You are hereSejarah / Pemberitaan Injil dan Bahasa (Tantangan, Kenyataan dan Pandangan: Sebuah Refleksi 157 Tahun Masuknya Injil di Papua)
Pemberitaan Injil dan Bahasa (Tantangan, Kenyataan dan Pandangan: Sebuah Refleksi 157 Tahun Masuknya Injil di Papua)
- Pendahuluan
-
Masa Lalu Pada Akhir Mei 1854
-
Masa Kini
-
Masa Depan dari Yerusalem
-
Penutup
“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya, pertama–tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Pesan surat Paulus kepada jemaat di Roma ini memberikan suatu kabar sukacita baik untuk orang Yahudi (umat pilihan) maupun Yunani bahwa hanya Injil yang dapat memerdekakan dan menyelamatkan kita semua.
Penyebaran Injil Yesus Kristus mulai dari Yerusalem, Samaria, Yudea (Yehuda) dan sampai ke ujung bumi dilakoni oleh penginjil–penginjil yang telah dipilih oleh Allah untuk mengabarkan berita baik tersebut. Dalam sejarah pekabaran Injil, rasul Paulus adalah rasul pertama yang memberitakan kabar baik ini kepada orang– orang non-Yahudi yang tidak terikat dengan hukum Taurat Musa dan hingga kini Injil telah sampai pada ujung dunia (belahan timur bumi). Dalam menyampaikan sebuah pesan agar jelas dan dimengerti, diperlukan bahasa sebagai medianya.
Proses penyebaran Injil pun tentunya tidak terlepas dari penggunaan bahasa dalam menyampaikan pesan dan maksud TUHAN bagi umat manusia. Sebagai seorang Yahudi yang cakap berbahasa Ibrani, Paulus pun merupakan seorang rasul yang cakap berbahasa Yunani sehingga ia dapat memberitakan dan menulis sepertiga dari isi Perjanjian Baru. Bahasa Yunani sendiri, pada saat itu merupakan bahasa pemersatu antar setiap suku bangsa dan budaya. Hal ini terbukti dari kitab Perjanjian Baru yang ditulis dalam bahasa Yunani berbeda dengan Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Ibrani dan Aram. Proses pemberitaan Injil sampai ke Papua memakan waktu sekian lama dengan berbagai tantangan yang dihadapi para penginjil.
Penyebaran Injil dari Asia kecil kemudian merambat ke daratan Eropa dan terus ke Asia besar dan sampai di Papua. Tulisan singkat ini akan membahas suatu tantangan, kenyataan, dan pandangan tentang peran bahasa sebagai alat komunikasi di masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam pemberitaan Injil serta merefleksikan kembali dengan singkat tujuan masuknya Injil di tanah Papua 157 tahun yang lalu.
Dua tokoh misionaris yang kemudian dikenal sebagai dua rasul pertama yang membawa Injil ke Papua, Ottow dan Geissler mulai mempelajari bahasa Papua di Ternate. Proses pembelajaran bahasa ini berlangsung selama setengah tahun. Sayangnya, informasi tentang bahasa apa yang dipelajari sangatlah terbatas sebab Papua memiliki lebih dari 200an bahasa, tetapi ada kemungkinan bahasa yang dipelajari adalah bahasa Biak/Numfor yang digunakan sebagai "lingua franca" pada zaman dahulu di sepanjang pantai utara dan barat. Namun kemungkinan besar bahasa yang dipelajari adalah variasi Melayu yang gunakan sebagai "pidgin" oleh pedagang bagian barat dan pedagang bagian timur di sepanjang pantai utara Papua, yang sekarang dikenal dengan nama Melayu Papua. Setelah menghabiskan setengah tahun di Ternate, tepatnya pada tanggal 5 Februari 1855 kedua misionaris ini tiba di pulau Mansinam di Manokwari. Tercatat bahwa tidak ada seorang pun yang dapat diajak bicara oleh kedua penginjil ini selain seorang anak muda bernama Fritz yang dibawa ikut serta dari Ternate. Kenyataan ini, sangatlah bertolak belakang dengan maksud utama kedatangan kedua penginjil ini yaitu untuk memberitakan Injil.
