You are herepembinaan iman / Pembinaan Orang Percaya Dalam Konteks Global
Pembinaan Orang Percaya Dalam Konteks Global
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah menurut rupa dan gambar Allah sendiri (Kejadian 1:26-27). Namun, ketika manusia itu memilih untuk memberontak terhadap Allah, rupa dan gambar Allah yang mulia itu menjadi rusak (Roma 3:23). Namun, Allah yang penuh kasih mengutus Anak-Nya yang tunggal datang ke dalam dunia untuk menebus manusia berdosa (Yohanes 3:16). Dan, setiap orang yang menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi mengalami pemulihan identitas diri yang telah rusak ke identitas asli (Yohanes 1:12; 2 Korintus 5:17). Pertobatan bukan akhir dari kehidupan rohani seseorang melainkan awal kehidupan rohani yang berorientasi ke depan, berupa pembangunan karakter ilahi menuju keserupaan dengan gambar Anak-Nya (Roma 8:28-30).
Pokok-Pokok Dasar Pembinaan Orang Percaya
Menurut KBBI, kata "membina" memiliki arti antara lain "membangun, mengusahakan supaya lebih baik, (sempurna)". "Pembinaan" memiliki beberapa arti yaitu proses, cara membina, pembaruan, penyempurnaan, usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Secara praktis, kata "membina" memiliki banyak persamaan pengertian dengan kata "mendidik, mengkader, mendewasakan, membentuk, memotivasi, memperbarui, membangun, membimbing, memelihara, dan memimpin." Bertolak dari arti leksikal, jelas bahwa pembinaan berkaitan dengan upaya sadar, terarah, dan terukur serta rangkum dari manusia dengan tingkat kualitas, kuantitas, dan penanganan tertentu untuk membawa perubahan dari suatu kondisi tertentu kepada kondisi baru yang bernilai lebih tinggi.
Pokok-pokok Dasar Pembinaan
1. Pembinaan dilakukan dalam jemaat.
2. Tujuan pembinaan untuk mendewasakan iman dan sanggup melayani.
3. Proses pembinaan sampai menyerupai Kristus.
4. Dasar pembinaan berpusat pada Kristus dan alkitabiah.
5. Pelayanan pembinaan adalah keseimbangan antara kebenaran dan kasih.
6. Pembinaan adalah saling membangun diantara anak-anak Allah.
Dasar Alkitab Tentang Pembinaan Orang Percaya
Dalam Matius 28:19-20 kita dapati Amanat Agung Tuhan Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman". Satu-satunya keharusan dalam ayat ini adalah "memuridkan." Memuridkan berarti menuntun orang lain untuk menerima Kristus dan menjadikannya pengikut yang setia belajar dari Tuhan. Sebagai amanat, Matius 28:19-20 bukanlah suatu pilihan tetapi suatu keharusan; bukan pekerjaan sampingan melainkan pekerjaan pokok. Dari segi praktis, pelayanan seutuhnya terhadap orang percaya ialah mendidik melalui pembinaan iman, dengan tujuan untuk mendewasakan serupa dengan Kristus.
Tugas pembinaan iman orang percaya dijelaskan dalam Efesus 4:11-16, "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih."
Dari ayat ini ada beberapa pokok pikiran yang akan dijabarkan dan dirangkum sebagai berikut:
1. Pelayan pembinaan terdapat dalam jemaat terutama mereka yang diberi karunia oleh Allah (ayat 11). Pelayan-pelayan ini adalah hamba Kristus dan bukan pegawai yang diangkat oleh jemaat. Perbedaan karunia merupakan pemberian Allah dan setiap satu karunia tidak lebih mulia terhadap yang lain, tetapi semuanya adalah hamba Kristus. Perbedaan karunia hanya pada fungsi dan bidangnya. Kehadiran pelayan-pelayan dalam jemaat untuk melayani dan bukan untuk memerintah (dalam arti yuridis).
2. Tujuan pembinaan iman orang percaya adalah untuk mendewasakan umat Tuhan supaya mereka sanggup melayani. Kedewasaaan merupakan proses membangun (ayat 12). Allah sendiri adalah yang membangun umat Tuhan oleh pelayanan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya yang hidup dalam persekutuan dengan Dia.
