You are hereMengenali Kebenaran

Mengenali Kebenaran


  1. Bagian A. Wewenang
    1. Bab 1 Arti dan Sumber Wewenang
      1. Ps 1.1 Arti Wewenang
      2. Ps 1.2 Sumber Wewenang
      3. Sb 1.2.a Pengakuan-pengakuan Iman (Kredo)
      4. Sb 1.2.b Pernyataan-pernyataan Histori
      5. Sb 1.2.c Pikiran Gereja
      6. Sb 1.2.d Pengalaman Kristen
      7. Sb 1.2.e Berpikir secara Kristen
      8. Sb 1.2.f "Kata hati"
      9. Sb 1.2.g Sumber Pokok
      10. Bahan Alkitab
      11. Bahan Diskusi/penelitian
      12. Kepustakaan
    2. Bab 2 Penyataan
      1. Ps 2.1 Arti Penyataan
      2. Sb 2.1.a Manusia adalah Makhluk Ciptaan
      3. Sb 2.1.b Manusia Sudah Menjadi Orang Berdosa
      4. Ps 2.2 Kemungkinan Penyataan
      5. Ps 2.3 Penyataan Umum
      6. Sb 2.3.a Karya Ciptaan
      7. Sb 2.3.b Pengalaman Moral
      8. Sb 2.3.c Sejarah
      9. Sb 2.3.d Naluri Religius yang Universal
      10. Sb 2.3.e Faktor Dinamis
      11. Sb 2.3.f Fungsi-fungsinya
      12. Sb 2.3.g Keterbatasannya
      13. Sb 2.3.h Ringkasan
      14. Ps 2.4 Penyataan Khusus
      15. Sb 2.4.a Yesus Kristus
      16. Sb 2.4.b Kitab Suci
      17. Sb 2.4.c Hubungan antara Kedua Bentuk Kenyataan Itu
      18. Sb 2.4.d Bentuk yang Ketiga?
      19. Sb 2.4.e Penyataan yang Menyelamatkan
      20. Sb 2.4.f Ringkasan
      21. Bahan Alkitab
      22. Bahan Diskusi/penelitian
      23. Kepustakaan
    3. Bab 3 Alkitab
      1. Ps 3.1 Alkitab: Bentuk Nyata dari Penyataan Khusus
      2. Sb 3.1.a Allah Merendahkan Diri
      3. Sb 3.1.b Penyataan Dalam Bentuk Kata-kata
      4. Sb 3.1.c Kebenaran Berdasarkan Analogi
      5. Sb 3.1.d Keuntungan Penyataan Tertulis
      6. Ps 3.2 Alkitab sebagai firman Allah yang Tertulis
      7. Sb 3.2.a Pandangan Yesus terhadap Perjanjian Lama
      8. Sb 3.2.b Pandangan Para Rasul thd Perjanjian Lama
      9. Sb 3.2.c Kata-kata dan Ajaran Yesus
      10. Sb 3.2.d Wewenang Khusus Para Rasul
      11. Sb 3.2.e Allah Sendiri Menyapa Manusia mll Alkitab
      12. Ps 3.3 Pengilhaman
      13. Sb 3.3.a Cara Pengilhaman
      14. Sb 3.3.b Teori-teori Pengilhaman
      15. Sb 3.3.c Dua Istilah yang Berkaitan Dgn Pengilhaman
      16. Sb 3.3.d Ulasan Akhir
      17. Ps 3.4 Kanon
      18. Sb 3.4.a Kanon Perjanjian Lama
      19. Sb 3.4.b Kanon Perjanjian Baru
      20. Ps 3.5 Masalah-masalah Lain
      21. Sb 3.5.a Tidak Dapat Khilaf
      22. Sb 3.5.b Tidak Salah
      23. Sb 3.5.c Sesuai Dengan yang Asli
      24. Sb 3.5.d Kesulitan-kesulitan
      25. Ps 3.6 Ilmu Tafsir (Hermeneutika)
      26. Sb 3.6.a Penafsiran Secara Wajar
      27. Sb 3.6.b Penafsiran Menurut Kitab Suci
      28. Sb 3.6.c Penafsiran Oleh Roh
      29. Sb 3.6.d Penafsiran Secara Dinamis
      30. Bahan Alkitab
      31. Bahan Diskusi/penelitian
      32. Kepustakaan
    4. Bab 4 Penerapan
      1. Ps 4.1 Kelahiran Kembali
      2. Ps 4.2 Memahami Alkitab
      3. Ps 4.3 Memberitakan Firman
      4. Ps 4.4 Menaati Alkitab
  2. Bagian B. Allah
    1. Bab 5 Keberadaan Allah
      1. Ps 5.1 Alasan-alasan Bagi Teisme Kristen
      2. Ps 5.2 Bukti Rasional tentang Keberadaan Allah
      3. Sb 5.2.a Ontologi
      4. Sb 5.2.b Kosmologi
      5. Sb 5.2.c Teleologi
      6. Sb 5.2.d Moral
      7. Sb 5.2.e Akal Budi
      8. Sb 5.2.f Kristologi
      9. Ps 5.3 Mengevaluasi Pendekatan Rasional
      10. Sb 5.3.a Alasan-alasan yang Melawan Pendekatan Rasional
      11. Sb 5.3.b Alasan-alasan yang Mendukung Teologi Alami.
      12. Sb 5.3.c Ulasan Akhir
      13. Bahan Alkitab
      14. Bahan Diskusi/penelitian
      15. Kepustakaan
    2. Bab 6 Allah Tritunggal
      1. Ps 6.1 Ajaran Alkitab
      2. Sb 6.1.a Perjanjian Lama
      3. Sb 6.1.b Perjanjian Baru
      4. Ps 6.2 Mengerti Ajaran Ini
      5. Sb 6.2.a Keterbatasan Bahasa
      6. Sb 6.2.b Cara Memakai Kata "Allah"
      7. Sb 6.2.c Tiga __Apa__?
      8. Sb 6.2.d Adakah Analogi Tritunggal dalam Manusia?
      9. Ps 6.3 Pentingnya Ajaran Ini
      10. Bahan Alkitab
      11. Bahan Diskusi/penelitian
      12. Kepustakaan
    3. Bab 7 Sifat-sifat Allah
      1. Ps 7.1 Kemuliaan Allah
      2. Ps 7.2 Ketuhanan Allah
      3. Ps 7.3 Kekudusan Allah
      4. Ps 7.4 Kasih Allah
      5. Bahan Alkitab
      6. Bahan Diskusi/penelitian
      7. Kepustakaan
    4. Bab 8 Karya Penciptaan
      1. Ps 8.1 Penciptaan Dari yang Tidak Ada
      2. Ps 8.2 Penciptaan yang Berkesinambungan
      3. Ps 8.3 Masalah Bahasa
      4. Ps 8.4 Usaha Ilmiah
      5. Ps 8.5 Mujizat
      6. Ps 8.6 Masalah Asal Usul
      7. Sb 8.6.a Kisah dalam Kitab Kejadian
      8. Sb 8.6.b Persoalan Lain
      9. Ps 8.7 Penciptaan Dunia Rohani
      10. Bahan Alkitab
      11. Bahan Diskusi/penelitian
      12. Kepustakaan
    5. Bab 9 Karya Pemeliharaan
      1. Ps 9.1 Jangkauan Pemeliharaan
      2. Ps 9.2 Pemeliharaan dan Kejahatan
      3. Bahan Alkitab
      4. Bahan Diskusi/penelitian
      5. Kepustakaan
    6. Bab 10 Penerapan
      1. Ps 10.1 Keberadaan dan Tabiat Allah
      2. Sb 10.1.a Dia Harus Disembah
      3. Sb 10.1.b Dia Harus Dilayani
      4. Sb 10.1.c Dia Harus Diberitakan
      5. Ps 10.2 Penciptaan
      6. Ps 10.3 Pemeliharaan
  3. Bagian C. Manusia
    1. Bab 11 Watak Manusia
      1. Ps 11.1 Pertanyaan yang Abadi
      2. Ps 11.2 Manusia Dalam Hubungan dengan Allah
      3. Sb 11.2.a Asal Usul Kehidupan
      4. Sb 11.2.b Asal Usul Manusia
      5. Sb 11.2.c Gambar Allah
      6. Ps 11.3 Manusia Dalam Hubungan dengan Dirinya
      7. Sb 11.3.a Dikotomi atau Trikotomi?
      8. Sb 11.3.b Kesatuan Pribadi Manusia
      9. Ps 11.4 Manusia Dalam Hubungan dengan Sesamanya
      10. Sb 11.4.a Makhluk Sosial
      11. Sb 11.4.b Laki-laki dan Perempuan
      12. Ps 11.5 Manusia Dalam Hubungan dengan Alam
      13. Ps 11.6 Manusia Dalam Hubungan dengan Waktu
      14. Bahan Alkitab
      15. Bahan Diskusi/penelitian
      16. Kepustakaan
      17. Bahan Alkitab
      18. Bahan Diskusi/penelitian
      19. Kepustakaan
  4. Bab 12 Manusia Berdosa
    1. Ps 12.1 Kejatuhan Manusia
    2. Ps 12.2 Sifat Serta Jangkauan Dosa
    3. Sb 12.2.a Sifat Dosa
    4. Sb 12.2.b Jangkauan Dosa
    5. Sb 12.2.c Penyebaran Dosa: Dosa Warisan
    6. Ps 12.3 Pengaruh dosa
    7. Sb 12.3.a Dalam Hubungan dengan Allah
    8. Sb 12.3.b Dalam Hubungan dengan Sesama
    9. Sb 12.3.c Dalam Hubungan dengan Dirinya
    10. Sb 12.3.d Dalam Hubungan dengan Alam Semesta
    11. Sb 12.3.e Dalam Hubungan dengan Waktu
    12. Ps 12.4 Soal-soal Lain
    13. Sb 12.4.a Dosa yang Tak Terampuni
    14. Sb 12.4.b Kebebasan Manusia
    15. Ps 12.5 Perdebatan Akhir-akhir Ini
    16. Sb 12.5.a Marxisme
    17. Sb 12.5.b Eksistensialisme
    18. Ps 12.6 Ringkasan
    19. Bahan Alkitab
    20. Bahan Diskusi/penelitian
    21. Kepustakaan
  5. Bab 13 Manusia dalam Anugerah
    1. Ps 13.1 Yesus Kristus: Allah dan Manusia
    2. Sb 13.1.a Dalam Hubungan dengan Allah
    3. Sb 13.1.b Dalam Hubungan dengan Sesama-Nya
    4. Sb 13.1.c Dalam Hubungan dengan Diri-Nya
    5. Sb 13.1.d Dalam Hubungan dengan Alam Semesta
    6. Sb 13.1.e Dalam Hubungan dengan Waktu
    7. Ps 13.2 Orang Kristen: ciptaan Baru dalam Kristus
    8. Sb 13.2.a Dalam Hubungan dengan Allah
    9. Sb 13.2.b Dalam Hubungan dengan Sesama Kita
    10. Sb 13.2.C Dalam Hubungan dengan Diri Kita Sendiri
    11. Sb 13.2.d Dalam Hubungan dengan Alam Semesta
    12. Sb 13.2.e Dalam Hubungan dengan Waktu
    13. Ps 13.3 Manusia yang Akan Dimuliakan
    14. Bahan Alkitab
    15. Bahan Diskusi/penelitian
    16. Kepustakaan
  6. Bab 14 Penerapan
    1. Ps 14.1 Watak Manusia
    2. Sb 14.1.a Ketergantungan
    3. Sb 14.1.b Penegasan
    4. Sb 14.1.c. Konfrontasi
    5. Sb 14.1.d. Tujuan
    6. Ps 14.2 Manusia Berdosa
    7. Sb 14.2.a Pandangan Kita Mengenai Dunia (Masyarakat)
    8. Sb 14.2.b Pandangan Kita Mengenai Diri Kita
    9. Ps 14.3 Manusia dalam Anugerah
    10. Sb 14.3.a Ibadah
    11. Sb 14.3.b Pengharapan
    12. Sb 14.3.c Persekutuan
    13. Sb 14.3.d Kemuliaan
    14. Bagian D. Yesus Kristus
  7. Bab 15 Kemanusiaan Yesus Kristus
    1. Ps 15.1 Kehidupan Beragama
    2. Ps 15.2 Pengetahuan yang Terbatas
    3. Ps 15.3 Pencobaan
    4. Ps 15.4 Sesudah Kebangkitan
    5. Bahan Alkitab
    6. Bahan Diskusi/penelitian
    7. Kepustakaan
  8. Bab 16 Keilahian Yesus Kristus
    1. Ps 16.1 Pernyataan-pernyataan Langsung
    2. Ps 16.2 Kesamaan Yesus dengan Tuhan Allah
    3. Sb 16.2.a Nama Allah
    4. Sb 16.2.b Kemuliaan Allah
    5. Sb 16.2.c Ibadah kepada Allah
    6. Sb 16.2.d Penciptaan
    7. Sb 16.2.e Keselamatan
    8. Sb 16.2.f Penghakiman
    9. Sb 16.2.g Kesaksian
    10. Ps 16.3. Bukti-bukti Lain
    11. Sb 16.3.a Kebangkitan
    12. Sb 16.3.b Kenaikan
    13. Sb 16.3.c Kesadaran diri Yesus dan Pernyataan-Nya
    14. Sb 16.3.d Kelahiran dari Anak Dara
    15. Ps 16.4 Kesimpulan
    16. Bahan Alkitab
    17. Bahan Diskusi/penelitian
    18. Kepustakaan
  9. Bab 17 Satu Pribadi
    1. Ps 17.1 Perdebatan-perdebatan Awal
    2. Sb 17.1.a Ebionisme
    3. Sb 17.1.b Doketisme
    4. Sb 17.1.c Gnostisisme
    5. Sb 17.1.d Arianisme
    6. Sb 17.1.e Apolinarianisme
    7. Sb 17.1.f Nestorianisme
    8. Sb 17.1.g Eutychianisme
    9. Sb 17.1.h Konsili Kalkedon
    10. Ps 17.2 Beberapa Konsep Penting
    11. Sb 17.2.a Kesatuan Hipostatik
    12. Sb 17.2.b Persekutuan Sifat-sifat
    13. Sb 17.2.c Pandangan Calvinis
    14. Sb 17.2.d Kristologi Dua Keadaan
    15. Sb 17.2.e Kenosis
    16. Ps 17.3 Tafsiran-tafsiran modern
    17. Sb 17.3.a Kristologi Fungsional Melawan Kristologi Ontologis
    18. Sb 17.3.b "Mitos" Penjelmaan
    19. Ps 17.4 Komentar Selanjutnya
    20. Bahan Alkitab
    21. Bahan Diskusi/penelitian
    22. Kepustakaan
  10. Bab 18 Pendamaian I: Ajaran Alkitab
    1. Ps 18.1 Pendamaian dalam Perjanjian Lama
    2. Ps 18.2 Yesus Sang Mesias
    3. Sb 18.2.a Jabatan Nabi
    4. Sb 18.2.b Jabatan Imam
    5. Sb 18.2.c Jabatan Raja
    6. Bahan Alkitab
    7. Bahan Diskusi/penelitian
    8. Kepustakaan
  11. Ps 19.1 Tafsiran-tafsiran Objektif
    1. Sb 19.1.a Anselmus dan Teori Pemuasan
    2. Sb 19.1.b Luther dan Teori Penghukuman
    3. Ps 19.2 Tafsiran-tafsiran Subjektif
    4. Sb 19.2.a Abelard dan Pandangan Pengaruh Moral
    5. Sb 19.2.b Schleiermacher dan Pandangan Mistik
    6. Ps 19.3 Tafsiran-tafsiran Modern
    7. Sb 19.3.a Aulen dan Pandangan Klasik
    8. Sb 19.3.b Tafsiran Politis
    9. Bahan Diskusi/penelitian
    10. Kepustakaan
  12. Bab 20 Penerapan
    1. Ps 20.1 Pribadi Kristus
    2. Sb 20.1.a Penegasan
    3. Sb 20.1.b Merendahkan Diri
    4. Sb 20.1.c Teladan
    5. Ps 20.2 Kematian Kristus
    6. Sb 20.2.a Takjub
    7. Sb 20.2.b Tantangan
    8. Sb 20.2.c Syukur
    9. Sb 20.2.d Pengudusan
    10. Sb 20.2.e Penginjilan
    11. Ps 20.3 Kebangkitan Kristus
    12. Sb 20.3.a Sukacita
    13. Sb 20.3.b Damai
    14. Sb 20.3.c Ibadah
    15. Sb 20.3.d Pengharapan
    16. Sb 20.3.e Kemenangan
    17. Ps 20.4 Kenaikan Kristus
    18. Sb 20.4.a Keamanan dalam Dunia yang Gelisah
    19. Sb 20.4.b Penghiburan dalam Penderitaan
    20. Sb 20.4.c Penginjilan dalam Nama Kristus
    21. Sb 20.4.d Sumber bagi Kehidupan dan Pelayanan Kristen
    22. Sb 20.4.e Janji tentang Pemerintahan Kristus Kelak
  • Bagian E. Roh Kudus
    1. Bab 21 Pribadi Roh Kudus
      1. Ps 21.1 Ajaran Perjanjian Lama
      2. Ps 21.2 Ajaran Perjanjian Baru
      3. Sb 21.2.a Oknum Berpribadi
      4. Sb 21.2.b Oknum Ilahi
      5. Bahan Alkitab
      6. Bahan Diskusi/penelitian
      7. Kepustakaan
    2. Bab 22 Roh yang Dijanjikan
      1. Ps 22.1 Roh Kudus sebelum Kedatangan Kristus
      2. Sb 22.1.a Kehidupan
      3. Sb 22.1.b Pengetahuan
      4. Sb 22.1.c Janji
      5. Ps 22.2 Roh Kudus dan Kristus
      6. Sb 22.2.a Kristus Menerima Roh
      7. Sb 22.2.b Kristus Mengaruniakan Roh
      8. Bahan Alkitab
      9. Bahan Diskusi/penelitian
      10. Kepustakaan
    3. Bab 23 Menjadi Orang Kristen
      1. Ps 23.1 Anugerah Allah
      2. Ps 23.2 Persatuan dengan Kristus melalui Roh Kudus
      3. Sb 23.2.a Pemilihan
      4. Sb 23.2.b Panggilan
      5. Sb 23.2.c Kelahiran Kembali
      6. Sb 23.2.d Pertobatan
      7. Sb 23.2.e Iman
      8. Sb 23.2.f Pembenaran
      9. Sb 23.2.g Pengangkatan
      10. Bahan Alkitab
      11. Bahan Diskusi/penelitian
      12. Kepustakaan
    4. Bab 24 Pertumbuhan Kristen
      1. Ps 24.1 Kepastian
      2. Ps 24.2 Pengudusan
      3. Sb 24.2.a Arti Pengudusan
      4. Sb 24.2.b Inti Pengudusan: Persatuan Dengan Kristus
      5. Sb 24.2.c Perspektif Masa Depan
      6. Sb 24.2.d Beberapa Pertanyaan mengenai Pengudusan
      7. Sb 24.2.e Peristilahan Pengudusan
      8. Ps 24.3 Ketekunan
      9. Ps 24.4 Cara dan Tujuan
      10. Sb 24.4.a Roh Kudus dan Firman Allah
      11. Sb 24.4.b Roh Kudus dan Akhir Zaman
      12. Bahan Alkitab
      13. Bahan Diskusi/penelitian
      14. Kepustakaan
    5. Bab 25 Roh Kudus pd Masa Kini: Perspektif Sejarah
      1. Kepustakaan
    6. Bab 26 Penerapan
    7. Ps 26.1 Melayani Allah
    8. Sb 26.1.a Pengalaman Mengenai Allah
    9. Sb 26.1.b Ibadah kepada Allah
    10. Sb 26.1.c Pelayanan kepada Allah
    11. Ps 26.2 Hidup di Dunia
    12. Sb 26.2.a Kelahiran Kembali dari Luar Dunia Ini
    13. Sb 26.2.b Hubungan dengan Dunia
    14. Sb 26.2.c Tanggung Jawab terhadap Dunia
    15. Ps 26.3 Diri Kita Sendiri
    16. Sb 26.3.a Persekutuan
    17. Sb 26.3.b Peri Laku
    18. Sb 26.3.c Penggenapan
  • Bagian F. Gereja
    1. Bab 27 Identitas Gereja
      1. Ps 27.1 Kiasan-kiasan tentang Gereja dalam Alkitab
      2. Sb 27.1.a Umat Allah
      3. Sb 27.1.b Tubuh Kristus
      4. Sb 27.1.c Mempelai Perempuan Kristus
      5. Sb 27.1.d Bangunan Allah
      6. Sb 27.1.e Kerajaan Allah
      7. Sb 27.1.f Keluarga Allah
      8. Sb 27.1.g Kawanan Domba Allah
      9. Sb 27.1.h Kebun Anggur Allah
      10. Ps 27.2 Ciri-ciri Gereja yang Sejati
      11. Sb 27.2.a Esa
      12. Sb 27.2.b Kudus
      13. Sb 27.2.c Am
      14. Sb 27.2.d Rasuli
      15. Sb 27.2.e Tanda yang Dikemukakan Para Reformis
      16. Sb 27.2.f Misi - Suatu Tanda yang Dilalaikan?
      17. Bahan Alkitab
      18. Bahan Diskusi/penelitian
      19. Kepustakaan
    2. Bab 28 Kehidupan Gereja
      1. Ps 28.1 Ibadah
      2. Sb 28.1.a Contoh-contoh dalam Alkitab
      3. Sb 28.1.b Unsur-unsur Ibadah
      4. Sb 28.1.c Ciri-ciri Ibadah
      5. Sb 28.1.d "Luapan" Ibadah
      6. Ps 28.2 Persekutuan
      7. Ps 28.3 Pelayanan
      8. Sb 28.3.a Karunia-karunia Roh
      9. Sb 28.3.b Kepemimpinan Kristen
      10. Sb 28.3.c Pelayanan di Luar Gereja
      11. Ps 28.4 Kesaksian
      12. Bahan Alkitab
      13. Bahan Diskusi/penelitian
      14. Kepustakaan
    3. Bab 29 Pertumbuhan Gereja
      1. Ps 29.1 Firman Allah
      2. Sb 29.1.a Khotbah (Pemberitaan Firman)
      3. Sb 29.1.b Penelaahan Alkitab Secara Pribadi
      4. Sb 29.1.c Penelaahan Alkitab Berkelompok
      5. Ps 29.2 Sakramen
      6. Sb 29.2.a Baptisan
      7. Sb 29.2.b Perjamuan Kudus
      8. Ps 29.3 Doa
      9. Ps 29.4 Persekutuan
      10. Ps 29.5 Penderitaan
      11. Bahan Alkitab
      12. Bahan Diskusi/penelitian
      13. Kepustakaan
    4. Bab 30 Gereja dalam Sejarah
      1. Ps 30.1 Bentuk-bentuk Organisasi
      2. Sb 30.1.a Episkopal
      3. Sb 30.1.b Presbiterial
      4. Sb 30.1.c Kongregasional (Independen)
      5. Sb 30.1.d Kesimpulan
      6. Ps 30.2 Perspektif Sejarah
      7. Sb 30.2.a Abad-abad Pertama
      8. 30.2.b Abad Pertengahan
      9. Sb 30.2.c Reformasi
      10. Sb 30.2.d Zaman Modern
      11. Ps 30.3 Masa Depan Gereja
      12. Bahan Alkitab
      13. Bahan Diskusi/penelitian
      14. Kepustakaan
    5. Bab 31 Penerapan
      1. Ps 31.1 Pentingnya Gereja
      2. Ps 31.2 Kehidupan Gereja
      3. Sb 31.2.a Ibadah
      4. Sb 31.2.b Persekutuan
      5. Sb 31.2.c Pelayanan
      6. Sb 31.2.d Kesaksian
      7. Ps 31.3 Masa Depan Gereja
      8. Sb 31.3.a Pertumbuhan
      9. Sb 31.3.b Visi
  • Bagian G. Akhir Zaman
    1. Bab 32 Kerajaan Allah
      1. Ps 32.1 Latar Belakang Perjanjian Lama
      2. Ps 32.2 Yesus dan Kerajaan Allah
      3. Ps 32.3 Ajaran Lain dalam Perjanjian Baru
      4. Ps 32.4 Kerajaan Allah dan Kehidupan Kristen
      5. Bahan Alkitab
      6. Bahan Diskusi/penelitian
      7. Kepustakaan
    2. Bab 33 Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya
      1. Ps 33.1 Istilah-istilah Perjanjian Baru
      2. Ps 33.2 Sifat Kedatangan Kristus yang Kedua Kali
      3. Ps 33.3 Tujuan Kedatangan Kristus yang Kedua Kali
      4. Sb 33.3.a Untuk Menyelesaikan Karya Penyelamatan
      5. Sb 33.3.b Untuk Membangkitkan Orang Manusia
      6. Sb 33.3.c Untuk Menghakimi Semua Orang
      7. Sb 33.3.d Untuk Mengumpulkan Umat-Nya
      8. Ps 33.4 Waktu Kedatangan Kristus yang Kedua Kali
      9. Ps 33.5 Masalah-masalah yang Terkait
      10. Sb 33.5.a Antikristus
      11. Sb 33.5.b Israel
      12. Sb 33.5.c Kerajaan Seribu Tahun
      13. Bahan Alkitab
      14. Bahan Diskusi/penelitian
      15. Kepustakaan
    3. Bab 34 Keadaan Akhir
      1. Ps 34.1 Kematian
      2. Sb 34.1.a Dosa dan Kematian
      3. Sb 34.1.b Kebangkitan Tubuh atau Kekekalan Jiwa?
      4. Sb 34.1.c Pengharapan Kristen
      5. Ps 34.2 Keadaan Peralihan
      6. Sb 34.2.a Ajaran Alkitab
      7. Sb 34.2.b Teori-teori Lain
      8. Ps 34.3 Kebangkitan Orang Mati
      9. Ps 34.4 Penghakiman
      10. Sb 34.4.a Iman atau Perbuatan?
      11. Sb 34.4.b Ketidakpercayaan dan Penghakiman
      12. Sb 34.4.c Orang yang Belum Mendengar Injil
      13. Sb 34.4.d Penghakiman bagi Orang Kristen
      14. Ps 34.5 Hukuman yang Kekal
      15. Sb 34.5.a Neraka
      16. Sb 34.5.b Universalisme
      17. Sb 34.5.c Kekekalan Bersyarat
      18. Ps 34.6 Kehidupan yang Akan Datang
      19. Sb 34.6.a Kehidupan dalam Tubuh
      20. Sb 34.6.b Kehidupan Bersama
      21. Sb 34.6.c Kehidupan yang Bertanggung Jawab
      22. Sb 34.6.d Kehidupan yang Sempurna
      23. Sb 34.6.e Kehidupan yang Tiada Akhirny
      24. Sb 34.6.f Kehidupan yang Berpusat Pada Allah
    4. Bab 35 Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen
      1. Ps 35.1 Abad-abad Pertama
      2. Ps 35.2 Abad Pertengahan
      3. Ps 35.3 Reformasi
      4. Ps 35.4 Abad ke-19
      5. Ps 35.5 Abad ke-20
    5. Bab 36 Penerapan
      1. Ps 36.1 Pengharapan
      2. Ps 36.2 Kekudusan
      3. Ps 36.3 Kegiatan
      4. Sb 36.3.a Menyebarkan Injil
      5. Sb 36.3.b Membangun Umat Allah
      6. Sb 36.3.c Melayani Sesama Manusia
      7. Ps 36.4 Sikap
      8. Sb 36.4.a Berdoa
      9. Sb 36.4.b Waspada
      10. Sb 36.4.c Kasih
      11. Sb 36.4.d Puji-pujian
      12. Kepustakaan Umum


    Info: MENGENALI KEBENARAN

    [Indeks] [Hak Cipta]

    Mengenali Kebenaran membahas bidang-bidang penting dari Teologi Kristen, secara sitematis dan praktis. Dilengkapi dengan tinjauan bagaimana ajaran itu diungkapkan oleh para Teolog dan Pemikir Kristen selama berabad-abad serta mengenai kecenderungan Teologi masa kini. Dilengkapi pula dengan ayat-ayat Alkitab yang menjadi dasar dari pembahasan tersebut.

    Dalam versi elektronik, Indeks buku ini dibagi menjadi "Indeks Bagian" dimana kita bisa melihat secara penuh setiap satu bagian, dan "Indeks Bab" dimana kita bisa melihat secara lengkap dan detail setiap satu bab. Sistem pengindeksan semacam ini merupakan standar kami untuk materi berbentuk buku, dan akan Anda temui dalam buku-buku lain.

    - YLSA



    HAK CIPTA

    [Info] [Indeks]

    * VERSI BUKU (TINTA-KERTAS) *

    JUDUL : Mengenali Kebenaran
    PENULIS : Bruce Milne TAHUN: 1982*
    JUDUL ASLI : Knowing The Truth: A Handbook of Christian belief
    PENERJEMAH : Connie Item-Corputty TAHUN: 1993*
    PENERBIT : PT BPK Gunung Mulia EDISI: 1*
    PERCETAKAN : PT BPK Gunung Mulia
    COPYRIGHT : PT BPK Gunung Mulia Lihat Halaman Judul di bawah
    NOMOR BUKU : BPK/3412/174/93-B
    JML HALAMAN : 391
    BIBLIOGRAFI : Milne, Bruce. 1993. Mengenali Kebenaran. Jakarta: BPK Gunung Mulia
    BISA DIDAPAT : Di Toko Buku Kristen
    Atau hubungi Penerbit PT BPK Gunung Mulia
    JL. Kwitang 22-23, Jakarta 10420

    * VERSI ELEKTRONIK (SABDA) *

    IZIN DARI : PT BPK Gunung Mulia
    COPYRIGHT : Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
    DIPROSES OLEH: Tim YLSA TAHUN: 1995*
    DESKRIPSI :

    Buku ini membahas tujuh bidang penting (terdiri dari 36 bab) dari teologi
    Kristen, yaitu: Wewenang, Allah, Manusia, Yesus Kristus, Roh Kudus, Gereja,
    dan Akhir Zaman. Pada setiap akhir bidang pembahasan terdapat bab-bab penerapan.
    Masing-masing bidang memberikan tinjauan mengenai bagaimana ajaran itu
    diungkapkan selama berabad-abad dan mengenai kecenderungan teologi masa kini.
    Pada setiap akhir bab diberikan daftar ayat-ayat Alkitab yang menyangkut masing-
    masing tema dan pertanyaan-pertanyaan untuk diskusi (penyelidikan) dan daftar
    pustaka.

    CATATAN YLSA:

    Sesuai dengan perjanjian dengan pihak Penerbit, maka kami hanya mengubah bentuk
    format teks, tetapi TIDAK MENGEDIT/MENGUBAH ISI dari bahan ini. Kami berusaha
    untuk setia kepada naskah aslinya, namun demikian, penilaian dan penggunaan
    terhadap isi bahan/buku ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemakai.

    - YLSA -

    HALAMAN JUDUL

    MENGENALI KEBENARAN

    Panduan iman Kristen

    Bruce Milne

    MENGENALI KEBENARAN

    Panduan iman Kristen

    diterjemahkan oleh Connie Item-Corputty

    PT BPK Gunung Mulia Jl. Kwitang 22-23, JAKARTA 10420, IND 1993

    Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)

    Bruce Milne Mengenali Kebenaran: Panduan iman Kristen/ oleh Bruce Milne; terjemahan oleh Connie Item-Corputty - Cet.1. - Jakarta: Gunung Mulia, 1993. 391 hlm.; 21 cm.

    Judul asli: Knowing the Truth: A handbook of Christian belief

    ISBN 979-415-755-4

    1. Teologi Kristen
    2. Item-Corputty, C.
    3. Judul

    230

    MENGENALI KEBENARAN
    Panduan iman Kristen

    Judul asli: Knowing the Truth: A handbook of Christian belief
    Coyright 1982: Bruce Milne
    Published by Inter-Varsity Press, 38 De Montfort Street,
    Leicester LE1 7GP, England

    Hak cipta terjemahan Indonesia
    PT BPK Gunung Mulia
    Jl. Kwitang 22, Jakarta 10420
    Anggota IKAPI

    Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang

    Rancangan sampul: Sigit S.
    Cetakan pertama: 1993

    Dicetak oleh
    Percetakan PT BPK Gunung Mulia

    TEKS KULIT HALAMAN BELAKANG

    Sikap anti-teologi sangat berpengaruh dalam kebudayaan Kristen modern, baik di Barat maupun di Timur. Namun sebenarnya sikap ini adalah penyimpangan besar dari naluri Kristen pada abad-abad yang lalu. Lagi pula, mengingat bahwa agama Kristen dalam dasawarsa terakhir abad ke-20 ini menghadapi tantangan dan kesempatan yang luar biasa, maka penolakan teologi hanya membawa bencana. Sebaliknya kita harus mengenali kebenaran iman kita, agar kita mampu mempertanggungjawabkannya secara rasional kepada mereka yang berbeda pendapat serta menerapkannya secara praktis dalam kehidupan kita sehari-hari.

    Oleh karena itu, buku panduan ini ditunjukan bukan hanya kepada mahasiswa teologi tetapi kepada semua orang yang ingin tahu lebih banyak tentang iman Kristen. Di dalamnya bidang-bidang penting dari teologi Kristen dibahas secara sistematis dan praktis. Dasar semuanya adalah ajaran Alkitab, dilengkapi dengan tinjauan mengenai bagaimana ajaran itu diungkapkan oleh para teolog dan pemikir Kristen selama berabad-abad dan mengenai kecenderungan teologi masa kini.

    BIOGRAFI SINGKAT PENULIS

    Dr. Bruce Milne berasal dari Skotlandia. Dia pernah melayani di Gereja Afrika Timur, demikian juga di Inggris. Dia menjadi dosen dalam bidang teologi Alkitab serta sejarah teologi di Spurgeon`s College, London, dan telah menulis beberapa buku.

    BPK GUNUNG MULIA

    ISBN 979-415-755-4

    [Lanjutan 01002]



    KATA PENGANTAR

    [Info] [Indeks]

    "Tentu saja aku bukan teolog". Betapa sering saya mendengar ucapan ini. Orang yang berkata demikian biasanya bermaksud bahwa berpikir serius tentang kepercayaan Kristen dan berusaha untuk menuangkannya ke dalam bentuk yang teratur adalah tugas para teolog. Sedangkan untuk orang Kristen biasa, kekristenan menyangkut hal-hal praktis saja seperti iman pribadi dengan Tuhan, kasih, kesaksian dan sebagainya. Mungkin saja orang itu mengakui bahwa para teolog ada gunanya, namun dia menganggap bahwa orang Kristen biasa tidak perlu direpotkan dengan mempelajari teologi. Bahkan ada orang yang berpendapat bahwa pelajaran demikian dapat menghambat kehidupan Kristen kalau dikaji terlalu dalam.

    Sikap anti-teologi ini sangat berpengaruh dalam kebudayaan Barat kontemporer dan juga mempengaruhi kita di Indonesia. Namun sikap ini adalah penyimpangan besar dari naluri Kristen pada abad-abad yang lalu. Mengingat bahwa gereja Kristen dalam dasawarsa terakhir abad ke-20 ini menghadapi tantangan dan kesempatan yang luar biasa, maka penolakan teologi hanya membawa langsung kepada bencana.

    Lalu mengapa pelajaran teologi itu begitu penting?

    Pertama-tama, sebenarnya setiap orang Kristen adalah seorang teolog! Arti harfiah dari kata "teologi" adalah `ilmu tentang Tuhan` atau - lebih lengkap lagi - `pikiran dan perkataan yang didasarkan pada pengetahuan tentang Tuhan` (bnd. 1Kor 1:5*). Melalui kelahiran kembali seorang Kristen mulai mengenal Allah, dan oleh sebab itu mempunyai pengertian mengenai hakikat dan perbuatan-Nya. Artinya, sadar atau tidak, setiap orang beriman memiliki semacam teologi. Jadi tepatnya, teologi bukan hanya untuk beberapa orang cerdik pandai yang suka berdebat tentang hal-hal abstrak, tetapi teologi adalah urusan semua orang. Jika kita sudah sadar akan hal itu, maka tugas kita adalah menjadi teolog sebaik mungkin demi kemuliaan Tuhan. Pengertian kita tentang Allah dan karya-Nya menjadi semakin jelas dan mendalam melalui pelajaran kitab yang diberikan-Nya kepada kita khusus untuk itu, yaitu Alkitab (2Tim 3:16*). Buku panduan ini ditulis dengan maksud membantu Anda dalam mempelajari Alkitab sebagai sumber utama iman Kristen.

    Kedua, teologi yang benar adalah kunci untuk mengetahui kebenaran tentang segala sesuatu yang lain. Jika kita ingin mengetahui tentang siapa Tuhan, siapa kita dan apa yang Tuhan kehendaki dari kita, maka kita harus mempelajari Alkitab. Ini berarti mempelajari ajaran-Nya secara keseluruhan, yang berarti pula mempelajari teologi. Dan ini menyangkut semua segi kehidupan Kristen: ibadah (Yoh 4:23*), kesaksian (Kis 17:11), kemuridan (Yoh 8:31*), hubungan dengan orang Kristen lain (1Kor 17:12), pekerjaan sehari-hari (Ef 6:5-9*). Hidup secara benar senantiasa dimulai dengan berpikir secara benar. Para penulis Perjanjian Baru menuruti prinsip ini. Sewaktu diperhadapkan pada masalah praktis di gereja, pertama-tama mereka berusaha menguraikan pokok persoalan teologis yang melatarbelakangi masalah tersebut. Baru kemudian mereka mengusahakan penyelesaian praktisnya. Teologi dalam arti mendalam ini merupakan kunci kehidupan; Roh Kudus menggunakan kebenaran-kebenaran ilahi dalam karya-Nya di dalam dan melalui kita.

    Tentunya teologi yang benar saja tidak cukup, karena kebenaran-kebenaran ilahi itu harus dilaksanakan dalam praktik. Sayang, itu tidak selalu terjadi, dan inilah salah satu alasan mengapa teologi sering mendapat nama buruk. Jika teologi benar tidak membawa sang teolog kepada kehidupan yang kudus, matang dan penuh kasih, maka ada sesuatu yang sangat tidak beres. Tetapi itu bukanlah alasan untuk mengabaikan atau menolak teologi. Pokok ini digarisbawahi dengan pasal tentang penerapan yang mengakhiri setiap bagian utama buku ini. Apa yang disarankan dalam penerapan itu memang belum lengkap, namun dapat menunjukkan bahwa teologi yang benar adalah dasar bagi kehidupan benar.

    Ketiga, pelajaran teologi adalah ungkapan kasih kepada Tuhan dengan pikiran kita (Mat 22:37*). Pemikiran yang benar adalah respons kita kepada Tuhan, yang sama nilainya dengan perbuatan dan perkataan yang benar, dan sama pentingnya untuk memuliakan nama Tuhan, sumber segala kebenaran. Pada zaman ini banyak orang menganggap praktik sebagai ukuran tentang apa yang benar; namun perlu ditekankan bahwa mencari kebenaran sendiri adalah usaha yang memuliakan Tuhan.

    Keempat, teologi penting karena tidak mungkin memisahkan Yesus Kristus sepenuhnya dari kebenaran yang dinyatakan Alkitab tentang Dia. Tidak ada Kristus lain selain Kristus yang dikenal melalui ajaran-ajaran yang terdapat di seluruh Alkitab. Sebab itu, kesetiaan kepada Kristus tidak bisa tidak akan meliputi keterikatan terhadap kebenaran mengenai Dia. Sebaliknya, jika kita acuh tak acuh terhadap ajaran Alkitab, maka kita tidak setia terhadap Dia.

    Keempat alasan di atas saling mengisi. Pesan bersamanya ialah sederhana dan tak terelakkan: teologi itu penting. "Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang terus terang memberitakan perkataan kebenaran itu." (2Tim 2:15*).

    Buku panduan ini ditujukan bukan hanya kepada mahasiswa teologi tetapi kepada semua orang Kristen yang berpikir, yang ingin tahu lebih banyak tentang iman mereka. Di dalamnya dibahas bidang-bidang penting dari teologi Kristen sebagaimana yang sudah dirumuskan selama berabad-abad. Dasar semuanya adalah apa yang diajarkan oleh Alkitab, dilengkapi dengan tinjauan mengenai bagaimana ajaran itu diungkapkan selama berabad-abad, dan mengenai kecenderungan teologi masa kini.

    Karena tujuan pokok adalah menguraikan ajaran Alkitab, maka pada akhir setiap pasal dalam buku ini diberikan daftar bahan utama dalam Alkitab yang menyangkut masing-masing tema. Mungkin ada pembaca yang lebih suka membaca pasal-pasal Alkitab itu terlebih dahulu sebelum membaca uraian. Juga disajikan pertanyaan-pertanyaan pada akhir tiap pasal untuk merangsang adanya refleksi dan diskusi. Selain itu diberikan juga daftar pustaka tentang setiap pokok bahasan dengan maksud mendorong pembaca untuk belajar lebih lanjut.

    Lanjutan 01003 atau Lanjutan 01005



    Tim penerjemah

    Penerjemah : Ny. Connie Item-Corputty
    Penyunting pengelola : Dr. David L. Baker
    Penyunting peneliti : Pdt. Martin B. Dainton, M.A.
    Pembaca pengoreksi : Ny. Hotmaida T. Hutasoit-Simanjuntak, B.A.
    Penyunting teknis : Dra. Lisda T. Gamadhi
    Laksmi Hutapea
    Renni Setiono

    [Lanjutan 01004]



    Daftar singkatan ayat-ayat

    BIS Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (1985), juga
    disebut "Alkitab Kabar Baik"
    bnd. bandingkanlah
    dkk. dan kawan-kawan (et al.)
    dll. dan lain-lain (etc.)
    dsb. dan sebagainya
    dst. dan seterusnya (ff.)
    har. terjemahan harfiah
    hlm. halaman
    IBD The Illustrated Bible Dictionary (IVP, 1980). Buku ini
    sedang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diharapkan
    akan terbit dalam waktu dekat (Red. ini sudah terbit) dengan judul
    Ensiklopedi Alkitab Masa Kini.
    Ibr. bahasa Ibrani
    Ing. bahasa Inggris
    Lat. bahasa Latin
    M Masehi
    ps pasal
    sM sebelum Masehi
    TB Alkitab dalam Terjemahan Baru (1974)
    t.t. tanpa tahun terbit
    Yun. bahasa Yunani

    Nama-nama kitab dari Alkitab disingkatkan sesuai dengan apa yang terdapat dalam TB [Red. tiga huruf pertama], misalnya "Yes" menyebut Kitab Yesaya.

    Buku dan artikel lain disebut dengan nama penulis serta tahun terbit, dan keterangan lengkap dapat ditemukan dalam kepustakaan pada akhir setiap pasal atau dalam kepustakaan umum.

