You are hererenungan / 5 Kebohongan yang Kita Ucapkan Setiap Hari pada Diri Sendiri
5 Kebohongan yang Kita Ucapkan Setiap Hari pada Diri Sendiri
Akui saja: Anda berbohong pada diri sendiri hari ini.
Hidup itu rumit, hubungan bisa menegang, kesepian menelusup—dan terkadang kita merasa perlu membengkokkan kebenaran agar dapat bertahan melewati minggu ini. Kita berharap dusta-dusta itu menyembunyikan rasa sakit kita dalam-dalam supaya mereka tak dapat menjangkau kita. Kelicikan hati membuat kita mudah menolerir kebohongan (Yeremia 17:9)—sampai akhirnya, mereka dipaksa keluar oleh pisau bedah Allah (Mazmur 139:23).
Namun, kebohongan-kebohongan ini tidak hanya menutupi rasa sakit. Mereka menyulitkan pertumbuhan iman serta hubungan kita dengan sesama. Kita jadi kebal terhadap rasa sakit sehingga tak lagi melihat kerusakan yang diakibatkan.
Untuk menghindarinya, kita mesti melihat apa yang ada di balik semua kebohongan tersebut. Kita perlu mengidentifikasi dan menamai mereka.
Apakah Anda melihat salah satu dari lima kebohongan berikut dalam diri Anda hari ini?
Kebohongan 1: Saya baik-baik saja
Kita tidak suka menggali diri dan memeriksa apa yang sedang terjadi dalam jiwa kita. Kenapa? Karena begitu kita mulai mencari, kita sering menemukan area yang membutuhkan renovasi besar. Itu bakal merepotkan, dan kebanyakan dari kita terlalu sibuk untuk mengamati apa saja yang perlu diperbaiki.
Jadi, kita ikat kencang-kencang jubah superhero “Saya baik-baik saja” dan terus melangkah. Hingga akhirnya sebuah tragedi melanda, barulah kita sadar bahwa kita tidak baik-baik saja.
Ini bukanlah cara Alkitabiah. Para pemazmur senantiasa meminta Allah menyelidiki, menguji, dan memeriksa hati mereka, sehingga Dia dapat mengerjakan proyek renovasi rohani yang dibutuhkan (Mazmur 11, 17, dan 26).
Kira-kira beginilah sikap yang seturut firman Allah:
“Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN.” –Ratapan 3:40
Memang, mengakui setiap hari bahwa kita tidak baik-baik saja dan membutuhkan bantuan Allah tampaknya menakutkan. Karena itu berarti kita harus mengakui kelemahan-kelemahan kita dan bekerja keras melakukan pemeriksaan batin secara rutin. Syukurlah, Tuhan itu ahli soal kelemahan, terutama ketika kita tak yakin dari mana harus memulai.
“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” – Roma 8:26
Kita lemah, tetapi Dia kuat. Itulah kebenarannya.
Kebohongan 2: Tak akan ada yang Tahu
Saat kita mencari pembenaran untuk melakukan hal bodoh, biasanya dimulai di sini: Tak akan ada yang tahu.
Betul, ada seribu variasi untuk melakukannya, tetapi hampir semuanya terkait dengan anonimitas. Inilah sebabnya modus penelusuran pribadi di internet serta peranti personal seperti ponsel dan tablet dapat menjadi alat paling berbahaya bagi kemanusiaan. Bukan berarti mereka buruk, tetapi perangkat ‘pribadi’ ini selalu punya kekurangan.
Tak ada yang tahu saya menonton ini.
Tidak bakal ada yang tahu jika saya mampir ke sini saat dalam perjalanan dinas.
Tak ada yang tahu jika saya posting komentar menyakitkan ini tanpa nama asli.
Tidak bakal ada yang tahu.
Ketahuilah, tak ada yang namanya anonimitas sejati di dunia. Apa yang kita lakukan diam-diam seringkali punya cara untuk ketahuan dan terkuak. (Lihat saja berita-berita tentang laman web yang di-hack para peretas.)
Namun, lebih penting lagi, Tuhan mampu memunculkan dosa “tidak bakal ada yang tahu” ke permukaan—dan Dia tidak meluputkan satu pun.
“Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajah-Mu.” – Mazmur 90:8
Hari demi hari, kita biarkan kebohongan ini merendahkan kita dan menjauhkan kita dari rencana-Nya. Allah tahu—Dia selalu tahu hal-hal bodoh yang kita lakukan.
Namun, Allah tetap mencintai kita.
“Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” – Roma 5:8
Anda tak dapat bersembunyi … dan Anda tak perlu bersembunyi dari-Nya.