3. Target pembinaan orang percaya, adalah kedewasaan setiap orang percaya secara kolektif. Proses pertumbuhan kepada kedewasaan dan kerukunan adalah proses untuk lebih menyerupai Kristus (ayat 13). Menyerupai Kristus adalah satu-satunya tujuan. Untuk menyerupai Kristus tidak dibutuhkan lagi sasaran antara, tetapi semua proses pembinaan itu menuju kepada satu-satunya tujuan. Pertumbuhan (Yunani: Helikia) dalam ayat ini menunjuk kepada perubahan hidup yang menuju kepenuhan Kristus. Kepenuhan Kristus tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan secara kualitatif yang tampak dari pengenalan akan Kristus dan ketaatannya terhadap firman Tuhan.
4. Sifat pembinaan iman orang percaya adalah teologis sehingga dapat menghasilkan murid yang teliti dan bijaksana yang dapat mengenal kebenaran dan menghindari kesalahan (ayat 14).
5. Efektifitas pembinaan orang percaya. Pembinaan akan lebih efektif jika dapat menggabungkan kebenaran dengan kasih, dan bukan mengorbankan salah satunya. Lebih jauh perlu dipahami bahwa mereka tidak saja mampu menghindari terhadap ajaran sesat tetapi jemaat juga mampu melakukan kebenaran di dalam kasih Kristus (ayat 15).
6. Hubungan pembina dengan murid dalam pembinaan orang percaya akan berfungsi dengan baik, jika semua unsur tersebut dalam jemaat terlibat. Mereka dapat saling membangun sebagai anak-anak Allah serta menolong satu sama lainnya untuk bertumbuh secara rohani. Jadi tidak ada klaim bahwa pertumbuhan dalam diri orang lain karena seseorang; bukan pula karena rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar saja yang membuat dewasa penuh tetapi sebaliknya semua pelayan Tuhan berperan membawa sesama kepada kedewasaan penuh (ayat 16).
Ruang Lingkup dan Tujuan Pembinaan Orang Percaya
Pembinaan meliputi seluruh lapisan umur dan golongan orang percaya, dimulai sejak seseorang mengalami kelahiran baru dan menjadi anggota keluarga Allah. Pembinaan orang percaya merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mencapai perubahan hidup, yang meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku yang dapat digambarkan sebagai kedewasaan dalam Kristus. Sasaran yang hendak dicapai dalam pembinaan meliputi dua segi baik kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif berarti setiap orang percaya dapat berbuah banyak dalam kehidupannya (Yohanes 15:8), hidup oleh dan dipimpin Roh Kudus sehingga menghasilkan buah Roh (Galatia 5:22-23). Secara kuantitatif berarti seorang murid harus berlipatganda atau bermultiplikasi (Matius 28:19-20; 2 Timotius 2:2). Hasil dari multiplikasi seorang murid Kristus adalah cara yang sangat efektif untuk menyelesaikan Amanat Agung Tuhan Yesus. Demikian akan terjadi keseimbangan antara pembinaan dan penginjilan.
Pembinaan Orang Percaya Sebagai Proses
Dalam dimensi waktu harus dipahami bahwa pembinaan merupakan proses yang berawal sejak seseorang percaya Yesus dan berakhir sampai orang tersebut meninggalkan dunia ini. Proses pembinaan berarti tanpa waktu terminal. Dalam pelaksanaan proses pembinaan, konsep, hubungan akrab dan peneladanan serta keterlibatan secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan sama pentingnya. Hal ini telah dicontohkan oleh Tuhan Yesus terhadap murid-murid-Nya dan Paulus dengan Timotius (2 Timotius 3:10). Hasil pembinaan tidak langsung jadi dalam waktu singkat, melainkan memerlukan waktu, kesabaran, ketekunan serta kesetiaan dalam menghadapi segala tantangan sebagai konsekuensinya mengikut Yesus (Markus 8:34-38).
Filsafat Pembinaan Orang Percaya
Suatu kerangka filosifis teologis yang harus dipegang teguh dalam kerangka pembinaan orang percaya, sebagai berikut:
1. Metafisik (ultimate reality): Pembinaan berpusat pada Allah yang berpribadi (Kejadian 1:1; Yohanes 1:1).
2. Epistemologi (ilmu pembenaran). Esensi dari pengetahuan dan cara seseorang mengenal apa yang benar dan salah, bersumber pada penyataan Allah. Iman Kristen meyakini bahwa Alkitab adalah sumber segala kebenaran (Yohanes 8:30-36).