    Lanjutan 01005



    Indeks Buku: MENGENALI KEBENARAN

    [Info]

    Daftar Bagian

    Judul Nomor-Nomor



    Prawacana Kata Pengantar dan Lain ................... 01006

    Bagian A. Wewenang .................................. 01007

    Bagian B. Allah ..................................... 01008

    Bagian C. Manusia ................................... 01009

    Bagian D. Yesus Kristus ............................. 01010

    Bagian E. Roh Kudus ................................. 01011

    Bagian F. Gereja .................................... 01012

    Bagian G. Akhir Zaman ............................... 01013





    Indeks Bagian/Bab: DAFTAR ISI


    Judul Nomor-Nomor

    Prawacana Kata Pengantar dan Lain ...................... 01006

    Bab P1 Kata Pengantar .................................. 01002

    Bab P2 Tim Penerjemah .................................. 01003

    Bab P3 Daftar Singkatan ................................ 01004

    Bab L1 Kepustakaan Umum ................................ 01392



    Bagian A. WEWENANG 01007


    Bab 1 Arti dan Sumber Wewenang ........................ 01014

    Bab 2 Penyataan ....................................... 01022

    Bab 3 Alkitab ......................................... 01039

    Bab 4 Penerapan ....................................... 01063


    Bagian B. ALLAH 01008



    Bab 5 Keberadaan Allah ................................ 01068

    Bab 6 Allah Tritunggal ................................ 01079

    Bab 7 Sifat-sifat Allah ............................... 01089

    Bab 8 Karya Penciptaan ................................ 01097

    Bab 9 Karya Pemeliharaan .............................. 01110

    Bab 10 Penerapan ....................................... 01116


    Bagian C. MANUSIA 01009



    Bab 11 Watak Manusia ................................... 01121

    Bab 12 Manusia Berdosa ................................. 01135

    Bab 13 Manusia dalam Anugerah .......................... 01152

    Bab 14 Penerapan ....................................... 01163


    Bagian D. YESUS KRISTUS 01010



    Bab 15 Kemanusiaan Yesus Kristus ....................... 01170

    Bab 16 Keilahian Yesus Kristus ......................... 01178

    Bab 17 Satu Pribadi .................................... 01193

    Bab 18 Pendamaian I: Ajaran Alkitab .................... 01206

    Bab 19 Pendamaian II: Perspektif Sejarah ............... 01214

    Bab 20 Penerapan ....................................... 01223


    Bagian E. ROH KUDUS 01011



    Bab 21 Pribadi Roh Kudus ............................... 01233

    Bab 22 Roh yang Dijanjikan ............................. 01240

    Bab 23 Menjadi Orang Kristen ........................... 01247

    Bab 24 Pertumbuhan Kristen ............................. 01260

    Bab 25 Roh Kudus pd Masa Kini: Perspektif Sejarah ...... 01272

    Bab 26 Penerapan ....................................... 01275


    Bagian F. GEREJA 01012



    Bab 27 Identitas Gereja ................................ 01280

    Bab 28 Kehidupan Gereja ................................ 01299

    Bab 29 Pertumbuhan Gereja .............................. 01311

    Bab 30 Gereja dalam Sejarah ............................ 01324

    Bab 31 Penerapan ....................................... 01336

    Bagian G. AKHIR ZAMAN 01013



    Bab 32 Kerajaan Allah .................................. 01341

    Bab 33 Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya ........... 01349

    Bab 34 Keadaan Akhir ................................... 01362

    Bab 35 Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen ............. 01379

    Bab 36 Penerapan ....................................... 01385



    Kepustakaan Umum ......................................... 01392


    Indeks Prawacana MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks]

    Prawacana KATA PENGANTAR DAN LAIN

    Judul Nomor-Nomor

    Bab P1 Kata Pengantar .................................. 01002

    Bab P2 Tim Penerjemah .................................. 01003

    Bab P3 Daftar Singkatan ................................ 01004



    Indeks Bagian A: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks]

    Bagian A. WEWENANG

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 1 Arti dan Sumber Wewenang ........................ 01014

    Ps 1.1 Arti Wewenang ................................ 01016

    Ps 1.2 Sumber Wewenang .............................. 01017

    Bab 2 Penyataan ....................................... 01022

    Ps 2.1 Arti Penyataan ............................... 01023

    Ps 2.2 Kemungkinan Penyataan ........................ 01026

    Ps 2.3 Penyataan Umum ............................... 01027

    Ps 2.4 Penyataan Khusus ............................. 01033

    Bab 3 Alkitab ......................................... 01039

    Ps 3.1 Alkitab: Bentuk Nyata dari Penyataan Khusus... 01040

    Ps 3.2 Alkitab Sebagai Firman Allah yang Tertulis.... 01042

    Ps 3.3 Pengilhaman .................................. 01046

    Ps 3.4 Kanon ........................................ 01051

    Ps 3.5 Masalah-masalah Lain ......................... 01054

    Ps 3.6 Ilmu Tafsir (Hermeneutika) ................... 01057

    Bab 4 Penerapan ....................................... 01063

    Ps 4.1 Kelahiran Kembali ............................ 01064

    Ps 4.2 Memahami Alkitab ............................. 01065

    Ps 4.3 Memberitakan Firman .......................... 01066

    Ps 4.4 Menaati Alkitab .............................. 01067



    Indeks Bagian B: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks]

    Bagian B. ALLAH

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 5 Keberadaan Allah ................................ 01068

    Ps 5.1 Alasan-alasan Bagi Teisme Kristen ............ 01069

    Ps 5.2 Bukti Rasional tentang Keberadaan Allah ...... 01070

    Ps 5.3 Mengevaluasi Pendekatan Rasional ............. 01074

    Bab 6 Allah Tritunggal ................................ 01079

    Ps 6.1 Ajaran Alkitab ............................... 01080

    Ps 6.2 Mengerti Ajaran Ini .......................... 01082

    Ps 6.3 Pentingnya Ajaran Ini ........................ 01085

    Bab 7 Sifat-sifat Allah ............................... 01089

    Ps 7.1 Kemuliaan Allah .............................. 01090

    Ps 7.2 Ketuhanan Allah .............................. 01091

    Ps 7.3 Kekudusan Allah .............................. 01092

    Ps 7.4 Kasih Allah .................................. 01093

    Bab 8 Karya Penciptaan ................................ 01097

    Ps 8.1 Penciptaan dari yang Tidak Ada ............... 01099

    Ps 8.2 Penciptaan yang Berkesinambungan ............. 01100

    Ps 8.3 Masalah Bahasa ............................... 01101

    Ps 8.4 Usaha Ilmiah ................................. 01102

    Ps 8.5 Mujizat ...................................... 01103

    Ps 8.6 Masalah Asal Usul ............................ 01104

    Ps 8.7 Penciptaan Dunia Rohani ...................... 01106

    Bab 9 Karya Pemeliharaan .............................. 01110

    Ps 9.1 Jangkauan Pemeliharaan ....................... 01111

    Ps 9.2 Pemeliharaan dan Kejahatan ................... 01112

    Bab 10 Penerapan ....................................... 01116

    Ps 10.1 Keberadaan dan Tabiat Allah .................. 01117

    Ps 10.2 Penciptaan ................................... 01119

    Ps 10.3 Pemeliharaan ................................. 01120



    Indeks Bagian C: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks]

    Bagian C. MANUSIA

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 11 Watak Manusia ................................... 01121

    Ps 11.1 Pertanyaan yang Abadi ........................ 01122

    Ps 11.2 Manusia dalam Hubungan dengan Allah .......... 01123

    Ps 11.3 Manusia dalam Hubungan dengan Dirinya ........ 01126

    Ps 11.4 Manusia dalam Hubungan dengan Sesamanya ...... 01128

    Ps 11.5 Manusia dalam Hubungan dengan Alam ........... 01130

    Ps 11.6 Manusia dalam Hubungan dengan Waktu .......... 01131

    Bab 12 Manusia Berdosa ................................. 01135

    Ps 12.1 Kejatuhan Manusia ............................ 01136

    Ps 12.2 Sifat serta Jangkauan Dosa ................... 01137

    Ps 12.3 Pengaruh Dosa ................................ 01140

    Ps 12.4 Soal-soal Lain ............................... 01144

    Ps 12.5 Perdebatan Akhir-akhir Ini ................... 01146

    Ps 12.6 Ringkasan .................................... 01148

    Bab 13 Manusia Dalam Anugerah .......................... 01152

    Ps 13.1 Yesus Kristus: Allah dan Manusia ............. 01153

    Ps 13.2 Orang Kristen: Ciptaan Baru dalam Kristus .... 01156

    Ps 13.3 Manusia yang akan Dimuliakan ................. 01159

    Bab 14 Penerapan ....................................... 01163

    Ps 14.1 Watak Manusia ................................ 01164

    Ps 14.2 Manusia Berdosa .............................. 01166

    Ps 14.3 Manusia dalam Anugerah ....................... 01168



    Indeks Bagian D: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks]

    Bagian D. YESUS KRISTUS

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 15 Kemanusiaan Yesus Kristus ....................... 01170

    Ps 15.1 Kehidupan Beragama ........................... 01172

    Ps 15.2 Pengetahuan yang Terbatas .................... 01172

    Ps 15.3 Pencobaan .................................... 01173

    Ps 15.4 Sesudah Kebangkitan .......................... 01174

    Bab 16 Keilahian Yesus Kristus ......................... 01178

    Ps 16.1 Pernyataan-pernyataan Langsung ............... 01179

    Ps 16.2 Kesamaan Yesus dengan Tuhan Allah ............ 01180

    Ps 16.3 Bukti-bukti Lain ............................. 01184

    Ps 16.4 Kesimpulan ................................... 01189

    Bab 17 Satu Pribadi .................................... 01193

    Ps 17.1 Perdebatan-perdebatan Awal ................... 01194

    Ps 17.2 Beberapa Konsep Penting ...................... 01198

    Ps 17.3 Tafsiran-tafsiran modern ..................... 01200

    Ps 17.4 Komentar Selanjutnya ......................... 01202

    Bab 18 Pendamaian I: Ajaran Alkitab .................... 01206

    Ps 18.1 Pendamaian dalam Perjanjian Lama ............. 01207

    Ps 18.2 Yesus Sang Mesias ............................ 01208

    Bab 19 Pendamaian II: Perspektif Sejarah ............... 01214

    Ps 19.1 Tafsiran-tafsiran Objektif ................... 01215

    Ps 19.2 Tafsiran-tafsiran Subjektif .................. 01217

    Ps 19.3 Tafsiran-tafsiran Modern ..................... 01219

    Bab 20 Penerapan ....................................... 01223

    Ps 20.1 Pribadi Kristus .............................. 01224

    Ps 20.2 Kematian Kristus ............................. 01226

    Ps 20.3 Kebangkitan Kristus .......................... 01229

    Ps 20.4 Kenaikan Kristus ............................. 01231



    Indeks Bagian E: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks]

    Bagian E. ROH KUDUS

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 21 Pribadi Roh Kudus ............................... 01233

    Ps 21.1 Ajaran Perjanjian Lama ....................... 01234

    Ps 21.2 Ajaran Perjanjian Baru ....................... 01235

    Bab 22 Roh yang Dijanjikan ............................. 01240

    Ps 22.1 Roh Kudus sebelum Kedatangan Kristus ......... 01241

    Ps 22.2 Roh Kudus dan Kristus ........................ 01243

    Bab 23 Menjadi Orang Kristen ........................... 01247

    Ps 23.1 Anugerah Allah ............................... 01248

    Ps 23.2 Persatuan dengan Kristus melalui Roh Kudus ... 01249

    Bab 24 Pertumbuhan Kristen ............................. 01260

    Ps 24.1 Kepastian .................................... 01261

    Ps 24.2 Pengudusan ................................... 01262

    Ps 24.3 Ketekunan .................................... 01267

    Ps 24.4 Cara dan Tujuan .............................. 01268

    Bab 25 Roh Kudus pd Masa Kini: Perspektif Sejarah....... 01272

    Bab 26 Penerapan ....................................... 01275

    Ps 26.1 Melayani Allah ............................... 01276

    Ps 26.2 Hidup di Dunia ............................... 01277

    Ps 26.3 Diri Kita Sendiri ............................ 01279



    Indeks Bagian F: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks]

    Bagian F. GEREJA

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 27 Identitas Gereja ................................ 01280

    Ps 27.1 Kiasan-kiasan tentang Gereja dalam Alkitab ... 01282

    Ps 27.2 Ciri-ciri Gereja yang Sejati ................. 01289

    Bab 28 Kehidupan Gereja ................................ 01299

    Ps 28.1 Ibadah ....................................... 01300

    Ps 28.2 Persekutuan .................................. 01302

    Ps 28.3 Pelayanan .................................... 01303

    Ps 28.4 Kesaksian .................................... 01307

    Bab 29 Pertumbuhan Gereja .............................. 01311

    Ps 29.1 Firman Allah ................................. 01312

    Ps 29.2 Sakramen ..................................... 01315

    Ps 29.3 Doa .......................................... 01318

    Ps 29.4 Persekutuan .................................. 01319

    Ps 29.5 Penderitaan .................................. 01320

    Bab 30 Gereja dalam Sejarah ........................... 01324

    Ps 30.1 Bentuk-bentuk Organisasi ..................... 01325

    Ps 30.2 Perspektif Sejarah ........................... 01329

    Ps 30.3 Masa Depan Gereja ............................ 01332

    Bab 31 Penerapan ....................................... 01336

    Ps 31.1 Pentingnya Gereja ............................ 01337

    Ps 31.2 Kehidupan Gereja ............................. 01338

    Ps 31.3 Masa Depan Gereja ............................ 01340



    Indeks Bagian G: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks]

    Bagian G. AKHIR ZAMAN

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 32 Kerajaan Allah .................................. 01341

    Ps 32.1 Latar Belakang Perjanjian Lama ............... 01342

    Ps 32.2 Yesus dan Kerajaan Allah ..................... 01343

    Ps 32.3 Ajaran Lain dalam Perjanjian Baru ............ 01344

    Ps 32.4 Kerajaan Allah dan Kehidupan Kristen ......... 01345

    Bab 33 Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya ........... 01349

    Ps 33.1 Istilah-istilah Perjanjian Baru .............. 01351

    Ps 33.2 Sifat Kedatangan Kristus yang Kedua Kali ..... 01352

    Ps 33.3 Tujuan Kedatangan Kristus yang Kedua Kali .... 01353

    Ps 33.4 Waktu Kedatangan Kristus yang Kedua Kali ..... 01355

    Ps 33.5 Masalah-masalah yang Terkait ................. 01356

    Bab 34 Keadaan Akhir ................................... 01362

    Ps 34.1 Kematian ..................................... 01363

    Ps 34.2 Keadaan Peralihan ............................ 01365

    Ps 34.3 Kebangkitan Orang Mati ....................... 01367

    Ps 34.4 Penghakiman .................................. 01368

    Ps 34.5 Hukuman yang Kekal ........................... 01371

    Ps 34.6 Kehidupan yang Akan Datang ................... 01373

    Bab 35 Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen ............. 01379

    Ps 35.1 Abad-abad Pertama ............................ 01380

    Ps 35.2 Abad Pertengahan ............................. 01381

    Ps 35.3 Reformasi .................................... 01382

    Ps 35.4 Abad ke-19.................................... 01383

    Ps 35.5 Abad ke-20.................................... 01384

    Bab 36 Penerapan ....................................... 01385

    Ps 36.1 Pengharapan .................................. 01386

    Ps 36.2 Kekudusan .................................... 01387

    Ps 36.3 Kegiatan ..................................... 01388

    Ps 36.4 Sikap ........................................ 01390



    Indeks Bab 1: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.A 01007]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 1 Arti dan Sumber Wewenang ........................ 01015

    Ps 1.1 Arti Wewenang ................................ 01016

    Ps 1.2 Sumber Wewenang .............................. 01017

    Sb 1.2.a Pengakuan-pengakuan Iman (Kredo) .......... 01017

    1.2.b Pernyataan-pernyataan Histori ................ 01018

    1.2.c Pikiran Gereja ............................... 01018

    1.2.d Pengalaman Kristen ........................... 01019

    1.2.e Berpikir secara Kristen ...................... 01019

    1.2.f "Kata hati" .................................. 01020

    1.2.g Sumber Pokok ................................. 01020

    Bahan Alkitab ............................................. 01021

    Bahan Diskusi/penelitian .................................. 01021

    Kepustakaan ............................................... 01021



    Mengenali Kebenaran -- Bab 1. Arti dan Sumber Wewenang [Indeks]

    A. WEWENANG

    1. ARTI DAN SUMBER WEWENANG

    "Berbicara dalam bahasa lidah hanya hasil emosi. Hal seperti itu terjadi dalam upacara penyembahan berhala dan tidak ada hubungan dengan Roh Kudus."

    "Jangan main-main! Ada banyak pasal dalam Alkitab yang menyinggung hal itu. Saya sendiri sering memakai bahasa lidah".

    Tidak banyak topik yang lebih sengit diperdebatkan daripada bahasa lidah di antara orang Kristen akhir-akhir ini. Tetapi karena suasana debat yang panas, kita sering tidak sadar bahwa pertentangan yang lebih mendasar terdapat di balik perdebatan itu, yakni pertentangan mengenai wewenang dalam agama Kristen. Apakah wewenang tertinggi adalah pengalaman pribadi kita mengenai Roh Kudus? Ataukah kita harus berpegang kepada ajaran Alkitab saja? Perlukah kita mendengar apa yang dikatakan para psikolog dan antropolog tentang sifat dan pola-pola pengalaman religius?

    Pertentangan mengenai wewenang keagamaan juga terdapat di balik pokok-pokok lain yang senantiasa diperdebatkan, seperti keberadaan Allah, reinkarnasi, kebangkitan, aktivisme Kristen dalam bidang politis dan sebagainya. Boleh dikatakan bahwa hampir tidak ada pokok persoalan tentang iman atau perilaku Kristen yang tidak ditentukan oleh keputusan terlebih dulu, yang diambil secara sadar atau tidak, mengenai letak wewenang keagamaan. Dengan mengemukakan soal wewenang, kita mungkin tidak dapat menyelesaikan segala perselisihan, namun mungkin kita dapat menjelaskan tentang pokok-pokok perselisihan yang sesungguhnya; dan dengan demikian mencegah salah pengertian yang tidak perlu.

    Setiap pembahasan ajaran dasar Kristen harus bertitik tolak dari sini. Bagaimana kita menentukan apa yang menjadi ajaran Kristen yang tepat? Ke mana harus berpaling untuk penyelesaian perbedaan pendapat kita? Apa yang menjadi tolok ukur kebenaran? Inilah persoalan pertama yang harus mendapat perhatian kita.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 1. Arti dan Sumber Wewenang [Indeks]

    1.1 Arti wewenang

    Wewenang adalah hak atau kuasa untuk mewajibkan kepatuhan. Akhir-akhir ini ada krisis wewenang yang menyebar luas dalam masyarakat, dan satu-satunya wewenang yang diterima oleh banyak orang adalah wewenang yang secara sadar dipilih oleh dirinya sendiri.

    Dari segi iman Kristen, Allah mempunyai hak dan kuasa tertinggi untuk menuntut kepatuhan, karena Dialah sang Pencipta dan Tuhan segala bangsa. Seorang Kristen sejati tidak boleh berkata, `Aku tahu pandangan Allah tentang hal ini, tetapi aku tidak merasa wajib untuk menyesuaikan diri dengan pandangan itu`. Mungkin dia pernah melawan kehendak Allah, bahkan kadang-kadang dengan sadar. Tetapi ini selalu dilakukan secara bertentangan dengan pertimbangannya yang lebih baik. Perasaan bersalah yang dirasakannya kemudian akan menyaksikan bahwa wewenang Tuhan tetap berlaku dan terus diakui. Wewenang ada pada Tuhan.

    Apabila orang Kristen telah mengerti prinsip ini, maka soal wewenang menjadi soal praktis tentang mencari tahu kehendak dan pikiran Allah dalam setiap masalah yang dihadapinya. Akan tetapi, bagaimana orang dapat menemui Allah dan mengetahui pikiran dan kehendak-Nya? Khususnya, apakah Allah telah menyediakan sumber dari mana kita dapat menimba kebenaran-Nya, dan dengan demikian menempatkan diri di bawah wewenang-Nya?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 1. Arti dan Sumber Wewenang [Indeks]

    1.2 Sumber wewenang

    Selama berabad-abad orang-orang Kristen telah meletakkan wewenang tertinggi dalam berbagai tempat.

    a. Pengakuan-pengakuan iman (Kredo)

    Beberapa ringkasan kebenaran Kristen dihasilkan pada zaman Kristen mula-mula dan menyatakan intisari iman Kristen pada zaman yang penuh kekacauan teologis itu. Pengakuan Iman Rasuli adalah kredo yang paling tua dan terkenal, yang berasal dari abad ketiga dan meringkaskan iman yang dipelajari calon-calon yang mau menerima baptisan. Isinya dapat dikatakan `rasuli`, walaupun pengakuan itu sendiri tidak ditulis pada zaman para rasul. Pengakuan itu memberikan patokan-patokan yang dapat dipakai dalam penjelasan iman Kristen, namun tak dapat dipakai sebagai sumber akhir dan tolok ukur kebenaran Kristen. Ada dua alasan. Pertama, karena pengakuan ini terlalu umum. Pengakuan itu dapat dipakai untuk menilai pandangan ekstrim, tetapi tidak memberikan keterangan yang cukup jelas tentang ajaran yang disebutkan di dalamnya. Kedua, karena wewenangnya terus terang didasarkan pada sesuatu yang lebih tua dan memiliki wewenang yang lebih mendasar, yaitu ajaran Yesus Kristus serta para rasul-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 1. Arti dan Sumber Wewenang [Indeks]

    b. Pernyataan-pernyataan historis

    Beberapa pernyataan iman Kristen dihasilkan pada zaman Reformasi dan sesudahnya. Pernyataan itu lebih lengkap daripada pengakuan-pengakuan kuno, tetapi sekali lagi tidak dapat dilihat sebagai wewenang tertinggi. Pertama, pada umumnya pernyataan itu adalah milik "partai" yang hanya membeberkan pandangan salah satu pihak dari gereja am; dan oleh karena itu mengandung unsur-unsur yang tidak diterima oleh pihak-pihak lain. Selain itu, pernyataan-pernyataan itu bersifat sekunder, yang secara sadar membenarkan penegasan-penegasannya dengan mengacu pada ajaran Alkitab.

    c. Pikiran gereja

    Menurut pandangan ini, kehadiran Tuhan dalam gereja berarti bahwa pikiran-Nya dapat diketahui dengan meneliti aliran utama dari pemikiran dalam gereja ("pikiran gereja"). Tetapi ada hambatan-hambatan serius untuk menerima pandangan ini. Konsensus orang-orang Kristen sulit untuk dipastikan. Kepada siapa harus kita dengar: para teolog, para pendeta, komisi gereja, pendapat awam umumnya atau siapa? Selanjutnya, kalau pikiran gereja itu adalah wewenang tertinggi, setiap perbedaan pendapat dalam gereja membawa kita pada jalan buntu, karena tidak ada wewenang yang lebih tinggi yang dapat menyelesaikannya. Lagi pula, sudah jelas bahwa konsensus pandangan gereja selama berabad-abad tidak selalu sesuai sepenuhnya dengan "iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus" (Yud 1:3*), juga tidak konsisten dengan konsensus pada abad lain.**1**

    --------------------
    **1**.Menurut gereja Roma Katolik, Kristus mendirikan jawatan mengajar dalam gereja, yang dipegang oleh Petrus dan para penggantinya dalam kepausan: karena itu suara Paus adalah suara Tuhan. Beberapa kesulitan yang disebut di atas berlaku pada pernyataan ini pula. Pandangan Roma itu akan dibahas di bawah: ps 27.2@@.
    --------------------



    Mengenali Kebenaran -- Bab 1. Arti dan Sumber Wewenang [Indeks]

    d. Pengalaman Kristen

    Pandangan ini dimulai dari pengalaman manusia tentang Allah, dan mencoba untuk mengenal ajaran yang dinyatakan dalam pengalaman itu. Banyak teolog yang berpengaruh pada abad ke-19 mengikuti pandangan ini. Namun ada dua keberatan besar terhadap hal ini. Dalam pengalaman manusia tentang Allah, harus dibedakan kebenaran objektif mengenai Tuhan dan pandangan manusia secara subjektif yang serba terbatas dan berpraduga tentang Dia. Untuk itu diperlukan norma yang lebih tinggi daripada pengalaman itu sendiri. Kesulitan ini bertambah besar lagi karena manusia yang berdosa mempunyai pikiran yang berdosa pula. Pandangan ini juga membatasi penyataan kebenaran Kristen, karena tidak memberi kesempatan untuk memikirkan ajaran yang tak dapat dialami langsung, misalnya: ajaran tentang Allah Tritunggal.

    e. Berpikir secara Kristen

    Menurut pandangan ini, kebenaran Kristen adalah apa yang dapat kita tunjukkan mengenai Allah melalui penalaran. Pernah ada pengikut-pengikut pandangan ini sejak abad ketiga. Memang kita tidak sama sekali membuang pertimbangan-pertimbangan rasional bila kita merumuskan kebenaran Kristen, tetapi nalar tidak cukup sebagai wewenang tertinggi. Persepsi manusia yang telah jatuh dalam dosa mengenai kebenaran sangat terbatas, khususnya di bidang moral dan spiritual. Akal budi makhluk ciptaan tidak sanggup memahami sang Pencipta, lagi pula pendekatan ini selalu gagal memperlihatkan dinamika agama alkitabiah yang otentik.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 1. Arti dan Sumber Wewenang [Indeks]

    f. "Kata hati"

    Beberapa orang menegaskan bahwa Allah langsung berbicara di kedalaman kesadaran dan bahwa "kata hati" ini adalah wewenang tertinggi. Pandangan ini lazim pada masa kini dan sering ditafsirkan sebagai dorongan Roh Kudus. Tentu saja ada unsur kebenaran di dalamnya, karena Roh Kudus memainkan peran penting dalam pengertian Kristen mengenai wewenang, namun pada hakikatnya Ia bekerja di dalam dan melalui Alkitab. Tiap pernyataan pribadi tentang dorongan dari Roh Kudus harus diterima dengan rasa curiga kalau tidak ada acuan pada firman Tuhan yang tertulis ataupun ada dukungan dari pengalaman jemaat. Dalam hal ini ketulusan banyak orang yang yakin telah menerima dorongan tadi jangan sampai menutupi bahaya yang amat besar, bahwa orang dapat menipu diri sendiri. Penipuan diri ini berulang kali menyebabkan kerapuhan spiritual sebagaimana telah terbukti dari catatan-catatan sejumlah penyuluh Kristen.

    g. Sumber pokok

    Tak satu pun dari pandangan tersebut tadi dapat menerangkan pikiran Allah dan oleh sebab itu tidak dapat dianggap sumber kebenaran Kristen yang berwenang. Namun, masing-masing memberi sumbangan ke arah itu. Pengakuan iman, pernyataan-pernyataan historis dan pikiran gereja menitikberatkan tempat kita dalam gereja Yesus Kristus yang sudah hampir dua ribu tahun umurnya. Jelaslah bahwa kita harus mempertimbangkan kesaksiannya dengan saksama. Pengalaman Kristen mengingatkan kita bahwa teologi tidak bersifat intelektual saja, sedangkan nalar Kristen menuntut agar kita merumuskan teologi menurut cara berkomunikasi yang cocok. Akan tetapi sumber pokok wewenang adalah Allah Tritunggal sendiri sebagaimana Ia menyatakan diri melalui Alkitab. Ada tiga aspek kebenaran ini.

    Pertama, Allah mengambil inisiatif. Kita belajar tentang Dia dan langsung masuk di bawah wewenang-Nya karena Ia sendiri memutuskan untuk memperkenalkan diri dan kehendak-Nya kepada kita. Inilah "penyataan diri".

    Kedua, Allah telah datang kepada kita dalam Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia. Sebagai Firman abadi dan hikmat Allah, Yesus Kristus menyampaikan segala pengetahuan tentang Allah kepada kita (bnd. Yoh 1:1; 1Kor 1:30*; Kol 22:3; Wahy 19:13*).

    Ketiga, pengetahuan kita tentang Allah datang melalui Alkitab. Ia telah membuat Alkitab ditulis dan melalui kata-kata Alkitab Ia berbicara kepada kita sebagaimana Ia berbicara kepada bangsa-Nya ketika kata-kata itu pertama-tama diberikan. Alkitab harus diterima sebagai firman Tuhan kepada kita dan oleh sebab itu dihormati dan ditaati. Pada waktu kita tunduk kepada wewenangnya, kita menempatkan diri di bawah wewenang Allah yang hidup, yang diperkenalkan kepada kita di dalam diri Yesus Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 1. Arti dan Sumber Wewenang [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kejadian 1:1; Ayub 39:34-38;Ayu 42:1-6*;
    Mazmur 95:6; Yesaya 40:21-23; 45:9*;
    Roma 9:19-20; 11:33-36; Efesus 1:11; Wahyu 4:9-11*.

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan pandangan Kristen mengenai wewenang.
    2. Selidiki dampak pandangan ini bagi

      1. orang Kristen yang terlibat dalam pendidikan di semua tingkat,
      2. masalah penegakan hukum serta tata tertib masyarakat, dan
      3. pendekatan Kristen kepada kesenian.
    3. Secara ringkas, sebutkan kelebihan dan kelemahan dari berbagai pandangan tentang sumber wewenang.
    4. Uraikan nasihat yang akan Anda berikan kepada seorang Kristen yang mencari kehendak Allah tentang suatu masalah tertentu.

    Kepustakaan (1)

    Artikel "Authority" dalam _IBD_.
    Henry, C. F. H.
    1976 _God, Revelation and Authority_ 1 & 2 (Word).
    Heppe, H.
    1978 _Reformed Dogmatics_ (Baker).
    Ramm, B.
    1957 _The Pattern of Religious Authority_ (Eerdmans).
    Schaff, P.
    1977 _The Creeds of Christendom_ (Baker).



    Indeks Bab 2: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.A 01007]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 2 Penyataan ............................................. 01023

    Ps 2.1 Arti Penyataan ................................... 01023

    Sb 2.1.a Manusia adalah Makhluk Ciptaan ................ 01024

    2.1.b Manusia Sudah Menjadi Orang Berdosa ........... 01025

    Ps 2.2 Kemungkinan Penyataan ............................ 01026

    Ps 2.3 Penyataan Umum ................................... 01027

    Sb 2.3.a Karya Ciptaan ................................. 01027

    2.3.b Pengalaman Moral .............................. 01028

    2.3.c Sejarah ....................................... 01029

    2.3.d Naluri Religius yang Universal ................ 01029

    2.3.e Faktor Dinamis ................................ 01030

    2.3.f Fungsi-fungsinya .............................. 01031

    2.3.g Keterbatasannya ............................... 01032

    2.3.h Ringkasan ..................................... 01032

    Ps 2.4 Penyataan Khusus ............................. ...01033

    Sb 2.4.a Yesus Kristus ................................. 01033

    2.4.b Kitab Suci .................................... 01033

    2.4.c Hubungan antara Kedua Bentuk Kenyataan Itu ....01033

    2.4.d Bentuk yang Ketiga?............................ 01034

    2.4.e Penyataan yang Menyelamatkan .................. 01034

    2.4.f Ringkasan ..................................... 01035

    Bahan Alkitab .................................................. 01036

    Bahan Diskusi/penelitian ....................................... 01037

    Kepustakaan .................................................... 01038



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    2. PENYATAAN

    2.1 Arti penyataan

    Penyataan berarti melepaskan selubung dari hal yang tersembunyi, supaya dapat dilihat dan diketahui apa sebenarnya hal itu. Akar kata yang dipakai dalam Perjanjian Lama, _gala_, berarti keadaan telanjang (bnd. Kel 20:26*), tetapi sering dipakai secara kiasan: dalam Yesaya 53:1* tangan Allah secara harfiah "ditelanjangi" dalam pekerjaan penyelamatan-Nya (bnd. Yes 52:10); dalam 2Samuel 7:27*, "Engkau telah menyatakan kepada hambaMu ini, demikian", secara harfiah berarti "Engkau telah menelanjangi telinga hamba-Mu". Padanannya dalam bahasa Yunani, _apokalupt“_, dalam Perjanjian Baru dipakai hanya dalam arti teologis yang sudah diolah, yaitu membuat kenyataan-kenyataan religius diketahui (bnd. Luk 10:21; Ef 3:5*).

    Istilah-istilah ini menguraikan apa yang tersirat setiap kali Alkitab berbicara tentang Allah yang berfirman atau berhubungan dengan manusia. Agama Alkitab adalah agama penyataan; suatu iman yang didasarkan atas penegasan bahwa Allah telah mendatangi manusia dan menyatakan diri-Nya. Kalau manusia hendak mengenal Allah maka penyataan sangat diperlukan berdasarkan dua alasan yang saling mengisi.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    a. Manusia adalah makhluk ciptaan

    "Pada mulanya Allah menciptakan ... manusia" (Kej 1:1,27*). Kata-kata pertama Alkitab ini mengungkapkan perbedaan antara Allah dan umat manusia. Allah sebagai Pencipta berada bebas, terlepas dari manusia; sedangkan keberadaan tiap makhluk tergantung sepenuhnya pada Allah (bnd. laki-laki dan perempuan disebut "debu" dalam Kej 2:7; 3:19*; Mazm 103:14*). Allah dan umat manusia termasuk golongan keberadaan yang berbeda. Istilah teknis ialah "perbedaan ontologis", suatu perbedaan dalam cara keberadaan.

    Perbedaan ini tidak mutlak, karena manusia dijadikan "menurut gambar dan rupa Allah". Allah berkomunikasi dengan manusia (Kej 1:28* dst.), Allah menjadi manusia dalam Tuhan Yesus Kristus (Yoh 1:1,14*); Roh Kudus diam di dalam orang-orang Kristen dan menciptakan hubungan pribadi dengan Allah (Rom 8:9-17*). Bukti ini menegaskan adanya semacam persesuaian antara Allah dan umat manusia. Kendatipun demikian, tetap ada perbedaan mendalam yang tak mungkin diubah.

    Perbedaan dalam keberadaan ini meliputi perbedaan dalam hal mengetahui. "Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah" (1Kor 2:11*). Hanya Allah yang sesungguhnya mengenal diri-Nya. Karena Allah adalah Pencipta dan Tuhan umat manusia, pengetahuan-Nya meliputi juga pengetahuan diri manusia (Mazm 139:2-4*); akan tetapi pengetahuan manusia tidak meliputi pengetahuan Allah akan diri-Nya. Oleh sebab itu, keadaan manusia sebagai makhluk memerlukan penyataan diri Allah jika ia ingin memperoleh pengetahuan secukupnya mengenai Dia. Bahkan Adam sebelum kejatuhannya dalam dosa perlu disapa Allah sebelum ia dapat mengetahui apa kehendak-Nya (Kej 1:28; 2:16*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    b. Manusia sudah menjadi orang berdosa

    Kebutuhan manusia akan penyataan menjadi makin besar karena keadaannya sebagai orang yang berdosa. Kejatuhan dalam dosa telah mempengaruhi setiap segi keberadaannya, khususnya pengertiannya tentang realitas moral dan spiritual. Dosa membuat manusia buta dan bodoh mengenai perihal Allah (Rom 1:18; 1Kor 1:21; 2Kor 4:4*; Ef 2:1; 4:18*).

    Oleh karena itu, tak ada jalan menuju pengetahuan sejati tentang Allah melalui persepsi intelektual dan moral manusia. Satu-satunya jalan menuju pengetahuan akan Allah bagi manusia adalah jika Allah rela menempatkan diri-Nya dalam jangkauan persepsi manusia dan memperbarui pengertiannya mengenai dirinya yang berdosa. Maka, jika manusia ingin mengenal Tuhan dan mendapatkan dasar yang cukup untuk pemahaman dan pengalaman Kristen, penyataan itu mutlak perlu.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    2.2 Kemungkinan penyataan

    Oleh karena Allah adalah Pencipta, maka tidak mengherankan apabila Allah menyatakan diri kepada manusia yang diciptakan-Nya agar mereka mengetahui rencana-Nya dalam penciptaan. Dan karena manusia jelas adalah makhluk yang responsif dan mampu mengadakan hubungan, agaknya tujuan Allah ketika menciptakan manusia meliputi semacam hubungan dan respons terhadap diri-Nya. Hubungan serta respons seperti itu memerlukan suatu bentuk penyataan; penciptaan itu sendiri rupanya juga menyangkut penyataan. Rasanya tidak masuk akal kalau Pencipta yang jelas bijaksana dan cerdas akan membiarkan makhluk-makhluk-Nya meraba-raba dalam kegelapan mengenai keberadaan-Nya tanpa usaha dari pihak-Nya untuk menyatakan diri-Nya.

    Selanjutnya, kalau kita yakin bahwa Allah Pencipta itu penuh kasih, maka kemungkinan akan terjadinya penyataan menjadi kuat sekali. Orang tua yang menyayangi anaknya tidak akan sengaja pergi jauh supaya tidak tampak oleh anaknya, hingga ia berkembang tanpa mengetahui bahwa ia mempunyai orang tua. Memang kita tidak dapat menyamakan kasih manusia dengan kasih Allah, namun kita dapat menganggap adanya taraf kesamaan yang cukup untuk mengatakan bahwa Allah yang mahakasih pasti akan menyatakan diri kepada mereka yang dikasihi-Nya. Namun senantiasa harus diingat bahwa kesanggupan manusia untuk memahami dan menarik keuntungan sepenuhnya dari penyataan menjadi sangat terbatas karena kejatuhannya ke dalam dosa, sebagaimana akan terlihat di bawah ini.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    2.3 Penyataan umum

    Para teolog biasanya membedakan antara dua cara penyataan: yang "umum" dan yang "khusus". Penyataan umum adalah penyataan Allah kepada semua orang di mana-mana. Ada bermacam-macam bentuk dan ciptaan.

    a. Karya ciptaan

    Dalam Roma 1:18-32*, Paulus menjelaskan hukuman Allah atas orang non-Yahudi sezamannya. Allah telah "menyerahkan mereka" (Rom 1:24,26,28*) kepada kecenderungan merusak diri yang ada dalam sifat berdosa mereka, "sebab, sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepadaNya" (Rom 1:21*). Sebaliknya mereka "menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana...dengan gambaran yang fana... menggantikan kebenaran dengan dusta tentang Allah yang terhilang itu ialah mengakui "apa yang tidak nampak dari padaNya, yaitu kekuatanNya yang kekal dan keilahianNya, [yang] dapat nampak dari karyaNya sejak dunia diciptakan" (Rom 1:20*). Sebab itu, mereka "tidak dapat berdalih" karena penyataan Allah ini sudah ada "sejak dunia diciptakan" (Rom 1:20*). Rupanya Paulus melihat tatanan ciptaan sebagai penyataan Allah kepada semua manusia tentang kekuasaan dan keilahian-Nya yang kekal, yang mengharuskan mereka mengenal Dia dan memuliakan serta mengucap syukur kepada-Nya. Dalam Kisah 14:17*, Paulus memberitahukan kepada bangsa kafir di Listra bahwa Allah "bukan tidak menyatakan diriNya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan". Dan Kisah 17:26* menyebut bagaimana sang Pencipta mengatur perkara-perkara manusia pada tingkat individu dan bangsa "supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia."



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    b. Pengalaman moral

    Menurut Roma 2:24-25*, "apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat...mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela". Dengan demikian konflik-konflik hati nurani manusia berhubungan dengan pokok-pokok penghakiman Allah yang terakhir (Rom 2:16; bnd. Rom 1:32*). Para nabi Perjanjian Lama sering berbicara mengenai penghakiman Allah yang adil terhadap bangsa-bangsa bukan Yahudi, walaupun bangsa-bangsa ini tidak diajarkan mengenai hukum Taurat (misalnya Yer 46:51; Am 1:6-2:3*). Perjanjian Baru mengakui bahwa hati nurani orang bukan Kristen sanggup menilai cara hidup orang Kristen pada umumnya (misalnya 1Tim 3:7; 1Pet 2:12*). Bahkan daya tarik Injil dilihat dari segi moral, penegasannya bahwa semua orang telah berbuat dosa (Rom 3:9-23*), ajakannya untuk bertobat (Kis 17:30*), tafsirannya mengenai karya Kristus dalam arti moral (Rom 3:21-26; 1Kor 15:3*), semuanya menunjukkan adanya kesinambungan sejati antara pengalaman moral universal dan pengalaman moral orang Kristen; dan ini pun pada gilirannya menunjukkan adanya kesadaran tertentu akan kehendak Allah dari pihak orang bukan Kristen.

    Bahan Alkitab ini membenarkan pandangan bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya kepada semua orang dalam pengalaman moral mereka. Tentu saja tidak semua tata susila manusia adalah sama dengan yang lain. Allah menyatakan diri-Nya kepada orang bukan Kristen dalam hati nuraninya, tetapi hal itu tidak berarti bahwa mereka mengetahui kehendak Allah dengan sempurna, karena mereka juga sudah jatuh ke dalam dosa. Dosa mengakibatkan kebebalan moral yang mengacaukan kesadaran manusia akan Allah dan kehendak-Nya. Karena itu, suara hati nurani orang bukan Kristen jelas bukan seratus persen "suara Tuhan dalam batin". Namun demikian, Allah telah menyatakan diri. Di balik semua pengalaman moralnya, manusia mempunyai semacam kesadaran bahwa kewajiban berbuat baik dan menolak kejahatan mencerminkan kehendak Tuhan Allah yang tertinggi, yang kepada-Nya manusia harus memberikan pertanggungjawaban.

    Hal ini tidak "membuktikan" keberadaan Allah: sama seperti penyataan umum dalam ciptaan juga tidak membuktikannya. Lebih tepat dikatakan, Alkitab menegaskan bahwa Allah sebenarnya menyatakan diri kepada semua orang dalam dimensi-dimensi tertentu dari pengalaman mereka, terlepas dari apakah ini dapat dibuktikan dengan penalaran atau tidak.

    Ada dua segi lain dari penyataan umum yang kadang-kadang disinggung, walaupun dasarnya dalam Alkitab kurang jelas.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    c. Sejarah

    Pernah dikatakan, bahwa Allah dalam arti tertentu menyatakan diri-Nya melalui proses penghakiman sebagaimana tercermin dalam timbul tenggelamnya bangsa-bangsa dan negara-negara adikuasa.

    d. Naluri religius yang universal

    Dikatakan pula bahwa naluri religius manusia yang universal itu memperlihatkan sesuatu dari penyataan diri Allah kepada manusia. Pandangan ini sering didukung dengan mengacu kepada Yohanes 1:9*, "Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia"; tetapi arti sesungguhnya dari ayat ini masih dipersoalkan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    e. Faktor dinamis

    Penyataan Allah bukan sesuatu yang terlepas dan objektif seperti benda yang dipamerkan di museum. Penyataan Allah bersifat dinamis dan berkesinambungan. Allah berulang kali menyatakan diri dan manusia berulang kali menentang, menutupi dan menyalahgunakan penyataan itu (Rom 1:21-28*). Oleh sebab itu, hanya melalui sikap yang tunduk dan patuh sepenuhnya manusia dapat bertemu dengan penyataan Allah yang sesungguhnya. Bila orang menolak untuk bersikap demikian, ia menutup kemungkinan akan penyataan lain (misalnya Mat 25:29; Luk 8:18*; bnd. Herodes dalam Mr 6:21-28 dan Luk 23:9*).

    Seorang yang berkali-kali menolak penyataan Allah pada akhirnya dapat hilang kesanggupan untuk mengenal dan menyambut-Nya. Alkitab memang mengenal "manusia duniawi" yang tidak menunjukkan pengertian akan realitas Allah. Tetapi Alkitab menegaskan bahwa Allah adil, Ia menyatakan diri kepada semua orang pada saat atau saat-saat tertentu dalam petualangan hidup mereka. Bila seseorang menolak terang itu dan hatinya dikeraskan, mungkin terang itu akan diambil dari orang itu.

    Karena manusia berdosa senantiasa menunjukkan reaksi melawan penyataan Allah, walaupun penyataan ini membuktikan kebaikan dan kasih Allah terhadapnya, maka benarlah komentar mendalam bahwa kita manusia adalah orang bebal (Mazm 14:1; Rom 1:2*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    f. Fungsi-fungsinya

    Jika penyataan umum menunjukkan kekurangan seperti tersebut di atas, apa gunanya penyataan itu?

    Pertama, penyataan umum memantapkan masyarakat dengan memberi sanksi khusus kepada hukum moral. Pengertian tentang kewajiban moral, yang membedakan antara baik dan jahat, dengan mana kejahatan terkendalikan dan kehidupan manusia pada umumnya diperbolehkan berfungsi dengan lumayan tanpa dilanda oleh ledakan kejahatan yang tak terkendali, pada akhirnya hanya dapat ada berkat penyataan Allah, walaupun ini hampir-hampir tidak diakui oleh manusia.

    Kedua, penyataan umum menyatakan kesalahan manusia. Allah bukan tidak menyatakan diri. Dalam pengalaman hidup Ia bersabda kepada semua orang. Bila terang yang diberikan-Nya dipadamkan, maka kegelapan yang kemudian timbul adalah tanggung jawab manusia sendiri. "Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong" (Rom 3:4*).

    Kebenaran ini terutama penting untuk penginjilan Kristen. Setiap orang dihadapkan kepada Allah dan oleh sebab itu harus bertanggung jawab atas kealpaannya memelihara hubungan sejati dengan Dia. Injil memperkirakan adanya kesalahan universal ini pada manusia. Sudah tentu, pada akhirnya manusia akan dihakimi menurut pengetahuan serta kesempatan yang diperolehnya; yang jelas tidak sama bagi setiap orang (Mat 13:11; Luk 10:13-14*; bnd. di bawah: ps 34.4@@). Namun Alkitab jelas mengajarkan bahwa terang sedikit atau banyak diberikan kepada semua orang, dan oleh sebab itu orang bersalah karena tidak mengenal Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    g. Keterbatasannya

    Ada keterbatasan pada penyataan umum. Rupanya penyataan umum tidak cukup bagi Adam sebelum jatuh ke dalam dosa, karena Allah harus langsung berbicara kepadanya sebelum ia mengerti apa kehendak-Nya (Kej 1:28-9; 2:17-8*). Khususnya ada kekurangan penyataan umum, mengingat bahwa manusia sudah berdosa. Dosa menciptakan jurang yang tak terjembatani antara pemikiran dan pengalaman manusia pada satu pihak dan pribadi serta sikap Allah pada pihak lain. Seperti dikatakan Paulus (1Kor 1:21*), sekalipun berhikmat dunia tidak mengenal Allah.

