"Hujan turun dan ketinggian air banjir terus naik." Naik. Dan terus naik!
Pada hari Rabu, 7 Maret 2007, staf MAF di Sentani, Papua, Indonesia, terbangun pada pukul 01:00 dini hari dan menemukan markas MAF sedang dilanda banjir. Hujan badai yang dahsyat telah mencurahkan air hujan setinggi empat belas inci hanya dalam beberapa jam, dan menyebabkan tanah longsor serta banyak kerusakan lain di kota.
"Betapa terkejutnya saya, ketika keluar menuju serambi yang ditutup dengan kasa, saya berjalan di air!" kenang Barb, seorang misionaris MAF yang bertugas di Sentani. Banjir itu menghancurkan banyak rumah dan bangunan-bangunan lain.
"Ketika air surut, serambi itu penuh dengan lumpur. Pada pukul 01:30 dini hari, saya memindahkan semua perabotan dari serambi," kata Barb. "Kami masuk ke mobil ingin melihat keadaan di kota, tapi ternyata jembatan yang menghubungkan bagian timur dan barat kota sudah tidak bisa dilalui."
Ketika matahari bersinar pada hari Rabu pagi, staf MAF berjalan di air setinggi lutut di beberapa bagian markas MAF. Hanggar, bandara, gudang, ruang peralatan dan suku cadang pesawat, rumah, dan beberapa kantor kebanjiran. UPS (generator) untuk komputer rusak, begitu juga dengan persediaan beras, mi instan, semen, dan muatan lain. Namun begitu, tak lama kemudian pesawat-pesawat terbang MAF kembali mengudara, membawa harapan dan Injil.
Kota Sentani mengalami kerusakan parah. Sungai yang meluap membanjiri daerah tempat tinggal masyarakat, menghancurkan bangunan-bangunan, jembatan, jalanan, dan meninggalkan lumpur dan tanah setebal beberapa kaki di rumah-rumah. Beberapa jembatan di Sentani hancur oleh banjir yang terjadi pada tanggal 7 Maret. Dasar sungai dan selokan dipenuhi dengan puing-puing dan membuat sungai mengalir ke kota. Beberapa penduduk kehilangan anggota keluarga yang terseret arus deras. Data yang jelas mungkin tak dapat dipastikan, tapi banjir itu kira-kira menewaskan 11 -- 20 jiwa, dengan beberapa orang yang masih hilang.
Dua hari kemudian, badai menerpa lagi. Namun, kali ini staf MAF sudah siap, mereka telah menutup rapat pintu-pintu untuk mencegah air masuk ke markas mereka.
Musim hujan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Meski begitu, badai yang merusak seperti ini jarang sekali terjadi.
Sebelum bencana ini terjadi, sumur di area markas MAF telah menjadi tempat penyedia air bersih bagi ratusan orang seminggu sekali. Sekarang, dengan rusaknya sistem saluran air kota, sumur MAF adalah satu-satunya sumber air bersih yang dapat diminum. "Sementara penduduk lokal dapat menggunakan air hujan dan air sungai untuk mandi dan mencuci, peran kecil yang kami mainkan melalui penyediaan air bersih untuk minum dan memasak adalah suatu berkat bagi penduduk lokal," kata Mike, manajer markas MAF di Sentani.
Bagi para pelajar di Hillcrest International School (HIS), bencana ini adalah suatu kesempatan untuk melayani. Untuk program pendidikan luar ruangan tahunan yang diadakan selama dua minggu, sekolah Sentani memilih untuk mengisinya dengan program usaha pertolongan bagi bencana banjir "di kampung halaman sendiri". Banyak anggota MAF dan anak-anak misionaris bergabung dengan HIS, yang beberapa guru dan administratornya adalah sejumlah anggota MAF.
Delapan tim anggota program pendidikan luar ruangan itu ditugaskan ke daerah-daerah yang berbeda. Para pelajar membersihkan lumpur setebal empat kaki di rumah-rumah. Mereka mencuci pakaian yang penuh lumpur, mengisi karung pasir, dan membersihkan puing-puing dari jalanan. Setiap tim juga melakukan penginjilan melalui program "Kids' Clubs" (Klub Anak-Anak) yang diadakan di berbagai daerah.
Satu tim bertugas mengalihkan aliran air sungai yang mengalir ke jalanan dan rumah-rumah. Menggunakan karung pasir, bambu, dan daun pisang, para pelajar membentengi tepi sungai, yang membuat air sungai mengalir dengan semestinya.
Di daerah Jalan Pasir, para pelajar membeli dan memberikan barang-barang rumah tangga kepada 51 keluarga yang kehilangan rumah. Sendok, gelas, dan sabun cuci termasuk dalam barang-barang rumah tangga yang mereka bawa, juga banyak sabun mandi untuk setiap orang yang terkena korban banjir.
Menanggapi program pendidikan luar ruangan kali ini, pelajar bernama Jonathan Taylor berkata, "Seseorang mengatakan kepada kami bahwa setelah tiga hari kerja yang sangat melelahkan, sikap dan produktivitas kerja akan mulai menurun. Tapi hari ini kami melakukan pekerjaan untuk Tuhan, bukan untuk diri kami sendiri, jadi ini sangat menyenangkan."
Membutuhkan waktu berbulan-bulan sampai kondisi mulai normal. Hasil panen rusak, dan banyak sapi, kambing, dan babi hilang terseret arus banjir.
Menurut anggota MAF, Dick Martin, "Banyak penduduk Papua yang bermata pencaharian sebagai petani, kehilangan sawah yang merupakan satu-satunya sumber penghasilan dan makanan mereka. Sebagian besar penduduk itu miskin dan akan menganggur selama beberapa waktu sampai mereka bisa menanam lagi dan menuai panen baru dari sawah yang baru. Mereka sangat kekurangan makanan mengingat banyaknya jumlah penduduk lokal yang ada di sana.
Tim MAF di Sentani sangat menghargai doa penuh iman Anda untuk penduduk kota dan kelangsungan pekerjaan misi di Sentani. Untuk informasi lebih lanjut tentang kegiatan kami, silakan berkunjung ke situs kami. (t/Dian)
Oleh Diana Gibney, Markas Besar MAF, Nampa, Idaho
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Mission Aviation Fellowship |
Penulis | : | Diana Gibney |
Alamat URL | : | http://www.maf.org/field_stories/story-of-the-week/a-flood-in-sentani#J8rhiGlSeKlmWKB487vD_A |
Sumber | : | e-JEMMi 33/2007 |