Bagaimana mungkin Injil akan diberitakan bila tidak ada yang bisa mendengar dan mengerti bahasa yang digunakan oleh keduanya dan bagaimana mungkin Injil dapat diberitakan bila kedua rasul tidak cakap dalam berbicara bahasa daerah setempat. Karena pada saat itu, penduduk setempat menggunakan bahasa ibu mereka yaitu bahasa Numfor (Mafoor). Namun, pemberitaan Injil tidak berhenti ketika ada hambatan karena meski pun dihambat Injil selalu merambat. Kedua penginjil mulai mempelajari bahasa lokal dan juga Melayu Papua. Kerja keras kedua misionaris melahirkan sebuah kamus sederhana bahasa Numfor (bd. Biak). Ottow dan Geissler pun menjadi bahasawan pertama yang secara ilmiah meneliti bahasa orang Papua. Injil pun terus berhasil disebar-luaskan.
Pada bulan Agustus 1857, Geissler memimpin ibadah dengan bahasa Melayu dan memakai seorang penerjemah karena hanya sebagian kecil penduduk yang dapat memahami bahasa Melayu. Mereka adalah kepala–kepala suku dan orang–orang Numfor yang sering berlayar jauh ke Ternate untuk berdagang serta mengayau dan membawa budak. Dan, Injil terbukti terus merambat. Berkat bantuan seorang gadis yang ditebus oleh Ottow untuk menjadi juru masak, pada tahun 1858 Ottow mulai untuk berbicara bahasa Numfor. Dengan dikuasainya bahasa Numfor dan Melayu Papua, singkatnya kedua misionaris ini kemudian mengadakan kebaktian, membangun gereja, sekolah dan mendidik anak–anak budak yang telah mereka tebus untuk kemudian membantu mereka dalam menyebarkan Injil Yesus Kristus.
Injil kemudian disebar-luaskan ke daerah–daerah lain dengan menggunakan bahasa dari daerah–daerah tersebut dan juga bahasa Melayu Papua. Sebagai orang asing yang berasal dari negara barat yang menggunakan bahasa lain, Ottow dan Geissler telah mempelajari dan mendalami bahasa orang Papua serta yang terutama dengan pengetahuan berbahasa itu mereka telah menyebarkan Injil yang adalah kekuatan Allah sehingga dapat menyelamatkan semua orang Papua dan orang di Papua.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hasil pekabaran Injil di masa lalu yang dipelopori oleh Ottow dan Geissler dan beberapa misionaris lainnya (bc. Kamma: Ajaib di Mata Kita jilid I – III) telah membawa bangsa Papua kepada suatu peradaban baru dari tahap kehidupannya. Pengenalan akan Injil Yesus Kristus telah menghapus berbagai kebiasaan kegelapan yang bertahun–tahun berada dalam kehidupan orang Papua. Lebih lagi, kini buah pekabaran Injil Ottow dan Geissler tidak hanya dinikmati oleh orang Papua sendiri, tetapi juga berbagai etnis suku bangsa yang datang dan menetap di tanah Papua. Seiring dengan perkembangan zaman, situasi sosial, politik, ekonomi, dan lainnya. Perkembangan penggunaan bahasa sebagai media komunikasi dalam memberitakan Injil di Papua pun turut berkembang dan berubah. Pada tahun 1960an, bahasa Indonesia yang berasal dari akar bahasa Melayu pun diperkenalkan ke semua bidang kehidupan masyarakat di Papua. Pada saat ini sangat jarang ditemukan gereja–gereja yang masih menggunakan bahasa lokal (daerah) meskipun masih dapat dijumpai di kampung–kampung di daerah pedalaman Papua yang menggunakan bahasa daerah dalam mewartakan Injil Kristus.
Tetapi apa pun bahasanya, peran bahasa tetap sama dan tidak berubah. Proses komunikasi membutuhkan kesepahaman pesan antara pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca. Seperti bahasa Numfor dan Melayu Papua (dan beberapa bahasa daerah lainnya) di masa lalu, bahasa Indonesia kini mengambil alih dalam pemberitaan Injil Yesus Kristus di tanah Papua. Dengan menggunakan bahasa Indonesia pesan Injil yang dahulu dibawa oleh Ottow dan Geissler kini diteruskan kepada generasi–generasi muda Papua dan suku pendatang yang menetap di Papua. Singkatnya, selagi manusia itu berbahasa, Injil pun akan tetap diberitakan sampai kesudahan zaman.