    Jadi, karena penyataan umum tidak cukup, maka diperlukan penyataan lanjutan yang lengkap. Agar manusia dapat mengenal Dia, maka Allah masih memberi kesaksian lagi tentang diri-Nya secara khusus.

    h. Ringkasan

    Alkitab mengajarkan dengan jelas bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya. Manusia hidup di dalam dunia Allah sebagai makhluk, setiap saat ia hidup di hadapan Allah. Kendatipun pengaruh dosa membutakan, namun manusia tidak dapat menuntut tidak adanya penyataan ilahi. Melalui penyataan umum Allah telah memperlihatkan sebagian dari hakikat-Nya serta rencana-Nya kepada manusia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    2.4 Penyataan khusus

    Yang dimaksudkan dengan penyataan khusus ialah cara-cara Allah menyatakan diri dengan lengkap dan jelas yang jauh melebihi penyataan umum. Penyataan itu berpusat pada mujizat penjelmaan, dan diketahui melalui kata-kata Alkitab yang diilhami Allah. Dengan demikian, penyataan khusus dapat mengambil berbagai bentuk.

    a. Yesus Kristus

    Yesus Kristus adalah Firman Allah yang abadi yang "menjadi manusia dan diam di antara kita" (Yoh 1:1,14*). Di sinilah terletak inti dan puncak seluruh penyataan ilahi, yaitu Allah menyatakan diri dalam Yesus Kristus, yang merupakan Allah hakiki dan manusia hakiki.

    b. Kitab Suci

    Alkitab akan dibicarakan dalam pasal berikut. Di sini hanya akan disebut penegasan bahwa Alkitab mencatat ucapan Allah kepada makhluk-Nya (Yoh 10:35; Rom 3:2; 2Tim 3:16*). Kata-kata Alkitab, yang pada mulanya ditulis atau diucapkan kepada generasi tertentu, berkat pemeliharaan-Nya ditujukan kepada setiap generasi (Kis 7:38; Rom 15:4; 1Kor 10:11*).

    c. Hubungan antara kedua bentuk penyataan itu

    Kedua bentuk ini tidak dapat dipisahkan. Kristus, Firman yang menjelma menjadi manusia, dikenal melalui firman Allah yang tertulis, yaitu Alkitab. Mengenal Kristus sudah tentu adalah pengalaman yang lebih kaya daripada mengenal ajaran Alkitab tentang Dia. Namun Kristus yang dikenal melalui pengalaman pribadi adalah Kristus yang disaksikan oleh Alkitab. Tidak ada Kristus lain. Respons kepada Kristus yang membawa keselamatan berarti terikat kepada-Nya, sesuai dengan kesaksian Alkitab tentang Dia.

    Sebaliknya, firman yang tertulis tidak dapat dipisahkan dari Firman yang terjelma itu. Alkitab hanya dapat ditafsirkan dengan tepat kalau penafsir bermula dari iman yang hidup dalam Kristus, yang merupakan tema pokok, puncak dan pusat penyataan Alkitab tentang pribadi dan rencana Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    d. Bentuk yang ketiga?

    Ada penulis yang berbicara tentang bentuk ketiga dari penyataan khusus, yaitu kesaksian orang Kristen tentang Injil, yang meliputi pemberitaan formal dan segala bentuk kesaksian atau pengajaran informal. Walaupun tidak setaraf dengan Kristus dan Alkitab, namun kesaksian Kristen ini menghubungkan bentuk-bentuk utama penyataan khusus itu dengan pengalaman pada masa kini, sama seperti terjadi pada zaman para rasul (Kis 2:37-38; 8:4-5,26 dst.; Kis 11:20*). Akan tetapi, pemberitaan dan kesaksian Kristen hanya melayani penyataan Allah kalau senantiasa setia memberitakan firman Allah yang terjelma dan tertulis.

    e. Penyataan yang menyelamatkan

    Penyataan khusus merupakan kemajuan yang sangat besar atas penyataan umum. Jauh lebih banyak rahasia Allah yang tersingkap melalui salib Yesus daripada melalui langit yang diterangi beribu-ribu bintang. Meskipun demikian, penyataan khusus melalui Kristus dan Alkitab masih belum cukup untuk mendapatkan pengetahuan yang lengkap dan memuaskan tentang Allah, disebabkan oleh kodrat manusia. Sekiranya Adam tetap tidak berdosa, maka penyataan khusus sudah cukup sekali, sama seperti sebelum kejatuhan (Kej 2:16*). Tetapi manusia berdosa cenderung menentang setiap bentuk penyataan Allah dan berpaling daripada-Nya. Banyak orang Yahudi pada zaman Tuhan Yesus menolak baik ajaran Alkitab (Mat 15:6; 22:29) maupun Tuhan Yesus sendiri (Yoh 19:15*; Kis 7:1-60*). Dan semua saksi Kristen telah menyesali bagaimana manusia menentang bukan saja penyataan umum di dalam alam raya dan hati nurani, tetapi juga firman Tuhan, yang tertulis, terjelma dan diberitakan. Manusia berupaya menyembunyikan atau menutup kebenaran tentang Allah (Rom 1:18; 2Kor 4:4*). Maka untuk mengenal Allah, manusia harus diselamatkan dan diubah oleh penyataan, bukan hanya diberitahukan dan diajarkan.

    Menurut keajaiban anugerah Allah, memang itulah sifat penyataan khusus-Nya dalam Kristus dan Alkitab. Alkitab mencatat penyataan diri Allah yang makin lama makin jelas serta rencana penyelamatan-Nya bagi manusia. Penyataan berpusat pada salib, di mana Kristus mati untuk dosa kita (1Kor 15:3*), supaya rintangan yang menghalangi kita untuk benar-benar mengenal Allah dapat diatasi. Roh Kudus membuat penyelamatan Kristus menjadi efektif, Ia membuat kemauan orang yang suka melawan menjadi patuh dan membukakan mata buta supaya orang percaya kepada Injil. Dengan demikian Dia memungkinkan orang masuk kerajaan Allah dan sungguh-sungguh mengenal-Nya (Yoh 3:1; 15:26; 1Tes 1:5*; Tit 3:5*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    f. Ringkasan

    Ada dua bagian penyataan Allah: penyataan umum kepada semua orang terutama melalui alam dan melalui suara hati; dan penyataan khusus dalam Yesus Kristus dan Alkitab. Penyataan khusus itu harus dibagi lagi. Oleh sebagian orang penyataan khusus ini ditolak, sedangkan yang lain menerimanya melalui karya Roh Kudus yang memampukan mereka percaya kepada Kristus. Apabila kita menerimanya, maka terjadilah penyataan sesungguhnya yang membawa kita kepada pengetahuan sebenarnya tentang Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Penyataan secara umum:
    Ulangan 29:29; Yesaya 55:8-9; Daniel 2:22*;
    Roma 1:18; 1Korintus 1:21; 2:6-14*.

    Kebutuhan manusia akan penyataan

    1. sebagai makhluk ciptaan:
      Kejadian 2:7; Ayub 12:13-25; 42:1-6; Mazmur 103:14*.

    2. sebagai orang berdosa:
      Ayub 37:19; Mazmur 73:22; 82:5; Yeremia 17:9*;
      Kisah 17:23,30; Roma 1:18-32; 1Korintus 1:21*;
      2Korintus 4:4; Efesus 2:1-2; 4:18*.

    Penyataan umum:
    Mazmur 19:2-3; Yohanes 1:9; Yeremia 46:1-51:64; Amos 1:2-2:5*;
    Roma 1:19-32; 2:14-15; Kisah 14:17; 17:26-27; 2Korintus 4:2*.

    Penyataan khusus:
    Keluaran 31:18; 2Raja 22:1-20; Mazmur 19:8-12*;
    Yesaya 55:11; Yeremia 20:9*;
    Markus 7:13; Yohanes 1:1-18; 10:35; 14:6*;
    1Korintus 1:21,30; 2Korintus 4:6; Galatia 1:12; Kolose 2:2-3*;
    2Timotius 3:16; Ibrani 4:12; 2Petrus 1:21*.

    Karya Roh Kudus:
    Yohanes 3:1-16; 14:25; 15:26; 16:13-14; 1Korintus 2:4-16*;
    Efesus 1:17; 1Tesalonika 1:5; 1Yohanes 2:20,27; 3:24; 5:7-8*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. "Hanya Allah yang dapat bersaksi tentang diri-Nya". "Kita hanya dapat mengenal Allah jika Ia menempatkan diri-Nya dalam jangkauan pengertian kita". Apakah pernyataan ini dapat didukung oleh Alkitab? Selidikilah dampak-dampaknya untuk cara manusia dapat mengenal Allah.
    2. Sebutkan perbedaan antara penyataan umum dan penyataan khusus. Apakah pembedaan ini perlu? Apakah Anda dapat memberikan istilah lain untuk itu?
    3. Apa dampak-dampak dari penyataan umum bagi

      1. pekabaran Injil,
      2. pandangan Kristen tentang kebudayaan,
      3. apologetika Kristen, dan
      4. pandangan Kristen tentang negara?
    4. Apakah Allah dikenal oleh agama-agama dunia lain?
    5. Dalam hal apa suara hati dapat dijadikan penunjuk jalan kepada Tuhan?
    6. Selidikilah hubungan antara Kristus dan Alkitab dalam penyataan Kristen.
    7. Apa fungsi Roh Kudus dalam pengenalan manusia akan Allah?


    Mengenali Kebenaran -- Bab 2. Penyataan [Indeks]

    Kepustakaan (2)

    Artikel "Revelation" dalam _IBD_.
    Berkouwer, G. C.
    1955 _General Revelation_ (Eerdmans).
    Henry, G. F. H.
    1959 _Revelation and the Bible_ (Tyndale Press).
    1976 _Revelation and Authority_ 1 & 2 (Word).
    Kuyper, A.
    1963 _Principles of Sacred Theology_ (Eerdmans).
    McDonald, H. D.
    1980 _What the Bible says about the Bible_ (Kingsway).
    Morris, L.
    1976 _I Believe in Revelation_ (Hodder).
    Packer, J. I.
    1965 _God Has Spoken_ (Hodder; edisi ke-2, 1979).
    Pinnock, C.
    1971 _Biblical Revelation_ (Moody Press).
    Ramm, B.
    1961 _Special Revelation and the Word of God_ (Eerdmans).



    Indeks Bab 3: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.A 01007]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 3 Alkitab ............................................... 01040

    Ps 3.1 Alkitab: Bentuk Nyata dari Penyataan Khusus ........ 01040

    Sb 3.1.a Allah Merendahkan Diri ........................ 01040

    3.1.b Penyataan Dalam Bentuk Kata-kata .............. 01040

    3.1.c Kebenaran Berdasarkan Analogi ................. 01041

    3.1.d Keuntungan Penyataan Tertulis ................. 01041

    Ps 3.2 Alkitab sebagai firman Allah yang Tertulis ....... 01042

    Sb 3.2.a Pandangan Yesus terhadap Perjanjian Lama ...... 01042

    3.2.b Pandangan Para Rasul thd Perjanjian Lama ...... 01043

    3.2.c Kata-kata dan Ajaran Yesus .................... 01043

    3.2.d Wewenang Khusus Para Rasul .................... 01044

    3.2.e Allah Sendiri Menyapa Manusia mll Alkitab ..... 01045

    Ps 3.3 Pengilhaman ...................................... 01046

    Sb 3.3.a Cara Pengilhaman .............................. 01047

    3.3.b Teori-teori Pengilhaman ....................... 01048

    3.3.c Dua Istilah yang Berkaitan Dgn Pengilhaman .... 01049

    3.3.d Ulasan Akhir .................................. 01050

    Ps 3.4 Kanon ............................................ 01051

    Sb 3.4.a Kanon Perjanjian Lama ......................... 01052

    3.4.b Kanon Perjanjian Baru ......................... 01053

    Ps 3.5 Masalah-masalah Lain ............................. 01054

    Sb 3.5.a Tidak Dapat Khilaf ............................ 01055

    3.5.b Tidak Salah ................................... 01055

    3.5.c Sesuai Dengan yang Asli ....................... 01055

    3.5.d Kesulitan-kesulitan ........................... 01056

    Ps 3.6 Ilmu Tafsir (Hermeneutika) ....................... 01057

    Sb 3.6.a Penafsiran Secara Wajar ....................... 01057

    3.6.b Penafsiran Menurut Kitab Suci ................. 01058

    3.6.c Penafsiran Oleh Roh ........................... 01059

    3.6.d Penafsiran Secara Dinamis ..................... 01060

    Bahan Alkitab .................................................. 01061

    Bahan Diskusi/penelitian ....................................... 01062

    Kepustakaan .................................................... 01062



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    3. ALKITAB

    3.1 Alkitab: Bentuk nyata dari penyataan khusus

    Penyataan khusus dari Allah sampai kepada kita di dalam dan melalui Alkitab. Di sana kita belajar tentang Yesus Kristus dan bertemu dengan-Nya. Alkitab merupakan dasar dan norma bagi seluruh pemberitaan dan pengajaran Kristen. Oleh sebab itu, Alkitab dapat disebut bentuk nyata dari penyataan khusus. Ini menimbulkan berbagai-bagai dampak.

    a. Allah merendahkan diri

    Manusia mengetahui tentang Allah karena Dia berkenan merendahkan diri untuk berkomunikasi dengan kita. Seperti orang dewasa yang berbicara dengan anak kecil, Allah menyesuaikan bahasa dan ungkapan-Nya dengan kemampuan kita. "Seperti pengasuh terhadap bayi, Allah berbicara kepada kita" (Calvin; bnd. 1Tes 2:7*). Sebab itu, jangan kita merasa tersinggung oleh bahasa yang terus terang dari Alkitab atau oleh isinya yang sering kali sederhana saja.

    b. Penyataan dalam bentuk kata-kata

    Penegasan bahwa Allah telah berbicara melalui kata-kata dalam Alkitab adalah sesuai dengan perkiraan Kristen akan adanya Allah yang tidak diciptakan, yang berpribadi. Ia sanggup sepenuhnya untuk berkomunikasi dengan makhluk milik-Nya yang rasional dan yang dapat berbicara, pada tingkat daya tangkap mereka sendiri, yaitu dengan bahasa. Seandainya kita menolak kemungkinan penyataan lisan, seperti yang dilakukan beberapa orang, maka berarti kita menolak realitas Allah sang Pencipta. Dia yang membentuk mulut, masakan tidak berbicara (bnd. Mazm 94:9*)?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    c. Kebenaran berdasarkan analogi

    Allah menyatakan diri kepada manusia dengan menggunakan prinsip analogi, di mana sesuatu dalam bidang pengalaman dan bahasa tertentu dipakai untuk menjelaskan sesuatu di bidang lain. Dalam hal penyataan khusus, manusia pada satu pihak memperhatikan pengalaman Allah tentang diri-Nya serta ungkapan abadi tentang diri-Nya, dan pada pihak lain pengalaman manusia serta ungkapannya mengenai pengalaman itu. Allah memilih unsur-unsur dari pengalaman serta bahasa manusia yang dapat dipakai sebagai analogi yang relevan untuk pengalaman dan ungkapan diri-Nya sendiri. Hanya Dia yang mengenal diri-Nya sendiri, dan sebagai pencipta dan penebus Ia juga mengenal manusia, dan oleh sebab itu dengan kuasa mutlak Ia dapat menentukan titik-titik pertemuan, di mana bidang pengalaman-Nya benar-benar tercermin dalam bidang pengalaman kita. Ungkapan nyata dari penyataan diri Allah yang berupa analogi ini adalah Alkitab.

    Tentu saja bahasa analogi tidak mencerminkan secara lengkap kebenaran yang diungkapkan dalam bentuk analogi itu. Manusia tetap manusia yang terbatas, dan bahasa Alkitab tetap bersifat manusiawi. Tidak semua kebenaran Allah yang dapat diungkapkan dengan cara itu. Alkitab sendiri membedakan antara "hal-hal yang tersembunyi", yang diperuntukkan bagi Allah, dan "hal-hal yang dinyatakan" yang diperuntukkan "bagi kita dan anak-anak kita sampai selama-lamanya" (Ul 29:29*; Yes 55:8-11*). Tetapi itu tidak berarti bahwa Alkitab bukanlah benar dalam segala kenyataannya. Bahasa manusia adalah alat komunikasi yang cukup ampuh untuk menyampaikan kebenaran Allah kepada kita. Penegasan-penegasan mengenai penyataan khusus dalam Alkitab, kalau diterima sebagai firman Tuhan yang dapat dipercaya, memberikan laporan yang benar dan andal mengenai Allah serta rencana-Nya.

    d. Keuntungan penyataan tertulis

    Allah dalam hikmat-Nya yang besar memberikan kepada manusia dokumen tertulis yang berisi penyataan-Nya. Kuyper mencatat empat keuntungan dari adanya laporan tertulis:

    • daya tahan (kekhilafan yang muncul karena lupa dan penyimpangan sengaja atau tidak sengaja yang terjadi dalam waktu yang lama dapat diperkecil timbulnya);
    • penyebaran ke seluruh dunia melalui terjemahan, salinan dan cetaan;
    • ciri tetap dan murni; dan
    • ketuntasan dan sifat patokan, yang tak mungkin tercapai oleh bentuk-bentuk komunikasi lain.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    3.2 Alkitab sebagai firman Allah yang tertulis

    Salah satu cara untuk menyatakan keyakinan bahwa Allah sendirilah yang berbicara dalam Alkitab, adalah dengan menyebut Alkitab sebagai "firman Allah". Konsep ini terdapat dalam Alkitab sendiri. Perjanjian Lama berbicara tentang firman Allah yang kreatif (Kej 1:11; Mazm 33:6*), hikmat Allah yang dianggap berpribadi (Ams 8:1-36*), yang adalah wahana aktivitas Allah (Yes 55:11*). Yesus menyebutkan Perjanjian Lama sebagai "firman Allah" (Mr 7:13; Yoh 10:35*) dan para rasul berbuat demikian pula (misalnya Kis 6:4; Rom 9:6; Ibr 4:12*). Istilah "Firman" juga dipakai untuk Yesus sendiri (Yoh 1:1,14*; 1Yoh 1:1; Wahy 19:13*).

    Dalam kebudayaan Yunani klasik, kata _logos_ (`firman`) diartikan sebagai prinsip rasional yang mempersatukan semesta alam. Pada dasarnya, _logos_ menyampaikan pikiran tentang karya Allah untuk menyatakan diri. Orang Kristen menggunakan istilah ini untuk keseluruhan Alkitab, karena ingin mengikuti sikap Yesus terhadap Perjanjian Lama.

    a. Pandangan Yesus terhadap Perjanjian Lama

    Yesus mengutip dari Perjanjian Lama sebagai sumber otoritatif (Mat 4:4; Mr 14:27). Ia menyebutnya "firman Allah" (Mat 19:4-5; Mr 7:11-13; Yoh 10:34-5*). Ia percaya bahwa seluruhnya adalah penyataan Allah yang diilhami Roh Kudus (Mr 12:36*) dan karena itu berwenang (Luk 24:25-27,44*). Ia memakai bahan dari setiap bagian utamanya, termasuk kelima kitab Taurat (Mat 4:4*), kitab-kitab sastra (Mr 12:10-11) dan kitab-kitab nubuat (Mr 7:6*).

    Ia menganggap sejarah dalam Perjanjian Lama itu benar, termasuk adanya para bapa leluhur (Mat 22:23; Yoh 8:56*), panggilan kepada Musa di semak belukar yang menyala (Mr 12:26*), kunjungan ratu Selatan pada Salomo (Luk 11:31), pelayanan Yunus (Luk 11:30*), pembunuhan Habel dan Zakharia (Mat 23:35*), Daud yang makan roti sajian di rumah Allah (Mat 12:3), Nuh dan air bah (Luk 17:26-7*), Lot dan pembinasaan Sodom (Luk 17:28), penghakiman atas Tirus dan Sidon (Mat 11:21-2*) serta pelayanan Elia dan Elisa (Luk 4:26-7*). Ia juga menerima mujizat-mujizat yang tercatat di situ sebagai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi (Luk 4:25-27; Yoh 3:14*).

    Yesus menerima nubuat Perjanjian Lama (Mat 11:10; Mr 7:6*). Ia menerima etika Perjanjian Lama sebagai tolok ukur (Mat 5:17; 19:3-6*; Mr 10:19*). Ia menegaskan bahwa Perjanjian Lama berbicara tentang Dia (Luk 24:46; Yoh 5:39,45*). Sebab itu, tidaklah mengherankan bahwa Ia mencela orang yang tidak mempercayai apa yang dikatakannya (Mat 22:29-30; Luk 24:25*) atau menghapus wewenang ilahi dengan berpaling kepada adat manusiawi (Mat 15:3*).

    Walaupun sebagai Allah yang menjelma Yesus mempunyai kuasa penuh dari Allah, namun Dia tidak pernah menggunakan wewenang pribadi-Nya melawan wewenang Perjanjian Lama. Ia memang menambahkan ajaran baru dan memberi tafsiran baru (bnd. Mat 5:21-48*) tetapi sekaligus Ia menegaskan bahwa Ia datang bukan untuk meniadakan kitab Taurat dan para nabi melainkan untuk menggenapinya (Mat 5:17-19*; bnd. Lloyd-Jones 1959). Ia menghormati wewenang Alkitab tentang dua hal pokok: ajaran dan perbuatan-Nya (Mat 12:3-5; 19:4-5; Yoh 10:35*) dan pelayanan-Nya sebagai Mesias (Mat 26:24,53-54; Luk 24:46*).

    Pokok yang terakhir itu sangat berarti. Yakin bahwa Dia adalah Mesias yang ditunggu-tunggu, dan bahwa melalui Dia kerajaan Allah akan datang, maka Yesus menyesuaikan peranan mesianik-Nya dengan ajaran Perjanjian Lama. Perjanjian Lama itu meyakinkan Yesus bahwa Ia akan ditolak dan harus menderita, dan Perjanjian Lamalah yang mendorong-Nya untuk pergi ke Yerusalem dan akhirnya menyerahkan diri kepada kengerian kayu salib (Mat 26:24; Mr 8:31; Luk 22:37*).

    Sudah barang tentu hubungan unik antara Yesus dan Bapa-Nya menjamin adanya bimbingan pada tiap tahap hidup-Nya. Namun, pengarahan intuitif ini jelas didukung dan dilengkapi dengan rencana ilahi bagi pelayanan Mesias yang tertera dalam Perjanjian Lama.

    Hal ini penting dalam menghadapi keberatan-keberatan yang lazim dikemukakan terhadap penegasan di atas mengenai sikap Yesus terhadap Perjanjian Lama. Pernah dikatakan bahwa Yesus mengacu kepada Perjanjian Lama yang dianggap mempunyai wewenang dalam soal-soal agama pada waktu itu, karena hanya dengan cara demikian ajaran-Nya dirasakan lebih berbobot oleh orang-orang sezaman-Nya. Pendapat ini dibuktikan salah dengan cara Yesus membiarkan firman tertulis itu mengarahkan misi-Nya; dengan cara Ia memakai Perjanjian Lama untuk melawan Iblis di padang gurun (Mat 4:1-11; Luk 4:1-13*); dan dengan cara Ia mengutip dari Perjanjian Lama pada saat penderitaan-Nya terakhir di kayu salib (Mat 27:46; Luk 23:46*). Yesus tidak pernah mengalah kepada situasi. Ia tunduk kepada pengarahan Perjanjian Lama karena menurut Dia itulah sikap yang paling tepat, terlepas dari apakah sikap itu mengikuti atau berlawan dengan teologi tradisional atau radikal pada zaman-Nya (atau teologi masa kini sekalipun).

    Juga pernah dikatakan bahwa keyakinan Yesus dalam hal ini sama dengan keyakinan dan pola-pola pikir masyarakat dan kebudayaan pada zaman-Nya, bahwa memang hal "penjelmaan" mencakup hal penyesuaian diri demikian; karena itu sebenarnya keyakinan Yesus tidak begitu ber pengaruh dewasa ini. Akan tetapi, pandangan itu adalah berdasarkan asumsi yang sama sekali tidak beralasan, yaitu: karena _kita_ ditempa menurut aksioma dan norma-norma masyarakat, maka pasti Yesus demikian juga. Tetapi sebenaranya belum tentu hal itu berlaku mengenai tokoh sejarah mana pun yang agung, karena kehebatan tokoh itu justru terletak pada hal mempertanyakan asumsi-asumsi generasinya. Apabila Yesus terikat erat pada pandangan masyarakat-Nya mengenai soal dasar wewenang agama, berarti Dia kalah cemerlang dengan tokoh-tokoh sejarah lain.

    Pandangan tersebut juga gagal memperhitungkan kesaksian Alkitab tentang apa yang terjadi dalam peristiwa kedatangan Kristus, yaitu bukan munculnya kesadaran manusiawi yang terikat oleh waktu seperti manusia biasa, tetapi pengambilan kodrat manusia oleh Dia yang adalah Firman dan hikmat Allah yang abadi (Yoh 1:1-14; 8:58; 17:5; Fili 2:5-11*; Kol 1:15-20*). Pandangan ini juga mengabaikan kodrat manusia-Nya yang tidak berdosa (Yoh 8:46; Ibr 4:15; 1Pet 1:19*). Sebab itu, amatlah salah untuk menggunakan pengalaman biasa untuk menilai Yesus. Ia hanya dapat dimengerti kalau orang mengesampingkan norma-norma wawasan berdosa yang tidak lengkap dan membiarkan cara berpikir dibentuk oleh kesaksian Allah tentang Yesus sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab Injil. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengesampingkan sikap-Nya terhadap apa saja, khususnya sesuatu yang begitu dekat pada pusat pikiran dan perbuatan-Nya.

    Pada dasarnya soal itu lebih bersifat moral daripada akademis. Jika orang berpandangan lebih rendah terhadap sifat ilahi Perjanjian Lama daripada Yesus sendiri, bagaimanakah atau berdasarkan hak apa orang itu dapat mengakui-Nya sebagai Guru dan Tuhan? (Yoh 13:13*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    b. Pandangan para rasul terhadap Perjanjian Lama

    Para rasul mengacu kepada Perjanjian Lama untuk memberi wewenang pada ajaran mereka dan senantiasa mengemukakan iman Kristen sebagai penggenapan Perjanjian Lama (Kis 2:16-35; 3:22-25; 4:11; 7:2-53; 13:29-37* Rom 1:2; Gal 3:16-18*; dll.). Bahkan untuk penggenapan inilah Perjanjian Lama ditulis (Rom 15:4; 1Pet 1:12*).

    Para rasul sadar akan wewenang khusus mereka sebagai pendiri-pendiri gerakan baru (bnd. 2Kor 10:8; Gal 1:1*) dan sebagai penerima penyataan diri Allah (1Kor 2:13; 1Tes 2:13; 1Yoh 1:1-3*). Namun mereka selalu menghubungkan ajaran mereka dengan Perjanjian Lama. Paulus, misalnya, sangat prihatin supaya ajarannya tentang pembenaran didasarkan pada Perjanjian Lama (bnd. Rom 4:1-25*). Bagi para rasul, sama seperti bagi Guru mereka, Perjanjian Lama adalah firman Allah dalam bentuk tertulis (Kis 4:25; Rom 3:2; 2Tim 3:16; Ibr 4:3; 10:15-17*; 2Pet 1:21*).

    c. Kata-kata dan ajaran Yesus

    Yesus jelas yakin bahwa kata-kata-Nya berkuasa dan berwenang secara unik (Yoh 6:63; 15:3). Kata-kata-Nya tidak akan berlalu (Mr 13:31*) dan harus didengar dan ditaati (Mat 5:21-22; 7:24; Yoh 8:31-32*).

    Para rasul mengakui kuasa ilahi kata-kata Yesus (Kis 20:35*; 1Kor 7:10; 11:23-24). 1Timotius 5:18* sangat berarti dalam hubungan ini karena menggabungkan ayat dari Perjanjian Lama (Ul 25:4*) dengan ayat dari ajaran Yesus (Luk 10:7*). Sebagai bagian kitab suci yang berwenang, dua ayat itu dianggap mempunyai kuasa ilahi yang sama dan masing-masing mengungkapkan pikiran dan kehendak Allah. Penghormatan para rasul terhadap kata-kata Yesus juga ditunjukkan dengan adanya empat kitab Injil.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    d. Wewenang khusus para rasul

    Yesus sengaja memilih orang-orang tertentu untuk menjadi murid-murid-Nya (Luk 5:27; 6:12-16; Yoh 17:6*) dan memberi mereka Roh Kudus secara khusus (Yoh 20:22; bnd. Kis 1:5*). Ia menyuruh mereka pergi dan mengajar dalam nama-Nya (Mat 28:18-20; Yoh 20:21; Kis 1:8*) dan menjanjikan bahwa Roh Kudus akan memimpin mereka dalam mengajar dan bersaksi (Yoh 14:26; 15:26; 16:13*).

    Para rasul menegaskan bahwa mereka langsung mengalami wewenang dan pengetahuan unik (1Kor 2:3*). Mereka memberitakan Injil dengan keyakinan bahwa mereka berbicara "oleh Roh Kudus" (1Pet 1:12*) dan mereka mengakui bahwa isi dan bentuk berita itu diberikan oleh Roh Kudus (1Kor 2:3*). Mereka berbicara dengan keyakinan mantap (Gal 1:7-8) dan menyuruh dengan wewenang (2Tes 3:6,12*). Bahkan pernyataan seseorang bahwa dia mempunyai Roh Kudus dinilai dengan ukuran, apakah ia mengakui wewenang ilahi ajaran para rasul (1Kor 14:37*).

    Pandangan itu mengenai ajaran dan pemberitaan para rasul berlaku bukan hanya untuk penyataan lisan, tetapi untuk tulisannya juga. Ujian kebenaran adalah "apa yang kukatakan dalam surat" (1Kor 14:37*; 2Tes 3:14*). Petrus menyebutkan surat-surat Paulus setaraf dengan Perjanjian Lama (2Pet 3:16*) **1** dan Paulus menyuruh jemaat Kolose agar suratnya dibacakan juga di jemaat (Kol 4:16*).

    --------------------
    **1**.TB "tulisan-tulisan yang lain" menerjemahkan Yun. tas loipas grafas dan
    kata graf-biasanya menyebut kitab-kitab Perjanjian Lama.
    --------------------

    Kadang-kadang dikatakan bahwa argumentasi tadi tidak berujung pangkal, karena membuktikan wewenang Alkitab dengan cara mengacu pada ayat-ayat Alkitab. Sebagian respons kami terhadap tantangan ini tercakup dalam alasan terakhir di bawah ini, yang kami kemukakan untuk mendukung wewenang Alkitab. Di sini kami tekankan kesulitan menentukan letaknya wewenang tertinggi kecuali dengan mengacu pada apa yang berwenang tertinggi itu sendiri; karena jika kita mengukur wewenang itu dengan memakai pengukur lain, maka pengukur lain itu menjadi wewenang yang tertinggi. Prinsip ini juga berlaku bagi bidang-bidang ilmu yang lain. Yang dapat kami kemukakan ialah bahwa ajaran Kristen tentang wewenang adalah sesuai dengan fakta bahwa penulis-penulis Alkitab sendiri sering mengacu pada Alkitab. Dengan demikian, Allah yang berbicara dalam Alkitab secara konsisten merupakan wewenang tertinggi.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    e. Allah sendiri menyapa manusia melalui Alkitab

    Banyak orang Kristen mengakui Alkitab sebagai firman Allah, terutama karena Allah sendiri berbicara kepada mereka melalui Alkitab itu. Ia berbicara dengan kata-kata Alkitab sedemikian rupa sehingga tiap keragu-raguan mengenai asal, sifat serta wewenang ilahinya hilang sama sekali. Akhirnya, hanya Allah yang dapat menjadi saksi yang memadai bagi diri-Nya sendiri. Segala kesaksian lain, seperti bukti sejarah atau pun ke-simpulan filsafat hanya mempunyai nilai sekunder.

    Jutaan orang Kristen dari tiap generasi bersaksi bahwa ketika mereka membaca Alkitab atau mendengar uraian daripadanya, maka mereka tergerak untuk mengakui kuasa yang melekat padanya. Calvin melihat hal ini sebagai pekerjaan Roh Kudus yang memberi kesaksian ilahi mengenai Alkitab, dan dia menyebutnya "kesaksian batin dari Roh Kudus" yang "lebih kuat dari bukti apapun".

    Orang Kristen yang mengenal "kesaksian batin" ini akhirnya hanya dapat bersaksi bahwa memang demikian halnya. Alkitab datang kepada kita dengan kuasa karena merupakan firman Allah yang menyentuh kita sampai ke lubuk hati. Di dalamnya kita menjumpai keagungan suatu panggilan tanpa syarat yang hanya dapat digambarkan sebagai suara dan firman Allah, Pencipta dan Penebus kita. Apabila ada tuduhan subjek-tivisme, maka kita dapat menjawab sebagai berikut:

    1. Meskipun unsur subjektif harus ada jika wewenang yang dipersoalkan benar-benar pribadi (Allah menyapa _aku_), namun kesaksian Roh Kudus menuntun orang dari dirinya menuju suatu wewenang objektif yakni Alkitab tertulis. Dengan demikian, kalau orang Kristen membela "kesaksian batin" ini, ia tidak berbicara tentang pengalaman batin diri sendiri, tetapi mengutip Alkitab.

    2. "Kesaksian batin" ini bukan soal pribadi, tetapi hal yang biasa bagi umat Allah. Persekutuan Kristen adalah bendungan terhadap subjek-tivisme, yang diambil dari pengalaman kesaksian Roh Kudus.

    3. Kesaksian ini lazim di antara orang Kristen pada tiap zaman dan tiap kebudayaan dan pada tiap tingkat pemahaman. Allah tidak menggantungkan wewenang firman-Nya pada kesimpulan para ahli. Firman itu bersifat am, penuh kasih dan kemurahan sebagaimana yang kita harapkan dari Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus.

    4. Ajaran wewenang ini adalah pandangan Kristen ortodoks, yang didukung secara implisit maupun eksplisit oleh tulisan-tulisan para teolog terkemuka dari gereja hampir setiap zaman.

    5. Ada juga pengukur objektif terhadap ajaran ini berupa bukti sejarah dan bukti lain. Memang ada orang yang berpendapat bahwa tidak konsisten, bahkan tidak relevan, untuk mengemukakan bukti-bukti untuk memperkuat wewenang kesaksian Roh Kudus. Akan tetapi Perjanjian Baru sendiri memberi bukti rasional dan historis untuk mendukung keyakinan Kristen itu (Kis 1:3; 2:32; 4:20; 1Kor 15:3-11*; bnd. 1Pet 3:15*). Bukti ini menangkis keberatan bahwa kesaksian Roh Kudus, karena akhirnya subjektif, tidak berharga.

    6. Tuduhan mengenai subjektivisme menjadi pudar di hadapan kesaksian Roh Kudus yang begitu menyentuh hati dan persuasif. Allah telah berbicara dan masih berbicara dengan kata-kata Alkitab. Setiap orang yang langsung ikut serta dalam penginjilan serta pemeliharaan orang Kristen baru, akan melihat bagaimana orang-orang itu terdorong secara naluri untuk mempelajari dan mematuhi Alkitab (bnd. analogi Petrus tentang susu bagi bayi yang baru lahir, 1Pet 2:2*).

    Para kritikus wewenang Alkitab tidak dapat melawan hal ini. Bagaimanapun kuatnya alasan mereka dan bagaimanapun canggihnya pertimbangan yang mereka kemukakan, semuanya akan tumbang di hadapan karya Roh Kudus yang penuh kuasa, pada waktu Ia menghidupkan generasi baru dan menanamkan di hati mereka kesadaran akan wewenang ilahi yang terdapat dalam Alkitab.

    Akhirnya, kita mengakui wewenang Alkitab sebagai firman Allah karena tidak ada pilihan lain. Desakan datang dari luar diri manusia, dan kita tidak dapat berbuat lain kecuali membiarkan Allah bertindak sebagai Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    3.3 Pengilhaman

    Bila dibicarakan bagaimana penyataan diri Allah telah diungkapkan dalam kata-kata Alkitab, maka istilah yang dipakai ialah "ilham" atau "pengilhaman". Istilah ini menyebut kegiatan Roh Allah yang mengawasi para penulis Alkitab, sehingga tulisan mereka menjadi salinan firman Allah kepada manusia. Mengatakan bahwa Alkitab "diilhami" searti dengan mengatakan bahwa Alkitab adalah penyataan diri Allah yang berwenang. Sesungguhnya pengilhaman ilahi memberi kepada Alkitab wewenangnya yang ditegaskan kembali oleh Roh Kudus. Sebab itu semua alasan yang dipakai untuk membuktikan wewenang Alkitab yang unik sebagai firman Allah, juga merupakan alasan yang mendukung pengilhamannya.

    Setiap orang Kristen sejati sepakat bahwa Alkitab diilhami. Tetapi ada perbedaan pendapat tentang _cara _pengilhaman itu dan dampaknya bagi wewenang dan keterandalan kata-kata Alkitab sebagaimana adanya sekarang.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    a. Cara pengilhaman

    Pengilhaman berarti Allah langsung terlibat dalam penulisan Alkitab. Seberapa jauh pengaruh ilahi itu terjadi?

    Tiga perikop penting dari Perjanjian Baru

    2Timotius 3:16* menyebut "Segala tulisan [=tulisan suci] yang diilham kan Allah". Kata "diilhamkan" secara harfiah berarti `dihembus nafas` dan nafas Allah adalah metafora yang lazim menggambarkan karya Allah dalam Perjanjian Lama, khususnya melalui Roh-Nya (Kej 2:7; Ayub 33:4*; Mazm 33:6*). Pernyataan bahwa tulisan suci itu diilhami menyatakan asal dan sifat ilahinya: tulisan suci itu dihembus oleh nafas Allah. Objek perbuatan Allah itu ialah tulisan suci, penulis-penulis manusianya tidak disebut. Memang mereka itu terlibat, namun di sini penciptaan tulisan suci sepenuhnya dilihat sebagai perbuatan Allah. Jangkauan pengilhaman itu adalah "segala" tulisan suci, yang segalanya hasil "penghembusan nafas" Allah. Dalam konteks ini maksudnya ialah seluruh Perjanjian Lama.

    2Petrus 1:19-21* mendukung dan memperluas penegasan itu. Kesaksian dari saksi mata tidak sekuat "firman yang telah disampaikan oleh para nabi" (artinya Perjanjian Lama). Firman itu tidak timbul dari renungan pribadi para penulis, melainkan "oleh dorongan Roh Kudus, orang-orang berbicara atas nama Allah". Kata kerja Yunani _fer“_ yang diterjemahkan "didorong" dipakai juga dalam Kisah 27:15* tentang kapal yang terombang-ambing oleh badai. Jelaslah bahwa Petrus menguatkan pengertian perbuatan ilahi dalam menghasilkan segala tulisan suci.

    Yohanes 10:34-46 mencatat diskusi tentang pemakaian kata "Allah" dalam Perjanjian Lama, dalam hal ini Mazmur 82:1-8*. Yesus mengemukakan bahwa wewenang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan. Dengan keyakinan yang sama Ia menyamakan kata-kata Perjanjian Lama dengan kata-kata Allah dalam Matius 19:5*, "Dan firmanNya".

    Pengakuan Yesus akan wewenang dan pengilhaman ilahi seluruh Perjanjian Lama sudah disebutkan di atas. Hal yang sama berlaku bagi tulisan Perjanjian Baru, sebagaimana ditunjukkan oleh:

    • kesadaran Yesus sendiri bahwa Dia berwenang secara berdaulat;
    • pernyataan-Nya bahwa Ia mengutarakan kata-kata Allah sendiri;
    • janji-Nya kepada rasul-rasul tentang Roh Kudus yang akan menyoroti pikiran mereka;
    • turunnya Roh Kudus atas mereka;
    • keyakinan para rasul bahwa Roh Kudus menyoroti mereka dalam pengajaran; dan
    • pengakuan mereka bahwa ada kuasa ilahi khusus dalam tulisan rasuli.

    Dengan demikian, seluruh Alkitab yang sampai kepada kita ditegaskan sebagai hasil pengilhaman ilahi, naskah yang dihembus nafas Allah.

    Nabi-nabi Perjanjian lama

    Pengertian mengenai bagaimana pengilhaman ini berpengaruh pada penulis-penulis Alkitab dapat diperoleh dengan mempelajari nabi-nabi Perjanjian Lama.

    Inti pengilhaman kepada nabi diungkapkan dalam Yeremia 1:5-9*: "Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa . . . Aku menaruh perkataan-perkataanKu ke dalam mulutmu" (bnd. Yes 6:8; Yeh 2:1-10*). Sebab itu, para nabi bisa mendahului berita mereka dengan kata-kata: "Demikianlah firman Tuhan". Firman Tuhan datang kepada mereka dan ucapan-ucapan mereka biasa berbentuk berita langsung dari Allah kepada bangsa-Nya. Para nabi (termasuk Musa dan para pemazmur, Luk 24:25-27*) begitu dikuasai oleh Allah dan firman-Nya sehingga dengan diilhami Roh Kudus berita mereka dapat disamakan dengan ucapan Allah sendiri.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    b. Teori-teori pengilhaman

    Sejumlah teori telah dikemukakan dalam usaha menggambarkan bagaimana Tuhan menghasilkan Alkitab.

    Dikte (imla)

    Teori ini dalam bentuk ekstrim menduga bahwa sebenarnya para penulis manusia tidak terlibat dalam menghasilkan Alkitab. Mereka hanya seperti mesin tik atau alat rekam manusiawi yang dilalui firman Allah dalam jalannya sampai pada himpunannya dalam kitab suci.

    Contoh para nabi di atas yang menekankan peranan Allah mungkin mendukung teori dikte ini. Tetapi teori ini tidak memadai sepenuhnya, karena tidak menampung faktor manusia yang juga disebut dalam Alkitab, misalnya "orang berbicara" (2Pet 1:21; bnd. Mr 7:6; 12:19* dll.). Oleh sebab itu, biarpun fenomena seperti penglihatan, kerasukan dan suara-suara surgawi memang terjadi, namun fenomena itu tidak perlu terjadi dalam pengilhaman Alkitab.

    Cara pengilhaman yang tidak langsung terdapat dalam Injil Lukas, yang ditulis karena "aku mengambil keputusan" (Luk 1:3*). Lagi pula, tidak dikatakan ada pendorong supernatural di balik bagian-bagian Alkitab lainnya, misalnya Kidung Agung, Surat Filemon dan perkataan-perkataan Agur (Ams 30:1-33*). Selanjutnya, sejarah proses pembentukan Alkitab dalam banyak hal bersifat manusiawi: sejarah itu meliputi penyelidikan sejarah (Luk 1:3*), ketergantungan langsung pada sumber-sumber terdahulu (I dan II Tawarikh), pinjaman dari kitab lain (II Petrus dan Yudas) atau mengalami berbagai edisi (Ams 10:1; 24:23; 25:1*). Bahasa di berbagai tempat jelas-jelas menunjukkan gaya bahasa penulis lain ataupun kekurangan gayanya.

    Jadi cara pengilhaman Alkitab umumnya tidak membiarkan pribadi serta niat para penulis manusianya dilampaui. Tidak benar bahwa mereka hanya seperti mesin tik. Pandangan "dikte" tidak didukung oleh teolog Protestan mana pun yang bertanggungjawab, sejak zaman Reformasi sampai pada masa kini.

    Penyesuaian

    Menurut pandangan ini, dalam proses pengilhaman, Allah menyesuaikan diri dengan keterbatasan para penulis. Ahli-ahli yang menganggap bahwa Alkitab banyak mengandung kekhilafan sering memperjuangkan teori ini. Menurut mereka kekhilafan manusia tak terelakkan karena Allah berkenan menyesuaikan diri pada keterbatasan manusia yang menulisnya. Sama seperti cahaya yang menembus kaca berwarna menjadi berwarna, begitu pula penyataan ilahi muncul dalam Alkitab diwarnai oleh keterbatasan penulisnya. Tetapi teori ini langsung bertentangan dengan pandangan Alkitab sendiri serta keyakinan orang Kristen yang diperoleh dari Roh Kudus, yakni bahwa Alkitab itu berasal dari Allah dan andal.

    Pengawasan

    Ini variasi dari teori penyesuaian dan menampung wawasan baik dari kedua alternatif tadi tanpa kelemahannya. Teori ini menyatakan bahwa dalam proses pengilhaman, Allah secara berdaulat mengawasi dan mengatur latar belakang, warisan keturunan dan keadaan sekitar masing-masing penulis. Sebagai akibat, pada waktu penulis-penulis itu mencatat kejadian, renungan atau khotbah, walaupun mereka secara sadar menggunakan kata-kata mereka sendiri namun kata-kata itu sekaligus merupakan firman Allah.

