You are hererenungan / Teladan Kepemimpinan Epafras
Teladan Kepemimpinan Epafras
Banyak di antara kita pernah atau sedang menjabat posisi tertinggi dalam sebuah organisasi. Ada yang mengepalai sebuah departemen, badan eksekutif mahasiswa, kelompok kerja, atau klub hobi. Sebagai pemimpin, kita perlu menangani dan memutuskan banyak hal, dan ini bukanlah pekerjaan mudah.
Dalam perjalanan kita sebagai pemimpin, Kita mungkin pernah melakukan kesalahan. Ada kebijakan kita yang tidak tepat sasaran, menuai protes, ketidaksenangan, dan bahkan kebencian. Barangkali yang kita lakukan kurang ditanggapi serius. Kita pun tak mengerti ketika orang mulai mengabaikan atau menjauhi kita.
Ternyata posisi dan otoritas untuk memimpin tidak lantas menjadikan kita pemimpin.
Jadi, apa sebenarnya hakikat seorang pemimpin sejati?
Berdoa dan Melayani ala Epafras
Mari kita simak ayat tentang Epafras, seorang pengikut Kristus yang disebut beberapa kali dalam surat-surat Paulus:
“Salam dari Epafras kepada kamu; ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah. Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang dia, bahwa ia sangat bersusah payah untuk kamu dan untuk mereka yang di Laodikia dan Hierapolis.” (Kolose 4:12-13)
Sejumlah ahli Kristiani percaya Epafras adalah warga Kolose yang menjadi murid Yesus oleh pelayanan Paulus di Efesus. Ia kemudian giat membaktikan diri dalam pelayanan di kotanya sendiri.
Namun, jemaat Kolose kala itu sedang mengalami persoalan ajaran yang tercampur. Banyak yang mengembara tak jelas dalam keyakinan iman mereka, seperti bangsa Israel di padang gurun.
Saat itu terjadi, Epafras tidak tinggal diam. Ia berdoa sungguh-sungguh dan bekerja keras bagi orang Kolose, Laodikia, dan Hierapolis. Epafras menjadi teladan luar biasa dalam mengusahakan pertumbuhan dan kedewasaan rohani orang lain.
Memurnikan tujuan kepemimpinan kita
Mengasihi seperti cara Epafras adalah tujuan mulia setiap pemimpin. Namun, menduduki kursi pemimpin bukan jaminan kita memiliki hati dan semangat pelayanan. Lebih seringnya, kita sibuk bergelut dalam segala kemelut organisasi, sehingga lupa pada tujuan awal kita sebagai pemimpin.
Untuk itu, kita perlu renungkan kembali apa tujuan sebuah kepemimpinan.
1. Kepemimpinan bukan tentang posisi, melainkan fungsi
Pembicara, penulis, dan ahli kepemimpinan terkenal John Maxwell mengungkap, “Seorang pemimpin yang tidak diikuti orang lain berarti tidak sedang memimpin; ia hanya jalan-jalan saja.”
Jadi, walaupun posisi kita tinggi, jika orang lain tidak mengikuti jejak kita, itu bukanlah kepemimpinan. Kita menjadi pemimpin dengan memberikan pengaruh kepada orang lain.
Lalu, bagaimana jika saya tidak atau belum mendapat kesempatan memimpin suatu kelompok?
Brothers and sisters, sekalipun posisi kita bukan sebagai pemimpin, kita tetap dapat menunjukkan sikap kepemimpinan. Yang dimaksud tentulah bukan sikap menyuruh-nyuruh, sok wibawa, atau bossy. Kepemimpinan di sini berarti kesediaan bekerja untuk kepentingan bersama, serta memerhatikan orang lain yang bekerja dalam kelompok.
Kita berfungsi sebagai pemimpin, terlepas dari apapun kedudukan kita.
2. Izinkan hidup kita dipakai Tuhan demi kedewasaan iman orang banyak
Semua pengikut Kristus adalah pemimpin. Kita adalah anak sulung. Kita imam bagi dunia yang hilang dan para pemberi teladan.
Namun, coba tanyakan hal-hal ini pada diri sendiri:
Apakah saya sudah ambil bagian memikul kepemimpinan rohani ini?
Apakah saya pura-pura tuli, atau mungkin takut menerima panggilan mulia ini?
Jika kita takut mengemban tanggung jawab kepemimpinan, berdoalah. Minta Tuhan mengaruniakan keberanian dan kebijaksanaan seorang pemimpin yang baik. Ingatlah bahwa kita tidak sendirian dalam perjalanan ini. Allah menghendaki segala yang terbaik bagi umatNya. Tentunya, Dia mau memberikan itu semua lewat tangan umatNya juga.
Epafras menjadi teladan hidup yang dipakai oleh Surga untuk membantu sebanyak mungkin orang. Mari kita juga belajar ambil bagian dalam kepemimpinan rohani. Jangan serahkan begitu saja kepada positional leadership. Dunia membutuhkan kita. Surga mau memakai kita. Karena itu, berikanlah diri kita dan pikullah tanggung jawab kepemimpinan. Peran semua jemaat dibutuhkan dalam pelayanan.
Doa: Bapa, saya sadar memiliki tanggung jawab kepemimpinan dalam pelayanan. Saya ingin belajar dari teladan Epafras, membantu saudara-saudara seiman untuk melihat dan mencapai kedewasaan rohani dalam Kristus Yesus. Mampukan saya melakukannya demi kemuliaan namaMu. Amin.
Disunting dari artikel “Teladan Dari Seorang Epafras“ oleh Pdt. Togar Sianturi.
source: https://gkdi.org/blog/teladan-kepemimpinan-epafras/
- suwandisetiawan's blog
- Login to post comments
- 801 reads