You are hererenungan / Belas Kasihan Kita, Cara Tuhan Menjawab Doa Mereka
Belas Kasihan Kita, Cara Tuhan Menjawab Doa Mereka
Beberapa waktu lalu, saya dikabari bahwa mantan pengasuh anak saya sedang sakit dan perlu menjalani operasi. Untuk memudahkan proses pengobatan, dia ingin menginap di rumah kami. Mengingat cara kerjanya dulu, sebenarnya saya kecewa dan enggan untuk bertemu kembali dengannya. Apalagi untuk memberi akomodasi di rumah kami selama berhari-hari, rasanya saya keberatan.
Namun, setelah berdiskusi dengan suami, sudut pandang saya pun diluruskan: seorang pesakit sedang butuh tumpangan di rumah kami, masa saya tega menolaknya?
Pada hari yang ditentukan, kami menjemputnya di stasiun bus. Melihat kondisinya yang kurus, pucat, dan lemah, saya pun trenyuh dan tiba-tiba dirundung rasa bersalah.
Ternyata hati saya miskin belas kasihan.
Belas kasihan Adalah Karakter Ilahi
Adalah kecenderungan manusia untuk memperlakukan orang lain sebagaimana orang tersebut memperlakukannya. Kalau dia baik, kita pun baik padanya. Namun, kalau dia jahat, kita ingin membalas berlaku jahat juga. “Sekali-sekali harus diberi pelajaran, biar tahu rasa,” begitu kira-kira luapan kekesalan yang sering kita dengar.
Akan tetapi, sebagai pengikut Kristus, kita bukan lagi manusia duniawi, melainkan pribadi yang semestinya memiliki karakter Ilahi.
“Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.” – Lukas 6:33
Tuhan ingin membuat pemisahan antara pengikut-Nya dengan orang-orang dunia. Dan, Yesus sendiri sudah memberi contoh kepada kita.
“Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” – Roma 5:8
Bukan sekadar memberi tumpangan, makanan, kesembuhan jasmani, atau berkat, Yesus bahkan rela memberikan nyawa-Nya bagi mereka yang berdosa terhadap diri-Nya. Tanpa belas kasihan, tidak mungkin Yesus sanggup melakukannya.
Tuhan Menghendaki Belas Kasihan
Sebagai orang Kristen, kita sering beribadah di dalam gedung gereja. Namun, Tuhan lebih senang kalau kita mengaplikasikan ibadah itu lewat tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Yesus tidak hanya berkhotbah di depan publik, tetapi turun dan melayani langsung orang-orang yang membutuhkan-Nya. Bahkan, terkadang Dia harus mengesampingkan urusan pribadi-Nya demi membantu orang lain.
Contohnya, ketika Yesus ingin menyendiri setelah kehilangan Yohanes Pembaptis (Matius 14:1-12). Meski sedang sedih dan berduka, Yesus memilih melayani orang banyak yang selalu mengikuti-Nya. Hati-Nya tergerak oleh belas kasihan saat melihat mereka yang sakit dan kelaparan (Matius 14:13-19).
“Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan …” – Matius 12:7a
Sungguh ironis jika kita menjejali diri dengan banyak pengetahuan akan firman tetapi abai terhadap sesama. Kalau ingin melayani, sebenarnya kesempatan kita bukan hanya di gereja. Banyak sekali orang di luar sana yang membutuhkan pelayanan kita.
“Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka ….” – Yakobus 1:27a
Mantan pengasuh anak saya itu hanyalah seorang janda miskin yang sedang sakit. Dia tinggal di desa yang jauh dari akses kesehatan memadai, dan karenanya, membutuhkan tempat singgah selama menjalani pengobatan. Kalaupun kerjanya dulu mengecewakan, apakah itu bisa menjadi alasan bagi saya untuk tidak berbelas kasih kepadanya?
Seandainya saya ingat dan hidupi firman di Yakobus 1:27 sejak awal, saya pasti takkan keberatan memberi tumpangan kepadanya. Sebaliknya, saya akan menerima kedatangannya dengan tangan terbuka, karena itulah kesempatan konkret untuk mengaplikasikan firman Tuhan dalam hidup saya.
Belas Kasihan Meringankan Hati
Dengan selalu mengenakan belas kasihan (Kolose 3:12), kita akan lebih mudah mengasihi sesama yang membutuhkan, tanpa memandang siapa orangnya—karena kita melakukannya untuk Tuhan.
Berbelas kasih juga memampukan kita melakukan dua hal ini:
1. Belas kasihan memudahkan kita mengampuniJika Allah yang sempurna mau mengampuni kesalahan manusia, mengapa kita yang tidak sempurna justru tak mau menerima kesalahan orang lain?
Menaruh belas kasihan bukan hanya membuat kita lebih mudah mengampuni, melainkan juga untuk mengasihi, bahkan melayani orang yang telah menyakiti kita.
“Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” – Matius 6:15
2. Belas kasihan mendorong kita untuk memberi
Jangan hanya mengatakan, “Kasihan, ya,” tetapi tidak berbuat apa-apa. Atau, kita sengaja menutup diri agar tidak dirugikan. Sadari bahwa apa yang ada pada kita saat ini bukanlah milik dan hak kita semata. Bisa jadi ada orang di luar sana yang butuh pertolongan, dan Tuhan menjawab doanya melalui diri kita.
Alangkah beruntungnya kita ketika dipilih oleh Tuhan untuk menjadi jawaban atas doa sesama. Mungkin Tuhan ingin menjadikan rumah kita sebagai jawaban doa orang yang butuh tumpangan; uang kita sebagai jawaban doa orang yang terancam kelaparan; atau keringanan hati kita bagi orang yang tak sanggup lagi melunasi hutangnya. Apa pun itu, lakukanlah semampu kita untuk menjadi saluran kasih-Nya.
“Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” – 1 Yohanes 3:17
Apakah saat ini kita masih sulit berbelas kasih kepada mereka yang pernah berbuat salah kepada kita, atau kita anggap tak pantas dikasihi? Jika ya, mintalah kepada Tuhan untuk mencurahkan kasih setia-Nya kepada kita. Belas kasihan Allah akan menuntun kita sehingga mampu melakukan tindakan kasih kepada mereka yang membutuhkan.
Tuhan memberkati.
Source : https://gkdi.org/blog/belas-kasihan/
- suwandisetiawan's blog
- Login to post comments
- 1531 reads