    Kata-kata mereka yang diilhami itu dengan demikian jelas merupakan kepunyaan mereka sendiri dan langsung membahas situasi sekeliling mereka, namun dalam pemeliharaan Allah sekaligus merupakan bagian firman Allah kepada bangsa-Nya pada tiap zaman. Jadi perumpamaan kaca berwarna itu masih dapat dipakai, tetapi dengan arti lain. Boleh dikatakan bahwa jendela kaca berwarna itu sengaja dirancang oleh arsiteknya dengan tujuan supaya terang yang menembus kaca dan membanjiri katedral mendapat corak warnanya dari kaca berwarna itu. Dengan demikian firman Allah yang datang kepada bangsa-Nya dibentuk justru melalui kualitas orang-orang yang menyampaikannya, yang dibina oleh Allah khusus untuk tujuan itu.

    Pernah dikatakan sebagai keberatan terhadap pandangan ini bahwa dosa manusia tidak diperhitungkan. Bagaimana jurang pemisah yang begitu besar antara Allah dan manusia dapat dijembatani sehingga manusia dapat mengeluarkan perkataan Allah sendiri? Sebagai jawaban dapat dikemukakan bahwa orang yang dipilih Allah untuk menyatakan kebenaran-Nya bukanlah "alami" melainkan orang yang telah diperbarui oleh Roh-Nya dan terhisap dalam hubungan dengan Dia. Walaupun para penulis Alkitab tetap orang berdosa sampai mati, namun itu tidak meng-hambat mereka menjadi alat penyampaian kebenaran ilahi. Mereka diawasi secara unik oleh Allah yang Mahakuasa, yang melalui Roh Kudus menguasai segala unsur yang mempengaruhi peran mereka.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    c. Dua istilah yang berkaitan dengan pengilhaman

    Verbal

    Istilah "verbal" berarti bahwa para penulis Alkitab tidak hanya diilhami dalam gagasan-gagasan umum, tetapi juga dalam perkataan yang mereka gunakan. Ini tidak sama dengan teori pengilhaman melalui "dikte". Sebenarnya, penegasan mengenai perkataan para penulis Alkitab hanya berlaku untuk tulisan asli mereka, bukan versi yang ada sekarang, yang merupakan turunannya. Namun dalam praktek perbedaan antara yang asli dengan versi Alkitab yang ada sekarang bersifat teoretis saja (lihat di bawah: ps 3.5.c).

    Lengkap

    Kata "lengkap" (Ing. _plenary_) menunjukkan bahwa pengilhaman berlaku bagi seluruh Alkitab. Allah menyebabkan seluruh Alkitab ditulis, bukan hanya bagian-bagian di mana pengilhaman itu nyata sekali. Ini tidak berarti bahwa semua bagian sama pentingnya dalam menjelaskan berita Alkitab. Dalam sebuah lukisan, bisa saja figur di tengah lebih penting dibanding dengan rincian latar belakangnya. Kendatipun demikian, kedua-duanya adalah hasil karya sang seniman dan masing-masing memberi sumbangan pada lukisan itu secara keseluruhan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    d. Ulasan akhir

    Alkitab merupakan kitab yang diilhami oleh Allah secara langsung dan berdaulat, dan karena itu harus dipatuhi sebagai firman-Nya yang hidup, yang ditujukan kepada kita. Jika kita mengakui wewenangnya, maka pada saat itu pun kita harus mengakui dua hal, yakni bahwa firman Allah itu diilhami dan bahwa kita harus memperlakukannya dengan penuh hormat dan kepatuhan. Memegang pandangan lain daripada itu berarti melawan ajaran Alkitab.

    Tentu saja selalu akan ada unsur misteri yang menyelubungi cara bagaimana Alkitab terjadi. Hal ini seharusnya tidak mengherankan, karena karya Allah terhadap makhluk-Nya sering diliputi oleh misteri. Begitupun penjelmaan merupakan misteri, karena manusia tidak pernah sanggup menjelaskan dengan tuntas bagaimana kodrat ilahi dan manusiawi dapat bersatu dalam pribadi Yesus Kristus yang satu itu. Namun misteri perbuatan Allah dalam kedua kasus itu tidak menghambat orang dalam percaya dan bersukacita karena kebenarannya.

    Pada akhirnya, soal pengilhaman itu tergantung pada kepercayaan tentang Allah. Orang yang mengaku Allah "yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya" (Ef 1:11*) dan yang "melakukan apa yang dikehendakiNya" (Mazm 135:6*), tidak akan menemui kesulitan besar. Tidak ada hal yang tidak layak mengenai perbuatan-Nya dalam menghasilkan suatu kitab yang, meskipun timbul dari pengalaman makhluk-Nya, namun melalui peraturan-Nya yang berdaulat juga merupakan firman-Nya kepada mereka.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    3.4 Kanon

    Istilah kanon berasal dari kata Yunani _kanon_ yang berarti `peraturan` atau `patokan`. Kata ini muncul dalam Perjanjian Baru, misalnya Galatia 6:16*: "Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera atas mereka" (Gal 6:16*), yaitu semua orang yang hidup menurut Injil rasuli. Kanon dipakai secara umum tentang Alkitab, dan membicarakan batas-batas sastranya serta hal-hal seperti mengapa hanya kitab-kitab tertentu yang dianggap diilhamkan dan mengapa kitab-kitab itu semuanya dimasukkan dalam Kitab Suci yang diilhamkan.

    Ada beberapa ulasan umum. Pengertian tentang suatu kitab suci pada dasarnya mengikat kita pada gagasan kanon, yakni suatu kumpulan tulisan berwenang dengan batas-batas yang persis. Gagasan ini terdapat dalam Alkitab sendiri (Luk 11:51; Kol 4:16; Wahy 22:18*). Faktor-faktor dalam sejarah juga sangat penting dalam menentukan apakah kitab-kitab tertentu boleh dimasukkan ke dalam kanon, misalnya apakah suatu kitab ditulis oleh atau di bawah pengawasan seorang rasul. Lagi pula kitab-kitab Alkitab yang otentik memiliki wewenang inheren; artinya, umat Allah dapat mengenal suara-Nya yang berbicara kepada mereka melalui kitab-kitab itu.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    a. Kanon Perjanjian Lama

    Ada kesan dalam Perjanjian Lama bahwa kelima kitab Taurat (Pentateukh) diterima resmi pada waktu dini (misalnya Ul 31:11; Yos 1:7*; 2Taw 23:18*). Tidak diketahui apa yang menjadi dasar kanon pada zaman itu, sehingga yang penting bagi kita ialah bahwa Yesus serta rasul-rasul-Nya menerima kanon Perjanjian Lama. Yesus berdebat dengan pemimpin-pemimpin agama sezaman-Nya mengenai berbagai pokok persoalan, tetapi agaknya mereka tidak berselisih mengenai kanon. Dalam Lukas 11:51* tersirat bahwa kanon yang dipakai dalam rumah ibadat pada zaman Yesus, sama dengan Perjanjian Lama zaman kita.

    Rupanya jarang terjadi perselisihan paham antara orang Yahudi dari zaman mana pun mengenai isi kanon itu. Perjanjian Lama versi Yunani memuat beberapa kitab dari Apokrifa, tetapi rupanya tak satu pun di antaranya diakui di Palestina. Tidak ada bukti bahwa kitab-kitab Apokrif pernah diakui atau diterima oleh agama Yahudi secara resmi, baik di Palestina maupun di Alexandria, dan orang Yahudi zaman sekarang hanya menerima apa yang orang Kristen sebutkan Perjanjian Lama sebagai kitab suci mereka.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    b. Kanon Perjanjian Baru

    Pada zaman rasuli tambahan pada kanon Perjanjian Lama belum dirasakan perlu. Ada sedikit-sedikitnya dua sebab:

    • jemaat Kristen memiliki sekumpulan tradisi lisan mengenai pelayanan dan pengajaran Yesus; dan
    • bentuk tradisi yang lebih mantap tidak perlu selama para rasul dan murid-murid mereka masih hidup.

    Oleh karena lokasi gereja-gereja yang terpencar, maka pengumpulan dan pengakuan kitab-kitab Perjanjian Lama membutuhkan waktu yang cukup lama.

    Meskipun demikian, pada zaman para rasul ada faktor-faktor tertentu yang menunjukkan bahwa kelak akan muncul kumpulan tulisan yang berwenang. Keprihatinan gereja untuk mempertahankan tradisi-tradisi mengenai Yesus menunjukkan kesadaran mereka tentang sifat normatif dari misi Yesus dan, berhubungan dengan itu, tentang sifat normatif dari catatan tertulis mengenai misi itu. Kesadaran itulah yang mendasari penulisan keempat kitab Injil. Selain itu gereja-gereja sangat menghormati surat-surat para rasul. Paulus, misalnya, membubuhi tanda tangannya pada suratnya untuk memperkuat wewenang rasulinya (1Kor 16:21*; Kol 4:18; 2Tes 3:17*) dan memberi petunjuk supaya suratnya dibacakan di gereja-gereja. 2Petrus 3:16* menunjukkan bahwa surat Paulus dianggap sebagai "bagian kitab suci". Wahyu 22:18* membuktikan lebih lanjut adanya perbedaan antara tulisan yang berwenang dan yang tidak.

    Petunjuk lain akan munculnya kanon Perjanjian Baru datang dari penulis-penulis Kristen dari masa langsung sesudah rasul-rasul. Para bapa gereja membedakan antara wewenang tulisan-tulisan mereka dengan wewenang utama dari tulisan-tulisan para rasul.

    Usaha paling dini yang diketahui untuk membuat daftar kitab-kitab kanonis adalah "kanon Muratori" dari sekitar tahun 175 M. Daftar lengkap yang paling dini dibuat oleh Eusebius (meninggal tahun 340). Ia membedakan antara kitab-kitab yang diterima secara umum dan yang diterima oleh mayoritas jemaat-jemaat (sebanyak enam buah). Dasar sangsi terhadap enam kitab ini penting: kitab-kitab itu tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan salah satu sumber rasuli. Hal ini menunjukkan bahwa gereja menjaga supaya kitab-kitab kanon memberi kesaksian langsung dan otentik tentang kebenaran-kebenaran pokok iman Kristen. Jadi bahaya justru terletak dalam hal tidak mengikutsertakan kitab-kitab kanonis bukan dalam hal mengakui kitab-kitab bukan kanonis. Dapat dipahami bahwa pada umumnya orang enggan mengakui Kitab Wahyu sebagai kitab kanonis; beritanya agak terselubung dan orang yang berpandangan ekstrim sudah mulai menggunakan lambang-lambangnya untuk memperjuangkan pandangan fantastis. Tetapi menjelang akhir abad keempat, gereja mencapai kesepakatan mengenai kitab-kitab dalam kanon Perjanjian Baru.

    Dengan membaca sepintas lalu kitab-kitab Apokrifa Perjanjian Baru sudah cukup untuk memperlihatkan perbedaannya dengan kitab-kitab Perjanjian Baru. Perlu disadari bahwa dalam proses kanonisasi, gereja tidak ingin memaksa wewenangnya atas beberapa di antara sekian banyak dokumen yang beredar di antara kelompok-kelompok Kristen. Seperti Newton tidak menciptakan gaya berat tetapi hanya menemukannya, begitu pula gereja tidak menciptakan kanon Perjanjian Baru tetapi mengakui dan mendefinisikannya. Dalam tulisan-tulisan ini dan hanya di situ, gereja yang dipimpin oleh Roh Allah mendengar suara otentik dari Gembalanya yang Baik (Yoh 10:4-5*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    3.5 Masalah-masalah lain

    Jika Alkitab adalah wewenang tertinggi yang diilhamkan Allah sampai pada kata-kata yang dipakai para penulis aslinya, seberapa jauhkah harus diakui kebenaran dan keterandalan pernyataannya?

    a. Tidak dapat khilaf

    Bila dikatakan bahwa Alkitab "tidak dapat khilaf" (Ing. _infallible_), berarti bahwa pernyataannya tidak menyesatkan. Penegasan Alkitab adalah benar dan patut dipercaya, yang secara tidak langsung berbeda dengan kata-kata manusia yang bisa khilaf. Ditegaskan bahwa Alkitab tidak menyesatkan karena merupakan kesaksian Allah sendiri. Namun istilah ini dalam hubungannya dengan Alkitab harus didefinisikan dengan cermat dengan mengacu kepada sifat tulisan-tulisan Alkitab yang ada.

    Alkitab "tidak dapat khilaf" dalam beritanya secara keseluruhan. Ini jangan diartikan bahwa ayat-ayat tertentu dapat khilaf, tetapi bahwa setiap pernyataan tidak dapat khilaf apabila dimengerti dalam konteks seluruh Alkitab. Kalau misalnya kita mengutip secara tersendiri pertanyaan Yakobus, "Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?" (Yak 2:14*) dengan jawaban tersirat "Tidak", maka nampaknya ini salah karena menurut bagian Alkitab lain iman dapat menyelamatkan. Kebenaran tidak khilaf dalam Surat Yakobus itu nampak hanya bila orang membaca pertanyaan tadi dalam konteks seluruh surat itu, kemudian surat itu dibacakan dalam hubungannya dengan bagian-bagian Alkitab lain yang melengkapinya, terutama surat-surat Paulus kepada jemaat di Galatia dan Roma (tentang hal ini, lihat lagi di bawah: ps 23.2.f.).

    Alkitab "tidak dapat khilaf" berkaitan dengan maksud yang terkandung dalam pikiran si penulis. Kejadian 1:1-31*, misalnya, akan dikatakan tidak khilaf dalam mengajarkan bahwa alam semesta diciptakan dalam 6 hari, masing-masing terdiri dari 24 jam, hanya kalau itulah yang dimaksud si penulis. Kalau bukan itu maksudnya, maka rincian pasal itu tidak dapat dianggap "tidak khilaf" dan karena itu berwenang bagi kosmologi kita zaman ini (tentang masalah "asul usul", lihat di bawah ini: ps 8.6). Juga suatu cerita dapat menjadi wahana untuk menampung kebenaran teologis, seperti dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus. Kita tidak harus percaya bahwa orang Samaria yang baik hati adalah tokoh sejarah, karena Yesus menceritakan perumpamaan tentang orang itu dan kata-kata Yesus tidak boleh khilaf. Bentuk sastra suatu perikop akan mempengaruhi cara kita menyatakan ketidak-khilafannya.

    Pokok-pokok di atas sebenarnya mengatakan bahwa Alkitab hanya tidak dapat khilaf kalau ditafsirkan dengan tepat. Tentu saja tidak mungkin setiap tafsiran ayat Alkitab atau Alkitab secara keseluruhan bersifat "tidak dapat khilaf". Intinya ialah bersepakat dengan Yesus bahwa "Kitab Suci tidak dapat dibatalkan" dan "firman-Mu adalah kebenaran" dan dengan cermat menuruti isi Alkitab seperti Dia. Bila Allah berbicara, ucapan-Nya tidak khilaf.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    b. Tidak salah

    Istilah "tidak salah" (Ing. _inerrant_) sering dipakai seiring dengan "tidak dapat khilaf" dan juga merupakan akibat wajar dari pengilhaman ilahi. Kalau Alkitab telah diawasi sampai pada kata-katanya oleh Allah yang benar, pastilah tidak akan salah. Jadi apabila Alkitab menentukan isi ajaran Kristen (doktrin) atau pola kehidupan (etika) ataupun mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi (sejarah), itu adalah benar. Sekali lagi harus ditegaskan di sini bahwa tingkat "tidak salah" tergantung pada apa yang mau diajarkan oleh penulis yang bersangkutan. Bila suatu ayat Alkitab ditafsirkan sesuai dengan maksud penulisnya selaras dengan ayat-ayat Alkitab lain, maka kebenarannya akan jelas terlihat.

    c. Sesuai dengan yang asli

    Ungkapan "sesuai dengan yang asli" (Ing. _as originally given_) sering dipakai untuk mengakui bahwa kita tidak memiliki naskah asli Alkitab. Pemeliharaan Allah yang secara berdaulat mengatasi kesulitan dan mengilhamkan catatan firman Allah kepada manusia yang tak bersalah dan tak dapat khilaf, tidak sampai menjamin ketidak-khilafan salinan-salinan dan terjemahan-terjemahan yang ada dalam tangan kita sekarang.

    Pandangan tentang wewenang yang diuraikan di atas tidak terpengaruhi oleh hal itu. Penelitian terhadap sejumlah besar naskah yang masih ada menunjukkan bahwa naskah-naskah itu tidak jauh berbeda dengan aslinya. Pekerjaan menyalin dilakukan dengan penuh tanggung jawab karena penyalin percaya bahwa aslinya bersifat ilahi. Salah seorang ahli yang telah meneliti naskah-naskah Alkitab beserta versi-versinya secara terinci menyimpulkan bahwa oleh pemeliharaan Allah secara luar biasa, teks Alkitab diturunkan kepada kita dalam keadaan begitu murni, sehingga bahkan edisi paling tidak kritis dari naskah Yunani dan Ibrani, atau terjemahan yang paling buruk ataupun yang paling berat sebelah, tidak memudarkan secara efektif berita Alkitab sejati atau mengurangi kuasanya untuk menyelamatkan (Bruce 1943). Ahli lain telah memperkirakan bahwa jumlah ketidaktentuan dalam pengetahuan tentang kata-kata aslinya hanya mencapai kurang dari seperseribu dari teks Perjanjian Baru.

    Hal itu memberi kesaksian objektif bahwa Roh Allah tidak menyesatkan orang bila Ia bersaksi dalam gereja sekarang mengenai wewenang ilahi salinan-salinan itu. Dengan menggunakan ungkapan "sesuai dengan aslinya" orang menjaga agar tidak menuntut terlalu banyak untuk suatu naskah dan mendorong para ahli untuk terus mencari naskah yang lebih murni dan lebih andal.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    d. Kesulitan-kesulitan

    Pandangan tentang Alkitab yang digambarkan di atas tanpa terlalu banyak kesulitan dapat dibuktikan sebagai ajaran ortodoks tentang wewenang Alkitab, yang berabad-abad telah didukung oleh mayoritas orang Kristen, secara tidak langsung melalui praktiknya dan secara langsung melalui pengakuan-pengakuan dan tulisan-tulisan teologis.

    Akan tetapi, selama tiga abad terakhir pandangan ini sering dipersoalkan. Perdebatan terus-menerus terjadi dalam enam bidang, yaitu:

    • keterandalan historis;
    • cara penulis Perjanjian Baru mengutip Perjanjian Lama;
    • acuan pada fenomena alami;
    • persoalan-persoalan moral;
    • soal penulisan dan bentuk sastra; dan
    • terjadinya mujizat.

    Pembicaraan panjang lebar mengenai pokok-pokok ini akan membutuhkan satu buku bagi masing-masing pokok (lihat kepustakaan pada akhir pasal ini). Tetapi berikut ini tercantum beberapa pokok umum yang dapat kami sampaikan.

    1. Banyak kesulitan dapat dipecahkan dengan menegaskan batas-batas mana Alkitab dapat dikatakan "tidak dapat khilaf" dan "tidak salah".

    2. Penelitian tulisan-tulisan yang bersangkutan akan menunjukkan bahwa tidak ada satu pun masalah yang dikemukakan oleh orang yang menyangkal bahwa Alkitab "tidak dapat khilaf" yang tidak dapat dijawab.

    3. Kesulitan-kesulitan tersebut tidak dikemukakan hanya oleh ahli-ahli modern. Banyak di antaranya dihadapi oleh para bapa gereja mula-mula dan kemudian oleh para reformis serta tokoh-tokoh Puritan, yang sering menemukan penyelesaian yang memuaskan.

    4. Janganlah kita segera menerima tuntutan ahli-ahli yang mengatakan telah menemukan bukti-bukti yang melawan pernyataan Alkitab. Sejarah kritik Alkitab penuh bertebaran dengan tuntutan demikian yang setelah diteliti lebih lanjut ternyata tidak benar. Misalnya, cerita-cerita Perjanjian Lama tentang para bapa leluhur Israel pernah disebutkan sebagai dongeng belaka oleh beberapa ahli. Tetapi sekarang dihadapkan bukti nyata bahwa isi Kitab Kejadian sangat cocok dengan sejarah dan kebudayaan di Asia Barat kuno sekitar dua ribu tahun sebelum Masehi; maka pandangan tersebut harus dibuang.

    5. Ada beberapa masalah yang belum terpecahkan. Dalam hal seperti itu kita harus menunggu sampai ada pemecahan yang memuaskan. Sementara itu, perlu dijaga jangan sampai suatu masalah tertentu yang belum terpecahkan membuat kita ragu-ragu tentang ajaran Alkitab secara keseluruhan, atau mengaburkan kesaksian Allah sendiri mengenai firman-Nya melalui Roh.

    6. Harus diingat, ajaran tentang wewenang Alkitab merupakan salah satu dari tumpukan ajaran iman Kristen. Sama seperti segala ajaran lain, ajaran ini juga menuntut kepercayaan dari pihak kita, yaitu penyerahan dengan iman yang berkesinambungan dengan iman Yesus Kristus dan para rasul-Nya serta dengan gereja Kristen yang historis. Kita tidak mengharapkan akan menerima keterangan mengenai segala pikiran, perkataan dan perbuatan Yesus sebelum kita percaya pada ketidak-berdosaan yang membuat-Nya layak menjadi Juruselamat; kita tidak mengharapkan akan menerima pernyataan yang ditandatangani para saksi mata sebelum kita percaya dan bergembira atas kebangkitan-Nya; demikian pula kita tidak perlu menunggu sampai setiap masalah dipecahkan sebelum kita percaya pada kebenaran Alkitab yang tidak salah itu dan mengabdikan diri di bawah wewenangnya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    3.6 Ilmu tafsir (hermeneutika)

    Sebagaiman telah dikatakan di atas, soal "tidak dapat khilaf" tidak bisa dipisahkan dari soal menafsirkan Alkitab. Pernah terjadi ada orang yang menyatakan bahwa tafsiran-tafsiran yang tidak pasti dan bahkan yang eksentrik bersifat "tidak salah". Mengingat bahwa Alkitab bersifat "tidak dapat salah" kalau ditafsirkan dengan benar, maka kita bertanya: prinsip-prinsip apa yang harus membimbing tafsiran-tafsiran kita? Atau dengan istilah teknik, apa hermeneutika yang benar? Ada empat prinsip utama.

    a. Penafsiran secara wajar

    Alkitab harus ditafsirkan secara wajar (Ing. _historico-grammatical method_, yakni metode berdasarkan sejarah dan tatabahasa). Menurut prinsip ini, yang terpenting dalam tafsiran suatu ayat atau perikop adalah arti wajarnya. "Yang wajar" harus dibedakan dengan "yang harfiah", yaitu cara baku yang tidak memperhatikan kiasan, metafora, gaya sastra dan lain-lain. Sebagai contoh, kalimat "mata Tuhan menjelajah seluruh bumi" (2Taw 16:9*) mengajarkan tentang kemahatahuan Allah dan bukan mengenai sepasang mata angkasa yang pergi ke mana-mana untuk menyelidiki seluruh muka bumi. Prinsip "wajar" ini dalam penafsiran Alkitab mencakup tiga pokok utama.

    1. Alkitab harus ditafsirkan menurut artinya yang asli. Firman Allah asli dialamatkan pada keadaan-keadaan tertentu. Orang harus mengetahui sedapat mungkin tentang keadaan asli dan arti firman bagi orang dalam keadaan asli itu, sebelum menerapkan firman pada keadaan masa kini.

    2. Alkitab harus ditafsirkan menurut bentuk sastranya. Firman Allah terdiri dari berbagai bentuk sastra: puisi, prosa, perumpamaan, alegori (misalnya Yeh 16:1-63*), apokaliptik (Kitab Wahyu), fabel (misalnya Hak 9:8-15*) dan lain-lain. Memang itu tidak berarti bahwa bagian berbentuk puisi tidak mungkin menyampaikan fakta, tetapi bahwa bahan berbentuk puisi atau bagian yang melaporkan penglihatan jangan ditafsirkan seolah-olah mengandung sejarah atau ajaran. Para penafsir juga harus peka terhadap penggunaan metafora dan bahasa kiasan lainnya.

    3. Alkitab harus ditafsirkan menurut konteksnya. Latar belakang suatu ayat atau ucapan dari Alkitab harus diperhatikan dalam penafsiran yang tepat. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa pembagian dalam pasal dan ayat tidaklah terdapat dalam naskah Alkitab asli.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    b. Penafsiran menurut Kitab Suci

    "Patokan yang tidak dapat khilaf untuk menafsirkan Alkitab adalah Alkitab sendiri. Sebab itu, kalau ada persoalan mengenai pengertian yang sebenarnya dan selengkapnya dari suatu bagian Alkitab, maka kejelasan harus dicari melalui bagian-bagian lain yang berbicara dengan lebih jelas" (Pernyataan Iman Westminster). Prinsip ini, yang secara teknis dikenal sebagai prinsip penyelarasan, mengakui kesatuan dan kemantapan Alkitab yang berasal dari satu-satunya penulis yang ilahi. Prinsip ini dapat diperluas dengan sejumlah sub-prinsip.

    1. Alkitab harus ditafsirkan menurut tujuan Alkitab. Ini berlaku bagi Alkitab secara keseluruhan (Yoh 20:31; 2Tim 3:15*). Alkitab diberikan supaya manusia dapat memperoleh pengetahuan tentang keselamatan dan, seperti dikatakan Calvin, "Kalau Anda ingin belajar astronomi atau ilmu lain yang rumit, carinya di tempat lain". Prinsip ini juga berlaku untuk tiap bagian Alkitab: keadaan yang dialamatkan harus dipelajari. Yakobus, misalnya, menulis kepada orang-orang yang tidak mempedulikan akibat-akibat moral dan sosial dari kepercayaan mereka. Dalam Surat Galatia, Paulus menulis kepada orang-orang dalam keadaan lain, yaitu orang-orang yang bersandar pada jasa moral dan agama untuk mendapatkan anugerah Tuhan. Tidak mengherankan bahwa kedua penulis itu mengatakan hal-hal yang berbeda walaupun saling mengisi.

    2. Alkitab harus ditafsirkan dengan penjelasan dari bagian lain yang temanya sama. Prinsip ini dipakai kalau membaca buku pelajaran mana pun: pembaca menyelidiki apakah pokok yang sulit dijelaskan penulis di tempat lain. Misalnya beberapa ketidakjelasan dalam Kitab Wahyu dapat dimengerti jika dihubungkan dengan nubuat-nubuat dalam bagian Alkitab lain.

    3. Alkitab harus ditafsirkan dengan penjelasan yang datang kemudian dan lebih lengkap. Penyataan Alkitab semakin berkembang mengikuti penyataan diri Allah serta maksud-maksud-Nya kepada umat-Nya. Khususnya, Perjanjian Baru menafsirkan Perjanjian Lama. "Kristus menggenapkan hukum" dan karenanya Perjanjian Lama harus ditafsirkan dalam terang penggenapan ini. Begitu juga surat-surat para rasul menafsirkan kitab-kitab Injil, karena dari pengajaran rasulilah dapat kita lihat seluruh tujuan Allah, yang mencapai puncaknya dengan kematian dan kebangkitan Kristus. Komentar Calvin mengenai Surat Roma adalah nasihat yang masuk akal: "Kalau orang memahaminya, jalan yang pasti terbuka baginya untuk menuju pengertian seluruh Alkitab".



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    c. Penafsiran oleh Roh

    Alkitab hanya dapat ditafsirkan dengan bantuan Roh Kudus. Pengertian sejati tidak mungkin bagi kita secara alami, tetapi merupakan pemberian Allah (Mat 11:25; 16:17) melalui Roh-Nya (Yoh 16:13*). Hal ini tidak membebaskan orang dari kerja keras, begitu pula itu tidak berarti bahwa orang dapat memencilkan diri dari umat Kristen lain dalam usaha mengerti Alkitab. Roh Kudus adalah Roh yang dimiliki bersama, yang hidup di dalam semua bangsa Allah (1Kor 12:12-13*). Bodoh sekali mengharapkan bahwa Allah akan mengajar orang melalui firman-Nya kalau kita mengabaikan cara-cara yang diperintahkan Allah untuk membawa kebenaran, termasuk karunia mengajar.

    Prinsip hermeneutis yang ketiga ini mengandung tantangan spiritual yang mendalam. Roh Allah adalah kudus; karena itu, apa yang dimengerti oleh seseorang dari kebenaran-Nya tidak hanya berhubungan dengan daya pikir saja, tetapi terlebih dengan ketaatannya. Seberapa jauh orang dapat melihat, lebih tergantung pada seberapa jauh orang itu mendaki gunung daripada bagaimana lengkapnya perbekalan orang itu. Yesus berkata "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah" (Mat 5:8*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    d. Penafsiran secara dinamis

    Alkitab harus ditafsirkan secara dinamis. Prinsip terakhir ini sebenarnya memperluas prinsip ketiga. Roh Allah adalah Roh yang hidup, yang menggunakan firman Allah untuk tujuan-Nya yang mulia bagi umat Allah, yaitu kelahiran kembali dan pengudusan. Penafsiran Alkitab tidak terbatas hanya pada menjelaskan arti Alkitab yang sesungguhnya menurut konteksnya. Firman yang digali dari tambang kebenaran abadi Allah harus diangkat ke permukaan dan dipergunakan. Pertama-tama kita bertanya, apa maknanya pada masanya serta dalam konteksnya sendiri dan apa maksudnya dalam konteks seluruh Alkitab. Kemudian kita bertanya, apa maknanya firman itu sekarang, pada saat ini, di sini, dalam kehidupan jemaat, bagi orang itu, atau bagi saya sendiri?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Mengenai Kitab Suci:

    Kejadian 15:1,4; Keluaran 20:1; Bilangan 22:38; Ulangan 5:22*;
    Yosua 3:9; 2Samuel 7:28; Neh 9:13-14; Mazmur 12:7; 19:8-14; 119:1-176*;
    Yeremia 1:9; 30:2; Daniel 7:1-2; 8:15-18; 10:1-2*;
    Matius 4:1-11; 5:17-19; 19:4-5; 22:31-32,43; 26:53-54; Markus 7:6-13*;
    Lukas 16:17; 11:49; Yohanes 3:33-34; 10:34-35; 17:17; 19:35; 21:24*;
    Roma 3:2; 15:4; 1Korintus 10:11; 2Korintus 6:16-17; 2Timotius 3:15-16*;
    Titus 1:9; Ibrani 4:12-13; 10:15-17; 1Petrus 1:21; Wahyu 21:5; 22:6-8*.

    Perkataan Yesus:

    Matius 5:21-24; 7:24; Markus 13:31; Yohanes 15:26*;
    Kisah 20:35; 1Korintus 7:10,25; 11:23-24; 1Timotius 5:18*.

    Kewibawaan para rasul:

    Matius 28:18-20; Yohanes 14:26; 15:26-27; 16:13-14; 17:6,8,26; 20:21*;
    Kisah 1:8; 1Korintus 2:9-13; Galatia 1:7-8; Kolose 4:16*;
    2Tesalonika 3:6,12*.

    Kesaksian batin Roh Kudus:

    Yohanes 14:25; 15:26; 16:13-14; Roma 8:15-16; 2Korintus 1:22*;
    Galatia 4:6-7; Efesus 1:13; 2Timotius 1:14*;
    1Tesalonika 1:5; 1Yohanes 2:20,27; 3:24; 5:7-8,20*.

    Kanon:

    Keluaran 24:4-7; 31:18; Ulangan 31:9-26; Yosua 1:7-8; 24:26*;
    Ezra 7:6,14; Nehemia 8:1-3; Yesaya 8:16; Yeremia 36:32; Daniel 9:2*;
    Matius 21:42; Lukas 24:27,44; Yohanes 5:39-47; 1Korintus 14:37-38*;
    2Korintus 10:8-9; Kolose 4:16; 2Tesalonika 2:15; 3:17; 1Timotius 5:18*;
    2Petrus 3:16; Wahyu 1:1-3; 22:8-9*.

    Hermeneutika:

    Kejadian 40:8; Nehemia 8:8; Daniel 4:18*;
    Matius 5:17-48; 15:3-9; 22:29-32; Lukas 24:27-44*;
    Yohanes 1:45; 5:39,46; 16:5-15; Kisah 2:16-21; 17:2-3*;
    Roma 1:2-3; 3:21-22; 4:24; 10:4; 16:25; 1Kor 10:11; 2Kor 1:20*;
    2Timotius 2:15; 1Petrus 1:10-12; 2Petrus 1:20*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 3. Alkitab [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan berbagai arti ungkapan "firman Allah". Sebutkan alasan bagi pandangan bahwa Alkitab adalah firman Allah.

    2. Apa pandangan Yesus mengenai Perjanjian Lama dan apa dampaknya bagi sikap orang terhadap Alkitab akhir-akhir ini? Apa jawaban Anda terhadap keberatan orang bahwa pandangan-Nya bersifat "kultural" saja dan karena itu tidak relevan pada masa kini?

    3. Apa "kesaksian batin Roh Kudus" dan apa pengaruhnya bagi pengertian tentang wewenang Alkitab?

    4. Apa yang dimaksudkan dengan "pengilhaman Alkitab"? Uraikan berbagai pandangan dengan menilai kelebihan serta kelemahan masing-masing.

    5. Mengapa orang berbicara tentang

      1. pengilhaman verbal dan
      2. pengilhaman lengkap?
    6. Selidiki hubungan antara wewenang Alkitab dan pengilhamannya.

    7. Apa yang dimaksudkan dengan "kanon Alkitab"? Gambarkan proses penetapan

      1. kanon Perjanjian Lama dan
      2. kanon Perjanjian Baru.
    8. Selidikilah dasar keyakinan bahwa Alkitab tidak dapat khilaf dan tidak salah. Sampai berapa jauh jangkauan sifat-sifat itu?

    9. Sebutkan satu demi satu pertimbangan-pertimbangan yang perlu dipikirkan kalau menghadapi apa yang kelihatannya kontradiksi atau kekhilafan dalam Alkitab. Bagaimana jawaban Anda terhadap tuduhan, "Alkitab penuh kesalahan" dan "Orang cerdas tidak lagi percaya bahwa Alkitab itu benar"?

    10. Sebutkan prinsip-prinsip penafsiran yang utama. Jelaskan maknanya dengan contoh-contoh kekhilafan yang timbul karena mengabaikan prinsip tersebut.

    11. Bahaslah pandangan bahwa "Hanya Roh Kudus saja yang diperlukan untuk membantu orang memahami Alkitab".

    12. Apa peranan bahan pembantu seperti buku-buku pengantar dan tafsiran untuk memahami Alkitab? Apa peranan khotbah dalam menambah pemahaman Alkitab, dan bagaimana prinsip-prinsip penafsiran mempengaruhinya?

    Kepustakaan (3)

    Artikel "Canon","Inspiration","Interpretation" dalam _IBD_.
    Berkhof, L.
    1950 _The Principles of Biblical Interpretation_ (Evangelical Press).
    Bruce, F. F.
    1943 _The New Testament Documents_ (IVP, edisi baru 1960). Buku ini sudah
    diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul _Dokumen-dokumen
    Perjanjian Baru_ (BPK).
    Calvin, J.
    _Genesis_ (Banner of Truth, terjemahan, 1975): hlm. 79,
    tafsiran Kej 1:6.
    France, R. T.
    1971 _Jesus and the Old Testament_ (Tyndale Press).
    Geisler, N. (penyunting)
    1979 _Inerrancy_ (Zondervan).
    Harris, R. L.
    1975 _The Inspiration and Canonicity of the Bible_ (Zondervan).
    Henry, C. F. H. (penyunting)
    1959 _Revelation and the Bible_ (Tyndale Press).
    1976 _God, Revelation and Authority_ 1 & 2 (Word).
    Kuyper, A.
    1963 _Principles of Sacred Theology_ (Eerdmans).
    Lloyd-Jones, D. M.
    1959 _Studies in the Sermon on the Mount 1_ (IVP): hlm. 180-320.
    Montgomery, J. W. (penyunting)
    1974 _God`s Inerrant Word_ (Bethany).
    Packer, J. I.
    1965 _God Has Spoken_ (Hodder, 1979**2**).
    1980 _Under God`s Word_ (Lakeland).
    Pinnock, C.
    1967 _A Defense of Biblical Infallibility_ (Presbyterian & Reformed).
    1971 _Biblical Revelation_ (Moody).
    Ramm, B.
    1971 _Hermeneutics_ (Baker).
    Stonehouse, N. B. & Woolley, P. (penyunting)
    1946 _The Infallible Word_ (Presbyterian & Reformed).
    Stott, J. R. W.
    1972 _Christ the Controversialist_ (Tyndale Press).
    Warfield, B. B.
    1951 _The Inspiration and Authority of the Bible_ (Presbyterian & Reformed).
    Wenham, J. W.
    1972 _Christ and the Bible_ (Tyndale Press).
    1974 _The Goodness of God_ (IVP).



    Indeks Bab 4: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.A 01007]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 4 Penerapan .......................................... 01064

    Ps 4.1 Kelahiran Kembali ............................ 01064

    Ps 4.2 Memahami Alkitab ............................. 01065

    Ps 4.3 Memberitakan Firman .......................... 01066

    Ps 4.4 Menaati Alkitab .............................. 01067



    Mengenali Kebenaran -- Bab 4. Penerapan [Indeks]

    4. PENERAPAN

    4.1 Kelahiran kembali

    Karena manusia adalah makhluk berdosa, maka kebenaran Allah hanya dapat diperoleh sebagai anugerah yang mengatasi perlawanan naluri manusia terhadap diri-Nya, dan menerangi pikiran gelap. Menurut bahasa Alkitab, orang tidak dapat mengenal Allah dan kebenaran-Nya sebelum dilahirkan kembali (Yoh 3:3*).

    Mujizat kelahiran kembali dan penerangan ini selalu dihubungkan dengan respons pada Injil (atau "kabar baik") yang merupakan inti iman Kristen. Harus diakui, berita ajaib ini mula-mula tidak nampak sebagai kabar "baik", karena menghadapkan orang pada dosa, keadaan moral yang tidak berdaya, kebutaan intelektual dan hal yang suram yaitu murka Allah. Namun orang sekaligus diyakinkan akan kasih Allah yang maha-kuasa bagi manusia berdosa, yang diungkapkan dengan menganugerahkan putra-Nya, Yesus Kristus, yang mati di kayu salib bagi semua orang berdosa. Injil memanggil orang untuk meninggalkan dosa dan menggantungkan diri pada anugerah Allah yang ditawarkan Kristus kepada manusia.

    Orang yang menjawab panggilan tersebut dengan penuh percaya mengalami permulaan baru dalam hidupnya, yakni suatu kelahiran baru, dan bersama dengan itu mendapat kemampuan baru untuk menanggapi penyataan Allah. Bagi orang Kristen sejati, kelahiran kembali ini sudah merupakan realitas, tetapi ia senantiasa harus mengingat "jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah". Prinsip ini bekerja sepanjang kehidupan Kristen. Allah memberikan kebenaran-Nya hanya kepada orang yang rendah hati. Bila orang datang kepada-Nya dengan penuh rasa ketergantungan pada-Nya sambil mengaku kebodohan yang penuh dosa serta kebutaan yang selalu memerlukan pencerahan ilahi, maka Ia akan menjenguk dalam kemurahan-Nya dan sekali lagi memberikan anugerah kebenaran-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 4. Penerapan [Indeks]

    4.2 Memahami Alkitab

    Alkitab sampai kepada orang modern dari zaman yang meliputi sekian ribu tahun, dari pengalaman bangsa-bangsa yang kebudayaannya asing, dan dalam bahasa yang bukan bahasa kita. Oleh sebab itu, untuk mengerti dan menafsirkan Alkitab dengan tepat memerlukan disiplin untuk menjembatani jurang kultural dan linguistik yang memisahkan kita dari dunia dan zaman Alkitab.

    Sudah jelas bahwa Roh Kudus adalah pemandu yang mutlak perlu, dan orang Kristen sederhana (artinya, tanpa pendidikan) yang mempunyai Roh Kudus dapat menangkap berita Alkitab dan menggunakannya sepenuhnya untuk memperkaya kehidupan rohaninya. Menyangkal kemampuan orang sederhana itu berarti mengambil sikap melawan bukti-bukti sejarah. Ada bahaya bahwa kita mengulangi kesalahan gereja Roma pra-Reformasi, yang menempatkan perantara antara Allah dan jiwa orang secara individu. Pada abad pertengahan di Eropa, imamat gereja menjadi perantara itu; pada zaman kita para ahli Alkitab. Ada kalanya Tuhan memberikan penerapan langsung, khusus dan relevan dari firman-Nya melalui Roh Kudus dalam keadaan tertentu, namun tentu saja ini tidak selalu terjadi dan biasanya dibutuhkan suatu proses belajar untuk merealisasikan apa yang dimaksud dengan hidup menurut Alkitab.

    Sebagian besar kebenaran dalam Alkitab hanya dapat ditemui melalui penelitian yang saksama. Sering ditemukan segi-segi baru dari kebudayaan-kebudayaan pada waktu Alkitab ditulis, dengan akibat bahwa bagian-bagian Alkitab yang terkenal pun mendapat penyorotan baru. Panggilan menjadi ahli Alkitab dan ahli teologi sangat penting bagi gereja, dan sekalipun panggilan itu tidak datang kepada mayoritas, namun mayoritas itu juga pasti dipanggil untuk menggunakan pikiran mereka sebaik mungkin, dengan mempelajari Alkitab menurut kemampuan dan kesempatan mereka. Tidak ada pengganti bagi kerja keras dalam memahami firman Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 4. Penerapan [Indeks]

    4.3 Memberitakan firman

    Sarana paling unggul untuk mengungkapkan dan menyebarkan kebenaran Allah yang telah diberikan-Nya di dalam gereja adalah pemberitaan firman. Segala sesuatu yang telah kami kemukakan dalam bagian ini hanya menggarisbawahi betapa pentingnya khotbah dalam gereja bersifat dan mempunyai daya tarik yang alkitabiah.

    Tentu saja hal ini tidak hanya berarti mengucapkan beberapa ayat Alkitab secara berturut-turut. Pada saat jemaat Kristen berkumpul untuk beribadah, harus diusahakan supaya pengkhotbah menjelaskan Alkitab secara mendalam dan kemudian secara peka menerapkannya langsung dalam kehidupan dan keadaan pendengar-pendengarnya. Segala sesuatu yang dikatakan mengenai kebutuhan untuk bekerja keras dalam memahami Alkitab tadi harus diterapkan pada persiapan khotbah seperti ini.

    Orang yang tidak terpanggil untuk menjadi pengkhotbah tetap dapat memainkan peranan yang amat penting dengan berdoa dan menganjurkan khotbah-khotbah berdasarkan Alkitab. Tidak ada apa pun yang lebih mampu membawa pembaruan dalam hidup, semangat dan iman gereja dari generasi mana pun selain pemberitaan firman Allah yang kekal, yang dibawakan kepada umat Allah oleh pelayanan pengkhotbah yang menjelaskan firman itu di bawah pengurapan Roh Kudus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 4. Penerapan [Indeks]

    4.4 Menaati Alkitab

    Jika Allah menyatakan diri-Nya serta rencana-Nya kepada kita dalam Yesus Kristus yang dikenal melalui Alkitab, maka jelaslah kita wajib menyerahkan hidup kita seutuhnya untuk dipimpin oleh ajaran Alkitab. Khususnya di dunia akademis, pandangan bahwa kebenaran dialamatkan pada akal saja merupakan penggoda yang besar. Tetapi bagi Alkitab hal "mengenal kebenaran" berarti hidup menurut kebenaran itu dalam situasi tertentu. Dalam Perjanjian Lama, kebenaran terutama bersifat moral yang meliputi sifat dapat dipercaya atau setia (mis Mazm 51:8*). Pengertian ini juga diungkapkan oleh Yohanes yang memperhatikan berbuat yang benar (Yoh 3:21; 1Yoh 1:6*). Jadi, bagian akhir ini berpadu dengan uraian tentang ajaran Kristen tentang wewenang, karena kebenaran Kristen dalam arti paling mendalam hanya berada bila ada pikiran yang bertekad untuk mengerti maupun menaatinya. Kalau hasrat akan kebenaran tidak meliputi hasrat untuk taat pada kebenaran, maka orang sebenarnya tidak serius mengenai kebenaran itu.

    Pada dasarnya ajaran tentang wewenang itu praktis sekali. Ajaran ini menghadapkan orang pada tantangan khusus, yakni menaati semua ajaran Alkitab setiap saat. Tidak ada yang lebih sederhana, sekalipun sangat menyelidiki hati, daripada tantangan itu.