Kebohongan 3: Takkan ada yang terluka
Yang satu ini bisa dibilang Kebohongan 2b, karena keduanya mirip. Seolah tidak cukup bahwa “tak ada yang tahu”, kita gemar meyakinkan diri bahwa “takkan ada yang terluka”.
Jika ini hanya terjadi di balik pintu tertutup …
Jika ini hanya melibatkan dua orang dewasa yang bertanggung jawab … semua akan baik-baik saja.
Akan tetapi, maksud kita sebenarnya adalah, “Tidak ada yang terluka saat ini.”
Kerap kali, kita enggan menelusuri rantai masalah dalam jangka panjang. Apa yang tidak kita perhitungkan sesungguhnya adalah sejumlah konsekuensi spiritual, atau masalah yang awalnya samar, tetapi akan memuncak di kemudian hari.
Kita juga lupa memperhitungkan bahwa Tuhan berduka dan terluka akibat pilihan-pilihan buruk kita. Hati-Nya pilu oleh dosa manusia sebelum air bah (Kejadian 6:6), pemberontakan orang Israel (Yesaya 63:10). Yesus rindu mengumpulkan anak-anak Allah tetapi mereka justru menolak-Nya (Matius 23:37).
Dengan kata lain, dosa-dosa kita selalu menimbulkan duka dan rasa sakit. Dan, itu terjadi pada Sosok yang seharusnya kita gembirakan.
Kebohongan 4: Saya memang begini
Salah satu cara termudah mengatasi pola destruktif hidup kita adalah menerimanya sebagai bagian yang tak terubahkan dari diri kita. Entah kita melihatnya sebagai komponen karakter atau sesuatu yang mustahil diperbaiki, kebohongan ini membuat kita menghindari tanggung jawab. Kita toh, tak dapat menghentikannya karena ini mengakar dalam diri kita.
Sesungguhnya ini berarti kita sulit mengakui adalah bahwa Tuhanlah yang merancang diri kita. Bahwa kita diciptakan menurut citra-Nya, untuk bersikap dan menjadi sama seperti Allah (Kejadian 1:27, 1 Yohanes 3:2).
Memang, kita dapat tersandung sewaktu-waktu dalam upaya menjadi makhluk yang seturut gambaran-Nya. Namun, dengan berkata, “Ah, saya memang begini, kok,” berarti kita mengatakan bahwa Allah membuat kekacauan atau kewalahan menghadapi pergulatan-pergulatan kita.
Kita berpikir Tuhan tidak dapat mengubah kita.
Untunglah, kita salah.
Tuhan mahir memperbaiki apa yang rusak menjadi ciptaan baru.
Pergulatan-pergulatan Anda nyata. Akuilah itu dulu. Mereka menyebalkan; mereka menyakitkan dan mengacaukan hidup Anda. Begitu Anda menerimanya, barulah Anda dapat memulai proses panjang dan menyakitkan untuk menjadi seperti Kristus.
Ingatlah selalu janji ini:
“Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.” – Filipi 1:6
Tuhan tidak akan menyerah setengah jalan hanya karena Anda begitu kacau atau kasus spesial. Dia selalu menuntaskan pekerjaan-Nya.
Kita hanya perlu mengakui masalahnya sebelum meminta dan mengusahakan perubahan tersebut.
Kebohongan 5: Saya bisa lakukan itu besok
Besok baru waktunya belajar Alkitab, waktunya saat teduh, waktunya ikut konseling.
Besok sajalah saya baru beritahu pasangan saya tentang hal itu.
Mungkin besok saya akan jujur kepada Allah.
Seringnya, hari esok itu tak pernah datang. Bahkan di tengah kesengsaraan akibat pilihan-pilihan buruk dalam hidup, kita malas melakukan perubahan hari ini. Kita menanti-nanti saat yang lebih tepat—saat itu tak terlalu berat untuk dilakukan.
Itulah sebabnya para pemazmur dan penulis kitab Ibrani memastikan agar kita berfokus pada hari ini:
“Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu …” (Mazmur 39, Ibrani 3)
Berjanji pada diri sendiri untuk membuat sebuah perubahan besok barangkali membuat Anda merasa lebih baik dalam menyikapi kegagalan hari ini. Namun, itu takkan membawa perbedaan. Kita mesti ingat bahwa harga kurangnya komitmen untuk berubah hari ini sangatlah mahal.
“Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini”, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa.” – Ibrani 3:13
Kita bahkan tidak tahu apakah kita masih punya hari esok, tetapi kita tahu kita punya saat ini. Dan, Tuhan itu setia saat ini juga.
“Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.” – 1 Korintus 1:8-9
Source : https://gkdi.org/blog/5-kebohongan-pada-diri-sendiri/
- suwandisetiawan's blog
- Login to post comments
- 1066 reads