3. Antropologi Kristen berpusat pada gambar Allah. Tiga kebenaran dasar: Pertama, manusia diciptakan menurut peta dan gambar Allah (Kejadian 1:26). Kedua, kejatuhan manusia dalam dosa merusak peta dan gambar Allah itu (Kejadian 3-4:8; Roma 3:23). Ketiga, Yesus satu-satu penebus manusia berdosa dan pemulih identitas manusia ke eksistensi asali (2 Korintus 5:17). Karena pembinaan ditujukan kepada orang yang telah percaya Yesus maka jelas bahwa kelahiran baru harus mendahului proses pembinaan.
4. Axiologi (nilai) berpusat pada kekekalan. Pembinaan iman bukan untuk hidup di seberang sini, tetapi dari sini dan sekaligus berorientasi ke dunia di seberang sana (Roma 8:23).
5. Tujuan pembinaan berpusat pada Kristus dan keserupaan dengan Kristus ini bukan tujuan utama pembinaan, tetapi satu-satunya tujuan pembinaan yang layak dan dihargai oleh Allah (2 Timotius 2:15).
6. Kurikulum berpusat pada Alkitab. Agenda pembinaan adalah agenda Allah dan Alkitab adalah sumber asasi kurikulum yang memiliki kuasa mendidik.
7. Metodologi berpusat pada interaksi. Injil memiliki kebenaran otoritatif, tetapi metode tidak harus bersifat diktaktorial. Penekanan pada relasi, interaksi, dan komunikasi dalam dinamika pimpinan Roh Kudus merupakan pilihan metode yang tepat dalam mempercakapkan kebenaran Injil.
8. Disiplin berpusat pada kasih dan bukan pada normatif (hukuman). Etika batiniah melampaui ketaatan moral karena faktor atau peraturan eksternal.
9. Guru berpusat pada Roh Kudus, bukan pada kepandaian dan kelihaian manusia (pembina).
10. Evaluasi berpusat pada pertumbuhan yaitu perubahan hidup batiniah (2 Petrus 3:18) yang semakin mengasihi Allah dan sesama. Dan, bukan perubahan ke arah pensejajaran pola perilaku lahiriah dengan pembina. Bukan pula perubahan peningkatan muatan kognitif atau kemiripan-kemiripan palsu lainnya.
Kedewasaan Orang Percaya
Kedewasaan orang percaya baik secara pribadi maupun kelompok orang percaya minimal terlihat dalam tiga aspek global:
1. Kedewasaan (Efesus 4:11-16). Pemantapan pengajaran; pelayanan berskala kecil dan besar serta yang tidak kelihatan.
2. Hubungan antar pribadi (1 Timotius 1:5) kasih; hati yang suci, iman yang tulus; hati nurani yang murni dalam pikiran, perasaan dan perbuatan.
3. Moralitas (Ibrani 5:14). Moralitas meliputi hal di mana seseorang dapat membedakan apa yang baik dan yang buruk; dan juga meliputi sejauh mana seseorang dapat memakai panca indera yang dimilikinya untuk mengetahui kehendak Allah dalam hidupnya.
Secara lebih ringkas, kedewasaan itu nyata dalam hal kristalisasi pola keyakinan yang mantap dan teguh yang diikuti oleh pola perilaku yang sesuai dengan pola keyakinan. "Buah" kedewasaan tercermin dalam identitas kekristenan (citra diri dan jati diri ) yang mantap dan diikuti selalu dengan karya yang memuliakan Allah.
Konteks Pembinaan Orang Percaya
Sebelum seseorang, gereja, dan lembaga pelayanan merumuskan program pembinaan sangat perlu memahami konteks pelayanan pembinaan orang percaya itu sendiri, guna mencapai hasil maksimal dari pembinaan. Patut disadari bahwa setiap pribadi orang percaya itu unik di hadapan Allah. Demikian pula setiap kelompok orang percaya juga unik di hadapan Allah. Ini berarti bahwa setiap kelompok orang percaya selalu harus dilihat dalam konteks kebutuhan dan keahlian yang khusus (special context with it's special needs and special abilities), manakala kita memikirkan pembinaan kepada mereka. Dari perspektif Efesus 4:11-16 di atas semakin jelas bahwa baik rasul-rasul, nabi-nabi, pengajar, dan lainnya atau lebih tegas setiap karunia yang ada dan dimiliki setiap orang percaya menempati area berkreasi dalam jemaat atau tubuh Kristus untuk pembangunan tubuh Kristus itu sendiri, dengan Kristus sebagai Kepala.