    Indeks Bab 5: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.B 01008]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 5 Keberadaan Allah .................................. 01069

    Ps 5.1 Alasan-alasan Bagi Teisme Kristen ............ 01069

    Ps 5.2 Bukti Rasional tentang Keberadaan Allah ...... 01070

    Sb 5.2.a Ontologi .................................. 01070

    5.2.b Kosmologi ................................. 01071

    5.2.c Teleologi ................................. 01071

    5.2.d Moral ..................................... 01072

    5.2.e Akal Budi ................................. 01073

    5.2.f Kristologi ................................ 01073

    Ps 5.3 Mengevaluasi Pendekatan Rasional ............. 01074

    Sb 5.3.a Alasan-alasan yang Melawan Pendekatan
    Rasional .................................. 01074

    5.3.b Alasan-alasan yang Mendukung Teologi Alami. 01075

    5.3.c Ulasan Akhir .............................. 01076

    Bahan Alkitab .............................................. 01077

    Bahan Diskusi/penelitian ................................... 01077

    Kepustakaan ................................................ 01078



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    B. ALLAH

    5. KEBERADAAN ALLAH

    5.1 Alasan-alasan bagi teisme Kristen

    Dasar kepercayaan kepada Allah secara prinsip telah dikemukakan di Bagian A di atas, yakni: Allah telah menyatakan diri kepada kita. Mengenai keberadaan Allah, Alkitab tidak memberikan petunjuk-petunjuk berdasarkan akal, tetapi menyajikan pokok-pokok tentang keberadaan-Nya yang tak dapat diragukan, misalnya:

    "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi" (Kej 1:1*);

    "Akulah Tuhan dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah" (Yes 45:5; bnd. Rom 11:36*).

    Keberadaan-Nya dan penyataan diri-Nya merupakan prakiraan dasar agama Alkitab.

    Kesadaran intuitif dari manusia akan adanya Allah dibenarkan oleh antropologi sosial, yang mengakui adanya kesadaran religius yang universal. Orang ateis tetap merupakan minoritas dalam dunia. Calvin menyebut kesadaran dasar akan Allah ini sebagai "suatu perasaan tentang keilahian". Seorang teolog Amerika, Hodge (1797-1879), berbicara tentang keyakinan universal pada manusia bahwa "ada Oknum yang menjadi tumpuan mereka dan mereka bertanggungjawab kepada-Nya". Namun, kesadaran lahiriah ini janganlah dinilai terlalu tinggi, karena:

    1. Alkitab tidak menganggap pandangan ini sebagai dasar yang memadai untuk hubungan dengan Allah yang menyelamatkan;

    2. dengan demikian orang Kristen dapat menjadi tidak peka dan menolak kesulitan yang menghalangi orang bukan Kristen untuk percaya; dan

    3. Alkitab mengatakan bahwa manusia harus menghampiri Allah melalui iman (Ibr 11:6*).

    Kesadaran lahiriah tentang adanya Allah tidak meniadakan perlunya mendekati Allah melalui iman dan rumusan-rumusan iman Kristen historis dimulai dengan kata-kata: "Aku percaya".



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    5.2 Bukti rasional tentang keberadaan Allah

    Pemikir-pemikir Kristen sepanjang masa sudah berusaha untuk membuktikan keberadaan Allah dari unsur-unsur dalam dunia ini. Usaha ini disebut "teologi alami" dan didasarkan pada hukum-hukum logika, kenyataan dunia ini dan beberapa gagasan filsafat. Ada versi kuat, yang berargumentasi bahwa keberadaan Allah secara logis dibutuhkan. Ada juga versi lemah, yakni bahwa keberadaan Allah adalah mungkin, atau bahwa argumen-argumen bahwa Ia tidak ada kurang kuat, atau bahwa hal percaya akan keberadaan Allah bukan hal yang tidak masuk akal. Pandangan-pandangan utama yang dikemukakan akan diuraikan di bawah ini.

    a. Ontologi

    Secara filsafat, pandangan ini yang paling penting. Pernyataan klasik yang diberikan Anselmus (1033-1109) terdiri dari dua tahap:

    • Allah adalah oknum yang tidak bisa dibayangkan bahwa ada yang lebih besar (atau lebih sempurna) daripada Dia; dan sesuatu yang hanya berada dalam pikiran berbeda dengan sesuatu yang berada dalam pikiran dan sekaligus juga dalam kenyataan.


    Kalau kedua tahap itu digabung, berarti kalau Allah hanya berada dalam pikiran dan tidak dalam kenyataan, maka dapat dibayangkan oknum yang lebih sempurna yaitu yang berada dalam pikiran dan juga dalam kenyataan. Tetapi Allah adalah oknum yang tidak bisa dibayangkan bahwa ada yang lebih sempurna daripada Dia, jadi Allah tidak berada hanya dalam pikiran saja. Karena itu harus diterima alternatifnya: oknum yang paling sempurna berada dalam kenyataan dan dalam pikiran.

    Pandangan ontologis ini sangat dikritik oleh filsuf Jerman, Kant (1724-1804). Ia menunjukkan bahwa argumentasi ini hanya membuktikan bahwa jika ada oknum yang tertinggi, maka ia harus ada. Sifat ada saja tidak menambahkan apa-apa kepada suatu konsep. Contohnya, menurut pendapat ini, Rp. 1000,- yang nyata tidak bernilai lebih tinggi dari Rp 1000,- yang dibayangkan saja.

    Akhir-akhir ini pandangan ontologis ini mengalami semacam kebangkitan kembali. Beberapa filsuf keagamaan masa kini percaya bahwa, jika diakui bahwa suatu oknum yang tertinggi adalah mungkin, maka Ia harus berada dalam kenyataan (lihat Plantinga 1974; Ross 1980).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    b. Kosmologi

    Pandangan ini, yang pernyataan klasiknya diberikan oleh Aquinas (kira-kira 1225-74), menegaskan bahwa keberadaan dunia memerlukan oknum tertinggi yang menyebabkan keberadaannya itu. Perhatian ditujukan pada fakta kausalitas yang berarti setiap kejadian ada sebabnya, yang pada gilirannya juga mempunyai sebab, dan seterusnya sampai pada sebab pertama, yaitu Allah.

    Para kritikus menyatakan bahwa pandangan ini tidak dapat menghadapi alternatifnya, yaitu bahwa mungkin tidak ada "sumber" atau asal pertama. "Alam semesta ada, dan tak ada yang lain yang dapat dikatakan" (Russell). Tetapi para pembelanya yakin bahwa pandangan ini tidak boleh dikesampingkan begitu saja. Akhir-akhir ini pandangan ini sering dirumuskan dengan memakai istilah "kemungkinan" (Ing. _contingency_). Segala sesuatu bersifat "mungkin" (= ada walaupun tidak harus ada) ataupun "perlu" (= harus ada). Adanya kenyataan-kenyataan tertentu yang mungkin, dapat dijelaskan pada tingkat tertentu dengan mengacu pada sebab-sebab terdahulu yang juga mungkin. Tetapi terjadinya dan kelanjutan segala sesuatu yang mungkin, dianggap sebagai keseluruhan, hanya dapat dijelaskan jika ada sesuatu yang harus ada, yaitu Allah (bnd. Geisler 1976; Mascall 1943; Farrer 1943).

    c. Teleologi

    Pandangan purba ini masuk ke dalam pikiran dunia barat melalui percakapan Plato, _Timaeus_. Dikatakan, bukti-bukti perencanaan dan tujuan dalam alam semesta mengharuskan adanya Perencana umum, yaitu Allah. Pernyataan klasik diberikan oleh Paley (1743-1805). Dalam karyanya_ Natural Theology_ (1802), ia menggunakan analogi suatu jam tangan yang masih jalan, yang ditemukan di atas tanah. Secara teoretis, keberadaannya dapat dijelaskan sebagai hasil pertemuan secara kebetulan dari kekuatan-kekuatan alam, seperti angin, hujan, panas dan sebagainya. Tetapi ini jelas kurang masuk akal dibandingkan dengan dugaan bahwa ada seorang ahli pintar yang membuat jam tangan tersebut. Begitu pula semesta alam yang memperlihatkan perencanaan menunjukkan adanya suatu Perencana Agung.

    Kritikan terpenting terhadap pandangan ini dirumuskan oleh filsuf Skotlandia, Hume (1711-76). Menurut pandangan Hume, dalam waktu yang tak terhingga, suatu semesta alam seperti yang kita tempati ini dapat muncul karena probabilitas saja. Lagi pula semesta alam yang berada karena probabilitas saja itu tidak dapat tidak menunjukkan bukti "perencanaan", karena perlu ada penyesuaian antara faktor yang satu dengan yang lain jika alam semesta itu dapat berada dan berkesinambungan. Pandangan teleologis juga harus mempertimbangkan hal adanya disteleologi, yaitu proses-proses dalam alam semesta yang kelihatannya tanpa tujuan atau perencanaan, sepanjang pengetahuan kita.

    Seorang ahli hukum Amerika, Horigan, berusaha untuk merehabilitasi pandangan teleologis dengan pendapat bahwa Darwinisme yang anti-agama tidak memperhitungkan fakta bahwa alam yang tak hidup bersifat harmonis dengan evolusi organik. Ditegaskannya pula, bahwa teori evolusi tidak dapat menjelaskan munculnya otak besar secara cepat dalam rumpun manusia yang sedang berkembang. Sudah tentu, banyak orang kalau diperhadapkan pada perencanaan dalam alam semesta dari jarak dekat, misalnya kalau menyaksikan keajaiban bayi yang baru lahir, atau melihat kecanggihan yang menakjubkan dari sel-sel mata manusia, menganggap keberatan-keberatan Hume agak teoretis. Namun, secara filsafat keberatan ini harus dipertimbangkan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    d. Moral

    Pandangan ini mengatakan bahwa pengalaman universal manusia mengenai kewajiban moral, atau pengertian tentang "apa yang seharusnya dibuat", serta kegagalannya memenuhi tuntutan moral itu dari hati nuraninya, tidak dapat diterangkan secara memadai baik sebagai kepentingan diri sendiri saja, ataupun sebagai hasil penyesuaian sosial. Keberadaan nilai-nilai moral objektif ini menunjukkan keberadaan suatu dasar nilai-nilai yang transenden, yaitu Allah. Pernyataan klasik dari pandangan ini diberikan oleh Kant, yang mengatakan bahwa Allah (dan kebebasan dan kekekalan) adalah "landasan" kehidupan moral, yaitu kepercayaan dahulu yang mengakibatkan perasaan akan kewajiban moral tanpa syarat.

    Penganut pandangan ini dituduh justru mengandaikan kebenaran yang hendak dibuktikannya, yakni bahwa pengalaman moral hanya dapat dijelaskan secara memuaskan dalam hubungannya dengan agama. Ia juga harus menghadapi bukti-bukti bahwa orang-orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang apa yang dimaksudkan dengan "baik" serta adanya dilema-dilema moral. Agar dapat dipertahankan, pandangan ini harus juga menunjukkan bahwa penjelasan-penjelasan lain (yang sosio-psikologis) tentang timbulnya serta berlanjutnya perasaan moral ini tidak memuaskan. Beberapa filsuf moral dan pembela Kristen berpendapat bahwa kesulitan-kesulitan ini dapat diatasi (lihat Owen 1965; Lewis 1952).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    e. Akal budi

    Pandangan ini mengemukakan bahwa materialisme murni tidak dapat menerangkan kemampuan pikiran manusia untuk mengambil kesimpulan dari dasar-dasar pikiran. Operasi intelek manusia dengan efektif, dan sifat-sifat lain dari pikiran dan bayangan, hanya dapat diterangkan atas dasar adanya pikiran supra-alami, yaitu Allah. Seandainya tidak ada intelegensi ilahi, bagaimana orang dapat mengharapkan bahwa pemikirannya benar dan oleh sebab itu, apa alasannya sehingga argumen-argumen yang dikemukakan untuk mendukung ateisme dapat diterima? Lewis (1947) merupakan pendukung utama pandangan ini dan akhir-akhir ini didampingi oleh filsuf agama kebangsaan Amerika, Plantinga (1967), walaupun melalui jalan yang berbeda.

    f. Kristologi

    Pandangan ini mengacu pada kriteria dari probabilitas sejarah untuk menunjukkan bahwa Yesus Kristus hanya dapat dijelaskan secara memuaskan jika diperkirakan bahwa Allah hadir dan berkarya di dalam Dia. Para pendukung pandangan ini menunjukkan sifat pribadi-Nya yang tak bernoda, pernyataan-Nya yang mengherankan tentang diri-Nya dan misi-Nya, dan khususnya bukti kebangkitan-Nya. Dalam hal terakhir ini, perhatian khususnya ditujukan pada kesulitan yang dialami untuk memberikan penjelasan lain yang lebih memadai tentang munculnya gereja Kristen dengan begitu cepat sesudah kematian Yesus, jika Ia tidak bangkit.

    Pandangan ini harus menghadapi pertanyaan mengenai keterandalan historis tulisan Perjanjian Baru dan kesulitan filosofis yang ditimbulkan oleh mujizat-mujizat Yesus. Akhir-akhir ini ada ahli-ahli yang bergabung dengan para pembela Kristen populer dalam pernyataan bahwa keberatan-keberatan ini dapat diatasi dan pertimbangan-pertimbangan yang historis semata-mata membawa orang dekat kepada kepercayaan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    5.3 Mengevaluasi pendekatan rasional

    a. Alasan-alasan yang melawan pendekatan rasional

    Ada penulis-penulis Kristen yang secara prinsip kurang senang dengan pendekatan ini. Mereka menekankan bahwa "bukti-bukti" yang diuraikan di atas sebenarnya tidak membuktikan keberadaan Allah secara tuntas, dan selanjutnya mereka mengajukan beberapa pertanyaan.

    1. Siapakah Allah itu? Setinggi-tingginya pandangan-pandangan rasional dapat membuktikan adanya suatu Kuasa Mahabesar, Sebab Pertama, Penjamin moral dan sebagainya. Tetapi ini belum tentu sama dengan Allah Alkitab, yakni objek iman dan ibadah Kristen. (Tentulah argumentasi kristologis tidak kena keberatan ini.)

    2. Bagaimana Allah dapat dikenal? Alkitab mengajarkan bahwa sesungguhnya Allah hanya dikenal melalui iman. Pembelaan rasional menganggap bahwa Ia dapat dikenal tanpa penyataan khusus. Tetapi justru inilah teori pengetahuan yang dipegang dalam abad pertengahan yang ditolak para reformis demi agama alkitabiah. Selanjutnya, seperti ditunjukkan dalam sejarah dengan jelas, kalau akal manusia diberikan otonomi sejauh ini, maka cepat atau lambat ia akan berkembang melampaui batas-batasnya dan merebut tempat iman; pada gilirannya hal ini mengancam pengertian tentang anugerah yang menyelamatkan dan mengurangi kemuliaan Allah. Misalnya, ada Socinianisme pada abad ke-16, unitarianisme pada abad ke-17, deisme pada abad ke-18, dan liberalisme klasik pada abad ke-19.

    3. Apa sikap manusia dalam hubungannya dengan Allah? Pandangan rasional menganggap adanya kesinambungan antara manusia dan Allah, yang disangkal oleh Alkitab yang membuka fakta bahwa ketidak-percayaan merupakan permusuhan terhadap Allah. Rasionalisme tidak menolong orang yang tidak percaya karena menyembunyikan kenyataan ini. Lagi pula, kalau argumen rasional gagal meyakinkan orang bukan Kristen ada kemungkinan besar orang ini bahkan dikuatkan dalam sikap tidak percaya dan dengan demikian menjadi lebih tertutup terhadap tantangan moral Injil apabila dijumpai pada kemudian hari.

    4. Apa yang diajarkan oleh Alkitab? Menurut Alkitab, manusia sudah sadar akan kehadiran Allah akan tetapi menolak kesaksian ini. Tugas orang Kristen adalah menghadapkan orang bukan Kristen dengan Allah, yang kehadiran-Nya sudah ia sadari sendiri, bukan untuk mempertim-bangkan prakiraannya bahwa mungkin Allah tidak ada. Orang berdosa hanya dapat memperoleh pengetahuan sesungguhnya tentang Allah melalui dilahirkan kembali oleh Roh Kudus sesudah mereka percaya kepada Injil.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    b. Alasan-alasan yang mendukung teologi alami

    Ada juga beberapa pemikir Kristen yang memanfaatkan pendekatan rasional.

    1. _Secara teologis_ dikemukakan bahwa manusia, biarpun jatuh dalam dosa, tetap merupakan makhluk yang diciptakan menurut rupa dan gambar Allah. Oleh sebab itu Allah tidak sepenuhnya absen dari pikiran dan pengalaman manusia. Dengan demikian, pengalaman serta penalaran manusia tentang dunia boleh jadi merupakan jalan kepada Allah.

    2. _Secara alkitabiah_ ditandaskan bahwa Yesus dan Paulus sering berdebat dengan pendengar-pendengarnya. Kesaksian Paulus di pusat-pusat kebudayaan Yunani meliputi pembelaan Injil terhadap kritik rasional (Kis 19:9*). Di Atena, Paulus bertukar pikiran dengan pendengar-pendengarnya berdasarkan pengalaman mereka langsung (Kis 17:22-23*). Untuk mendukung argumentasinya, Ia juga mengacu pada sastrawan mereka (Kis 17:28), selain Injil dan penyataan (Kis 17:30-31*). Paulus dan Petrus menyebut suara hati kafir sebagai tolok ukur yang dapat dipercaya untuk mengukur sifat moral Kristen (1Tim 3:7; 1Pet 3:16*) dan kelihatannya prinsip ini dapat diberlakukan juga bagi akal orang kafir. Orang Kristen mula-mula juga mendasarkan diri pada bukti-bukti sejarah untuk mendukung tuntutannya tentang Yesus, khususnya kebangkitan-Nya (Kis 3:15; 5:31-32; 1Kor 15:3-4*).

    3. _Secara penginjilan_ dianjurkan bahwa jurang antara orang Kristen dengan bukan Kristen begitu lebar, sehingga perlu memulai pekabaran Injil di tempat orang bukan Kristen hadir dan menghadapi keberatan serta pertanyaannya. Pembelaan rasional khususnya dapat membantu menghilangkan salah paham yang menyatakan bahwa menjadi Kristen itu sama dengan membunuh akal seseorang.

    4. _Secara historis_ dijelaskan bahwa metode rasional telah membantu banyak orang untuk menjadi Kristen.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    c. Ulasan akhir

    Evaluasi kita tentang manfaat pendekatan rasional terhadap pembelaan Kristen akan mencerminkan evaluasi kita mengenai seberapa jauh kejatuhan manusia ke dalam dosa telah mempengaruhi kesadaran dan kemampuan asli manusia bagi persekutuan dengan Allah.

    Kelihatannya ada tempat bagi argumentasi pembelaan untuk menghadapi prasangka anti-rasional yang tajam terhadap agama Kristen. Agaknya ini sebaiknya dilakukan dengan cara menunjukkan kekonsekwenan dan kelebihan pandangan Kristen secara menyeluruh sebagai keterangan keberadaan, dan bukan mengikuti satu atau dua argumen tertentu.

    Pendekatan rasional, khususnya dengan mendasarkan diri pada bukti keilahian Kristus serta kesaksian Alkitab tentang Dia, dapat membantu menangkis tuduhan bahwa iman Kristen tergantung pada faktor-faktor subjektif.

    Akan tetapi orang Kristen harus menghindari pendekatan apa pun kepada orang bukan Kristen yang mengurangi kemuliaan Allah, yang tidak mengindahkan atau yang mengaburkan sifat moral dalam hubungan manusia dengan Allah, atau perlunya pertobatan, pengampunan dan perdamaian.

    Memang Allah dalam Alkitab adalah jauh lebih besar daripada Allah dalam teologi alami. Cara mengenal Allah hanya dapat dibicarakan dengan baik dalam hubungannya dengan siapa sebenarnya Dia, maka orang Kristen akan menolong orang yang ingin mereka sadarkan akan iman, dengan cara menunjukkan sebaik-baiknya Allah Alkitab dalam keseluruhan kemuliaan dan kebesaran-Nya yang transenden, keindahan dan kuasa, anugerah dan kekudusan-Nya. Dan mereka harus juga memperlihatkan realitas-Nya dalam hidup pribadi mereka dan dalam persekutuan Kristen.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kejadian 1:1; Keluaran 3:14-15; Ayub 23:1-17; 37:19*;
    Yesaya 40:25-28; 42:8; 43:11-13*;
    Kisah 14:14-18; 17:16-34; Roma 1:18-32; 11:33; 2Korintus 4:4*;
    1Tesalonika 1:9; 1Timotius 6:16; Ibrani 11:6*.

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkanlah beberapa pandangan filsafat tentang keberadaan Allah. Menurut Anda, manakah yang paling meyakinkan?

    2. Selidiki nilai pandangan tersebut dalam terang

      1. ajaran Alkitab tentang hakikat Allah,
      2. ajaran Alkitab tentang sifat manusia, dan
      3. kesaksian para rasul.
    3. Apa fungsi dan keterbatasan pembelaan dalam hal

    4. memperteguh iman orang Kristen,

    5. membela iman terhadap kritikan, dan

    6. membawakan Injil kepada orang bukan Kristen?

    7. Apa pandangan Alkitab mengenai hubungan antara iman dan akal manusia?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 5. Keberadaan Allah [Indeks]

    Kepustakaan (5)

    Barclay, O. R.
    1974 _Reasons for Faith_ (IVP).
    Brown, C.
    1969 _Philosophy and the Christian Faith_ (Tyndale Press).
    Farrer, A. M.
    1943 _Finite and Infinite_ (Westminster, 1959**2**).
    Geisler, N.
    1976 _Christian Apologetics_ (Baker).
    Henry, C. F. H.
    1976 _God, Revelation and Authority_ 1 (Word).
    Holmes, A. F.
    1979 _All Truth is God`s Truth_ (IVP).
    Horigan, J. E.
    t.t. _Chance or Design?_
    Lewis, C. S.
    1947 _Miracles_ (Geoffrey Bles).
    1952 _Mere Christianity_ (Fontana).
    Mascall, E. L.
    1943 _He Who Is_ (London).
    Owen, H. P.
    1965 _The Moral Argument for Christian Theism_ (London).
    Platinga, A.
    1967 _God and Other Minds_ (Ithaca, New York).
    1974 _The Nature of Necessity_ (Oxford).
    Ramm, B.
    1972 _The God who Makes a Difference_ (Word).
    Ross, J. F.
    1980 _Philosophical Theology_ (Hackett, edisi ke-2).
    Schaeffer, F. A.
    1968a _Escape from Reason_ (IVP).
    1968b _The God Who is There_ (Hodder).
    Van Til, C.
    1955 _The Defense of the Faith_ (Presbyterian & Reformed).



    Indeks Bab 6: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.B 01008]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 6 Allah Tritunggal .................................. 01080

    Ps 6.1 Ajaran Alkitab ............................... 01080

    Sb 6.1.a Perjanjian Lama ........................... 01080

    6.1.b Perjanjian Baru ........................... 01081

    Ps 6.2 Mengerti Ajaran Ini .......................... 01082

    Sb 6.2.a Keterbatasan Bahasa ....................... 01082

    6.2.b Cara Memakai Kata "Allah" ................. 01083

    6.2.c Tiga __Apa__?.............................. 01083

    6.2.d Adakah Analogi Tritunggal dalam

    Manusia?................................... 01084

    Ps 6.3 Pentingnya Ajaran Ini ........................ 01085

    Bahan Alkitab .............................................. 01086

    Bahan Diskusi/penelitian ................................... 01087

    Kepustakaan ................................................ 01088



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    6. ALLAH TRITUNGGAL

    Bagaimana rupa Allah? Jawaban umum sementara adalah "Allah itu Roh berpribadi yang hidup". Allah yang dinyatakan dalam Alkitab sungguh-sungguh hidup dan bertindak (Mazm 97:7; 115:3*). Ia bukan kuasa atau kekuatan tak berpribadi, tetapi Allah berpribadi dan berwatak dengan kodrat khusus. Dia adalah Roh yang melebihi seluruh tatanan dunia, walaupun tatanan itu bergantung pada-Nya.

    6.1 Ajaran Alkitab

    Alkitab berbicara tentang Allah sebagai tiga oknum yang dapat dibedakan, yang biasa disebut sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Istilah teknis untuk gagasan ini, Tritunggal, tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi termasuk golongan istilah yang bersifat alkitabiah dalam arti mengungkapkan dengan jelas ajaran Alkitab.

    a. Perjanjian Lama

    Bagi bangsa Israel, keesaan Allah merupakan aksioma: "Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa" (Ul 6:4*). Penekanan pada keesaan ilahi ini sangat penting, mengingat politeisme yang memuja berhala dan bersifat dekaden dari bangsa-bangsa di sekeliling Israel. Namun Perjanjian Lama juga mengandung isyarat tentang "kepenuhan" dalam Allah yang merupakan landasan ajaran Perjanjian Baru tentang Tritunggal.

    Acapkali Allah memakai istilah jamak untuk diri-Nya sendiri (Kej 1:26; 3:22; 11:7; Yes 6:8*) dan penulis Injil Yohanes memperlakukan perikop Yesaya itu sebagai penglihatan Yesus (Yoh 12:41*). Ada sebutan mengenai "malaikat Tuhan" yang disamakan dengan Allah tetapi berbeda dengan-Nya (Kel 3:2-6; Hak 13:2-22*). Perjanjian Lama juga menyebutkan Roh Allah sebagai wakil pribadi Allah (Kej 1:2*; Neh 9:20; Mazm 139:7; Yes 63:10-14*). Ada juga disebutkan tentang hikmat Allah, khususnya dalam Amsal 8:1-36*, sebagai perwujudan Allah di dunia, dan mengenai firman Allah sebagai ungkapan yang kreatif (Mazm 33:6,9; bnd. Kej 1:26*). Ada juga nubuat yang menyamakan Mesias yang sudah lama ditunggu-tunggu itu dengan Allah (Mazm 2:1-12*; Yes 9:5-6*).

    Jelaslah bahwa Perjanjian Lama tidak mengajarkan mengenai Tritunggal secara lengkap, tetapi dengan menyajikan keesaan Allah dalam bentuk jamak, perikop-perikop tadi mendahului ajaran Perjanjian Baru yang lebih lengkap.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    b. Perjanjian Baru

    Ajaran tersirat dalam Perjanjian Lama muncul ke permukaan dalam Perjanjian Baru. Pertama, para rasul semakin tergerak untuk menyembah Yesus sebagai Tuhan, berdasarkan pengaruh dampak kehidupan dan watak-Nya, tuntutan dan mujizat-mujizat, dan terutama kebangkitan serta kenaikan-Nya. Kedua, realitas dan kegiatan Roh Kudus di antara mereka jelas merupakan kehadiran Allah sendiri. Sebab itu, acuan yang Yesus berikan kepada mereka (Mat 28:19*) menentukan pemahaman mereka. Allah adalah esa, namun dapat dibedakan dalam tiga oknum: Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.

    Berbagai perikop mengandaikan atau menyatakan ketritunggalan Allah, secara langsung atau tidak langsung (Mat 3:13-17; 28:19*; Yoh 14:15-23; Kis 2:23; 2Kor 13:14; Ef 1:1-14; 3:16-19*). Masing-masing oknum ditegaskan bersifat ilahi:

    • Sang Bapa adalah Allah
      (Mat 6:8-9; 7:21; Gal 1:1*);
    • Sang Anak adalah Allah
      (Yoh 1:1-18; Rom 9:5; Kol 2:9; Tit 2:13; Ibr 1:8-10*); dan
    • Roh Kudus adalah Allah
      (Mar 3:29; Yoh 15:26; 1Kor 6:19-20; 2Kor 3:17-20>.

    Dengan demikian Alkitab menyajikan realitas yang misterius dan unik: satu Allah, sang Bapa, Anak dan Roh Kudus.

    Satu cara untuk memahami perbedaan antara sang Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah dengan menghubungkan fungsi yang berbeda dengan masing-masing oknum itu. Bentuk paling populer menghubungkan penciptaan dengan sang Bapa, penyelamatan dengan Anak dan pengudusan dengan Roh Kudus. Paulus memberikan bentuk lain dalam Efesus 1:1-23*, di mana pemilihan dihubungkan dengan sang Bapa (Ef 1:4,5,11*), penyelamatan dengan Anak (Ef 1:3,7,8*) dan pemeteraian dengan Roh Kudus (Ef 1:13-14). Berdasarkan Roma 11:36* ada pengertian lain yang memakai kata-kata depan berkaitan dengan kegiatan Allah dalam alam semesta: dari Dia (Bapa) dan oleh Dia (Anak) dan kepada Dia (Roh Kudus). Tetapi perbedaan-perbedaan ini jangan sampai memudarkan kebenaran dasar mengenai keesaan ilahi di mana ketiga-tiganya terlibat dalam kegiatan siapa pun di antara ketiga oknum itu. Misalnya, walaupun penciptaan khususnya dikaitkan dengan sang Bapa, namun juga dihubungkan dengan Anak (Yoh 1:3) dan Roh Kudus (Yes 40:13*)



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    6.2 Mengerti ajaran ini

    Penyataan Alkitab tentang ketritunggalan Allah itu telah diteliti oleh beberapa gereja pasca-rasuli yang mencoba menjelaskan imannya secara rinci dalam konteks kebudayaan Yunani Romawi. Hasil perdebatan ini dituangkan dalam Pengakuan Iman Athanasius (kira-kira abad ke-8): "Kita menyembah satu Allah dalam ketritunggalan, dan Tritunggal dalam kesatuan; tanpa mengacau-balaukan Oknum-oknum, atau membeda-bedakan keilahian".

    Bukan maksud buku ini untuk menelusuri rincian pertikaian yang timbul mengenai pokok ini. Kiranya cukuplah membahas secara singkat empat persoalan penting.

    a. Keterbatasan bahasa

    Kehidupan Allah sebagai Tritunggal jelas tidak ada padanannya dalam pengalaman manusia. Kita berbicara tentang misteri ini hanya karena Allah sendiri telah berbicara tentang hal ini dalam Alkitab. Sudah tentu timbul kesulitan dalam mengungkapkannya dengan bahasa yang dapat dimengerti. Augustinus, misalnya, dalam membahas kelayakan memakai istilah "oknum" berhubungan dengan Tritunggal, mengatakan,

    "Ketika ditanyakan tiga _apa_?, bahasa manusia sangat terbatas karena miskin dalam perbendaharaan kata. Namun dikatakan `tiga oknum`, bukan untuk menjelaskan sejelas-jelasnya, tetapi untuk mengatakan sesuatu yang menyampaikan arti sekalipun terbatas".

    Hal yang serupa dikemukakannya tentang angka tiga berkaitan dengan keberadaan Allah: "Dalam ketritunggalan ini dua atau tiga oknum tidak lebih besar daripada salah satu oknum."



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    b. Cara memakai kata "Allah"

    Para penulis Kristen memakai kata "Allah" dengan dua cara: kadang-kadang mereka maksudkan sang Bapa khususnya dan kadang-kadang Allah dalam ketritunggalan-Nya. Jika dianggap bahwa yang dimaksudkan dengan "Allah" hanya sang Bapa, maka perendahan Anak dan Roh Kudus di bawah sang Bapa tak terelakkan. Banyak sekte tidak menyadari perbedaan yang sangat penting itu, dan oleh karena itu terjadi kesulitan dengan ajaran Alkitab mengenai keilahian penuh dari Anak dan Roh Kudus. Saksi-saksi Yehowa, misalnya, tidak mengerti bahwa dalam Perjanjian Lama, Allah (_Yhwh_, yang mereka sebut "Yehowa") berarti Allah yang Tritunggal (bnd. ps 16 di bawah tentang keilahian Kristus). Sang Bapa tidak dibedakan dengan Anak dan Roh Kudus karena Dia adalah Allah. Keilahian sama-sama dimiliki oleh ketiga Oknum; berdasarkan ini Allah adalah esa tetapi juga tritunggal.

    c. Tiga _apa_?

    Bagaimana manusia dapat mengacu pada ketritunggalan dalam diri Allah tanpa membahayakan keesaan-Nya? Di Indonesia, masyarakat Kristen telah memakai istilah "oknum" sebagai padanan istilah klasik Yunani _hupostasis _dan Latin _persona_. Pada zaman ini, istilah itu hampir tidak dipakai lagi kecuali dalam konteks teologi Kristen, sehingga dapat dikatakan tidak lagi mempunyai arti bagi orang biasa. Istilah "pribadi" yang acapkali dipakai cenderung memberi kesan bahwa ada tiga kepribadian dalam Allah, masing-masing dengan ciri-ciri kekhususan secara tersendiri, dan karena itu membahayakan keesaan Allah. Istilah "cara berada" pernah dipakai, tetapi sekali lagi memberi kesan bahwa keberadaan Bapa berbeda dengan keberadaan Anak, dan seterusnya. Tetapi karena masih belum ada istilah yang dapat diterima secara umum sebagai alternatifnya, maka istilah tradisional "oknum" tetap dipertahankan sekalipun tidak seratus persen memadai.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    d. Adakah analogi Tritunggal dalam pengalaman manusia?

    Kesulitan memahami Allah sebagai "tiga dalam satu" telah mendorong para pemikir Kristen berabad-abad untuk mencari analogi-analogi Tritunggal yang dapat mencerahkan pemahaman. Dalam pembahasan klasik Augustinus, Tritunggal digambarkan dengan mengacu pada kesatuan dan perbedaan daya ingat, pengertian dan kehendak dalam jiwa manusia. Tetapi dilihat dari segi psikologi modern, pandangan tentang manusia ini agak sewenang-wenang; lebih parah lagi, analogi ini tidak menyoroti kesatuan Allah yang unik, di mana ketiga Oknum saling menyusup dan terlibat dalam karya masing-masing.

    Di bawah pengaruh pandangan modern tertentu tentang kepribadian, maka sejumlah teolog telah menghidupkan kembali analogi purba tentang kelompok tiga orang. Sama seperti kepribadian orang dapat bergabung dan menyatu dengan kepribadian-kepribadian lain, begitu pula Oknum-oknum dalam Allah menyusup satu dengan yang lain dan mengungkapkan diri dalam kesatuan ilahi. Mungkin ada ayat-ayat Alkitab yang mendukung pandangan ini, khususnya yang berbicara tentang perkawinan. Yesus mengatakan bahwa dalam perkawinan "mereka bukan lagi dua, melainkan satu" (Mat 19:15*). Analogi ini yang disebut "analogi sosial" memberikan penjelasan yang berharga tentang pluralitas oknum-oknum dalam Allah, tetapi juga dapat membahayakan keesaan ilahi.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    6.3 Pentingnya ajaran ini

    Permasalahan yang kompleks ini dapat menimbulkan pertanyaan, apa gunanya membahas pokok ini, khususnya mengingat tidak ada keterangan tentang teka-teki "satu tambah satu tambah satu adalah satu". Namun hampir semua pokok yang penting dalam agama Kristen tergantung pada ajaran bahwa Allah adalah tiga dalam satu.

    Ambillah pokok persoalan mengenai dosa yang memisahkan manusia dari Allah dan mengakibatkan murka-Nya. Dosa melibatkan dua pihak saja, yaitu orang yang berdosa yang melanggar hukum dan Allah yang hukum-Nya dilanggar. Jadi kalau Yesus bukan ilahi, dosa bukanlah urusan Dia. Suatu ketika, pada waktu Yesus mengampuni dosa seseorang, Ia dituduh menghujat karena hanya Allah yang dapat mengampuni dosa (Mr 2:5-7*). Para pengritik-Nya memang benar dalam pendapat itu, kekhilafan mereka adalah bahwa mereka tidak menyadari siapa Yesus. Hanya jika Yesus adalah Allah yang datang kepada manusia, Ia sanggup mengampuni dosa kita; sebaliknya, kalau Ia mengampuni dosa, tentu Ia adalah Allah. Dengan demikian, Allah bukanlah Keberadaan tanpa perbedaan-perbedaan di dalam-Nya.

    Sama halnya dengan Roh Kudus. Orang Kristen percaya bahwa kuasa Allah telah menguasai hidupnya serta memberinya hidup baru. Ia mengenal Tuhan dan mengalami kehadiran-Nya, ia yakin akan kuasa firman-Nya dan mendapat kekuatan untuk hidup bagi Dia dan menerima karunia untuk melayani Dia. Akan tetapi, kalau bukan Allah sendiri yang bekerja di dalam orang Kristen, maka keyakinan akan kegiatan Roh Kudus hanyalah khayalan yang tidak ada kaitan dengan realitas ilahi. Hanya kalau Roh Kudus yang bertindak atas manusia adalah Allah maka pengalaman tentang keselamatan benar-benar menyelamatkan. Sekali lagi harus diakui bahwa keesaan Allah adalah kompleks.

    Dengan demikian, seluruh pengertian keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia tergantung pada ketritunggalan Allah. Begitu penting maknanya. Ketritunggalan dalam Allah juga merupakan dasar pokok penegasan bahwa Allah itu kasih adanya. Allah tidak kesepian, yang memerlukan ciptaan sebagai objek kasih-Nya. Sebagai Tritunggal, Allah sudah puas dengan diri-Nya dan tidak _perlu_ menciptakan ataupun menyelamatkan. Penciptaan dan penyelamatan merupakan tindakan kemurahan hati sepenuhnya, ungkapan Allah sebagai kasih yang bebas dan abadi.

    Dalam ajaran ini ada kesulitan yang muncul dari rumusan sederhana yang dibentuk berdasarkan pengalaman manusia. Tetapi kita harus mengingat bahwa Allah adalah Tuhan segala yang ada yang berada di luar segalanya. Seandainya kita tidak menemukan keajaiban dan misteri yang sangat dalam mengenai keberadaan Allah, maka itulah alasan untuk meragukan penegasan Alkitab. Jadi kendatipun sulit dipahami, namun ajaran tentang ketritunggalan melukiskan Allah yang cukup mulia untuk disembah dan dilayani.

    Akhirnya, merenungkan Allah dalam ketritunggalan-Nya, Bapa, Anak dan Roh Kudus, yang dapat dibedakan-bedakan menurut oknum dan tugas tetapi tetap merupakan keesaan yang sempurna dan harmonis dalam kasih mengasihi yang kekal, membuat orang melihat sesuatu yang agung dan tak terperikan, bahkan indah dan menarik. Sepanjang masa, misteri yang mulia itu telah menggerakkan hati orang dan membawanya kepada puncak pujaan dan ibadah, kasih dan pujian.

    Kudus, kudus, kudus Tuhan mahakuasa, Allah Tritunggal, agung nama-Mu!



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kejadian 1:2,26; 3:22; 11:7; Keluaran 3:3-6; Yosua 5:13-6:2*;
    1Raja 22:19-20; Nehemia 9:20; Mazmur 33:6,9; Amsal 8:1-36*;
    Yesaya 6:2,8; 9:5-6; 11:1-2; Yehezkiel 37:24-25; Zakharia 9:9*;
    Matius 3:13-17; 28:19; Yohanes 14:15-23; Kisah 2:32-33; 2Kor 13:14*;
    Efesus 2:18; 4:4-6; Filipi 3:3; 1Yohanes 5:1-12*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Apa yang ditegaskan oleh ajaran Tritunggal?

    2. Tunjukkan bagaimana ajaran Kristen tentang Tritunggal berakar dalam (a) Perjanjian Lama dan (b) Perjanjian Baru.

    3. Bagaimana Anda akan menerangkan ketritunggalan Allah kepada orang yang beragama lain (yang tidak mengakui wewenang Alkitab tetapi mengakui adanya satu Allah)?

    4. Apa jawaban Anda atas ucapan: "Tritunggal adalah ajaran yang tidak praktis dan kurang penting?"



    Mengenali Kebenaran -- Bab 6. Allah Tritunggal [Indeks]

    Kepustakaan (6)

    Augustinus
    _On The Trinity_ (SCM, terjemahan, 1954).
    Bavinck, H.
    1977 _The Doctrine of God_ (Banner of Truth).
    France, R. T.
    1971 _The Living God_ (IVP).
    Hodgson, L.
    1943 _The Doctrine of the Trinity_ (Nisbet).
    Knight, G. A. F.
    1953 _A Biblical Approach to the Doctrine of the Trinity_ (Oliver and Boyd).
    Wainwright, A. W.
    1962 _The Trinity in the New Testament_ (SPCK).



    Indeks Bab 7: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.B 01008]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 7 Sifat-sifat Allah ................................. 01090

    Ps 7.1 Kemuliaan Allah .............................. 01090

    Ps 7.2 Ketuhanan Allah .............................. 01091

    Ps 7.3 Kekudusan Allah .............................. 01092

    Ps 7.4 Kasih Allah .................................. 01093

    Bahan Alkitab .............................................. 01094

    Bahan Diskusi/penelitian ................................... 01095

    Kepustakaan ................................................ 01096



    Mengenali Kebenaran -- Bab 7. Sifat-sifat Allah [Indeks]

    7. SIFAT-SIFAT ALLAH

    Allah Tritunggal telah menyatakan diri-Nya sedemikian rupa sehingga kita dapat mengenal beberapa sifat diri-Nya. Sifat-sifat Allah itu telah digolongkan menurut berbagai cara. Cara yang paling penting membedakan antara:

    • sifat-sifat yang unik (Ing. _incommunicable_), seperti keberadaan diri-Nya yang tidak ada kesejajaran dengan manusia; dan

    • sifat-sifat yang tidak unik (Ing. _communicable_), seperti kasih atau keadilan, yang dapat dicerminkan dalam makhluk moral lain.


    Dalam membahas sifat-sifat Allah, Calvin menulis "agar kita tetap bijaksana, Allah berbicara sedikit saja tentang hakikat-Nya". Oleh sebab itu, tanpa meniadakan satu segi pun dari penyingkapan diri Allah sebaiknya kita jangan menggambarkan dan membedakan terlalu rinci. Perlu pula mengingat bahwa sifat-sifat itu ada pada Allah sebagai kesatuan yang tak terpisahkan.

    7.1 Kemuliaan Allah

    Istilah "kemuliaan" sering ditemukan dalam Alkitab dan biasanya berarti manifestasi keberadaan Allah. Kemuliaan-Nya mengungkapkan inti keberadaan-Nya sebagai Allah, kemegahan ilahi-Nya, dan keilahian-Nya yang murni. Istilah senada "kemahatinggian" menunjukkan sifat Allah yang melampaui realitas yang terbatas.

    Dalam Alkitab, sifat ini dinyatakan pada saat Allah memperlihatkan diri di Gunung Sinai (Kel 19:1-24:18*): "Tampaknya kemuliaan Tuhan sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung itu" (Kel 24:17*; bnd. Kel 19:16-22*). Yehezkiel menerima wahyu yang menakjubkan tentang Allah di tepi Sungai Kebar (Yeh 1:1-28*). Juga agak mirip dengan gambaran Yesus yang dimuliakan: "mataNya bagaikan nyala api . . . wajahNya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik" (Wahy 1:14-16*). Paulus bersaksi telah melihat "kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus" (2Kor 4:6; bnd. Yoh 1:14*) dalam penampakan diri Kristus yang menyilaukan di jalan menuju Damsyik. Kemuliaan ilahi hanya dapat kelihatan kalau orang bersembah sujud di hadapan-Nya dengan rasa khidmat dan memuja.

    Sifat ini juga meliputi berbagai segi lain. Kemuliaan Allah menunjukkan:

    • ketakterbatasan Allah, yang "bersemayam dalam terang yang tak terhampiri" (1Tim 6:16*), yang "tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya!" (Rom 11:33*);

    • keberadaan diri Allah yang tidak tergantung pada apa pun yang lain (Kej 1:1*), yang "tidak dilayani . . . seolah-olah Ia kekurangan apa-apa" (Kis 17:25, bnd. Yes 40:13*); dan

    • kemantapan Allah yang selalu konsisten, yang tidak berubah (Mal 3:6; Yak 1:17; bnd. Ibr 13:8*), suatu sifat yang diungkapkan dalam kesetiaan dan keterandalan dalam hubungan Allah dengan umat-Nya dan menjadi dasar perjanjian.


    Kemuliaan Allah menyatakan keunggulan dan swasembada Allah yang mutlak. Penciptaan alam semesta dan manusia adalah perbuatan-perbuatan anugerah yang bebas, bukan keperluan bagi Allah. Dengan begitu, nilai akhir dan arti manusia terletak dalam kemuliaan-Nya itu (bnd. Ef 1:12*).

