You are hererenungan / Kata-Kata Bahagia di Bukit: Benarkah Bisa Membuat Bahagia?
Kata-Kata Bahagia di Bukit: Benarkah Bisa Membuat Bahagia?
Mendengar soal kata bahagia, kita akan teringat khotbah Yesus di bukit dalam Matius 5:1-12. Belum-belum, Anda mungkin mengira bahasan ini akan membosankan. Toh, isinya tentang ‘bahagia-bahagia’ yang sudah kita ketahui. Namun, setelah saya pelajari dan renungkan kembali Kata-Kata Bahagia ini, saya menemukan makna sangat dalam—yang membuat saya benar-benar berbahagia.
Ucapan Bahagia diungkapkan Yesus setelah memanggil kedua belas murid-Nya yang pertama. Sejumlah ahli Alkitab berpendapat kata-kata bahagia ini adalah Deklarasi Kerajaan Allah. Sebuah pondasi dan karakter dari orang-orang yang empunya kerajaan-Nya.
Berikut pondasi dan karakter kekristenan berdasarkan Kata-kata Bahagia.
1. Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Selain memperingatkan tentang kemiskinan rohani, Alkitab juga mengajak kita berjuang mencari kekayaan rohani.
Namun, dalam konteks ini, Yesus bicara mengenai jenis kemiskinan rohani yang lain. Sebuah kondisi ketika kita datang kepada Tuhan dengan menyadari dosa-dosa, kekosongan, serta kemiskinan jiwa kita tanpa-Nya. Kita tidak boleh tinggi hati dan cepat puas dengan kualitas kerohanian kita, kemudian merasa tidak butuh Tuhan lagi.
Dari macam-macam kesombongan, yang paling parah adalah kesombongan rohani. Miskin rohani berarti menyadari keberadaan diri Anda tanpa Tuhan, tanpa pengampunan, pertolongan, serta kasih-Nya. Dan, Anda datang kepada Tuhan dengan kerendahan hati dan kebutuhan akan Firman-Nya.
Contohnya adalah perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa dalam bait Allah (Lukas 18:10-14).
2. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
Ini bukan berarti Tuhan suka dengan orang-orang yang bersedih, dan tidak suka pada mereka yang selalu gembira.
Dukacita berkaitan dengan rasa sakit dan kesedihan karena kehilangan sesuatu atau seseorang yang kita kasihi. Contohnya, bencana alam yang menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal, harta-milik, orang-orang terkasih, juga kesehatan mereka.
Dukacita juga bisa disebabkan dosa-dosa kita yang menyakiti hati Tuhan. Atau, akibat hilangnya nilai-nilai kekeristenan dalam hidup.
Namun, yang terpenting bukanlah rasa dukacita itu, melainkan fokusnya: Bahwa sebagai orang-orang yang beriman, dukacita kita bukanlah tanpa pengharapan. Dukacita membuat kita melihat bahwa pengharapan di dalam Tuhan lebih besar daripada yang bisa diberikan dunia (1 Tesalonika 4:13-14).
“… karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” – Roma 5:3-5
3. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Lemah lembut bukan berarti rendah diri. Juga, bukan berarti kita lemah dan tidak efektif dalam hidup. Orang-orang yang lemah lembut adalah mereka yang tidak memaksakan kekuasaan / kekuatannya kepada sesama. Mereka bebas dari rasa dengki, benci, dan dendam, serta memiliki penguasaan diri.
Kita pun dapat menjadi seorang pemenang walaupun tertindas dan terhimpit seperti Paulus (1 Kor 4:11-13).
” … dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran.” – 2 Timotius 2:25
4. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Seseorang yang kelaparan dan kehausan akan terdorong untuk mencari pelipurnya. Sama halnya dengan dahaga kita untuk menyenangkan hati Tuhan, melakukan perintah-Nya, untuk melihat kebenaran diterima dan nama Tuhan dimuliakan.
Kita mendambakan orang lain juga punya hubungan dekat dengan Tuhan, melihat cara pandang serta keyakinan seperti yang kita miliki di dalam Tuhan. Kita rindu orang lain mengalami perubahan hidup sebagaimana Tuhan telah mengubah hidup kita. Dan, Yesus berjanji kelaparan dan kehausan kita akan dipuaskan (Yohanes 6:35).
“Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan.” – 1 Petrus 2:2
5. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Murah hati tidak hanya tentang mereka yang suka berbagi milik atau kelebihannya. Murah hati berarti kita mudah mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Tidak mendendam atau menyimpan kesalahan orang lain. Punya toleransi terhadap sesama dan penuh belas kasih.
Orang yang murah hati berfokus pada kebutuhan orang lain ketimbang hak dan kebutuhan mereka sendiri. Hanya orang yang menghargai kemurahan Tuhan yang bisa menjadi murah hati. Mereka rela berbagi tidak hanya firman Tuhan, tetapi juga hidupnya.
“Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.” – 1 Tesalonika 2:8
6. Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah.
Orang yang suci hati berarti keputusan, keinginan, pikiran, dan motivasinya tidak dinodai dosa, seperti iri hati, amarah, ingin dilihat baik, atau mendapat keuntungan. Apa yang ia lakukan dan pikirkan selalu untuk satu tujuan: menyenangkan hati Tuhan.
Hati murni terwujud ketika hati yang dipenuhi keinginan daging atau duniawi bertransformasi menjadi hati penuh kasih. Dan, ini dapat kita capai dengan meminta koreksi dan tuntunan Tuhan sendiri. (Mazmur 139:23).
“Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia.” – Mazmur 24:4-5
7. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Tuhan kita adalah Sosok yang cinta damai. Tujuan penebusan Kristus adalah mendamaikan manusia dengan Allah dan mendekatkan kembali mereka yang jauh dari-Nya. Untuk merekonsiliasi hubungan yang rusak akibat dosa menjadi hubungan mesra seperti ayah dan anak.
Pembawa damai adalah mereka yang menjadi penengah ketika ada permusuhan. Kita memadamkan kebencian, mempersatukan apa yang terpecah-belah, serta memberitakan kedamaian dan kasih. Dengan demikian, kita akan disebut anak-anak Allah. Bukan anak angkat, bukan Tuan dan Hamba, atau Gembala dan Domba, melainkan anak-Nya yang sejati. Seperti Yesus sendiri adalah anak Allah.
“Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.” – Galatia 4:7
8. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Dua Ucapan Bahagia terakhir (Matius 5:10-12) memiliki makna yang sama. Ketika kita melakukan kebenaran, kita akan menghadapi tantangan dari orang-orang yang tidak menyukai kebenaran yang kita yakini. Walau demikian, kita bersukacita karena upah kita besar di sorga.
1 Petrus 2:20 mengatakan, “Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah.”
Setelah melihat delapan Kata-Kata Bahagia dengan cara berbeda, mari kita lakukan pemeriksaan batin. Sudahkah hati kita sesuai daftar tersebut?
Jangan mengira karena sudah menjadi Kristen, otomatis kita orang berbahagia. Jangan pula berpikir Ucapan Bahagia hanya cocok bagi mereka yang belum mengenal Allah. Meski kita sudah menerima kebenaran, tanpa kedelapan pondasi dan karakter para pewaris Kerajaan-Nya, kita belum merasakan kebahagiaan sejati. Mari bertobat sebelum terlambat! Tuhan memberkati.
Source : https://gkdi.org/blog/kata-bahagia-di-bukit-2/
- suwandisetiawan's blog
- Login to post comments
- 1401 reads