Kata konteks (context) berasal dari kata Latin contextere yang berarti menenun atau menghubungkan bersama (menjadikan satu). Kata benda (contextus) menunjuk kepada apa yang telah ditenun (tertenun), di mana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan menjadi satu. Pembinaan dalam konteks komunikasi yang perlu dikaji adalah perihal bahasa yang diakrabi, yang tepat, cocok, serasi dengan perasaan, alam pikiran, dan pemahaman ikwal keyakinan lama nir alkitabiah dari para petobat baru dan lainnya sehingga pembinaan pada akhirnya dapat terarah dan rangkum mencapai target tranformasi pemahaman nir alkitabiah menjadi alkitabiah. Konteks juga dapat berupa tempat atau lokasi, sosial-psikologis dan kerohanian. Pemahaman tentang konteks pelayanan pembinaan ini kemudian dijadikan input untuk pertimbangan perumusan strategi dan bentuk pelayanan pembinaan orang percaya.
Strategi dan Bentuk Pelayanan Pembinaan Orang Percaya
Apakah yang dimaksud dengan strategi? Strategi adalah suatu cara pendekatan terhadap suatu masalah atau untuk mencapai suatu sasaran. Strategi tidak lain adalah pendekatan global yang berisi deskripsi bagaimana kita akan pergi untuk mencapai sasaran atau memecahkan masalah. Dalam arti khusus stategi adalah suatu upaya untuk mengantisipasi masa depan. Strategi adalah Our statement of faith sebagaimana yang kita yakini akan terjadi di hari depan dan bagaimana kita harus pergi untuk mencapai hari depan itu. Strategi memberikan kepada kita suatu overall sense of direction and cohesiveness. Mengapa perlu memiliki suatu strategi? Strategi memberi kekuatan kepada kita untuk secara sungguh-sungguh berupaya mengenal pikiran Allah dan kehendak Roh Kudus. Hal ini juga menolong kita dalam memutuskan apa yang harus tidak dikerjakan karena strategi mencakup cara-cara tertentu untuk mengerjakan segala sesuatu secara rangkum, terarah dan terukur.
Berbagai tipe strategi yang perlu diperhatikan adalah:
1. The standar solution strategy. Tipe ini mengandalkan bahan atau literatur pembinaan standar, dengan pertimbangan bahwa setiap orang dapat membacanya dan meresponsnya dan bertumbuh mencapai kedewasaan iman. Problem dari tipe ini adalah perihal standar solusi berupa literatur penuntun orang pembinaan itu ditentukan atas dasar apa. Asumsi bahwa setiap orang dapat merespons atas apa yang dia pelajari sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya; tipe strategi ini unadaptable dalam konteks baru.
2. The being in the way strategy. Pengguna tipe ini berasumsi bahwa strategi pembinaan dan rencana pelayanan pembinaan ke depan itu tidak penting dan tidak diperlukan. Karena tidak ada yang baru di bawah matahari ini. Allah akan memimpin dan mengatur segala sesuatu karena pembinaan orang percaya adalah proyek Allah; orang percaya akan menjadi dewasa dan pembinaan selanjutnya akan berjalan secara otomatis.
3. The plan so far strategy. Asumsi dasar tipe ini ialah we will plan to begin the work and God will do the rest. Jadi fokus pada "awal atau start pembinaan dan bukan pada "yang dihasilkan". Menurut pengguna tipe ini pembinaan itu urusan Tuhan. Dampak penggunaan tipe ini adalah sinkritisme dan sejenisnya.
4. The unique solution strategy. Asumsi dasar yaitu bahwa setiap orang percaya selalu berhadapan dengan situasi pelayanan pembinaan yang berbeda. Karena itu perlu merumuskan statement of faith untuk konteks yang dihadapi. Dan, kita mampu merumuskannya karena Allah memampukan kita menemukan statement of faith melalui firman-Nya. Keunikan statement of faith dari setiap konteks ini akan memampukan pelayan-pelayan dalam melaksanakan pembinaan dan kemitraan dengan Allah sehingga dalam pelayanan pembinaan ini akan memberikan hasil maksimal.
Dari keempat tipe ini, tipe 1 dan 3 membutuhkan atau bergantung sepenuhnya pada iman, namun iman yang pasif. Sedang tipe 4 adalah tipe "ideal".