    Pandangan tentang Allah ini tidak disukai oleh manusia modern. Ada juga orang yang berpendapat bahwa Allah yang swasembada, yang bertindak hanya demi kemuliaan-Nya sendiri, tidak patut dipuja. Namun orang ini lupa bahwa Allah yang mulia juga murah hati, yang mengorbankan diri di kayu salib untuk menyelamatkan manusia. Dengan demikian, sekalipun rencana Allah mencakup kemuliaan-Nya sendiri, namun rencana itu sekaligus ditujukan untuk memperoleh kesejahteraan yang kekal bagi manusia. Prinsip yang mendasari pemikiran ini dinyatakan oleh Calvin: "Di atas segala-galanya kita dilahirkan bagi Allah dan bukan bagi diri kita sendiri". Apakah orang setuju atau tidak dengan pernyataan itu merupakan batu ujian bagi seluruh pemikiran manusia mengenai Tuhan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 7. Sifat-sifat Allah [Indeks]

    7.2 Ketuhanan Allah

    Nama Allah yang paling sering dipakai dalam Perjanjian Lama ialah _Yhwh_, yang dihubungkan khususnya dengan perjanjian antara Allah dan bangsa Israel. _Yhwh_ adalah sebutan Allah bagi diri-Nya ketika Musa menanyakan nama-Nya (Kel 3:13-15*), yang diartikan "AKU ADALAH AKU". Sebutan itu dapat juga berarti "Aku akan ada yang Aku akan ada" dan merupakan janji Allah untuk memenuhi rencana-Nya untuk membebaskan Israel dari Mesir dan menempatkan mereka di negeri perjanjian. Nama itu menunjuk pada kesetiaan Allah kepada bangsa-Nya dan kepastian janji-Nya.

    Keyakinan yang sama diperlihatkan dengan menunjuk pada _kedaulatan_ Allah. Ia memerintah dunia dan kehendak-Nya merupakan penyebab akhir dari segala sesuatu, termasuk penciptaan dan pemeliharaan (Mazm 95:6*; Wahy 4:11), pemerintahan manusiawi (Ams 21:1; Dan 4:35*), penyelamatan umat Allah (Rom 8:29; Ef 1:4,11*), penderitaan Kristus (Luk 22:42; Kis 2:23), penderitaan orang Kristen (Fili 1:29*; 1Pet 3:17), hidup dan masa depan manusia (Kis 18:21; Rom 15:32*), bahkan soal-soal paling kecil dalam kehidupan (Mat 10:29*). Allah memerintah di alam semesta-Nya, ditinggikan di atas semua penuntut kekuasaan dan kewenangan. Hanya Dia yang adalah Allah: "Akulah Tuhan dan tidak ada yang lain" (Yes 45:6*, bnd. Yes 43:11; 44:8; 45:21*).

    Ketuhanan Allah diungkapkan dalam tiga sifat yang terkait, yakni kemahakuasaan, kemahahadiran dan kemahatahuan.

    Kemahakuasaan Allah

    Allah adalah Yang Mahakuasa (Kej 17:1*). Hal ini jelas sekali dalam pertanyaan: "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?", yang ditanyakan setelah Allah menjanjikan seorang anak laki-laki kepada Abraham dan Sara dalam usia mereka yang sudah lanjut (Kej 18:14*) dan diulangi lagi ketika Yerusalem akan dihancurkan oleh tentara Babel dan Allah menjanjikan akan memulihkan dan membebaskan Yerusalem (Yer 32:27*). Dalam kedua kasus itu janji Allah ditepati persis.

    Ada bukti serupa dalam Perjanjian Baru. Allah menyatakan diri sebagai Dia yang bagi-Nya "tidak ada yang mustahil", antara lain kelahiran Yesus dari anak dara (Luk 1:37*) dan kelahiran kembali manusia yang jatuh dalam dosa (Mr 10:27*).

    Inilah inti ketuhanan Allah yang menuntut sikap kepercayaan penuh di tengah-tengah "kemustahilan" sejarah manusia dan situasi pribadi. Allah adalah Tuhan: "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?".

    Kemahahadiran Allah

    Dia hadir di seluruh alam semesta (Mazm 139:7-12*). Terpikir akan kehadiran Allah yang menggelisahkan, pemazmur sadar bahwa ia tidak mungkin luput dari Allah baik di ruang, waktu maupun kekekalan. Perzinahan Daud dengan Batsyeba serta kematian suaminya dapat didiamkan di istana Yerusalem, tetapi sudah disaksikan oleh Allah yang sewaktu-waktu dapat membongkarnya (2Sam 12:11*). Dalam Alkitab, diceritakan tentang beberapa pembongkaran hal seperti itu oleh Allah (Kej 3:11; Yos 7:10-26; 2Raj 5:26; Kis 5:1-11*).

    Kemahahadiran Allah dapat juga memberikan rasa aman. Kalau kejahatan merajalela dan ketidakadilan serta kekuasaan mutlak tidak ditentang, Allah mengetahui dan melihat semuanya (Mazm 66:12; Yes 43:2* Kis 23:11). Ia tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan (Gal 6:7*) dan Dia telah menetapkan hari untuk menghakimi dunia (Kis 17:31*). Begitu pula pada saat-saat pencobaan pribadi atau penderitaan karena iman, kita dapat berkata:

    "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbatMu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" (Mazm 56:9; bnd. Wahy 6:9; 18:24*).

    Sifat lain yang berhubungan dengan kemahahadiran adalah _kekekalan_ Allah. Kemahahadiran di ruang angkasa ada jajarannya dalam waktu. "Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah" (Mazm 90:2*). Tidak ada saat sebelum Dia atau sesudah Dia.

    Kemahatahuan Allah

    Sifat Allah yang ketiga ini erat hubungannya dengan kemahahadiran-Nya (Mazm 139:1-12*). Sebab itu dampak praktisnya sama, yaitu menggelisahkan tetapi juga menenteramkan: Allah melihat dan mengetahui segala sesuatu. Ini berhubungan secara khusus dengan tema penghakiman dan diungkapkan secara kiasan sebagai "dibuka semua kitab" (Wahy 20:12*). Masa lampau tidak hilang untuk selama-selamanya; seluruh waktu adalah masa kini bagi Allah. Pada penghakiman terakhir akan diperiksa bukti yang jauh melebihi bukti-bukti yang dipikirkan oleh hakim duniawi. Seluruh kehidupan terdakwa, semua perbuatannya dan motivasinya yang hampir tak disadari serta sikapnya akan diketahui seperti pemutaran kembali film. Penghakiman terakhir oleh Allah itu betul-betul adil. Ini menempatkan misteri-misteri kehidupan perorangan, yaitu kejadian-kejadian yang kelihatan tiada arti, pada perspektif yang sebenarnya: karena Allah mengetahui semuanya, maka misteri-misteri ini juga dimengerti-Nya dan dikendalikan oleh kehendak-Nya. Bagi Allah ada misteri tetapi tidak pernah ada kesalahan.

    Sifat ini merupakan dasar gagasan bahwa penyataan diri Allah adalah lengkap. Seandainya Allah hanya mengetahui sebagian, kebenaran-Nya bersifat sementara saja. Kemahatahuan Allah berarti kita tidak menunggu penyataan lagi yang dapat menggantikan penyingkapan diri-Nya dalam Yesus Kristus. Sebagai Anak Allah yang kekal, Yesus adalah penyataan yang terakhir, kebenaran yang di dalamnya tersembunyi segala hikmat dan pengetahuan (Yoh 14:6; Kol 2:3*). Kemahatahuan Allah juga merupakan dasar pekerjaan Roh Kudus yang menyingkapkan pikiran dan kebenaran Allah dalam Alkitab dan dengan demikian menjamin keter-andalan dan finalitasnya (Yoh 16:13; 17:17*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 7. Sifat-sifat Allah [Indeks]

    7.3 Kekudusan Allah

    Ada orang yang merasa kesulitan dalam menghubungkan Allah sebagai pemberi hukum yang kudus, dengan Allah yang penuh kasih dalam Injil. Sebagian orang mencoba mengatasi kesulitan ini dengan terlalu menitik-beratkan kekudusan Allah. Allah digambarkan secara keras dan kaku, yang memaksakan orang tanpa henti-hentinya untuk bergumul secara moral karena ancaman penghakiman kelak. Yang lain terlalu menitik-beratkan kasih Allah dan mengubah-Nya menjadi tokoh yang pemurah dan sentimental, yang tidak ada keteguhan moral. Sedangkan Allah dalam Alkitab adalah kudus dan juga pengasih, dan kedua sifat itu terikat dalam kesatuan yang tak terpisahkan dalam masing-masing oknum Allah.

    Kekudusan Allah adalah inti keberadaan-Nya dan terutama menonjol dalam Perjanjian Lama (Im 11:44; 19:2; Yos 24:19; 1Sam 6:20*; Mazm 22:4; Yes 57:15*). Dalam Perjanjian Baru, sifat itu nampaknya tidak dititik-beratkan, tetapi harus diingat bahwa Perjanjian Baru menekankan kepribadian dan pekerjaan Roh yang Kudus. Unsur dasar dalam arti kata Ibrani _qodesy_ (`kudus`) mungkin sekali "pemisahan", dengan pengertian positif bahwa sesuatu dipisahkan supaya menjadi milik Allah. Kalau konsep ini dipakai tentang Allah sendiri, ada dua dampak.

    Pertama, Allah terlepas dari oknum-oknum lain; hanya Dialah Allah. Menurut pengertian ini, kekudusan Allah mirip dengan kemuliaan-Nya. Hal ini diungkapkan dalam penglihatan Yesaya: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaanNya" (Yes 6:3*). Dan itu digemakan dalam penglihatan Yohanes seribu tahun kemudian:

    "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang" (Wahy 4:8; bnd. 1Tim 6:16*). Kekudusan ilahi ini juga diterapkan pada sang Anak (Mr 9:2; Luk 1:35*; Kis 9:3; Wahy 1:12) dan Roh Kudus (Luk 1:13; Kis 2:4; 4:31*; Ef 4:30; Ibr 9:8*).

    Kedua, yang dimaksudkan dengan kekudusan Allah dalam pengertian etis adalah pemisahan diri-Nya dari segala sesuatu yang menentang dan melawan Dia. Inilah dasar semua perbedaan moral. Yang baik adalah yang dikehendaki Allah; yang jahat adalah yang menentang dan melawan kehendak-Nya, dan oleh sebab itu hakikat-Nya juga.

    Kekudusan Allah berarti bahwa Ia betul-betul murni dan sempurna, tanpa dosa atau kejahatan; keberadaan-Nyalah yang merupakan penyemarakan dan luapan kemurnian, kebenaran, kebajikan, keadilan, kebaikan serta kesempurnaan moral apa pun. Tantangan etis yang diakibatkan oleh kekudusan itu cukup jelas dalam Alkitab. Dalam Kitab Yesaya, Allah sering disebut "Yang Mahakudus, Allah Israel" (Yes 5:19; Yes 30:12; 43:3*; Yes 55:5*) yang menghendaki agar Israel mengubah sikapnya dan mengikuti tabiat Allah yang diam di tengah-tengah mereka (Yes 12:6*). Dalam Perjanjian Baru, Roh Kudus mendiami batin orang Kristen dengan dampak etis yang jelas: orang Kristen harus "menjauhkan diri dari percabulan" dan "hidup di dalam pengudusan" (1Kor 6:18; 1Tes 4:3,7*).

    Kegagalan orang dalam mendasarkan kekudusan Allah pada hakikat-Nya menyebabkan kekhilafan mereka yang memisahkan kekudusan dari kasih-Nya. Jika kekudusan adalah kehendak Allah, maka perbuatan kasih dan pengampunan-Nya harus juga merupakan perbuatan kudus.

    Ada tiga istilah terkait yang perlu dicatat.

    1. _Keadilan_ atau _kebenaran_ Allah berarti kesesuaian-Nya yang kudus dengan diri-Nya, dan juga tindakan kehendak-Nya yang kudus: "adil dan benar Dia" (Ul 32:4*). Dalam Perjanjian Lama, sifat ini kelihatan dalam hubungan-Nya dengan penciptaan-Nya (Mazm 145:17*) dan dengan bangsa-Nya (Mazm 31:2; Yer 11:20*).

      Keadilan ini meliputi membebaskan dan membenarkan bangsa-Nya (Yer 23:6*), dengan begitu Ia dapat digambarkan sebagai "Allah yang adil dan Juruselamat" (Yes 45:21*). Kekurangan keadilan dan kebenaran menempatkan manusia dalam kedudukan moral yang pelik di hadapan Allah: penyediaan kebenaran oleh Allah sendiri melalui Kristus menjadi inti Injil anugerah-Nya (Rom 1:17; 3:21; Rom 5:17-21*).

      Beberapa teolog membedakan antara keadilan Allah dalam pemerintahan-Nya atas dunia pada umumnya dan keadilan-Nya yang membagi-bagikan ganjaran dan hukuman. Sifat ini berhubungan dengan kasih dan anugerah Allah, karena keadilan-Nya kadang-kadang membenarkan orang miskin dan orang yang bertobat (Mazm 76:10; 146:7*; 1Yoh 1:9*).

    2. _Murka_ Allah timbul dari kemantapan diri Allah yang kekal. Watak-Nya yang dinyatakan adalah pengungkapan hakikat-Nya yang tak dapat berubah. Segala sesuatu yang menentang Dia dilawan secara menyeluruh dan final. Murka Allah adalah reaksi Allah yang kudus melawan apa yang berlawanan dengan kekudusan-Nya. Murka Allah itu bersifat pribadi, yakni merupakan sifat dari Pribadi yang menjadi patokan semua kepribadian. Tanpa sifat ini, Allah tidak lagi benar-benar kudus dan kasih-Nya merosot menjadi sentimentalitas. Murka-Nya tidak sewenang-wenang, tersendat-sendat atau emosional seperti kemarahan manusia. Murka Allah dinyatakan dalam sejarah bila manusia memetik hasil moral dan spiritual dari penolakannya terhadap penyataan ilahi (Rom 1:18-19*), tetapi ini baru bentuk pendahuluan dari murka yang akan dinyatakan pada akhir zaman, yang kelihatan jelas dalam salib Kristus (Mazm 78:31; Hos 5:10; Yoh 3:36; Ef 2:3; 1Tes 1:10; Wahy 6:16*).

    3. _Kebaikan_ Allah dapat digolongkan di bawah kekudusan maupun kasih dan oleh sebab itu menggarisbawahi kenyataan bahwa tidak mungkin memisahkan kedua sifat tersebut (Kel 33:19; 1Raj 8:66*; Mazm 34:9; Rom 2:4*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 7. Sifat-sifat Allah [Indeks]

    7.4 Kasih Allah

    "Allah kasih adanya" (1Yoh 4:8*) adalah definisi Alkitab yang paling dikenal tentang Allah. Namun di antara manusia, kasih meliputi beraneka ragam sikap dan tindakan. Digunakan untuk Allah, kasih itu mengandung gagasan yang khas. "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus AnakNya yang tunggal ke dalam dunia . . . sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita" (1Yoh 4:9*).

    Kata Yunani yang dipakai dalam Alkitab untuk menyebut kasih Allah (_agape_) tidak banyak dipakai di luar Perjanjian Baru. Ada kata Yunani yang lebih sering dipakai secara umum, yakni _eros_, yang menyebut cinta-kasih yang berhubungan dengan objek yang layak. Sedangkan _agape_ adalah kasih kepada objek yang tidak layak, yaitu orang yang tidak berhak atas kesetiaan kekasihnya. Dalam Perjanjian Lama, ada kesaksian tentang hal ini berhubung dengan kasih Allah kepada Israel (Ul 7:7*) dan kasih Hosea kepada istrinya yang tidak setia (Hos 3:1*).

    Ini seolah-olah menghadirkan lagi pemisahan antara kekudusan dan kasih Allah. Bagaimana Allah yang bertindak bebas dalam kasih dapat disamakan dengan Allah yang kudus, yang mempedulikan kemuliaan-Nya? Akan tetapi, harus diingat bahwa kekudusan Allah adalah dasar dan sumber segala sesuatu yang baik; dengan begitu kita dapat melihatnya sebagai landasan kasih-Nya. Di samping itu, hanya Dia yang adalah Allah sepenuhnya dapat dengan bebas merendahkan diri sepenuhnya dan mengasihi yang lain dengan kasih _agape_, didasarkan pada saling mengasihi yang kekal di antara ketiga Oknum dalam Tritunggal.

    Kekudusan dan kasih bergabung dengan sempurna dalam diri Yesus Kristus dan pekerjaan-Nya. Sebagai Anak Allah, Ia mewujudnyatakan kekudusan ilahi yang terlepas dari dosa dan kejahatan apa pun, namun justru kedatangan-Nya merupakan jawaban kasih Allah yang penuh kemurahan terhadap kesalahan manusia dan keadaannya yang tak berdaya. Kedua sifat itu juga bersatu dalam pelayanan Roh Kudus, yang membaharui dan menguduskan umat Allah sebagai penggenapan rencana kasih Allah.

    Sebab itu, kasih Allah selalu erat hubungannya dengan anugerah, seperti Allah membungkuk untuk memeluk mereka yang tidak layak. Kasih-Nya adalah keputusan-Nya yang bebas dan tak dipaksa untuk menyelamatkan orang berdosa dalam Yesus Kristus dan memperbarui serta menguduskan mereka dalam Roh Kudus. Karena itu kasih Allah ini sungguh-sungguh merupakan mujizat.

    Tiga aspek tambahan perlu dicatat. Pertama, kasih (_agape_) Allah diungkapkan terutama dalam pembebasan orang-orang berdosa serta segala yang berhubungan dengan hal itu. Tetapi kasih ini juga dinyatakan dalam kepedulian-Nya terhadap ciptaan-Nya. Ini sering disebut sebagai kebaikan atau kemurahan yang juga kelihatan dalam alam (Kis 14:17*).

    Kedua, rahmat Allah adalah kasih-Nya pada saat menghadapi dosa manusia. Dalam rahmat-Nya, Ia mengampuni pelanggaran-pelanggaran manusia. Rahmat Allah selalu mahal harganya karena menyangkut penerimaan konsekuensi dosa manusia di kayu salib oleh Allah (Ef 2:4*; Tit 3:5*).

    Ketiga, perjanjian adalah gagasan penting dalam Alkitab dan banyak ajaran tentang kasih Allah berkisar pada hal itu. Perjanjian mengacu pada kasih Allah ketika Ia mengadakan hubungan dengan manusia. Perjanjian pokok dalam Perjanjian Lama diadakan dengan Abraham dan mencapai puncak perkembangan dengan perjanjian baru dalam Kristus. Dengan perjanjian ini, Allah secara bebas mengikat diri-Nya untuk membebaskan umat-Nya dan tetap menjadi Allah mereka. Kata-kata Ibrani untuk anugerah (_khen, khesed_) dipakai berhubungan dengan perjanjian dengan arti kasih setia, atau kasih yang tabah.

    Aspek kasih yang ketiga ini adalah jaminan yang paling mendasar bagi orang Kristen: "jika kita tidak setia, Dia tetap setia" (2Tim 2:13*). Kedudukan orang Kristen di hadapan Allah tidak tergantung dari pegangannya pada Kristus dan akhirnya juga tidak ditentukan oleh ketidakpatuhan atau kekurangan dalam responsnya terhadap Injil. Allah mengasihi kita dan dalam kenyataan inilah terletak jaminan serta damai sejahtera akhirnya.

    Inilah Allah yang dinyatakan dalam Alkitab:

    Yang Mahamulia, dalam kemegahan yang tak terhampiri;
    Yang Mahatinggi, Tuhan atas segala sesuatu,
    yang memakai segala sesuatu untuk pemenuhan rencana-Nya;
    Yang Mahakudus, yang agung dan lepas dari dosa dan kejahatan;
    Yang Mahakasih, yang kekal, murah hati dan suka menebus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 7. Sifat-sifat Allah [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kemuliaan Allah:
    Keluaran 19:1-24:18; Bilangan 14:21; 16:19-20; 1Raja 8:11*;
    Mazmur 19:2; Yesaya 6:1-8; Yehezkiel 1:28*;
    Lukas 9:32; Yohanes 1:14; 1Timotius 6:16; Wahyu 1:8-17; 21:11*.

    Ketuhanan Allah:
    Kejadian 12:8; 17:1; Keluaran 3:14-15; Mazmur 135:6; 139:1-12*;
    Amsal 21:1; Yesaya 43:11; 45:6; Yeremia 32:27; Daniel 2:20-21*;
    Matius 10:29; Markus 10:27; Kisah 17:31; Roma 8:29; Galatia 6:7*;
    Efesus 1:11; Wahyu 1:7; 4:11*.

    Kekudusan Allah:
    Keluaran 3:5; 19:10-25; 28:36; Imamat 11:45; 1Samuel 2:2*;
    Yesaya 6:1-3; 57:15; Amos 4:2; Zakharia 14:20*;
    Matius 3:7; Markus 9:2; Luk 5:8; Yoh 3:36; Kisah 2:1-2; 4:27,31-32*;
    Roma 1:18; 3:21-31; 1Korintus 1:30; 6:19; Kolose 3:6; 1Tes 4:8*;
    1Yohanes 1:5,9; Wahyu 4:8; 15:4*;

    Kasih Allah:
    Bilangan 14:18; Ulangan 7:8; Neh 9:17; Mazm 86:5; 103:1-22; 118:29*;
    Hosea 3:1*;
    Lukas 11:42; Yohanes 3:16; Roma 5:8; 8:35-36; Galatia 2:20*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 7. Sifat-sifat Allah [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Apa yang dimaksudkan dengan

      1. kemuliaan Allah,
      2. ketuhanan Allah,
      3. kekudusan Allah, dan
      4. kasih Allah?

      Berikan dasar alkitabiah bagi masing-masing sifat itu.

    2. Coba hubungkan masing-masing sifat dengan ketiga oknum Tritunggal.

    3. Bagaimana pengaruh sifat-sifat ini terhadap

      1. penginjilan Kristen,
      2. prioritas dalam gereja lokal, dan
      3. watak Kristen kita?
    4. Bagaimana usaha Anda dalam menguraikan sifat ilahi ini kepada orang yang

      1. sakit sekali,
      2. menghadapi kegagalan moral pribadi,
      3. berduka cita,
      4. imannya loyo,
      5. mengalami kekecewaan, dan
      6. dalam keadaan hubungan putus dengan kekasihnya?


    Mengenali Kebenaran -- Bab 7. Sifat-sifat Allah [Indeks]

    Kepustakaan (7)

    Bavinck, H.
    1977 _The Doctrine of God_ (Banner of Truth).
    Charnock, S.
    1958 _The Attributes of God_ (Evangelical Press).
    Packer, J. I.
    1973 _Knowing God_ (Hodder).
    Pink, A. W.
    t.t. _The Attributes of God_ (Reiner Publications).
    Mikolaski, S. J.
    1966 _The Grace of God_ (Eerdmans).
    Tozer, A. W.
    1976 _The Knowledge of the Holy_ (STL).



    Indeks Bab 8: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.B 01008]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 8 Karya Penciptaan .................................. 01098

    Ps 8.1 Penciptaan Dari yang Tidak Ada ............... 01099

    Ps 8.2 Penciptaan yang Berkesinambungan ............. 01100

    Ps 8.3 Masalah Bahasa ............................... 01101

    Ps 8.4 Usaha Ilmiah ................................. 01102

    Ps 8.5 Mujizat ...................................... 01103

    Ps 8.6 Masalah Asal Usul ............................ 01104

    Sb 8.6.a Kisah dalam Kitab Kejadian ................ 01104

    8.6.b Persoalan Lain ............................ 01105

    Ps 8.7 Penciptaan Dunia Rohani ...................... 01106

    Bahan Alkitab .............................................. 01107

    Bahan Diskusi/penelitian ................................... 01108

    Kepustakaan ................................................ 01109



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    8. KARYA PENCIPTAAN

    Penciptaan adalah karya pertama Allah Tritunggal. Dalam karya itu Ia memberi keberadaan pada segala yang ada, yang sebelumnya tidak ada, baik materi maupun spiritual.

    Selain Kejadian 1:1-2:25*, ada keterangan yang jelas mengenai penciptaan dalam tiap bagian Alkitab, misalnya Kitab Mazmur (Mazm 90:2; 102:26-27); tulisan para nabi (Yes 40:26-27*; Yer 10:12-13; Am 4:13); Kitab Injil (Mat 19:4; Yoh 1:3*); surat-surat rasuli (Rom 1:25; 1Kor 11:9; Kol 1:16*); dan Kitab Wahyu (Wahy 4:11; 10:6). Nehemia 9:6* mengungkapkan kesaksian Alkitab secara jelas:

    Hanya Engkau adalah Tuhan! Engkau telah menjadikan langit, ya langit segala langit dengan segala bala tentaranya, dan bumi dengan segala yang ada di atasnya, dan laut dengan segala yang ada di dalamnya. Engkau memberi hidup kepada semuanya itu dan bala tentara langit sujud menyembah kepadaMu.

    Perlu dicatat bahwa masing-masing Oknum dari Tritunggal diikutsertakan dalam penciptaan: sang Bapa (1Kor 8:6), Anak (Yoh 1:30*) dan Roh Kudus (Kej 1:2; Yes 40:12-13*). Oleh sebab itu, penciptaan adalah kebenaran yang dinyatakan Allah sehingga merupakan ajaran pokok iman Kristen (Ibr 11:3*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    8.1 Penciptaan dari yang tidak ada

    Pada mulanya Allah menciptakan alam semesta dari yang tidak ada (Lat. _ex nihilo_). Walaupun ungkapan "dari yang tidak ada" itu tidak terdapat secara langsung dalam Alkitab, namun gagasannya jelas diajarkan oleh Alkitab (Kej 1:1-2; Mazm 33:6; Yoh 1:3; Rom 4:17; 1Kor 1:28*; Ibr 11:3*). Gagasan ini penting pada masa pertikaian gereja mula-mula melawan ajaran Gnostik yang menganggap materi sebagai hal yang jahat.

    Kita mengalami penciptaan sebagai penataan kembali bahan yang sudah ada menjadi bentuk dan pola baru. Jadi perbuatan yang menyebabkan munculnya ruang angkasa dan waktu adalah sama sekali di luar daya tangkap kita. Akan tetapi, mengingat bahwa Allah telah menyatakannya, kita dapat meyakini fakta ciptaan, walaupun kita tidak mungkin memahaminya sepenuhnya.

    Ada persamaan penting antara ciptaan _ex nihilo_ dengan penebusan (2Kor 4:6*). Hidup baru dalam Roh Kudus bukan seperti pekerjaan perbaikan saja, yang mengubah bentuk tetapi masih menggunakan bahan-bahan yang sama. Roh Kudus menciptakan makhluk yang sama sekali baru (2Kor 5:17*).

    Secara positif ajaran tentang penciptaan ini menunjukkan kemaha-tinggian Allah yang bebas dan berdaulat serta ketergantungan segala sesuatu pada-Nya. Secara negatif tersirat di dalamnya tiga hal.

    Pertama, Allah tidak membuat alam semesta dari zat yang sudah ada sebelumnya. Hal ini jelas bertentangan dengan pemikiran Plato yang mengakui dua prinsip yang mendasari dunia, yaitu Allah dan zat utama. Melawan segala macam dualisme, ajaran Alkitab tentang penciptaan menegaskan kausalitas tunggal dari Allah, dengan kata lain bahwa Dia sendiri menciptakan segala sesuatu dan sebelumnya tidak ada apa-apa.

    Kedua, beberapa orang telah menafsirkan rumusan "penciptaan dari yang tidak ada" seolah-olah "yang tidak ada" itu adalah sesuatu yang ada, yakni sesuatu yang bersifat negatif yang diatasi Allah dalam karya penciptaan-Nya. Spekulasi yang tak beralasan ini tidak ada dukungannya dalam bahan Alkitab tentang ciptaan.

    Ketiga, Allah tidak menciptakan dunia dari diri-Nya sendiri. Dunia bukan perluasan dari keberadaan Allah. Dunia diberi keberadaan yang sungguh-sungguh dan bebas, di luar Allah. Karena itu, penciptaan _ex nihilo_ tetap melawan segala bentuk panteisme. Ini mempunyai akibat yang mendalam bagi masalah asal kejahatan; sebab kalau dunia adalah perluasan dari Allah maka (a) kejahatan dan kebaikan sama-sama bersifat final atau (b) tidak ada perbedaan akhir antara yang jahat dan yang baik: apa yang ada adalah baik. Pandangan pertama tadi dianut oleh pengikut Zoroaster dan yang kedua oleh agama Hindu. Ada juga dampaknya bagi penelitian manusia akan dunia, seperti akan dilihat nanti.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    8.2 Penciptaan yang berkesinambungan

    Pandangan Alkitab mengenai Allah sebagai pencipta meliputi pemeliharaan dan pembaruan-Nya terhadap dunia secara terus-menerus dan tak terputus-putus. Ini diungkapkan dengan istilah menopang (Ibr 1:3*, Yun. _feron_, har. `membawa serta`; Kol 1:17*, Yun. _sunesteken_, har. `berdiri bersama` atau `bersatu padu`; bnd. Kis 17:25*) dan juga tersirat dalam partisip-partisip Ibrani yang dipakai untuk karya penciptaan Allah (Ayub 9:8-9; Mazm 104:2-3; Yes 42:5; 45:18*). Partisip aktif (dalam bahasa Ibrani) menunjukkan seseorang atau benda yang dipahami sebagai yang tak terputus-putus melakukan suatu kegiatan.

    Kegiatan penciptaan yang berkesinambungan ini kelihatan dalam cara Alkitab mengacu pada apa yang kita sebut tatanan alam. Bintang-bintang dan musim (Ayub 38:31-33; Yes 40:26; Kis 14:17*), perubahan cuaca (Ayub 39:1-30; Mat 5:45*), putaran kehidupan binatang yang paling kecil (Ayub 39:1-30; Mat 6:28-30*), putaran kehidupan manusia (Mazm 104:27-29,35*), kesemuanya dianggap karya langsung dari Allah; begitu pula keterampilan-keterampilan manusia seperti bercocok tanam (Yes 28:24), tukang besi (Yes 54:16*) dan keterampilan lain (Kel 31:2-5) dan tak lupa pula peperangan (Mazm 144:1*).

    Dalam bahasa filsafat dapat dikatakan bahwa Allah menciptakan semesta alam dari yang tidak ada dan karena itu pada setiap saat semesta alam dapat dikatakan tergantung di atas jurang ketidakberadaan. Sekiranya Allah menarik firman-Nya yang menopang, maka semua keberadaan, material maupun spiritual, langsung jatuh ke dalam jurang ketiadaan dan tidak lagi ada. Maka kesinambungan semesta alam dari saat ke saat merupakan mujizat yang sama besar dan sama-sama merupakan karya Allah seperti penciptaannya pada permulaan zaman. Menurut pengertian ini, maka semua manusia hidup dari saat ke saat hanya karena rahmat Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    8.3 Masalah bahasa

    Orang sering membedakan "alam" (di mana segala sesuatu terjadi menurut hukum sebab-akibat) dan "alam gaib" atau "daerah supra-alami" (di mana Allah ada dan bekerja). Perbedaan ini dapat menyesatkan, dan kedua segi penciptaan yang baru diuraikan menyoroti bahaya itu.

    Banyak perdebatan antara ilmu pengetahuan dan agama telah diadakan dalam kerangka alam/supra-alami itu, dengan hasil yang merugikan kedua belah pihak. Pernah dikatakan bahwa Allah adalah aktif dalam "kesenjangan-kesenjangan" dalam ilmu pengetahuan, di mana yang "alami" mengalah pada yang "supra-alami". Tetapi bila karya Allah hanya dilihat dalam hal-hal yang belum bisa diterangkan oleh ilmu pengetahuan, dan para ahli terus-menerus mengumpulkan penjelasan dan rangkaian sebab-sebab, maka kesenjangan atau wilayah intervensi ilahi menciut praktis sampai nol. Dalam keadaan demikian, orang percaya mempertahankan imannya dengan menolak usaha ilmiah, dan ahli ilmu pengetahuan mempertahankan kejujuran ilmiahnya dengan melepaskan agama Alkitab yang sejati.

    Para ahli pikir di Barat cenderung memahami Alam (Ing. _Nature_) sebagai suatu kuasa yang menguasai alam semesta dan menyebabkan segala fenomena alami. Tetapi dalam pemikiran Ibrani, sebagaimana ditemukan dalam Alkitab, kuasa itu tidak lain dari Allah sendiri. Menurut pandangan Alkitab, "peristiwa alami" seperti hujan dan "peristiwa supra-alami" seperti "hujan burung puyuh" (Kel 16:1-36*) kedua-duanya merupakan perbuatan Allah. Bagi Alkitab, kelanjutan dunia saja adalah mujizat, dalam arti bahwa dunia sama sekali tergantung pada Allah untuk kelanjutan eksistensinya. Oleh sebab itu, penciptaan tidak lebih ajaib daripada pemeliharaan tatanan alam, dan kegiatan kreatif dapat diteliti sama seperti kegiatan pemeliharaan.

    Pandangan Alkitab ini dapat ditelusuri sepanjang sejarah teologi dan tercermin pada tokoh-tokoh Kristen yang menjadi bapa-bapa revolusi pengetahuan modern (misalnya Galileo, Kepler dan Newton, untuk menyebut beberapa ahli termashyur saja; bnd. Hooykaas 1972). Oleh sebab itu dalam beberapa hal, lebih baik menggantikan perbedaan alami/supra-alami dengan perbedaan lain seperti imanen/transenden yang sejarahnya lebih panjang dan yang menggambarkan kegiatan penciptaan Allah yang berkesinambungan dalam alam semesta secara lebih baik.

    Gagasan alkitabiah ini harus dibedakan dengan pandangan filsafat bukan alkitabiah, yang juga dikenal sebagai teori "penciptaan berkesinambungan", yang mengajarkan bahwa Allah sendiri juga berkembang dan mengalami evolusi bersama-sama dengan dunia.

    Secara ringkas, ajaran tentang penciptaan menegaskan dua pokok:

    • ketuhanan Allah yang bebas dan berdaulat atas dunia; dan
    • ketergantungan segala sesuatu pada Allah secara penuh dan tanpa batas.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    8.4 Usaha ilmiah

    Ajaran bahwa Allah menciptakan _ex nihilo_ sangat penting bagi penelitian ilmiah terhadap dunia. Kendatipun tergantung sama sekali pada Allah untuk keberadaannya, namun dunia berbeda dengan Allah. Allah tidak menciptakan dunia dari diri-Nya sendiri. Karena itu dunia dapat diteliti tanpa mencari keterangan di luar dunia.

    Pendekatan Kristen kepada usaha ilmiah tidak mencari Allah dalam kesenjangan penjelasan ilmiah, melainkan dengan kagum melihat alam semesta sebagai ciptaan dan pemberian-Nya. Karya Allah kelihatan dalam penjelasan ilmiah sama seperti dalam kesenjangan pengetahuan ilmiah. Alam bersaksi tentang kuasa serta kemegahan ilahi (Kis 14:17*; Rom 1:20*) walaupun tentulah Allah dapat dipahami benar-benar hanya melalui firman-Nya, baik yang tertulis maupun yang menjelma. Dengan demikian ajaran Alkitab tentang penciptaan tidak bertentangan dengan penyelidikan ilmiah.

    Ini juga benar dalam pengertian lebih lanjut. Proses-proses alami bukan peristiwa-peristiwa yang terjadi begitu saja, tetapi merupakan respons ciptaan kepada perintah sang Pencipta. Dengan demikian pernah dikatakan bahwa sebenarnya tidak ada hukum-hukum alam, hanya ada kebiasaan-kebiasaan Allah. Justru karena itu, proses-proses alami dapat diandalkan dan diramalkan sesuai dengan kemantapan diri dan kesetiaan sang Pencipta. Keseragaman sebab-sebab alami yang menjadi dasar eksperimen ilmiah adalah dampak langsung dari penyataan Alkitab. Bukan kebetulan bahwa revolusi ilmiah terjadi di negara Barat yang beragama Kristen pada penghujung abad pertengahan, begitu pula tidak kebetulan bahwa banyak pemimpin revolusi itu adalah orang Kristen yang berpegang pada iman Alkitab.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    8.5 Mujizat

    Kalau begitu, apakah kekristenan itu hanya suatu cara khusus untuk memandang alam semesta? Bagaimana dengan hal mujizat dan keyakinan tradisional bahwa itu adalah tindakan Allah di dunia?

    Dalam rangka pengertian Kristen tentang Allah dan alam semesta, maka semesta alam milik Allah terbuka di hadapan-Nya. Ia berdaulat dan bebas dan pada saat mana pun Dia dapat mengatur dunia-Nya menurut cara yang lain, seandainya demikian kehendak-Nya. Apakah Ia akan berbuat demikian? Jawabannya tergantung pada pertanyaan lain: mengapa Allah menciptakan dunia? Dan jawaban terhadap pertanyaan itu melibatkan penciptaan umat manusia oleh Allah untuk menerima penyataan Allah tentang diri-Nya, untuk menikmati hubungan dengan Allah dan untuk memuliakan Penciptanya.

    Dengan demikian tindakan Allah pada saat-saat tertentu yang kritis dalam sejarah untuk menyatakan diri dengan jelas dan untuk menjalin hubungan yang memuaskan dengan umat manusia bukan saja mungkin tetapi hampir pasti. Pada waktu-waktu seperti itu Allah bertindak secara luar biasa, meskipun juga di sini proses-proses alami tercakup dalam tindakan-Nya (misalnya keterangan mengenai angin pada peristiwa pembelahan Laut Merah, Kel 14:21*). Tindakan Allah dalam peristiwa ini sesuai sekali dengan keseluruhan rencana-Nya, dan oleh karena itu tidak sewenang-wenang dan tidak pula terlalu banyak jumlahnya, dan berpusat pada penyataan diri Allah yang paling agung dalam Yesus Kristus.

    Dengan kerangka dasar ini, orang percaya dapat hidup dalam keyakinan teguh akan penebusan ajaib yang Allah kerjakan dalam Yesus Kristus pada masa lampau, dan akan perhatian Allah dan kebebasan-Nya yang berdaulat untuk mengabulkan doa dan menggenapkan rencana penebusan-Nya pada waktu sekarang dan yang akan datang. Seorang ilmuwan Kristen dapat sekaligus melakukan penyelidikan dengan penuh keyakinan akan kemantapan Allah sebagaimana terungkap dalam keteraturan-keteraturan yang diamati dalam alam semesta fisik pada masa lampau dan yang akan datang.

    Pandangan bahwa mujizat tidak mungkin terjadi kelihatan lebih kuat ketika pengikut-pengikut Newton menggambarkan alam semesta sebagai mekanisme tertutup yang bekerja menurut prinsip-prinsip melangsungkan diri. Bila model "mesin" itu diterima, maka mujizat merupakan campur tangan ilahi yang tidak perlu dalam alam yang seragam dan berpautan. Tetapi teori relativitas yang dikemukakan Einstein telah memberikan gambaran baru mengenai alam semesta, sehingga pembatasan dulu yang tajam antara materi dan roh serta gagasan tentang hukum gerakan yang tak dapat diubah, sebagian besar harus dilepaskan. Ini tidak berarti bahwa ilmu pengetahuan telah membuktikan agama. Masih ada pokok-pokok yang menyebabkan ketegangan. Tetapi kita tidak perlu terikat pada gambaran semesta alam yang sifat alaminya menutup kemungkinan mujizat. Pada masa kini sebagian besar para ahli tidak begitu dogmatis tentang fenomena apa yang dapat terjadi atau tidak dapat terjadi dalam semesta alam.

    Ada juga beberapa filsuf yang menganggap bahwa mujizat tidak mungkin terjadi, misalnya Hume (belakangan ini diperbarui oleh beberapa pemikir skeptis seperti Flew). Namun tak satu pun dari argumen-argumen yang dikemukakan bersifat meyakinkan. Usaha menyangkal terjadinya mujizat secara prinsip hanya dapat berhasil kalau kesimpulannya diterima dahulu sebagai dasar pemikiran. Pada akhirnya terjadi atau tidaknya mujizat menjadi persoalan menyelidiki setiap peristiwa ajaib dan menimbang bukti yang ada sangkut pautnya. Berdasarkan prakiraan alkitabiah-teistis, kemungkinan terjadinya mujizat tidak perlu dipersoalkan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    8.6 Masalah asal usul

    Apa kaitannya antara kisah Alkitab tentang penciptaan (Kej 1:1-2:25*) dan penjelasan yang diberikan para ahli ilmu alam, yang kadang-kadang menolak adanya "titik permulaan" atau menempatkannya pada masa dulu yang tak terbatas?

    a. Kisah dalam Kitab Kejadian

    Pasal-pasal pembukaan Kitab Kejadian sepenuhnya diilhami oleh Roh Kudus seperti bagian lain dari Alkitab. Yesus Kristus serta para rasul jelas melihatnya demikian (lihat misalnya Mat 19:4; Mr 10:6; 13:19*; Yoh 1:1; Kis 17:24; 1Kor 6:16; 11:7,9; 15:45,47; 2Kor 4:6; Ef 5:31*; Kol 3:10; Yak 3:9; 2Pet 3:5; Wahy 2:7; 22:2,14,19*). Jadi kita tidak mempersoalkan bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah, hanya tafsiran yang tepat tentang bahan tentang itu dalam Alkitab.

    Salah satu pendekatan menafsirkannya secara harfiah. Alam semesta dibentuk oleh Allah dari yang tidak ada melalui enam sabda selama enam periode berturut-turut yang terdiri dari 24 jam. Variasi pendekatan ini melihat "hari" dalam Kitab Kejadian sebagai zaman atau tahapan dalam pembentukan kosmos oleh Allah (bnd. Mazm 90:4; 2Pet 3:8*). Variasi lain menganggap "enam hari" itu sebagai kurun waktu enam hari yang digunakan untuk menyatakan ciptaan kepada penulis Kitab Kejadian atau yang digunakan untuk menjelaskannya kepada bangsa Israel. Pendekatan lain lagi melihat keseluruhannya itu bersifat gambaran saja, rinciannya kurang penting dibandingkan dengan tema utama, yakni bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dalam alam semesta.

    Pada bagian pertama di atas ditekankan bahwa Alkitab harus ditafsirkan menurut bentuk sastranya (puisi sebagai puisi, sejarah sebagai sejarah, dst.) dan bahwa maksud si penulis harus dipertimbangkan. Dalam hal ini timbul pertanyaan, apakah Kejadian 1:1-2:25*: berbentuk puisi religius atau tulisan ilmiah tentang asal semesta alam? Ataukah pasal-pasal itu menggabungkan keduanya dan menjadi kisah peristiwa yang benar-benar terjadi dan juga menyampaikan kebenaran religius?

    Dalam usaha mencari jawaban atas pertanyaan seperti ini, ada baiknya menyelidiki perikop-perikop Alkitab lain yang mengacu pada hal-hal alami. Kesimpulan-kesimpulan yang muncul adalah sebagai berikut:

    • bahasa Alkitab pada umumnya bahasa populer, yang berusaha menyampaikan berita penyelamatan kepada semua bangsa pada setiap zaman, dan oleh karena itu menggunakan bahasa populer yang tidak teknis;

    • bahasa Alkitab adalah bersifat fenomenal, artinya berkaitan dengan apa yang nampak dan menggambarkan sesuatu dari sudut pandang pengamat, sehingga matahari disebut "terbit" dan "terbenam" (walaupun sebenarnya yang bergerak adalah bumi, bukan matahari);

    • bahasa Alkitab tidak teoretis dan tidak langsung mengemukakan teori tentang hakikat benda atau suatu kosmologi tertentu, walaupun tentu saja ajarannya relevan dengan masalah-masalah seperti itu, misalnya dengan melawan dualisme dan panteisme;

    • bahasa Alkitab menyampaikan penyataan ilahi terutama melalui kebudayaan zamannya.


    Semua faktor itu perlu dipertimbangkan dengan saksama sebelum kita mengemukakan pendapat tentang tafsiran Kejadian 1:1-2:25*: yang tepat.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    b. Persoalan lain

    Pertama, gagasan ciptaan waktu menimbulkan kesulitan khusus. Augustinus memperhatikan ini berabad-abad yang lalu ketika mengatakan bahwa Allah tidak mencipta di dalam waktu tetapi dengan waktu. Manusia tidak dapat memahami peristiwa seperti itu dengan tepat, oleh karena semua pemikiran kita berlandaskan pengertian waktu sebagai masa yang terdiri dari masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Dalam tiap sistem yang dapat diterima menurut penalaran manusia, tiap peristiwa ada masa lampaunya yang dalam prinsip dapat diketahui. Jadi tindakan mencipta pada prinsipnya tidak dapat diselidiki manusia karena tidak ada masa lampau sebelumnya: masa lampau yang dalam prinsip dapat diketahui adalah bagian dari apa yang dijadikan Allah pada saat menciptakan ruang dan waktu.

    Kedua, ruang dan waktu saling berkaitan. Terjadinya semesta alam pada titik tertentu di dalam waktu juga menyiratkan terjadinya pada titik tertentu di dalam ruang. Hal ini seharusnya membuat kita hati-hati sebelum berbicara mengenai dampak kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian itu bagi keterangan ahli fisika mengenai asal usul alam semesta (lihat juga pembahasan tentang teori evolusi di bawah: ps 11.2.b.).

