Oleh: Novita Yuniarti dan Yulia Oeniyati
Natal dimulai ketika Kristus menjadi miskin karena kita. Kemiskinan Kristus terlihat jelas dari segala hal yang Ia dapatkan ketika memasuki sejarah hidup manusia (2 Korintus 8:9a). Kelahiran-Nya ke dunia sungguh sangat sederhana.
Yesus lahir bukan di Yerusalem, melainkan di kota kecil Betlehem; bukan di istana, melainkan di kandang yang hina dan berbau; bukan di singgasana, melainkan di palungan tempat makan binatang; bukan sebagai raja dengan kekuasaan dan jubah kebesaran, melainkan sebagai bayi yang tak berdaya dan terbungkus di kain lampin yang papa; bukan lahir dari gadis idaman yang penuh tuntutan, melainkan seorang gadis yang taat dan sederhana.
Jika Kristus datang ke dunia dengan segala kesederhanaan, tidakkah kita seharusnya meneladani hikmah yang ditunjukkan-Nya? Kesederhanaan pasti sesuatu yang ingin diajarkan-Nya kepada kita, para pengikut-Nya. Bukannya tidak bisa Yesus lahir di dunia dengan segala kemewahan, tetapi Ia memilih untuk tidak menggunakannya. Gaya hidup untuk tidak menggantungkan diri pada hal-hal materi merupakan suatu pilihan. Kristus memilih untuk tidak membiarkan diri-Nya dibuai oleh kefanaan dunia. Manusia rohani yang hidup di dunia yang selalu memburu kenikmatan yang fana seharusnya berani mengambil tindakan yang sama seperti Kristus, yaitu memilih untuk hidup di dalam kesederhanaan.
Dunia mendefinisikan Natal sebagai perayaan pesta pora dan hadiah-hadiah bermateri. Tapi ingatlah bahwa Kristus lahir di dunia untuk menyelamatkan manusia dari kehidupan yang fana. Karena itu, peringatilah Natal sebagai hari di mana kita beroleh kebebasan untuk meninggalkan kenikmatan yang fana dan memilih kesederhanaan yang telah ditunjukkan Kristus melalui kelahiran-Nya