Apa yang akan terjadi tanpa strategi? Umumnya orang akan katakan bahwa dia mengerjakan segala sesuatu dengan maksud to bring the word to this people atau laying ... (contohnya Indonesia) at the feet of Christ, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan, dan lainnya, tetapi tahun demi tahun ditemukan bahwa tidak ada alasan bagaimana mencapainya atau kapan itu diraih. Ini terjadi karena tidak ada strategi yang tepat. Setiap area pelayanan adalah mutlak perlu memiliki statement of strategy yang mencakup baik rencana sasaran jangka panjang dan pendek. Kegagalan dalam mengembangkan statement of strategy akan mengakibatkan pembina di lapangan berada dalam keraguan untuk mencapai sasaran. Dari uraian ini, strategi pembinaan tidak lain harus menggunakan tipe "ideal" yaitu The Unique Solution Strategy. Prinsip yang patut dipegang teguh untuk perumusan strategi pembinaan ialah bahwa pembinaan dan yang dibina adalah semua orang yang telah lahir baru. Strategi pelayanan yang harus dicanangkan ialah pembinaan kontekstual. Dengan statement of faith ialah menolong orang percaya bertumbuh ke arah Kristus melalui pembinaan kontekstual.
Dari statement of faith ini, kini dapat dirumuskan bentuk-bentuk pelayanan pembinaan kontekstual. Hal prinsip dalam perumusan bentuk pembinaan kontekstual yaitu pemahaman perihal hakikat dan bentuk pembinaan iman, bahwa bentuk-bentuk pembinaan haruslah merupakan sarana dan wahana kondusif, cocok, dan kontekstual guna pencapaian hakikat dan tujuan pembinaan. Prinsip-prinsip dasar dalam perumusan bentuk program pelayanan pembinaan kontekstual, yaitu definisikan pembinaan kontekstual dalam arti kebutuhan; rancangkan pembinaan kontekstual dalam nafas doa; laksanakan pembinaan kontekstual dalam kuasa Roh dan evaluasi pelaksanaan pembinaan kontekstual dengan pemikiran Roh. Secara praktis pembinaan orang percaya perlu membuat program pembinaan, yaitu prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan. Program pembinaan menyangkut: sasaran, isi, pendekatan, dan metode pembinaan.
Sasaran pembinaan harus dirumuskan secara jelas, isi program merupakan terjemahan wajar dari sasaran (koheren), pemilihan pendekatan, atau metode pembinaan yang tepat dan sesuai. Macam pendekatan utama yang sesuai dalam pembinaan yaitu pendekatan informatif (informative approach) di mana pembina aktif peserta pasif, pendekatan partisipatif (partisipative approach) yaitu pembina dan peserta saling belajar bersama, pembina hanya sebagai koordinator meskipun juga wajib memberikan masukan sejauh dibutuhkan oleh tujuan program, pendekatan eksperiensial (experiencial approach) yaitu peserta langsung dilibatkan dalam situasi dan pengalaman dalam bidang yang dijadikan pembinaan, pembina dituntut keahlian tinggi dalam bidangnya serta dapat pula partisipative-experiencial approach.
Relevansi Pembinaan dalam Konteks Persekutuan Mahasiswa Kristen
Mahasiswa, Calon Mahasiswa Kristen, dan Mahasiswa Kristen
Pemahaman komprehensif status mahasiswa secara teologis menjadi pertimbangan awal dalam membahas pembinaan mahasiswa. Pertama-tama harus dilihat bahwa semua mahasiswa bukanlah mahasiswa Kristen. Dan, bukan semua mahasiswa yang beragama Kristen ialah mahasiswa Kristen. Karena itu pelayanan penginjilan diarahkan kepada mahasiswa dalam status sebagai calon mahasiswa Kristen. Pelayanan pembinaan ditujukan kepada mereka yang telah percaya.
Pembinaan Mahasiswa Kristen
Mahasiswa yang telah percaya dan menerima Yesus itulah menjadi subyek pelayanan pembinaan dan subyek terbina (yang dibina) dalam arti strategis, tanpa memandang bahwa kehadiran pelayan dari luar itu tidak atau kurang berarti. Namun, kehadiran pelayan pembina dari luar adalah mitra pelayanan dalam konteks pencapaian visi dan misi pelayanan pembinaan mahasiswa.
Konteks Pembinaan Mahasiswa Kristen
Setiap mahasiswa Kristen adalah unik di hadapan Allah. Oleh karena perlu perumusan pelayanan pembinaan yang tepat dalam konteks mahasiswa Kristen. Berbagai konteks mahasiswa diuraikan di bawah ini.