Injil kini telah mencapai ujung bumi di Papua. Keselamatan dalam Injil telah diberitakan. Timbul pertanyaan: kemanakah Injil akan pergi selanjutnya jika ia telah sampai ke ujung bumi? Rasul Paulus menulis oleh karena pelanggaran bangsa Israel, keselamatan telah sampai kepada bangsa–bangsa lain dan lagi ia menulis “sebagian Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa–bangsa lain telah masuk. Dengan demikian seluruh Israel akan diselamatkan…” dan juga ia menulis “Sebab sama seperti kamu dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi sekarang beroleh kemurahan oleh ketidaktaatan mereka, demikian juga mereka sekarang tidak taat, supaya oleh kemurahan yang telah kamu peroleh, mereka juga akan beroleh kemurahan".
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita nikmati saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa semuanya berasal dari dunia barat. Hal ini menyebabkan, setiap kita orang timur harus mempelajari segala sesuatu yang bersifat kebaratan agar dapat ikut merasakan kemajuan teknologi dan pengetahuan tersebut. Sebagai contoh, Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia telah mewajibkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum sekolah. Hal ini dimaksudkan demi menunjang kelangsungan kehidupan generasi kita agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Di zaman akhir ini, Injil akan berjalan kembali ke tempat asalnya sambil membawa buah–buahnya karena Injil tidak akan kembali dengan sia–sia. Seorang teman asal Jerman bercerita, banyak orang India yang kini menjadi pendeta di gereja–gereja di Jerman sedangkan orang–orang Jerman sendiri sudah banyak yang tidak memiliki agama. Padahal, di masa lalu orang Jerman-lah yang membawa kabar Injil ke India. Kenyataan yang sama terlihat jelas di Belanda, gereja hanyalah pajangan kemegahan masa lalu. Siapa yang membutuhkan Tuhan di Belanda mungkin begitu kata mereka. Tetapi, beberapa pendeta Indonesia dengan tekun membangun pelayanan di negeri ini yang notaben-nya adalah negara yang berperan besar di masa lalu dalam membawa kabar Injil Yesus Kristus ke Indonesia.
Selain India dan Indonesia, Singapura yang menerima Injil karena penjajahan bangsa Inggris telah bangkit dan pendeta (gembala–gembala) dari gereja–gereja Singapura sekarang dengan intensif-nya mewartakan Injil Yesus Kristus di Inggris, Australia dan bahkan sampai ke Israel. Di masa kini dan masa mendatang, seperti Ottow dan Geissler, dua misionaris dari negara barat di masa lalu mempelajari bahasa di timur Papua untuk memberitakan injil di Papua, sedang dan akan bangkit para rasul–rasul Kristus dari timur, dari Papua yang akan mempelajari dan menguasai bahasa di barat untuk membawa kembali Injil ke tempatnya. Suatu hari rasul–rasul dari Papua akan memberitakan injil di Jerman dan Belanda, di Negara Eropa lainnya dan sampai kembali ke Yerusalem.
Yesus sebagai Penyelamat umat manusia yang diberitakan dalam kabar baik Injil, telah disampaikan ke seluruh belahan dunia. Sebagai pengantar pesan, bahasa pun telah memainkan peran penting dalam sejarah pemberitaan Injil Yesus Kristus. Kini, pesan Injil pun telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa agar pesan dan maksud TUHAN dapat dimengerti oleh semua bangsa di bumi. Secara singkat, bahasa telah menjadi salah satu alat utama dalam pemberitaan Injil kepada semua umat manusia di bumi terlebih khusus orang–orang di Papua. “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak–anak terang…” AMIN!
Diambil dan disunting dari:
Nama situs | : | kompasiana.com |
Alamat URL | : | http://www.kompasiana.com/chrismafernandosaragih/pemberitaan-injil-dan-bahasa-tantangan-kenyataan-dan-pandangan-sebuah-refleksi-157-tahun-masuknya-injil-di-papua_550db1338133111578b1e98e |
Judul artikel | : | Pemberitaan Injil dan Bahasa (Tantangan, Kenyataan dan Pandangan: Sebuah Refleksi 157 Tahun Masuknya Injil di Papua) |
Penulis artikel | : | Chrisma Fernando Saragih |
Tanggal akses | : | 19 Januari 2016 |
- Login to post comments
- 3296 reads