    Ada banyak buku yang membahas persoalan ini secara lebih mendalam. Di sini cukuplah dikatakan bahwa kita berbicara tentang penciptaan pada permulaan zaman karena begitulah kata Alkitab. Kita jangan ragu-ragu berbicara tentang tindakan Allah pada permulaan zaman, yang menciptakan alam semesta dari yang tidak ada. Tetapi alangkah baiknya bila kita tidak terlalu ketat mengenai penafsiran bahan Alkitab tentang caranya alam semesta itu diciptakan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    8.7 Penciptaan dunia rohani

    Karya penciptaan Allah tidak terbatas pada alam semesta yang dapat dilihat, tetapi meliputi juga alam rohani (Mazm 148:2,5; Kol 1:16*). Waktu penciptaannya tidak disebutkan dalam Alkitab, tetapi Kej 1:1-2:25*: menyarankan bahwa dunia rohani dan jasmani terjadi secara bersamaan (Kej 1:1; 2:1; namun bnd. Ayub 38:4-7*).

    Makhluk yang mendiami dunia rohani digambarkan dengan bermacam cara seperti: malaikat, roh, setan, kerub, seraf, anak-anak Allah, pemerintah, kuasa, penguasa (Yes 6:2; Rom 8:38; Ef 6:7*). Ada dua yang dikenal namanya, yakni Gabriel (Luk 1:26) dan Mikhael (Dan 12:1*; Wahy 12:7). Mereka tidak memiliki tubuh jasmani (Ibr 1:7*) dan dikatakan jumlahnya banyak sekali (Ul 33:2; Mazm 68:18; Mat 26:53*; Mr 5:13; Wahy 5:11*).

    Tugas mereka antara lain ialah memuja Allah (Yes 6:1-13*; Wahy 4:1-11*), melaksanakan kehendak Allah (Mazm 103:20*) dan melayani "mereka yang harus memperoleh keselamatan" (Ibr 1:14*). Secara khusus mereka dihubungkan dengan pelayanan dan misi Yesus (Mat 1:20; 4:11; 28:2; Yoh 20:12; Kis 1:10*).

    Berbeda dengan nenek moyang kita, orang Kristen kini tidak begitu memikirkan malaikat Allah. Kita enggan terhadap pokok ini karena pengaruh masyarakat modern yang tidak percaya adanya dunia rohani, kesadaran akan bahaya perasaan ingin tahu di bidang ini dan keseganan menampilkan perantara Allah dan manusia selain Kristus (keseganan yang timbul dari ekses dalam gereja tertentu). Dan Alkitab memang tidak memberi tempat yang menonjol kepada pelayan-pelayan surgawi Allah ini. Namun perhatian yang makin besar terhadap setan-setan dan roh-roh jahat lain dalam masyarakat modern, dan daya pesona cerita-cerita fiksi tentang ilmu pengetahuan, seharusnya mendorong kita merenungkan "beribu-ribu malaikat", kumpulan meriah warga-warga tatanan surgawi, yang antara lain sibuk melayani kepentingan kita (Ibr 1:14; 12:22*).

    Dua bahaya muncul. Ada kemungkinan orang praktis mengabaikan ajaran ini, seperti yang terjadi dalam banyak tulisan teologi modern. Pada pihak lain, orang dapat terlalu menitikberatkannya, khususnya mengenai setan. Menjadi orang Kristen alkitabiah berarti bukan saja percaya pada segala yang diajarkan oleh Alkitab, tetapi juga menjaga keseimbangan antara berbagai ajaran di dalam Alkitab. Oleh sebab itu, kita harus memandang serius terhadap pergumulan dengan kuasa-kuasa jahat, sebagaimana dilakukan Yesus dan para rasul. Namun dimensi ini tidak terlalu muncul di dalam Perjanjian Baru dan harus demikian juga dalam pemikiran kita.

    Keseimbangan alkitabiah sekali lagi harus menentukan sikap dalam memikirkan roh-roh jahat. Mereka pun makhluk Allah, yang keberadaannya tergantung pada Dia, dan akhirnya merupakan pelayan maksud-Nya. Agaknya jelas bahwa mereka tidak diciptakan jahat (Kej 1:31*; bnd. 2Pet 2:4*). Seperti umat manusia mereka jatuh, mungkin karena kesombongan (Yud 1:6*). Menurut pandangan lama, berdasarkan tafsiran salah dari Kejadian 6:2*, mereka jatuh karena nafsu birahi tetapi pandangan ini harus ditolak. Mengenai seluruh bidang ini tidak baik untuk berspekulasi. Iblis atau Setan (= `lawan`) sering disebut sebagai pemimpin kuasa-kuasa jahat (Mat 25:41; Yoh 8:44; 2Kor 11:14*; 1Yoh 3:8; Wahy 12:9*). Dalam Alkitab ia disebut "ilah zaman ini" (2Kor 4:4*), yang aktif menentang Allah dan pemerintahan-Nya. Kristus mengalahkan Iblis dan tatanan roh-roh jahat melalui karya pendamaian-Nya (Yoh 12:31; Kol 2:15; Ibr 2:14*) dan kemenangan itu akhirnya akan disempurnakan pada saat Ia datang kembali (2Tes 2:8*; Wahy 20:10*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kejadian 1:1-2; Ayub 26:13; 33:4; Mazmur 90:2; 102:27-28; 148:2,5*;
    Yesaya 40:26-27; Yeremia 10:12-13; Amos 4:13*;
    Matius 19:4; Yohanes 1:3; Roma 1:25; 1Korintus 8:6; Kolose 1:16*;
    Ibrani 11:3; Wahyu 4:11; 10:6*.

    Penciptaan "dari tidak ada":
    Kejadian 1:1; 2:4; Mazmur 33:6*;
    Yohanes 1:3; Roma 4:17; 1Korintus 1:28; 2Korintus 5:17; Ibrani 11:3*.

    Kebergantungan:
    Mazmur 104:27-30; Yesaya 42:5*;
    Kisah 17:26-28; Kolose 1:17; Ibrani 1:3*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan ajaran Kristen tentang penciptaan dan tunjukkan dasarnya.

    2. Jelaskan mengapa orang Kristen sepanjang masa mengartikan penciptaan "dari yang tidak ada". Selidiki dampak pandangan ini

      1. secara negatif, yakni apa yang ditolaknya, dan
      2. secara positif, yakni apa yang ditegaskannya.
    3. Apa makna sikap Allah yang menopang semesta alam terhadap cara berpikir tentang hubungan-Nya dengan dunia?

    4. Dalam hal apa ajaran Alkitab tentang penciptaan dapat menyumbang kepada penyelidikan ilmiah?

    5. Sebutkan pertimbangan-pertimbangan yang harus dipakai dalam menafsirkan kisah penciptaan dalam Kejadian 1:1-31 dan Kejadian 2:1-25*.

    6. Pernah dikatakan, "Mujizat tidak terjadi". Orang lain berkata "Mujizat harus dialami sebelum dapat dipercayai". Bahaslah kedua pendapat ini.

    7. Apa yang Alkitab ajarkan mengenai malaikat Allah? Manfaat apa yang dapat ditarik orang Kristen dari ajaran ini?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 8. Karya Penciptaan [Indeks]

    Kepustakaan (8)

    Artikel "Miracles" dalam _IBD_.
    Geisler, N.
    1976 _Christian Apologetics_ (Baker).
    Hooykas, R.
    1959 _Natural Law and Divine Miracle_ (Brill).
    1972 _Religion and the Rise of Modern Science_ (Scottish Academic Press).
    Jeeves, M. A.
    1969 _The Scientific Enterprise and Christian Faith_ (Tyndale Press).
    Klaaren, E. M.
    1977 _Religious Origins of Modern Science_ (Eerdmans).
    Lewis, C. S.
    1960 _Miracles_ (Fontana).
    Mackay, D. M.
    1965 _Christianity in a Mechanistic Universe_ (IVP).
    1973 _Science and Christian Faith Today_ (Falcon).
    1974 _The Clockwork Image_ (IVP).
    1978 _Science, Chance and Providence_ (OUP).
    Ridderbos, N. H.
    1957 _Is There a Conflict Between Genesis I and Natural Science?_ (Eerdmans).
    Schaeffer, F. A.
    1972 _Genesis in Space and Time_ (Hodder).



    Indeks Bab 9: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.B 01008]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 9 Karya Pemeliharaan ................................ 01111

    Ps 9.1 Jangkauan Pemeliharaan ....................... 01111

    Ps 9.2 Pemeliharaan dan Kejahatan ................... 01112

    Bahan Alkitab .............................................. 01113

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01114

    Kepustakaan ................................................ 01115



    Mengenali Kebenaran -- Bab 9. Karya Pemeliharaan [Indeks]

    9. KARYA PEMELIHARAAN

    Istilah "pemeliharaan" menyebut karya sang Pencipta yang memelihara semua makhluk-Nya, bekerja dalam segala sesuatu yang terjadi di dunia dan mengarahkan segala hal kepada tujuan yang ditetapkan-Nya. Dengan demikian ajaran tentang pemeliharaan berhubungan erat dengan ajaran tentang penciptaan. Pemeliharaan menyatakan bahwa Allah yang menyebabkan dunia ini terjadi senantiasa mempertahankan, memperbarui dan mengaturnya. Ajaran ini digambarkan dalam kisah Yusuf, yang diculik dan dibuang ke Mesir: pada kemudian hari peristiwa itu dilihat sebagai pemeliharaan Allah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang dilanda kelaparan (lihat Kej 45:1-28*).

    9.1 Jangkauan pemeliharaan

    Menurut Alkitab, pemeliharaan Allah meliputi seluruh alam semesta dan Allah bekerja dalam segala sesuatu (Mazm 115:3; Mat 10:30; Ef 1:11*). Gejala-gejala alam seperti angin dan hujan, bahkan yang kelihatan sebagai musibah (Luk 13:1-5*), diatur oleh Dia. Kejahatan sekalipun ada di bawah kuasa-Nya dan digunakan untuk rencana-Nya (Kej 50:20*; Kis 2:23; Fili 1:17-18*).

    Untuk mengurangi kesulitan moral yang timbul karena ajaran ini, beberapa teolog menyatakan bahwa Allah pada umumnya bekerja di "latar belakang" dengan menyediakan "masukan" yang perlu untuk hidup, yang kemudian berjalan menurut prinsip-prinsipnya sendiri secara relatif bebas. Melawan pandangan ini Calvin mengemukakan pengertian Alkitab mengenai pemeliharaan dengan menegaskan bahwa kemahakuasaan Allah berarti Ia memerintah surga dan dunia melalui pemeliharaan-Nya, dan mengatur segala sesuatu sehingga tak ada yang terjadi tanpa pertimbangan-Nya.

    Sang Pemelihara yang bertindak untuk menopang dan mengarahkan dunia adalah Allah Tritunggal. Hal ini sangat penting diingat bila membedakan pandangan Kristen dengan teori kausalitas buta atau nasib, sebagaimana diajarkan oleh aliran Stoa pada zaman dulu dan dalam beberapa agama pada masa kini. Tujuan karya Allah dalam dunia adalah rencana-Nya untuk menyelamatkan dan menguduskan manusia dan rencana itu berpusat pada Yesus Kristus. Demikianlah bila kita membaca bahwa "Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan" bagi umat-Nya (Rom 8:28*), maka kita harus mengerti bahwa kebaikan yang dimaksud ialah hal memilih dan mengubah umat-Nya agar menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya (Rom 8:27*).

    Kadang-kadang dibedakan antara kausalitas Allah yang primer dan sekunder. Yang pertama berarti peristiwa-peristiwa di mana Allah bertindak langsung tanpa perantaraan manusia, seperti kebangkitan Yesus; yang kedua menyangkut peristiwa di mana Allah bertindak dengan perantaraan faktor-faktor dalam ciptaan, seperti ketika menentukan timbul tenggelamnya bangsa-bangsa atau pengaturan hidup umat-Nya sehari-hari.

    Perbedaan yang serupa kadang-kadang diadakan antara kehendak Allah yang mengarahkan dan kehendak-Nya yang membiarkan. Yang pertama menyangkut peristiwa-peristiwa yang diarahkan-Nya secara berdaulat untuk penggenapan rencana anugerah dan penghakiman-Nya, sedangkan yang terakhir menyangkut peristiwa-peristiwa yang dibiarkan terjadi. Meskipun tidak selalu mudah menerapkannya dalam praktek, namun perbedaan ini perlu untuk menyangkal bahwa Allah menyebabkan kejahatan. Namun harus diingat, kalau kejadian mengerikan seperti peristiwa kayu salib dapat dikatakan terjadi oleh karena Allah menghendakinya (Kis 2:23*), maka ada kemungkinan bahwa hal-hal lain yang sekarang kelihatannya menentang rencana Allah, bila dilihat dari segi kekekalan akan kelihatan sebagai sesuatu yang diperintahkan langsung oleh Dia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 9. Karya Pemeliharaan [Indeks]

    9.2 Pemeliharaan dan kejahatan

    Bagaimana kita dapat mempertemukan pemerintahan Allah dalam pemeliharaan dengan kejahatan dan dosa dalam dunia ini? Usaha memecahkan masalah ini disebut "teodiki". Dalam kepustakaan pada akhir pasal ini didaftarkan beberapa karya filsafat dan apologetika yang memakai alasan-alasan rasional untuk mencoba menyelaraskan fakta kejahatan dengan keyakinan Kristen bahwa Allah bersifat baik dan Mahakuasa.

    Alkitab mengakui masih adanya rahasia dalam hal kejahatan dan dosa (2Tes 2:7*). Pendekatan alkitabiah terhadap masalah kejahatan pada dasarnya bersifat praktis dan tidak banyak membahas asal usul kejahatan melainkan memberi kesaksian tentang kemenangan Kristus atas kejahatan dan membawakan penghiburan dan ketenteraman dari Allah bagi umat-Nya yang menderita. Agama Alkitab bukanlah idealisme yang terlepas dari kenyataan, yang menggambarkan kehidupan seolah-olah bebas dari kebingungan, kesedihan dan penderitaan. Dalam Alkitab kejahatan dan penderitaan selalu dilihat dalam konteks _hakikat dan masa depan manusia_, serta _pribadi dan karya Kristus_.

    Dalam hal _hakikat manusia_, Alkitab menceritakan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa (Kej 3:1-24; Rom 5:12-13*). Dunia yang kita alami sekarang termasuk kejahatan dan penderitaan, tidak sesuai lagi dengan maksud Allah atau dalam keadaan sebagaimana diciptakan semula. Kendatipun Alkitab tidak menyingkapkan asal mula kejahatan, namun ditegaskan bahwa manusia dijadikan dengan kesanggupan untuk melawan kejahatan dan mengakui Allah saja sebagai Tuhannya. Adam tidak mematuhi Allah dan dengan demikian dia membuka jalan masuk bagi kejahatan dan penderitaan ke dalam kehidupan manusia (Kej 3:14-19*; Rom 5:12-21*). Dosa sebagai pemberontakan melawan sang Pencipta membawa akibat-akibat serius dan meluas untuk alam semesta yang mencerminkan kekudusan Penciptanya. Ini tidak berarti bahwa selalu ada hubungan langsung antara dosa seseorang dan penderitaan yang dialami orang itu. Namun ada kaitannya karena seluruh dosa kita bersumber dari Adam, yang menjebloskan seluruh alam semesta secara progresif maupun retrogresif ke dalam kerontokan dan kejahatan, dan dengan demikian terjadilah kemungkinan penderitaan.

    Dalam hal _masa depan manusia_, Alkitab menempatkan kejahatan dan penderitaan dalam konteks kemenangan rencana Allah bagi manusia kelak. Dosa, kejahatan dan penderitaan bukan merupakan bagian rencana asli Allah bagi manusia, juga bukan merupakan bagian permanen dari pengalamannya. Hal-hal ini merupakan gangguan-gangguan sementara yang tidak dapat mencegah kenyataan akhir dari rencana-Nya pada saat "Allah ada di tengah-tengah manusia . . . Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita" (Wahy 21:3-4*).

    Dalam _diri Kristus_, Allah telah mengambil daging manusia dalam kepekaan dan kelemahannya, suatu dimensi penting lain lagi dari tanggapan Alkitab terhadap masalah kejahatan. Persamaan jati diri Kristus dengan kita mencapai ungkapan paling mulia di kayu salib, di mana Allah menerima penderitaan manusia menjadi penderitaan-Nya sendiri dan memasuki penderitaan manusia yang paling dalam, dengan mengubah kengerian Golgota menjadi alat pengampunan dan kegembiraan bagi semua yang percaya.

    Dalam terang _kebangkitan Yesus_, kita lihat kemenangan Allah atas segala kuasa kejahatan dan kegelapan. Kemudian, melalui hidup baru di dalam Kristus yang dikerjakan Roh Kudus, orang dapat masuk ke dalam kerajaan Allah dan mulai mengalami kuasa-kuasa zaman yang akan datang di mana semua kuasa kebinasaan tidak ada lagi.

    Dari segi _kedatangan Kristus kembali_, jelas bahwa tatanan dosa dan penderitaan sekarang ini bukan realitas terakhir. Kita yang berada dalam dunia tidak mendapat sudut pandang yang memadai untuk menilai sifatnya yang benar. Iman Kristen mengharapkan kembalinya Kristus, ketika ketidakadilan dan penderitaan kehidupan sekarang akan hilang dan segala sesuatu akan kelihatan dalam terang penyataan Allah serta kemenangan sepenuhnya dari rencana-Nya. Boleh dikatakan perspektif akhir Kristen sebenarnya bersifat doksologis, yaitu pemujaan Allah karena Ia menang atas segala lawan-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 9. Karya Pemeliharaan [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kejadian 22:8; 45:1-28; Ulangan 8:18; 2Raja 19:28; Nehemia 9:6*;
    Mazmur 76:11; 104:20-21,30; 115:3; 136:25; 145:15; Dan 4:3; Amos 3:6*;
    Markus 5:45; 10:29-30; Lukas 13:1-5; Kisah 14:17; 17:28;
    Roma 8:28; Filipi 2:13; Kolose 1:17; 1Timotius 6:15*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 9. Karya Pemeliharaan [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Apa yang dimaksudkan dengan pemeliharaan oleh Allah? Apa dasar Alkitab untuk pemahaman ini? Selidikilah dampak-dampak kepercayaan akan pemeliharaan itu bagi kehidupan sehari-hari.

    2. Bahaslah ketepatan pembedaan antara kehendak Allah yang mengarahkan dan yang membiarkan.

    3. Apa "masalah kejahatan"? Dalam menghadapi masalah ini, wawasan apa yang diperoleh dari hubungannya dengan

      1. kejatuhan manusia
      2. penjelmaan Kristus
      3. salib dan
      4. kembalinya Kristus?
    4. Apa yang Anda jawab kepada orang yang bertanya, "Mengapa doaku untuk penyembuhan tidak terjawab?" atau "Mengapa Tuhan membiarkan ibuku meninggal dalam kecelakaan lalu lintas?"



    Mengenali Kebenaran -- Bab 9. Karya Pemeliharaan [Indeks]

    Kepustakaan (9)

    Berkouwer, G. C.
    1952 _The Providence of God_ (Eerdmans).
    Carson, H. M.
    1978 _Facing Suffering_ (Evangelical Press),
    Farrer, A. M.
    1966 _Love Almighty and Ills Unlimited_ (Fontana).
    Lewis, C. S.
    1957 _The Problem of Pain_ (Fontana).
    Orr, J.
    1947 _The Christian View of God and the Word_ (Eerdmans).
    Whale, J. S.
    1936 _The Problem of Evil_ (SCM).



    Indeks Bab 10: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.B 01008]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 10 Penerapan ......................................... 01117

    Ps 10.1 Keberadaan dan Tabiat Allah .................. 01117

    Sb 10.1.a Dia Harus Disembah ........................ 01117

    10.1.b Dia Harus Dilayani ........................ 01118

    10.1.c Dia Harus Diberitakan ..................... 01118

    Ps 10.2 Penciptaan ................................... 01119

    Ps 10.3 Pemeliharaan ................................. 01120



    Mengenali Kebenaran -- Bab 10. Penerapan [Indeks]

    10. PENERAPAN

    10.1 Keberadaan dan tabiat Allah

    Siapakah Allah? Jawaban kita terhadap pertanyaan tersebut boleh dikatakan hal yang paling penting mengenai kita. Apabila kita mengenal Allah, sang Bapa, Anak dan Roh Kudus, sempurna dalam kemuliaan, ketuhanan, kekudusan dan kasih, maka pastilah hal itu mempengaruhi seluruh kehidupan kita.

    a. Dia harus disembah

    Percaya kepada Allah yang demikian berarti dipanggil untuk:

    • mencurahkan diri di hadapan-Nya sambil menyembah Dia dengan rasa terima kasih dan puji-pujian serta bersukacita di dalam Dia;

    • menikmati kebenaran, keindahan, kemurnian dan kesetiaan-Nya; memuliakan anugerah, rahmat, kebaikan dan kasih setia-Nya;

    • bergembira atas kebebasan-Nya yang berdaulat dan kuasa-Nya yang tak terbatas;

    • membesarkan nama-Nya karena kemegahan dan kemuliaan-Nya;

    • mengaku Dia sebagai realitas terakhir, kebenaran segala kebenaran, sukacita segala sukacita, kasih segala kasih, terpuji selama-lamanya.


    Percaya kepada Allah demikian berarti mengaku dan menyembah Dia sebagai Allah Tritunggal, sang Bapa, Anak dan Roh Kudus yang bersatu dan tak terpisahkan secara abadi, berhubungan secara sempurna, masing-masing berada dan bekerja dalam kesatuan yang sempurna dengan oknum-oknum yang lain, selalu satu, selalu tiga. Hal itu juga berarti mengaku dan menyembah Dia di dalam kekayaan yang tak terperikan dan keindahan yang kekal sebagai Allah, yang di samping-Nya segala sistem kebenaran memudar menjadi bayangan yang fana, berhala yang menyedihkan, yang sama sekali tidak sanggup bertahan.

    Pada waktu menyembah Allah, kita perlu merenungkan setiap sifat ilahi dan menyembah Dia menurut masing-masing sifat itu.

    Kita memuja Dia, sang Bapa, Anak dan Roh Kudus, karena sifat _kemuliaan-Nya_. Ia yang Mahatinggi di atas segala-galanya, Allah satu-satunya di dalam kemegahan-Nya yang tak terdekati. Terpujilah nama-Nya.

    Kita memuja Dia, sang Bapa, Anak dan Roh Kudus, karena sifat _ketuhanan-Nya_. Ia yang Mahatinggi yang membedakan diri dari ilah-ilah dan objek penyembahan lain dan menegaskan kuasa-Nya di atas mereka. Terpujilah nama-Nya.

    Kita memuja Dia, sang Bapa, Anak dan Roh Kudus, karena sifat _kekudusan-Nya_. Dialah Allah dalam kemegahan yang mengagumkan, ditinggikan atas segala-galanya, yang memisahkan diri dari segala yang menantang dan melawan-Nya. Terpujilah nama-Nya.

    Kita memuja Dia, sang Bapa, Anak dan Roh Kudus, karena sifat _kasih-Nya_. Ia yang mengasihi sejak sebelum pembentukan dunia, dalam kemurahan hati-Nya berkenan merangkul dan menebus makhluk berdosa yang telah menyangkal dan menentang Dia. Terpujilah nama-Nya.

    Pemujaan ini dapat terjadi baik dalam ibadah umat Allah (Kel 4:31*; 2Taw 29:28; 1Kor 14:25; Wahy 7:11*) maupun dalam ibadah pribadi setiap orang yang percaya (Kej 24:26-27; Kel 34:8; Ayub 1:20*). Kuasa yang mendorongnya adalah Roh Kudus, yang menimbulkan dan melancarkan pemujaan umat-Nya (Rom 8:26-27; Ef 5:18-19; Fili 3:3*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 10. Penerapan [Indeks]

    b. Dia harus dilayani

    Satu-satunya respons yang tepat kepada Allah yang demikian adalah melayani Dia. Secara negatif, pelayanan kepada Allah berarti melepaskan segala hak atas diri dan menempatkan kehendak kita di bawah kehendak Dia (1Kor 6:19; 2Kor 5:15; Fili 3:7-8; Yak 4:8; 1Pet 2:1-2*). Secara positif, pelayanan berarti mengakui bahwa kita berada di bawah kehendak Allah dan oleh karena itu sengaja hidup bagi kemuliaan dan hormat-Nya dalam setiap bidang kehidupan. Untuk itu kita akan berpikir, berbicara dan melakukan segala sesuatu untuk memuliakan Dia.

    c. Dia harus diberitakan

    Sebagian respons kita terhadap Allah adalah pemberitaan tentang Dia di dalam dunia yang umumnya tidak mengindahkan-Nya atau yang menolak-Nya. Dunia tidak netral, tetapi penuh dengan berhala, yaitu objek-objek pujaan palsu. Objek-objek ini dapat berupa pemimpin manusia, ideologi politik, kelompok atau kelas sosial, sistim pemikiran manusia, bahkan kuasa-kuasa gelap. Orang Kristen terpanggil untuk menentang perampas-perampas kekuasaan ini dan menghadapi ilah-ilah palsu ini demi nama Allah yang benar dan hidup. Ini meliputi hal menyebarkan pengetahuan mengenai Allah ke seluruh dunia, baik secara geografis maupun budaya, melalui doa, melalui sumbangan keuangan dan melalui kesaksian pribadi.

    Pemberitaan Allah tidak hanya secara langsung dengan kata-kata, tetapi juga secara tidak langsung. Orang Kristen harus hidup sedemikian rupa sehingga Allah yang diberitakan dengan kata-kata juga dinyatakan dalam tiap bidang kehidupan kita. Di sini kita perlu mengingat pemeliharaan Allah melalui Anak-Nya dan Roh Kudus untuk membuat apa yang tidak mungkin secara manusiawi menjadi mungkin (Mat 28:19-20*; Yoh 14:15-16; Kis 1:8*).

    Ketiga penerapan dari keberadaan dan tabiat Allah itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain:

    • beribadah kepada Allah berarti melayani dan memberitakan-Nya;
    • melayani Allah berarti memberitakan dan beribadah kepada-Nya;
    • memberitakan Allah berarti beribadah dan melayani-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 10. Penerapan [Indeks]

    10.2 Penciptaan

    Kenyataan bahwa Allah adalah Pencipta mempunyai beberapa dampak praktis.

    Pertama, dunia tidak boleh disangkal. Dunia yang datang dari Dia adalah kepunyaan-Nya. Memang dunia sangat tercemar oleh dosa, tetapi dosa tidak merenggutnya dari Allah atau mengasingkannya sama sekali daripada-Nya. Oleh sebab itu, kita harus menolak gagasan bahwa keberadaan dalam waktu dan ruang tidak bernilai. Demikian pula pandangan bahwa dari perspektif Kristen usaha manusia tidak ada harganya harus ditolak, begitu pula pandangan bahwa seksualitas manusia tidak layak. Kebudayaan dan adat, kreativitas dalam bidang seni, pekerjaan sosial dan politik, prestasi di bidang olah raga dan lain-lain, semuanya mempunyai tempat dalam dunia yang diciptakan Allah. Pandangan yang merendahkan dunia mencerminkan kegagalan melihat Allah sebagai Pencipta atau kekhilafan karena membedakan antara Allah Pencipta dan Allah Penebus.

    Kedua, dunia jangan dipuja. Dunia dibuat Allah tetapi dunia bukanlah Allah. Dunia terlibat dalam akibat-akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa dan karena itu tidak boleh dinilai berlebihan. Kesetiaan akhir manusia harus disediakan bagi Allah sendiri, yang dicari di luar ciptaan, walaupun kadang-kadang orang bertemu dengan Dia di dalam ciptaan itu. Itulah sebabnya dunia pada akhirnya tidak pernah memberi kepuasan. Manusia diciptakan oleh Allah bagi diri-Nya; dan dengan begitu, dengan kata-kata Augustinus yang sering dikutip, "hati kita gelisah sampai mendapatkan perhentiannya di dalam Dikau". Jadi, bila pengalaman hidup di dunia pada akhirnya tidak memuaskan, bila orang tidak pernah sukses, bila karena keadaan yang menyedihkan kemampuan menikmati dunia hilang, bila kehidupan terancam, janganlah kita terlalu putus asa. Allah sendiri adalah tujuan dan penggenapan kita. Mengenal Dia kini dan di dunia akhirat adalah pemenuhan terlengkap kehidupan manusia.

    Ketiga, dunia harus digunakan. Allah menciptakan dunia untuk maksud-Nya sendiri, sebagai pentas kemuliaan-Nya. Dalam dunia waktu-ruang ini Ia telah menjelma dan menyatakan kemuliaan-Nya, dan kita pun harus menggunakan dunia dengan menyembah, melayani dan memberitakan Allah sepanjang hidup kita.

    Perspektif Kristen ini merupakan dasar untuk penilaian dunia secara tepat, sehingga sumber-sumbernya dipakai dengan baik, keterbatasannya diakui tanpa pura-pura dan kita hidup dengan penuh sukacita, rasa terima kasih dan kebebasan demi kemuliaan Allah Pencipta.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 10. Penerapan [Indeks]

    10.3 Pemeliharaan

    1. Pemeliharaan Allah berarti bahwa Ia menguasai seluruh hal ikhwal kita. Kita tidak terletak dalam tangan kuasa-kuasa tak berpribadi yang sewenang-wenang, melainkan sepanjang hidup kita berhadapan dengan Allah sendiri: sang Bapa, Anak dan Roh Kudus. Maka perlu kiranya disebutkan dengan jelas segala manfaat dan berkat khas yang diberikan kepada kita, supaya kita dapat mengucapkan syukur kepada-Nya.

      Tujuan keseluruhan karya pemeliharaan Allah, seperti juga karya-Nya dalam penciptaan dan penyelamatan, adalah untuk kemuliaan-Nya dan untuk kebaikan kita. Lebih khusus lagi, Allah bermaksud menguduskan kita, baik secara individu maupun sebagai kelompok, dalam keluarga, masyarakat dan gereja. Begitu pula Dia menghendaki Injil disebarkan untuk memperluas kerajaan-Nya. Maksud-maksud inilah yang menerangkan perbuatan-Nya terhadap kita. Di dalamnya Allah tidak hanya campur tangan secara langsung tetapi sering memakai sebab-sebab sekunder seperti bakat pribadi, aktivitas dan minat anggota keluarga, tetangga, teman sekerja, kerangka fisik, sosial dan ekonomi kehidupan.

      Karena Allah bekerja melalui faktor-faktor ini dalam pemeliharaan-Nya, kita seharusnya tidak membatasi campur tangan-Nya dalam hidup kita hanya pada saat-saat pengambilan keputusan yang kritis penting saja; dan sebaliknya jangan kita anggap bahwa faktor-faktor sehari-hari yang sekunder ini selalu merupakan intervensi-Nya secara langsung. Sebaiknya kita menerima hidup ini sebagai pemberian tangan-Nya dan kita jalani dengan tenang dan penuh keyakinan untuk kemuliaan-Nya, sambil percaya bahwa dalam segala hal kita berada di dalam tangan pengasihan-Nya. Kita yakin, Ia yang menciptakan dan menebus kita, dan dengan pengaturan hidup sehari-hari Ia sedang melanjutkan rencana-Nya melalui kita.

    2. Pemeliharaan Allah seharusnya membuat kita rendah hati karena olehnya kita disadarkan akan ketergantungan pada Dia. Sebab itu, kebanggaan akan kuasa dan prestasi seharusnya mundur sewaktu kita mengakui ketergantungan total pada pemeliharaan yang menopang dan memerintah kita.

    3. Pemeliharaan Allah sangat menghibur pada saat menghadapi kesulitan dan penderitaan yang bukan akibat kebodohan atau kejahatan kita melainkan Allah secara berdaulat membiarkannya terjadi. Ia yang terlibat dalam siklus kehidupan burung pipit, terlibat sepenuhnya dalam kehidupan dan keadaan kita yang dijadikan-Nya objek khusus untuk kasih-Nya. Oleh sebab itu, kita dapat hidup dengan yakin meskipun menghadapi kesulitan seperti itu, karena pasti bahwa Allah Bapa dalam pemeliharaan-Nya membiarkan hal ini terjadi bagi kebaikan kita dan kemuliaan-Nya. Dan pasti Ia akan menopang dan menjaga kita pada waktu menghadapinya. Bagi orang yang sedang menderita sekali, mungkin perkataan ini kedengaran hambar dan tidak ada apa-apanya. Tetapi Alkitab menyaksikan kebenarannya dan kesaksian ini diperkuat lagi oleh pengalaman orang Kristen sepanjang masa.

    4. Kepercayaan akan pemeliharaan Allah dapat membantu kita melihat masa-masa kegembiraan dan kesuksesan dalam perspektif yang tepat, yaitu sebagai anugerah Allah dan bukan sebagai hasil kemampuan dan kebijaksanaan kita belaka. Sikap ini juga mempersiapkan kita untuk kemungkinan bahwa nanti kegembiraan dan keberhasilan itu akan ditarik, seandainya Allah dalam hikmat pengasihan-Nya menganggap itu perlu.

    5. Pemeliharaan Allah memberi ketenteraman di tengah-tengah dunia yang tidak tenteram bahkan penuh kekerasan. Dia bertakhta di atas segala kekuatan militer, politik, sosial dan ekonomi dalam zaman ini; rencana-Nya yang ditetapkan dari semula secara kekal berlangsung terus semakin matang. Tidak ada yang tak terkendalikan dan tidak bakal terjadi. Karena itu kita dapat hidup hari demi hari dalam pengetahuan bahwa tangan yang berkuasa atas kehidupan kita adalah tangan yang mengendalikan segala sesuatu.

    6. Pemeliharaan Allah berarti kemenangan terakhir dari rencana-Nya terjamin. Ada banyak kuasa yang melawan Allah -- dosa dan kejahatan, korupsi dan ketidakadilan, keserakahan dan eksploitasi, dan lain-lain - dan semuanya dikuasai Allah, dikendalikan oleh pemerintahan-Nya dan sebenarnya hanya mempunyai arti sementara saja. Allah telah menetapkan satu hari ketika kemuliaan pemerintahan-Nya akan nyata di seluruh alam semesta dan segala sesuatu yang melawan Dia akan dihakimi dan akan dienyahkan dari hadapan-Nya untuk selama-lamanya.

    7. Pengakuan akan pemeliharaan Allah tidak membebaskan kita dari tanggung jawab atas kehidupan pribadi kita. Alkitab mengajarkan secara jelas bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam dan manusia bertanggung jawab kepada Dia atas dirinya dan apa yang dilakukannya. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati dalam mengambil keputusan, dan berusaha secara sadar untuk bertindak dan mengatur kehidupan sedekat-dekatnya dengan kehendak Allah bagi diri kita.

    Maka tanggapan Kristen terhadap pemeliharaan Allah jangan diungkapkan dengan menarik diri dari tanggung jawab biasa atau dari keterlibatan dalam masalah-masalah yang dihadapi dunia dan masyarakat. Sebaliknya, orang Kristen yang menerima tanggung jawab ini mendapat kepastian yang luar biasa bahwa nilai-nilai adil, murni dan luhur yang mencirikan kehidupannya di dunia sehari-hari mencerminkan hakikat Allah yang memerintah dan mengatur segala sesuatu. Selain itu kendatipun masalah-masalah yang dihadapi orang sangat rumit, namun kita yakin bahwa nilai-nilai ini akan bertahan sampai selama-lamanya dalam zaman baru pemerintahan Allah.



    Indeks Bab 11: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.C 01009]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 11 Watak Manusia ..................................... 01122

    Ps 11.1 Pertanyaan yang Abadi ........................ 01122

    Ps 11.2 Manusia Dalam Hubungan dengan Allah .......... 01123

    Sb 11.2.a Asal Usul Kehidupan ....................... 01123

    11.2.b Asal Usul Manusia ......................... 01124

    11.2.c Gambar Allah .............................. 01125

    Ps 11.3 Manusia Dalam Hubungan dengan Dirinya ........ 01126

    Sb 11.3.a Dikotomi atau Trikotomi?................... 01126

    11.3.b Kesatuan Pribadi Manusia .................. 01127

    Ps 11.4 Manusia Dalam Hubungan dengan Sesamanya ...... 01128

    Sb 11.4.a Makhluk Sosial ............................ 01128

    11.4.b Laki-laki dan Perempuan ................... 01129

    Ps 11.5 Manusia Dalam Hubungan dengan Alam ........... 01130

    Ps 11.6 Manusia Dalam Hubungan dengan Waktu .......... 01131

    Bahan Alkitab .............................................. 01132

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01133

    Kepustakaan ................................................ 01134

    Bahan Alkitab .............................................. 01132

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01133

    Kepustakaan ................................................ 01134



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    C. MANUSIA

    11. WATAK MANUSIA

    11.1 Pertanyaan yang abadi

    "Apakah manusia?" tanya pemazmur berabad-abad yang lalu (Mazm 8:5*). Kini pertanyaan ini menghadapi kita lagi, namun kemungkinan mendapat jawaban yang tuntas jauh lebih tipis daripada sebelumnya.

    Berbagai faktor berpadu menjadi penyebab krisis antropologi (pengetahuan tentang manusia) itu. Akhir-akhir ini kita menghadapi kemungkinan kemusnahan umat manusia secara total, apakah itu karena bom nuklir, kekurangan bahan pangan, polusi lingkungan hidup ataupun gangguan-gangguan lain yang tak terduga. Unsur-unsur lain yang turut mempercepat krisis ini adalah kecepatan dan luasnya perubahan (_future shock_), serta kehidupan modern yang luar biasa rumitnya sehingga mengakibatkan rontoknya dasar-dasar pikiran kebudayaan yang seragam.

    Namun antropologi sekuler tidak memberikan bantuan yang diperlukan. Terlepas dari masalah jumlah teori yang terlalu besar, antropologi gagal memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan paling pokok seperti:

    • Dari mana asalnya umat manusia?
    • Apa makna manusia?
    • Akan ke manakah kita?

    Di samping itu, dalam pengertiannya mengenai umat manusia, ilmu ini masih dilanda ketegangan-ketegangan yang belum terpecahkan. Apakah kita harus melihat diri kita terutama dalam pengertian kemampuan rasional dan spiritual, seperti dalam filsafat klasik atau pemikiran Timur, atau terutama dalam pengertian jasmani kita, seperti yang dikemukakan Epicurus, Marxisme dan segala bentuk materialisme? Apakah manusia harus dilihat terutama sebagai individu, seperti yang dianjurkan eksisten-sialisme dan banyak psikologi modern; atau sebagai masyarakat, seperti dalam sosiologi dan Marxisme? Apakah kita seharusnya pesimistis, seperti pada eksistensialisme dan beberapa bentuk penafsiran psikologis; atau optimistis seperti pada humanisme, Marxisme dan hedonisme populer?

    Pertanyaan ini mengarisbawahi relevansi pandangan Kristen karena menimbulkan pertanyaan apakah semua bukti sudah dipertimbangkan. Apakah tidak ada dimensi lebih lanjut yang menjadi kunci buat pengertian diri kita sendiri? Menurut antropologi Kristen memang ada dimensi demikian dan asal mula semua kekacauan sekarang ialah pengabaiannya. Calvin menyatakan begini, "Manusia tidak pernah mencapai pengetahuan jelas akan dirinya kecuali jika ia sebelumnya melihat wajah Tuhan, kemudian beranjak dari memandang Dia dan mulai meneliti dirinya sendiri". Manusia hanya dapat dimengerti sepenuhnya dalam hubungannya dengan Allah serta rencana-Nya untuk umat manusia, yaitu dalam terang penyataan ilahi.

    Menurut Alkitab, manusia adalah mutlak ciptaan Allah (bnd. Kej 1:26*; Kej 2:7-8,21-22; Mazm 8:3; Kis 17:26,28*; dll.). Kita bukan buatan sendiri, bukan pula hasil kebetulan dari suatu proses kosmik. Apa pun yang dikatakan tentang kita, bagaimana pun kita gambarkan hubungan antara tindakan kreatif Allah dan proses sebab akibat dari kelahiran manusia, namun inilah dasar kokoh Alkitab: setiap laki-laki dan setiap perempuan ada hanya karena Allah menciptakannya. Ini ditandaskan di seluruh Alkitab (Kej 5:1-2; Mazm 139:13-14; Pengkh 12:1; Mat 19:4; Rom 1:25; Yak 3:9*; 1Pet 4:19*). Ada dua aspek penciptaan Adam oleh Allah: "TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup" (Kej 2:7*). Tindakan ganda Allah ini sesuai dengan aspek ganda watak manusia, yakni fisik dan spiritual. Namun, sebaiknya jangan membuat pemisahan yang terlalu tajam antara kedua aspek tersebut. Manusia terdiri dari tubuh dan roh, yang saling terkait secara mendalam (lihat di bawah: ps 11.3.b). Hawa dibentuk dari Adam dengan perbuatan penciptaan khusus yang lain lagi (Kej 2:21*), yang mengarisbawahi sifat saling mengisi dari laki-laki dan perempuan. Meskipun generasi-generasi berikut memperoleh hidup dengan cara yang lain dengan Adam, namun pada dasarnya ikhwal kita tidak berbeda (bnd. di atas: ps 8.2), karena kita sepenuhnya menerima hidup dari Allah. Alkitab menjaga rasa pesona yang wajar pada waktu merenungkan munculnya kehidupan manusia (Mazm 139:13 dst.; Ayub 10:8-12*).

    Pada waktu diciptakan, manusia diberi harkat khusus. Diangkat Allah sebagai pemerintah dunia di bawah Dia, ia mendapat tugas untuk memiliki dan menguasainya serta memerintah makhluk-makhluk lain (Kej 1:27-2:3*; bnd. Kej 8:5*). Keadaan kita sekarang, yang sudah jatuh ke dalam dosa, jangan sampai menutup mata terhadap keluhuran dan harkat manusia semula.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    11.2 Manusia dalam hubungan dengan Allah

    a. Asal usul kehidupan

    Mereka yang menolak adanya Pencipta melihat penyebab kehidupan di bumi sebagai hal untung-untungan saja. Dalam sejenis kolam air pada zaman pertama, dan sesudah kurun waktu yang sangat besar, suatu rentetan reaksi dan kombinasi yang unik tetapi kompleks akhirnya menghasilkan protoplasma dengan ciri-ciri yang membuatnya layak dikatakan "hidup". Eksperimen-eksperimen untuk menciptakan kembali kondisi-kondisi ini telah menimbulkan pertanyaan apakah kehidupan dapat "diciptakan" dalam tabung kimia, dan jika demikian apa pula dampaknya bagi ajaran Kristen tentang ciptaan. Namun:

    • para ilmuwan tidak sependapat bahwa hal itu mungkin;

    • sekalipun itu terjadi, kelihatannya tidak ada kontradiksi pokok dengan ajaran Alkitab karena Tuhan membiarkan manusia untuk mengikuti pikiran-Nya melalui penyataan diri-Nya dan meniru karya penciptaan-Nya dalam hal-hal lain, misalnya dengan menghasilkan varietas tanaman dan binatang baru; dan

    • banyak tergantung dari apa yang dimaksudkan dengan "hidup" di sini.


    Sebenarnya adalah hampir tidak mungkin bahwa kehidupan yang begitu kompleks terjadi di planet ini secara kebetulan. Mengingat hal ini, maka kepercayaan Kristen akan adanya penciptaan bertujuan oleh kehendak sang Pencipta jelas lebih mudah diterima.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    b. Asal usul manusia

    Masalah asal manusia telah menimbulkan perdebatan yang menggairahkan dan kadang-kadang juga sengit selama dua ratus tahun terakhir ini. Penerbitan karya Darwin, _The Origin of Species_ (1859), menyebabkan terjadinya bentrokan antara penjelasan biologis dan agama yang sudah lama membara. Kami mengakui pengilhaman sepenuhnya dan kewenangan ilahi dari perikop Alkitab yang bersangkutan dengan hal ini (Kej 1:20-2:9*). Namun dalam usaha menafsirkannya secara tepat kami ajukan dua pertanyaan yakni:

    • Bentuk sastra apa yang dipakai? dan
    • Apa maksud penulisnya?

    Yang menjadi pokok persoalan adalah hubungan antara perikop-perikop Alkitab ini dengan teori evolusi. Evolusi organik secara umum dapat didefinisikan sebagai "asal usul spesies dari spesies yang sudah ada sebelumnya melalui proses penurunan dengan modifikasi". Ada empat pandangan utama tentang teori ini.

    Pertama, _evolusionisme_ yakin bahwa teori evolusi mempunyai penjelasan menyeluruh mengenai asal usul manusia dan membuang segala keterangan mengenai karya suatu Pencipta. Tentu saja seorang Kristen tidak mungkin menerima pandangan tersebut.