1. Mahasiswa dalam Konteks Akademis
Mahasiswa adalah Homo Academicus, yaitu peserta didik yang berkesempatan mengembangkan potensi nalar, menjunjung tinggi kejujuran moral akademis, sekaligus calon intelektual yang berpandangan luas. Mereka bukan Homo Mimicrus, yang siap diindoktrinasi dengan harapan mereka dapat meniru dan menjadi tiruan.
2. Konteks Sosiologis
Mahasiswa merupakan komunitas pemuda elit dibanding pemuda umumnya. Perbedaannya terletak dalam satu hal mendasar: "kepekaan terhadap perubahan suasana." Dalam dirinya selalu ada keinginan untuk mengadakan revisi terhadap harapan sosial yang dikenakan pada mereka; pencarian legitimasi baru dari peranan yang ingin dimainkan serta usaha untuk merumuskan kehadiran diri dalam lingkungan yang mengintari mereka lebih menonjol. Tantangan adalah bagaimana agar secara tepat menolong mahasiswa menuju kedewasaan iman melalui relasi, interaksi, dan komunikasi pembinaan yang ideal sekaligus terbebas dari pencarian legitimasi dan penonjolan diri sebagai elit sosial.
3. Konteks Religi
Mahasiswa adalah insan yang memasuki tahap perkembangan yang terlepas dari kungkungan sempit, tetapi memasuki area dunia nyata dengan wawasan yang luas. Dalam konteks tugas dan panggilan garam dan terang dunia, peran dan partisipasi mahasiswa harus diperluas dalam segala aspek kehidupan manusia. Implikasi praktis ialah menjadi wadah pembinaan ke atas (penyembahan kepada Allah), ke dalam (pembangunan karakter rohani), dan ke luar (pelayanan kepada masyarakat).
4. Konteks Etis Moral
Mahasiswa berada dalam situasi yang penuh dengan pilihan moral. Namun, yang pokok untuk dijunjung tinggi adalah moralitas kristiani. Hal ini hanya diraih bila mahasiswa telah melampaui dan tiba pada tingkat perkembangan moral tingkat III (Post Konvensional) dalam perspektif Kohlberg. Pandangan Kohlberg, tingkat perkembangan moral, yaitu pramoral; Tingkat I, kepatuhan yang orientasi pada pahala dan hukuman. Pada Tingkat II kepatuhan berdasar pada teladan dan peraturan. Sedangkan pada Tingkat III orientasi kepatuhan pada dialog dan transaksi antar perseorangan.
5. Konteks Perkembangan Kognitif
Menurut Jean Piaget, tahap perkembangan kognitif secara berturut-turut dari 0-2 tahun Tahap Sensori Motor: penekanan law of conservation; 2-7 tahun, Tahap Pra-Operasional: penggunaan simbol dan bahasa serta komunikasi; 7-11 tahun, Tahap Konkrit Operasional: mencapai kemampuan pikir sistematis logis, perkembangan intelek terhadap hal-hal konkrit; lebih dari 11 tahun, Tahap Formal Operasional: mampu berpikir sistematis logis terhadap hal-hal abstrak, hipotesa serta proyeksi masa depan.
6. Konteks Pendidikan Orang Dewasa
Usia mahasiswa merupakan suatu usia didik yang berbeda dengan usia sebelumnya. Dalam dimensi ini ada ragam pengalaman emosi, kehendak, akal, dan kompleksnya pengalaman dalam relasi vertikal dengan Tuhan maupun horisontal dengan sesama. Bisa diduga bahwa variasi kondisi kepercayaan (kerohanian) dan perilaku yang dimiliki setiap mahasiswa juga berbeda-beda. Dan, bila diteropong secara secara iman, mungkin sistem kepercayaan dan perilaku para mahasiswa itu tidak semuanya sesuai dengan firman Allah, bahkan mungkin bercampur aduk sehingga sulit diurai, dijernihkan dan diluruskan. Upaya membangun pandangan dunia alkitabiah yang rangkum dan kontekstual tentunya perlu pendekatan yang menekankan partisipasi aktif anggota dalam setiap kesempatan pertemuan agar masing-masing orang dapat sharing, kemudian diikuti dengan memberi input yang baru.
Diambil dari: | ||
Judul jurnal | : | Aletheia, Edisi 02, Tahun II |
Judul artikel | : | Pembinaan Orang Percaya dalam Konteks Global |
Penulis | : | Ir. Soleman Kawangmani, M.Div |
Penerbit | : | Persekutuan Mahasiswa Kristen Surakarta |
Halaman | : | 23 -- 37 |
- Login to post comments
- 11748 reads