!"
"Apakah Saudara mempelajarinya?" Tidak, lagi.
"Apakah Saudara menghafalkan Firman Tuhan?" Tidak, ia juga tidak melakukannya.
"Apakah Saudara berdoa?" Masih tidak.
Saya menyarankan agar kami bertemu dan membicarakan hal-hal itu. Ia bergairah sekali. Maka kami mulai. Saya membagikan apa yang pernah dibagikan Waldron kepada saya, dan teman itu mulai bertumbuh dalam kehidupan Kristen. Ia mulai menggali Alkitab, berdoa, dan bersaksi. Dan Roh Tuhan bekerja dengan sangat hebatnya dalam kehidupannya tahun itu.
Tahun berikutnya saya pindah ke universitas lain, dan kawan saya itu pindah ke universitas yang lain lagi. Beberapa bulan sesudah kuliah mulai, saya menerima surat dari dia yang menarik sekali. Ia telah menghadiri persekutuan Kristen di kampus, dan seorang kawannya datang kepadanya dan menanyakan tentang kehidupan Kristennya. Kelihatannya mahasiswa itu menemukan perbedaan, dan ia ingin mengetahui sebabnya. Maka bertanyalah kawan saya itu kepada temannya beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan pembacaan Alkitab, penyelidikan, hafalan, dan doa. Ia berminat melakukan hal-hal itu. Maka kawan saya itu mulai membagikan petunjuk-petunjuk dasar yang ia pernah pelajari dari saya dan yang pernah saya pelajari dari Waldron.
Sementara itu, seorang mahasiswa Kristen datang kepada saya di kampus universitas saya .... dan demikianlah seterusnya. Sudah banyak tahun sampai saat ini saya terlibat dalam menolog orang lain secara perorangan dalam kehidupan Kristen mereka. Dewasa ini terlihat di banyak gereja dan banyak orang memiliki minat untuk bertumbuh dalam melipatgandakan murid.
Ada empat pasang suami istri yang mengadakan pertemuan satu malam setiap minggu untuk mempelajari Alkitab. Sejak pertemuannya dimulai empat bulan sebelumnya, tiga diantaranya bertobat kepada Kristus. Pertemuan itu dipimpin oleh salah seorang Kristen awam dari gereja. Pada suatu malam, baru saja mereka memulai suatu diskusi yang menarik, telepon berdering.
"Joe ada di sana?" Joe adalah salah seorang Kristen baru yang baru empat bulan lamanya percaya.
"Ya, tetapi ia sedang sibuk saat ini. Ia sedang mengikuti pelajaran Alkitab."
"Tolonglah, saya harus berbicara dengan dia." Suara itu iba sekali.
"Baiklah."
Joe mengangkat telepon itu dan mendengarkan.
"Baik," katanya. "Saya segera datang."
Joe menjelaskan kepada kelompok itu. Teman kerjanya ingin agar ia datang dan menolongnya. Ada pertengkaran di antara suami dan istrinya, dan istri temannya itu sudah tidak menghiraukan dia lagi. Sudah lama keluarga ini berantakan, dan Joe merasa ia harus pergi dan berbuat sedapatnya.
Pemimpin kelompok pelajaran Alkitab itu merasa tindakan Joe itu benar. Ketika Joe pergi, kelompok itu berdoa. Maka Joe, seorang Kristen yang baru percaya empat bulan itu, mengambil Alkitabnya dan pergi untuk mencoba menyelamatkan suatu pernikahan. Kelompok Pelajaran Alkitab itu berubah menjadi kelompok doa.
Tiga minggu kemudian saya berjumpa dengan pemimpin kelompok itu dan mendengar berita yang hebat. Joe telah dipakai oleh Allah untuk memimpin suami istri itu kepada Kristus. Sekarang Joe sedang dalam proses pemimpin mereka dalam mempelajari Firman Tuhan.
Sebagai akibatnya, pemimpin itu harus mulai meluangkan waktu sedikit dengan Joe untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya, sebab ia dengan istrinya telah mulai memimpin orang Kristen baru untuk mempelajari Firman Tuhan. Memang sebelumnya juga Joe adalah seorang yang selalu ingin tahu. Terlebih lagi sekarang. Ia tahu bahwa ia memerlukan banyak pertolongan. Pemimpinnya senang menolong dia. Ia dapat melihat bahwa Tuhan memakai waktu itu untuk memperdalam hubungan mereka dan memperdalam kehidupan Joe di dalam Tuhan.
Keadaan ini juga merupakan tantangan bagi anggota lainnya dalam kelompok Joe. Jelas sekali bagi mereka bahwa lambat atau cepat Tuhan juga akan memberi kesempatan untuk membagikan apa yang telah mereka pelajari. Keadaan itu menjadikan pelajaran Alkitab itu lebih berarti bagi mereka semua.
Adegan di atas, dengan berbagai keadaan yang berlainan, terulang di banyak tempat di dunia ini.
Dahulu konsep melipatgandakan murid itu tidak dapat diterima seperti pada dewasa ini. Sebenarnya, beberapa waktu yang lalu, hanya sedikit orang yang melakukannya. Tetapi sekarang lebih banyak orang yang kembali kepada proses Alkitabiah.
Judul Buku | : | Pemuridan: Seni yang Hilang |
Judul Artikel | : | Unsur Penting: Pertolongan Perorangan Murid yang Bertindak |
Penulis | : | LeRoy Eims |
Penerbit | : | Lembaga Literatur Baptis, Bandung, 1993 |
Halaman | : | 10-17 |
CD SABDA | : | Topik 18226, 18227 |