    Kedua, ada pandangan _kreationisme langsung_ yang percaya bahwa asal mula manusia adalah secara harfiah seperti yang digambarkan dalam Kejadian 2:7-8*. Adam diciptakan dari debu dan Hawa dari tulang rusuknya oleh perbuatan ilahi yang khusus. Bukti paleontologis tentang perkembangan dalam spesies dan hubungan manusia dengan proses ini tentu merupakan masalah untuk pandangan ini. Bukti itu dijelaskan berdasarkan berbagai alasan, misalnya "teori air bah" yang mengatakan bahwa banjir pada zaman Nuh menjelaskan adanya bahan fosil. Menurut "teori kesenjangan", Kejadian 1:2* berarti perbuatan penciptaan pertama diikuti oleh malapetaka global yang mengakibatkan kenyataan-kenyataan geologis yang dapat diamati sekarang, dan peristiwa ini pada gilirannya diikuti oleh perbuatan penciptaan kembali yang menghasilkan dunia sebagaimana dikenal sekarang.

    Ketiga, pandangan _kreationisme progresif_ menyatakan bahwa Kejadian 1:1-31* secara garis besar mencatat perbuatan-perbuatan kreatif Allah yang berturut-turut yakni dari penciptaan _ex nihilo_ (Kej 1:1) sampai pada munculnya manusia (Kej 1:27*), yang dilihat sebagai tahapan penciptaan ilahi baru. Teori ini mengakui adanya perkembangan evolusioner dalam spesies-spesies utama, tetapi menerangkan kesenjangan-kesenjangan di antaranya sebagai tindakan penciptaan yang berturut-turut. Tindakan itu mungkin tidak menurut urutan yang diutarakan dalam Kejadian 1:1-31*, yang memang berlainan dari yang disebutkan dalam Kejadian 21:1-31*.

    Keempat, _evolusi teistis_ menerima teori evolusi sebagai penjelasan umum tentang bagaimana Allah bekerja dalam menciptakan dunia dan membentuk kehidupan di dalamnya. Namun, mengenai munculnya manusia diajukan faktor lain lagi, yaitu tindakan ilahi di mana antropoid tertentu dipisahkan dan dikembangkan sampai tingkat kesadaran baru dan dalam hubungan dengan Allah. Dalam mengevaluasi pandangan-pandangan itu harus dipertimbangkan delapan pokok berikut.

    1. Seharusnya penciptaan dari "yang tidak ada" jangan dipersoalkan. Menurut pandangan ketiga dan keempat, bahkan untuk sebagian pandangan kedua juga, ada pola sebagai berikut:

      • tindakan penciptaan pertama dari yang tidak ada mengadakan bahan baku semesta alam;

      • proses yang dikendalikan oleh Allah, yang mungkin ditandai oleh lanjutan tindakan-tindakan kreatif primer, yang membentuk semesta alam yang kita kenal sekarang ini;

      • puncak proses ini yakni penciptaan manusia secara khusus, atau sebagai suatu produk baru atau dengan pembentukan kembali dari bentuk makhluk yang sudah dikembangkan.

    2. Kita sebaiknya menghindari pandangan yang kaku tentang hal ini. Penafsir-penafsir Alkitab yang terpercaya, cerdas dan beriman pernah mendukung pandangan kedua, ketiga dan keempat di atas. Hal ini mengharuskan adanya toleransi antara orang Kristen yang keyakinannya berbeda-beda. Para ahli ilmu pengetahuan juga tidak boleh bersifat dogmatis karena evolusi masih merupakan teori saja, yang mungkin akan diganti dengan teori yang lebih tepat pada suatu waktu.

    3. Manusia berbeda dari binatang lain karena sifatnya yang luar biasa. Daya rasional, kesadaran moral, pengutamaan keindahan, pemakaian bahasa, rasa takut akan punah dan persepsi spiritual, segalanya menunjang penegasan Alkitab bahwa manusia adalah unik dalam kerangka penciptaan. Beberapa ahli ilmu pengetahuan Kristen yang lebih muda percaya bahwa dasar ilmiah teori evolusi harus dipertanyakan dan bahwa pandangan kreationisme langsung bukan saja sesuai dengan Alkitab tetapi tidak perlu bertentangan dengan penyelidikan ilmiah paling teliti tentang asal manusia.

    4. Para pendukung teori evolusi teistis menunjukkan kemanusiaan Yesus Kristus sebagai faktor yang membantu pandangan mereka. Secara jasmani, Yesus tidak berbeda dari orang-orang sezaman-Nya. Ia mendapat bentuk fisik-Nya menurut proses normal keturunan dari generasi ke generasi (bnd. Mat 1:1-17; Luk 3:23-38*). Dengan begitu, keunikan-Nya tak akan tampak bagi ahli biologi abad pertama. Apakah ini situasi yang sama dengan situasi Adam dalam hubungannya dengan "nenek moyang-Nya" yang diduga berupa binatang antropoid? Memang patut dicatat bahwa sejumlah teori dan teknik ilmiah seperti astronomi Copernicus, operasi bidang kedokteran dan anestesi, pernah dinyatakan bertentangan dengan agama Alkitab, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Mungkin juga teori tentang asal usul tubuh Adam melalui proses evolusi, nanti akan masuk kelompok teori itu.

    5. Satu pokok persoalan ialah bahwa proses penciptaan pada titik-titik perkembangan tertentu nampaknya serampangan. Bayangkanlah seekor serangga yang merayap di Borobudur: apakah serangga itu dapat mengetahui tujuan keseluruhan candi itu? Seandainya pun serangga itu dapat mengerti susunan batu-batu dalam bangunan itu dan terbang memandangnya secara keseluruhan, apakah ia dapat menangkap tujuan gedung itu menurut pemahaman manusia? Demikian juga, kita mengakui adanya tujuan ilahi bagi semesta alam karena penyataan sang Pencipta, walaupun belum tentu kita memahami semuanya.

    6. Persoalan lain yang terkait adalah mengenai kepurbaan manusia. Persoalan ini timbul karena silsilah-silsilah yang terdapat dalam Kitab Kejadian, yang menunjukkan hubungan kekeluargaan Adam dengan Abraham dan bangsa Israel (Kej 5:1-32; 11:10-27*) dan menyebabkan Uskup Agung Ussher pada abad ke-17 menghitung waktu penciptaan pada tahun 4004 sM. Namun sebenarnya silsilah dalam Kitab Kejadian bukan laporan keturunan langsung dari ayah kepada anak. Silsilah tersebut merupakan hasil penyingkatan dari beberapa generasi, bahkan kadang-kadang mengacu pada dinasti dan bukan perorangan. Barangkali hal ini dapat menjelaskan umur panjang orang sebelum air bah.

      Jadi kapan Adam itu hidup? Jika bukti paleontologi dapat diterima secara umum, ia dapat ditempatkan pada bagian permulaan pada skala waktu genealogis ataupun mendekati bagian akhirnya.

      Kalau kita menempatkannya pada permulaan skala waktu, maka ini cocok dengan penegasan dalam Kisah 17:26* bahwa bangsa-bangsa diturunkan dari satu orang. Namun, untuk menyesuaikan ini dengan keseluruhan skala waktu, maka silsilah-silsilah dalam Kitab Kejadian harus dianggap meliputi 200.000 tahun. Hal ini bukan tidak mungkin. Akan tetapi ada hal lain yang mempersulit pula, yaitu gambaran tentang peradaban yang sudah maju dalam Kejadian 4:26*, yang menurut bukti-bukti di luar Alkitab harus ditempatkan sekitar 8.000 tahun atau paling tidak 16.000 tahun sM.

      Alternatifnya adalah pandangan bahwa Adam muncul agak kemudian pada skala waktu. Dengan demikian dihasilkan hubungan yang lebih baik antara skala waktu Alkitab dan skala waktu paleontologis, tetapi tidak menyelesaikan kesulitan adanya "manusia" lain yang hidup pada zaman yang sama dengan Adam. Salah satu penyelesaiannya adalah bahwa Adam mempunyai fungsi khusus sebagai wakil manusia dalam hubungan asli dengan Allah (bnd. tentang federalisme di bawah ini: ps 12.2.c) dan bahwa ia mewakili semua leluhurnya serta "manusia" lain yang hidup pada zaman itu. Yang kedua itu ditingkatkan bersama dengan dia kepada tingkat manusia benar. Ini cocok dengan kesan yang diberikan Kejadian 4:16* mengenai populasi bumi.

      Namun, "manusia" lain itu (hominid) mungkin juga punah begitu saja, seperti dikatakan kebanyakan ahli antropologi akhir-akhir ini. Dalam hal demikian, maka varietas bangsa-bangsa yang ada di dunia sekarang semua berasal dari satu keturunan, _homo sapiens _(Kis 17:26*).

      Pada lain pihak, bukti paleontologis secara keseluruhan dapat dipertanyakan, menurut beberapa ilmuwan. Kalau begitu, mungkin juga tidak ada ketegangan penting antara pandangan alkitabiah dan ilmiah.

    7. Banyak tergantung pada cara kita menafsirkan Kej 1:1-31-3:1-32. Apakah ini mitos agama? Ataukah gambaran sejarah yang terus terang, bahkan gambaran "ilmiah"? Suatu penafsiran "religius" (bahwa Kitab Kejadian mengajarkan kebenaran-kebenaran agama, bukan kebenaran-kebenaran sejarah) tentu mengurangi konflik dengan teori-teori evolusi yang umum diterima; pendekatan demikian diterima oleh cukup banyak orang Kristen, tetapi juga mempunyai kesulitan-kesulitan.

      Misalnya, pandangan ini tidak memberi tempat layak pada segi ruang dan waktu dalam Kejadian 1:1-3:24*, misalnya lokasi taman Eden yang cukup tepat (Kej 2:8-14*) dan hubungan sejarah antara Adam dengan Abraham dan Kristus (Kej 10:1-11; Luk 3:23-38; Kis 17:26*). Bentuk cerita dalam Kejadian 1:1-3:24 berkesinambungan dengan Kejadian 4:1-26*, demikian juga Kejadian 1:1-11:32 dan Kejadian 12:1-20*. Lagi pula Kejadian 1:1-2:25* menggambarkan dunia yang sempurna di mana penderitaan, kematian dan kejahatan kemudian masuk sebagai akibat ketidakpatuhan Adam.

      Dalam semuanya ini, kita harus mengingat sifat khusus dari peristiwa-peristiwa ini yang berada pada batasan antara dunia yang kita ketahui (yang penuh dosa) dan dunia sebelum masuknya dosa, yang tidak kita ketahui. Pengalaman kita secara tegas dibatasi oleh dosa dan kejatuhan dan peristiwa-peristiwa dalam Kejadian 1:1-2:25* berada di luar batasan itu. Jelaslah bahwa ada kesinambungan, karena Adam dan Hawa masih merupakan oknum-oknum yang sama sesudah kejatuhan mereka, namun janganlah kita terlalu cepat menentukan apa yang dimaksudkan atau yang tidak dimaksudkan oleh Kejadian 1:1-3:24*.

    8. Akhirnya, kita harus menjaga supaya perdebatan mengenai hal-hal ini tidak meniadakan pernyataan pokok Alkitab, yakni bahwa umat manusia adalah makhluk yang ditempatkan Allah di dunia kepunyaan-Nya, yang berhubungan secara unik dengan Dia serta bertanggung jawab secara khusus untuk menjaga tatanan ciptaan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    c. Gambar Allah

    Manusia dikatakan telah diciptakan "menurut gambar dan rupa" Allah (Kej 1:26*). Ungkapan itu diterapkan pada Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru (2Kor 4:4; Kol 1:15; bnd. Ibr 1:3*) dan dikatakan juga bahwa orang Kristen akan ikut memiliki gambar ilahi itu melalui hubungan mereka dengan Kristus (Rom 8:29; 1Kor 15:49; Kol 3:10*).

    Bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah membedakannya dari makhluk-makhluk lain. Dalam tradisi Kristen, "gambar" itu ditafsirkan sebagai ciri-ciri seperti pengetahuan, kesadaran moral, kesempurnaan moral asli dan kekekalan. Beberapa pakar ingin memberikan arti fisik kepada "gambar" itu (bnd. Kej 5:3*), namun kenyataan bahwa Allah adalah Roh melawan pandangan ini. Pakar yang lain mengartikannya sebagai "wakil" atau "simbol", sehingga manusia merupakan wakil Allah di dunia ini (sebagaimana patung dalam agama kafir berfungsi sebagai wakil dewa yang disembah oleh umatnya; atau gambar Presiden di kantor atau sekolah merupakan simbol kekuasaannya yang berlaku di tempat itu).

    Ada bermacam-macam pandangan mengenai bagaimana gambar itu dipengaruhi oleh kejatuhan. Irenaeus (130-200) membedakan antara "gambar" (Ibr. _tselem_), yang diartikannya sebagai akal manusia dan kebebasan moral, dan "rupa" (Ibr. _demut_) yang disamakan dengan kebenaran aslinya, dan dia mengajarkan bahwa hanya "rupa" itu yang hilang pada saat kejatuhan. Tafsiran ini diikuti terus sepanjang abad pertengahan di Eropa dan membantu menghasilkan pandangan yang pada dasarnya optimistis tentang sifat manusia tersebut. Sedangkan Luther menjelaskan bahwa Kejadian 1:26* adalah contoh kesejajaran dalam bahasa Ibrani, sehingga "gambar" dan "rupa" mempunyai arti yang sama. Oleh sebab itu, gambar Allah hilang sama sekali dan hanya dapat dipulihkan melalui kelahiran kembali oleh Roh Kudus.

    Namun Alkitab sebenarnya tidak berbicara tentang kehilangan total gambar Allah dan pada tempat-tempat tertentu memakai istilah itu untuk manusia yang sudah jatuh (bnd. Kej 9:6; 1Kor 11:7; Yak 3:9*). Oleh sebab itu, Calvin berbicara tentang "sisa" gambar Allah dalam manusia yang telah jatuh. Sisa itu tidak memberi dasar bagi pembenaran manusia, namun masih membedakannya dari binatang dan menerangkan bakat dan prestasi manusia bukan Kristen. Beberapa pakar Belanda seperti Kuyper (1837-1920) dan Bavinck (1854-1921) memakai istilah "anugerah umum" dengan maksud bahwa Allah dalam kemurahan-Nya menahan akibat yang paling buruk dari kejatuhan dan memungkinkan kehidupan sosial yang lumayan bagi manusia.

    Namun pandangan alkitabiah juga mencakup anugerah Allah melalui Yesus Kristus, karena melalui Dia gambar Allah akan pulih sepenuhnya dalam mereka yang percaya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    11.3 Manusia dalam hubungan dengan dirinya

    Alkitab membedakan beberapa segi dalam sifat manusia, misalnya:

    • roh (Ibr. _ruakh_, Yun. _pneuma_);
    • jiwa (Ibr. _nefesy_, Yun. _psukhe_);
    • tubuh (hanya dalam Perjanjian Baru, Yun. _soma_); dan
    • daging (Ibr. _basar_, Yun. _sarx_).

    Kata "hati" (Ibr. _lev_, Yun. _kardia_) biasanya mengacu pada manusia seluruhnya, yang dilihat dari pusat pengendalian dirinya, manusia secara hakiki. Ada tiga pokok persoalan teologis yang perlu dicatat.

    a. Dikotomi atau trikotomi?

    Telah terjadi perdebatan mengenai apakah manusia terdiri dari tubuh dan jiwa (dikotomi) atau tubuh, jiwa dan roh (trikotomi).

    Para pendukung dikotomi menunjukkan pemakaian istilah jiwa dan roh secara berganti-ganti dalam Alkitab (bnd. Mat 6:25; 10:28; Luk 1:46* dengan Pengkh 12:7; 1Kor 5:3-5*). Kematian dilukiskan sebagai "menghembuskan nafas terakhir" (Kej 35:18*) dan "menyerahkan nyawa" (Mazm 31:6; Luk 23:46). Orang mati disebut "roh" (Ibr 12:23*) dan juga "jiwa" (Wahy 6:9*).

    Pendukung trikotomi terutama mengacu pada Ibrani 4:12* dan 1Tesalonika 5:23*, namun kedua ayat itu tidak dapat menentukannya dengan pasti. Dalam Ibrani 4:12* diterjemahkan "jiwa dan roh", tetapi mungkin sekali artinya firman Allah menyoroti manusia dari segi mana pun (bnd. Ibr 4:13*), bukan bahwa ada pemisahan antara jiwa dan roh. 1Tesalonika 5:23* menegaskan kuasa Allah untuk menguduskan manusia seutuhnya.

    Beberapa pihak, termasuk John Wesley, mengatakan bahwa manusia adalah dikotomi sebelum lahir kembali dan sesudahnya menjadi trikotomi, namun patut diragukan apakah kelahiran kembali itu memberi unsur tambahan kepada pribadi orang. Sikap ini dapat mendorong pandangan bahwa "unsur ketiga" pada orang percaya adalah Allah yang merupakan Roh Kudus itu sendiri. Secara teologis pandangan ini berbahaya karena membuka pintu pada pendapat yang hampir bersifat menghujat bahwa manusia "memiliki Allah" sebagai bagian dari dirinya. Secara pastoral pandangan ini berbahaya karena berdasarkannya orang dapat menyatakan bahwa keinginan rohnya adalah pancaran dari Roh Allah dan dengan demikian mengesampingkan koreksi dari Alkitab dan gereja.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    b. Kesatuan pribadi manusia

    Kini persoalan dikotomi/trikotomi sebagian besar sudah digeser dengan menekankan keterpaduan pribadi manusia. Menurut Alkitab, manusia tidak terdiri dari beberapa bagian yang digabung, apakah dua bagian atau tiga, melainkan merupakan kesatuan psikosomatis. Istilah yang digunakan Alkitab -- "tubuh", "jiwa", "roh", "hati", "akal budi" dan sebagainya -- kesemuanya hanya merupakan cara yang berbeda-beda untuk melihat pribadi yang satu itu. Penting sekali bahwa kata-kata yang diterjemahkan sebagai "jiwa" (Ibr. _nefesy_, Yun. _psukhe_) di tempat-tempat tertentu (1Raj 17:22; Luk 16:22*) disebut terlepas dari tubuh, namun pada umumnya yang dimaksud adalah pribadi manusia seutuhnya (Yos 10:28*; 1Raj 19:14; Mat 6:26; Kis 27:37*).

    Keterpaduan alkitabiah ini kelihatan jelas sekali bila dibandingkan dengan pemikiran filsafat Yunani. Plato melihat manusia terdiri dari dua bagian yang dapat dipisahkan yakni tubuh dan jiwa; pada saat meninggal jiwa dibebaskan, api ilahi dalam manusia meninggalkan kehidupan dalam perangkap gelap tubuh manusia untuk kehidupan di dunia nyata yang melampaui peleburan fisik. Bertentangan dengan hal itu, pandangan Alkitab tentang hidup sesudah kematian adalah kebangkitan tubuh. Manusia hanya dapat masuk dalam kehidupan sebenarnya jika ia mempunyai tubuh.

    Namun dua hal perlu dikemukakan di sini. Pertama, meskipun kehidupan manusia yang sesungguhnya adalah bertubuh, namun ini tidak berarti bahwa tubuh itu mutlak perlu untuk pengungkapan dirinya yang hakiki. Perjanjian Baru dan khususnya Yesus melihat kemungkinan manusia terlepas dari tubuhnya (Mat 10:28; Luk 19:19-31; 23:43*). Ini mempunyai dampak yang penting bagi keadaan sementara orang Kristen antara kematian fisiknya dan kedatangan Kristus kembali saat Ia menerima tubuh kebangkitan (bnd. di bawah: ps 34.2). Akan tetapi keadaan tak bertubuh ini bukan keadaan yang ideal (2Kor 5:1-10*). Tujuan selengkapnya dan sesungguhnya bagi orang percaya tercapai pada kembalinya Kristus "yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang mulia" (Fili 3:21*).

    Kedua, tujuan akhir manusia ini terletak dalam hubungannya dengan Allah pada tingkat rohani dan akhlak. Kendatipun hubungan ini mempunyai dampak pada setiap tingkat kehidupan manusia, termasuk tingkat lahiriah dan sosial, dan juga mengandung janji akan pembaruan akhir seluruh keberadaan manusia, namun dimensi-dimensi ini bukanlah hal yang pokok dari hubungan ini. Demikianlah kelahiran kembali tidak mempunyai dampak langsung bagi tubuh manusia sekarang (bnd. 2Kor 12:7; 2Tim 4:20* dsb.) ataupun bagi status sosial atau politik (1Kor 7:17-24*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    11.4 Manusia dalam hubungan dengan sesamanya

    a. Makhluk sosial

    Sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa, Allah menyatakan bahwa keadaan Adam yang seorang diri itu "tidak baik" (Kej 2:18*). Hawa diberikan kepada Adam sebagai manusia pelengkap dan mitra. Jadi dari permulaan "manusia diciptakan sebagai makhluk sosial" (Calvin). Mungkin ini mencerminkan sifat Allah sendiri sebagai Tritunggal. Pandangan ini terdapat dalam seluruh Alkitab. Kisah Alkitab berkisar pada satu bangsa (Israel) dan satu persekutuan (gereja). Meskipun dimensi individual penting sekali, namun aspek sosial manusia dipertahankan dan mencapai puncaknya di kota kudus, Yerusalem baru, pada saat kembalinya Kristus (Wahy 21:1-27*). Pertanyaan Kain, "Apakah aku penjaga adikku?" (Kej 4:9*), harus dijawab "ya". Manusia tidak sendiri dan memang tidak dimaksudkan untuk hidup secara tersendiri. Setiap orang dijadikan dengan dan untuk sesamanya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    b. Laki-laki dan perempuan

    Di samping membenarkan sifat hidup manusia sebagai hidup berkelompok di bawah Allah, hubungan Adam dan Hawa mengungkapkan perbedaan kelamin yang diciptakan Allah. Alkitab mengatakan dua hal yang saling mengisi mengenai hal ini.

    Laki-laki dan perempuan sederajat dalam nilai dan status Hawa adalah "tulang dari tulangku dan daging dari dagingku" bagi Adam (Kej 2:23*). Persamaan ini bukan hanya secara biologis, karena Hawa oleh Penciptanya dikatakan "penolong . . . yang sepadan dengan dia" (Kej 2:18*), yang mempunyai makna "sama dan cukup". Perempuan itu tidak lebih rendah ataupun lebih tinggi daripada laki-laki. Dia bukan budak laki-laki atau bawahannya, tetapi dengan tulus hati berdiri di sampingnya menghadap Allah. Martabatnya paling jelas kelihatan dalam kitab-kitab Injil. Yesus menghargai wanita dengan cara yang sama seperti pria, salah satu segi yang mencolok dan revolusioner dari pelayanan-Nya (Luk 7:36-50; Yoh 4:1-30; 8:11; 12:1-8*). Dan pernyataan yang paling jelas mengenai persaaman ini terdapat dalam Galatia 3:28*, "dalam Kristus tidak ada laki-laki atau perempuan".

    Fungsi laki-laki dan perempuan berbeda tetapi saling melengkapi Persamaan status diwujudnyatakan dalam peranan yang saling melengkapi. Ini pada dasarnya dinyatakan dalam peranan laki-laki dan perempuan yang berbeda, walaupun saling melengkapi, dalam memimpin keluarga (Kej 3:16; 1Kor 11:3-16; Ef 5:21-33; 1Pet 3:1-7*) serta melahirkan anak (Kej 3:16*). Kepemimpinan itu tidak mengorbankan persamaan yang hakiki walaupun dari penyalahgunaannya sering mengakibatkan eksploitasi wanita. Dengan menghubungkan kasih yang saling melengkapi dari suami istri dengan kasih Kristus dan gereja (Ef 5:23*), Paulus mengangkat seluruh hubungan laki-laki dan perempuan di dalam Kristus ke tingkat yang mempesona. Hubungan suami istri Kristen yang teratur baik, walaupun secara samar-samar, menggambarkan perjanjian kekal antara Allah dan umat-Nya. Tidak ada hubungan antara manusia yang lebih luhur daripada hubungan ini.

    Ada yang menegaskan bahwa hubungan laki-laki dan perempuan merupakan patokan bagi kehidupan manusia, artinya manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Di sinilah terdapat kebenaran yang mendalam (bnd. Kej 2:20-25*) dengan dampak yang penting bagi pemenuhan peranan sosial maupun bagi kelayakan perkawinan heteroseksual. Namun, kita tidak boleh menarik kesimpulan bahwa orang yang tidak menikah tidak termasuk umat manusia sejati, karena justru Yesus -- orang yang normatif -- tidak menikah, dan Perjanjian Baru sama sekali tidak menganjurkan pernikahan sebagai hal yang hakiki untuk pemenuhan kehidupan Kristen.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    11.5 Manusia dalam hubungan dengan alam

    Untuk membahas pokok ini kita perlu memperhatikan Kejadian 1:29* dan Kejadian 2:19*, juga perjanjian Allah dengan Nuh sesudah kejatuhan (Kej 9:2*).Kendatipun kita mungkin tidak sanggup menyebut burung-burung itu sebagai "saudara-saudara" seperti Fransiskus dari Assisi, namun lingkungan adalah ciptaan Allah dan oleh sebab itu patut dihormati. Memang lingkungan itu berada terlepas dari Allah dan Alkitab mengesampingkan pemujaan alam (Kel 20:4; 2Raj 23:5*) maupun pengaguman yang menjurus pada pendewaan alam dalam beberapa bentuk roman-tisisme.

    Hubungan manusia dengan dunia sesuai dengan kehendak Allah dapat diungkapkan dengan dua kata. Yang pertama adalah _kuasa_. Manusia ditempatkan di atas bentuk-bentuk kehidupan lain (Kej 1:28; 9:2-3*; Ibr 2:8*). Manusia merupakan puncak penciptaan dan melekat dengan rencana seluruh alam semesta, suatu keyakinan yang tidak berkurang karena semesta alam itu begitu luas (gagasan itu tidak baru, lihat Kej 15:5; Ayub 22:12*). Tetapi kekuasaan manusia diimbangi dengan _penatalayanan_. Allah tetap merupakan pemilik segala-galanya (1Taw 29:11; Mazm 24:1*); oleh sebab itu boleh dikatakan pemilikan oleh manusia berupa kontrak sewa bukanlah pemilikan mutlak. Pada suatu hari kita harus memberikan pertanggungjawaban kita kepada-Nya, yakni bagaimana kita menggunakan pemberian-Nya (Mat 25:26-27; Luk 12:24*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    11.6 Manusia dalam hubungan dengan waktu

    Dunia tempat manusia hidup, berkuasa dan mengadakan penatalayanan adalah dunia waktu dan ruang. Manusia diberi waktu oleh Allah supaya dia mengisinya secara bertanggung jawab dan menikmati persekutuan dengan Pencipta (Kej 3:8*). Ada perdebatan tentang apakah waktu yang diberikan kepada Adam terbatas atau tidak. Apakah manusia pada hakikatnya kekal dan menjadi tidak kekal hanya sebagai akibat dari dosa? Ataukah umur manusia yang terbatas memang sudah direncanakan oleh Allah?

    Alkitab secara nyata menghubungkan kematian dengan dosa (Kej 2:17*; Kej 3:19; Rom 5:12* dst.). "Jika Adam tidak berbuat dosa, ia tentu masih hidup secara badani dan membutuhkan makanan, minuman dan istirahat. Hidupnya akan bertumbuh, bertambah dan berkembang sampai Tuhan mengangkatnya ke dalam kehidupan dalam roh. Di sana ia hidup tanpa sifat kebinatangan yang alami, kalau boleh saya katakan demikian . . . Namun, ia tetap orang bertubuh dan bukan roh yang murni seperti para malaikat" (Luther).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Manusia diciptakan oleh Allah:
    Kejadian 1:26; 2:7,21-23; 5:1; Ayub 33:4; Mazmur 139:13-14*;
    Matius 19:4; Markus 10:6; Roma 1:25; Yakobus 3:9*.

    Manusia sebagai gambar Allah:
    Kejadian 1:26; 5:3; 9:5-6*;
    1Korintus 11:7; 15:49; 2Korintus 4:4; Kolose 3:10*.

    Sifat manusia:
    Pengkhotbah 7:29; 12:7*;
    Matius 10:28; 22:37; Markus 8:35-36; 16:19-31; 23:43;
    1Korintus 2:14; 5:5; 15:35-37; 2Korintus 5:1-10; Filipi 3:20-21*;
    1Tesalonika 5:23; Ibrani 4:12*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Uraikan relevansi pandangan Kristen tentang manusia mengingat

      1. ancaman terhadap kelangsungan hidupnya pada masa modern dan
      2. kekacauan masa kini di bidang antropologi.
    2. Dapatkah penjelasan secara alkitabiah dan penjelasan ilmiah tentang asal usul manusia disesuaikan? Bagaimana penilaian Anda terhadap kekuatan dan kelemahan dari berbagai penyelesaian yang dikemukakan?

    3. Apa penafsiran Anda mengenai ungkapan "gambar Allah"? Selidikilah dampak-dampaknya bagi

      1. penginjilan Kristen,
      2. kehidupan Kristen, dan
      3. pengharapan Kristen.
    4. Menurut pandangan Anda, apakah manusia itu terdiri dari dua bagian, tiga bagian atau berbentuk lain lagi? Tunjukkanlah dasar alkitabiah bagi pendapat Anda.

    5. "Manusia adalah manusia dalam masyarakat." Sebutkanlah ajaran Alkitab yang berhubungan dengan pernyataan ini dan selidikilah dampak-dampaknya bagi

      1. masyarakat dan
      2. perkawinan serta keluarga.


    Mengenali Kebenaran -- Bab 11. Watak Manusia [Indeks]

    Kepustakaan (11)

    Berkouwer, G. C.
    1962 _Man: the Image of God_ (Eerdmans).
    Boston, T.
    1964 _Human Nature in its Fourfold State_ (Banner of Truth).
    Cairns, D.
    1973 _The Image of God in Man_ (Fontana).
    Davidheiser, B.
    1969 _Evolution and the Christian Faith_ (Presbyterian & Reformed).
    Houston, J. M.
    1979 _I Believe in God the Creator_ (Hodder).
    Kidner, D.
    1967 _Genesis_ (Tyndale Press).
    Machen, J. G.
    1965 _The Christian View of Man_ (Banner of Truth).
    MacKay, D. M.
    1973 _Science and Christian Faith Today_ (Falcon).
    Orr, J.
    1948 _God`s Image in Man_ (Eerdmans).
    Pearce, E. K. V.
    1976 _Who was Adam?_ (Paternoster).
    Ramm, B.
    1955 _The Christian View of Science and Scripture_ (Paternoster).
    Schaeffer, F. A.
    1972a _Genesis in Space and Time_ (Hodder).
    1972b _Back to Freedom and Dignity_ (Hodder).
    Whitcomb, J. C. & Morris, H. M.
    1961 _The Genesis Flood_ (Evangelical Press).



    Indeks Bab 12: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.C 01009]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 12 Manusia Berdosa ....................................01136

    Ps 12.1 Kejatuhan Manusia ............................ 01136

    Ps 12.2 Sifat Serta Jangkauan Dosa ................... 01137

    Sb 12.2.a Sifat Dosa ................................ 01137

    12.2.b Jangkauan Dosa ............................ 01138

    12.2.c Penyebaran Dosa: Dosa Warisan ............. 01139

    Ps 12.3 Pengaruh dosa ................................ 01140

    Sb 12.3.a Dalam Hubungan dengan Allah ............... 01140

    12.3.b Dalam Hubungan dengan Sesama .............. 01141

    12.3.c Dalam Hubungan dengan Dirinya ............. 01142

    12.3.d Dalam Hubungan dengan Alam Semesta ........ 01142

    12.3.e Dalam Hubungan dengan Waktu ............... 01143

    Ps 12.4 Soal-soal Lain ............................... 01144

    Sb 12.4.a Dosa yang Tak Terampuni ................... 01144

    12.4.b Kebebasan Manusia ......................... 01145

    Ps 12.5 Perdebatan Akhir-akhir Ini ................... 01146

    Sb 12.5.a Marxisme .................................. 01146

    12.5.b Eksistensialisme .......................... 01147

    Ps 12.6 Ringkasan .................................... 01148

    Bahan Alkitab .............................................. 01149

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01150

    Kepustakaan ................................................ 01151



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    12. MANUSIA BERDOSA

    Pasal 11 di atas memberi gambaran mengenai apa yang mungkin terjadi seandainya Adam tetap setia. Tetapi kenyataannya ia jatuh, jadi kita harus menilik umat manusia dalam dosa.

    12.1 Kejatuhan manusia

    Kejadian 3:1-7* mengisahkan tentang dosa pertama umat manusia, dan ada juga banyak lagi bahan Alkitab yang mengacu pada kejatuhan manusia ini (lihat akhir pasal ini). Lagi pula, terlepas dari acuan-acuan eksplisit itu, kejatuhan merupakan bagian integral dari seluruh berita Alkitab. Ada berapa tafsiran kisah kejatuhan yang perlu kita pertimbangkan.

    Pertama,_ pandangan harfiah _melihat kisah dalam Kitab Kejadian sebagai tulisan sejarah. Inilah pandangan yang diterima secara umum di gereja selama berabad-abad dan masih terus dibela oleh banyak pendukung. Namun akhir-akhir ini timbullah pendapat-pendapat yang lain.

    Kedua, _pandangan mitologis _menolak adanya sedikit pun unsur sejarah. Pandangan ini menganggap cerita dalam Kitab Kejadian sebagai suatu gambaran religius yang menyampaikan kebenaran-kebenaran penting tentang manusia dan kondisi moralnya. Dengan demikian cerita Kejadian bukan mengenai asal dosa melainkan mengenai hakikatnya. Memang ada unsur kebenaran dalam pandangan ini dan dalam Roma 1:1-32* Paulus sedikit banyak menggunakannya ketika ia menggambarkan dosa dan pemberontakan di dunia bukan Yahudi pada zamannya. Namun pandangan ini bukanlah arti utama dari Kejadian 3:1-24* karena menolak adanya unsur sejarah dan ini jelas tidak sejalan dengan penulis-penulis Alkitab kemudian.

    Ketiga, _pandangan "historis" _menegaskan bahwa -- walaupun Kej 2:1-3:24*: tidak selalu dapat ditafsirkan secara harfiah -- namun jelas peristiwa-peristiwa diceritakan di dalamnya yang dibatasi oleh waktu dan ruang. Alkitab berbicara tentang kejatuhan sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi (Rom 5:12-13*), memberi lokasi taman Eden secara cukup jelas (Kej 2:10-14*) dan menempatkan Adam pada garis sejarah yang berlanjut sampai pada Abraham dan Israel (Kej 4:1; 5:4; Kej 11:27; Luk 3:38*). Jadi kejatuhan merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi dalam sejarah moral umat manusia.

    Untuk menafsirkan perikop yang sangat penting ini dengan tepat, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan.

    1. Ada kesulitan dalam memakai bahasa sehari-hari kita dengan keadaan sebelum kejatuhan, karena _semua bahasa dibentuk oleh pengalaman sejak kejatuhan_. Begitu pula, tentang waktu pengaruh-pengaruh kejatuhan itu ditiadakan oleh kedatangan kembali Kristus, Alkitab sekali lagi menggunakan semacam simbolisme untuk menggambarkan situasi masa mendatang (Wahy 21:1-22:21*).

    2. Berkouwer mengemukakan bahwa kejatuhan tidak mungkin dipahami sepenuhnya kalau kita tidak mengakui keterlibatan pribadi kita dalam peristiwa menyedihkan itu. Sekalipun prinsip ini tidak perlu menghambat segala pembahasan tentang sifat kejatuhan, namun sebaiknya kita hindari pendekatan yang terlalu teoretis.

    3. Para evolusionis sering menolak gagasan tentang dosa dan argumen-argumen Kristen lain yang terkait. Akan tetapi orang percaya sekurang-kurangnya dapat melihat bahwa sekali kegagalan moral manusia diakui (dan bukti empiris bagi kegagalan itu cukup besar!) maka kecenderungan dalam manusia itu harus ada titik pangkal dalam waktu. Telah terjadi suatu tindakan pemberontakan pertama yang melawan norma-norma moral yang diketahui, dalam hal ini kehendak Allah. Oleh sebab itu asal dosa dapat ditempatkan dalam waktu dan dihubungkan dengan keseluruhan rangkaian peristiwa manusia.

    4. Dalam Roma 5:12 (bnd. 1Kor 15:22*), Paulus menggunakan kejatuhan sebagai tema pengiring penjelasan rinci mengenai karya penyelamatan Kristus. Pengaruh "satu" (yaitu "yang pertama") dosa Adam (Rom 5:16,18*) ditiadakan oleh "satu perbuatan kebenaran" (Rom 5:18*) Kristus dengan kematian-Nya bagi orang berdosa (bnd. Rom 3:25; 4:25; 5:8*). Tidak mungkin mempertahankan analogi antara perbuatan Adam dan perbuatan Kristus jika kejatuhan tidak diterima sebagai peristiwa dalam waktu dan ruang.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    12.2 Sifat serta jangkauan dosa

    a. Sifat dosa

    Alkitab menggunakan beraneka macam istilah untuk dosa. Hal ini tidak mengherankan karena tema utama Alkitab adalah pemberontakan manusia terhadap Allah dan jawaban-Nya yang penuh anugerah. Istilah-istilah alkitabiah serta berbagai corak artinya dapat dicari dalam ensiklopedi Alkitab. Di sini kita cukup mencatat kata-kata utama dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diterjemahkan sebagai "dosa".

    Istilah paling lazim dalam Perjanjian Lama adalah _khattat_ (misalnya Kel 32:30) serta istilah seasal _khet_ (Mazm 51:11*). Kata ini muncul ratusan kali dalam Perjanjian Lama dan mengungkapkan tentang pikiran yang tidak mengenai sasaran atau membuat salah. _Pesya _(Ams 28:13*) mempunyai arti pemberontakan aktif, dosa atau pelanggaran terhadap kehendak Allah. _Syaga _(Im 4:12*) mengungkapkan tentang pikiran yang memilih jalan sesat. _Awon _(1Raj 17:18*) berkaitan dengan bentuk yang berarti memutar, dan mengacu pada rasa bersalah yang dihasilkan dosa.

    Kata utama untuk dosa dalam Perjanjian Baru _hamartia _(Mat 1:21*). Kata ini juga mempunyai makna tidak kena sasaran dan meliputi gagasan kegagalan, salah dan perbuatan jahat. _Adikia_ (1Kor 6:8*) berarti ketidakjujuran atau ketidakadilan. _Parabasis _(Rom 4:15*) mengenai pelanggaran hukum. _Anomia_ (1Yoh 3:4*) juga berarti tidak mempunyai hukum. _Asebeia_ (Tit 2:12*) mengandung arti kuat mengenai tidak mengenal Allah, sedangkan _ptaio_ lebih berarti tergelincir secara moral (Yak 2:10*).

    Aspek yang paling khas dari dosa adalah bahwa dosa bertujuan melawan Allah (bnd. Mazm 51:6; Rom 8:7; Yak 4:4*). Setiap usaha untuk mengurangi ini, misalnya dengan mengartikan dosa sebagai sifat mementingkan diri, sangat meremehkan kegawatannya. Ungkapan dosa yang paling jelas ialah saran Iblis bahwa manusia dapat merampas tempat penciptanya, "kamu akan menjadi seperti Allah ..." (Kej 3:5*). Dalam peristiwa kejatuhan, manusia berusaha meraih persamaan dengan Allah (bnd. Fili 2:6*), mencoba memberlakukan kemerdekaan dari Allah serta mempertanyakan integritas sang Pencipta dan pemeliharaan-Nya dalam kasih. Dengan sikap menghujat ia menahan dirinya dari ibadah dan kasih yang memuja, yang merupakan tanggapan manusia yang wajar terhadap Allah. Ia memberi penghormatan kepada musuh Allah dan juga memperhatikan ambisi-ambisinya sendiri.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    b. Jangkauan dosa

    Dosa itu _universal_. "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak" (Rom 3:10; bnd. Rom 3:1-10,23; Mazm 14:1*). Hanya Yesus Kristus yang hidup sebagai orang "tidak berdosa" (Ibr 4:15*). Penilaian alkitabiah ini cukup banyak dibenarkan oleh antropologi sosial dan pengalaman umum.

    Dosa itu menyeluruh bukan hanya secara geografis, tetapi mempengaruhi setiap manusia secara keseluruhan:

    • kehendak (Yoh 8:34; Rom 7:14-24; Ef 2:1-3; 2Pet 2:19*);
    • pikiran dan pengertian (Kej 6:5; 1Kor 1:2; Ef 4:17*);
    • perasaan (Rom 1:24-27; 1Tim 6:10; 2Tim 3:4*); dan
    • ucapan dan perilaku (Mr 7:21-22; Gal 5:19-21; Yak 3:5-9*).

    Keadaan ini menurut tradisi disebut "kerusakan total" (_total depravity_). Ini tidak berarti bahwa taraf kejahatan setiap manusia sudah maksimal, yang akan membuatnya setaraf dengan setan, tetapi bahwa tak satu pun dari segi watak yang luput dari pengaruh dosa. Tidak ada satu segi dari kepribadian manusia yang dapat dikemukakan untuk menyatakan diri benar.

    Kenyataan bahwa orang sewaktu-waktu berpikir, berbicara atau bertindak dengan cara yang relatif "baik" (Luk 11:13; Rom 2:14-15*) tidak membantah kerusakan total, karena "baik" ini bukanlah kebajikan sepenuhnya sepanjang hidup yang memungkinkan kita menghadap kepada Tuhan. Tidak ada "suaka alam" di dalam pribadi manusia, tempat "keadaan asli" manusia tetap terpelihara. Kita jatuh secara total dan sebab itu memerlukan penebusan secara total.

    Alkitab juga mengajarkan mengenai kerusakan total dengan mengatakan bahwa dosa telah mempengaruhi inti manusia. Hati (Ibr. _lev_) adalah hakikat seseorang, yang telah disesatkan oleh dosa. Kita ingat pernyataan Yesus, "dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan...Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang" (Mr 7:21-23; bnd. Kej 6:5; Yer 17:9*; Rom 3:10-18; 7:23*).

    Justru karena "kerusakan total" dalam arti alkitabiah ini, manusia tidak dapat menyelamatkan diri sendiri. Kerusakan total berarti "ketidak mampuan total".



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    c. Penyebaran dosa: dosa warisan

    Hubungan antara ketidaktaatan Adam dan dosa manusia selanjutnya adalah persoalan dosa warisan. Alkitab mengajarkan bahwa dosa Adam melibatkan seluruh umat manusia. Dalam Roma 5:12* Paulus menegaskan bahwa melalui ketidaktaatan Adam, dosa dan kematian menjadi kenyataan bagi semua orang "karena semua orang telah berbuat dosa" artinya karena mereka semua berdosa di dalam dosa Adam (Rom 5:14-19*; 1Kor 15:22*). Ada dua penjelasan tradisional mengenai hal ini.

    _Realisme _menafsirkan kata-kata Paulus dalam Roma 5:12* secara harfiah. "Semua orang telah berbuat dosa dalam Adam" berarti bahwa semua hadir dan terlibat ketika Adam berbuat dosa. Sifat manusia umum yang universal, yang meliputi sifat pribadi semua orang, dengan satu atau lain cara hadir "dalam Adam" sehingga ketika ia berbuat dosa setiap orang berdosa dengan dia (bnd. Rom 7:4-10*; Lewi ada "dalam tubuh" bapa leluhurnya, Abraham). Tafsiran ini adalah usaha menghindari kesewenangan dalam penafsiran dosa warisan. Namun, terlepas dari kesulitan dalam mengerti apa yang dimaksud dengan gagasan sifat manusia umum, maka kita masih diperhadapkan dengan kesulitan yang disebabkan oleh dampaknya bagi kemanusiaan Kristus. Jika kemanusiaan Kristus bukan bagian dari umat manusia secara umum dan universal di dalam Adam, maka kesatuannya yang hakiki dengan manusia terancam. Sebaliknya kalau Ia termasuk di dalamnya, itu berarti bahwa Ia juga turut dalam kejatuhan.

    _Federalisme _mengingat perbandingan yang diadakan antara Adam dengan Kristus (Rom 5:12-19; 1Kor 15:22,45-49*), dan menerangkan bahwa solidaritas universal kita dengan Adam adalah sejenis dengan solidaritas Kristus dengan mereka yang Ia tebus, yaitu sebagai wakil, atau kepala federal. Zaman sekarang istilah federal biasanya berarti suatu sistem politik tertentu. Secara teologis istilah ini, yang artinya diturunkan dari kata Latin _foedus_ `perjanjian`, berarti "sesuai perjanjian". Perjanjian Allah dengan Adam, yang sering disebut "perjanjian perbuatan", dilanggar oleh Adam dengan dosanya dan membawa akibat yang mengerikan bagi mereka yang ia wakili atau kepalai. Dalam Kristus, perjanjian ini diperbarui dan di bawahnya kebajikan-Nya yang sempurna menjadi jalan berkat dan penyelamatan bagi mereka yang Ia wakili atau kepalai (Kej 2:15-17; Yer 31:31; Rom 3:21-31; 5:12-12; 1Kor 11:25*). Prinsip yang berlaku dalam kedua hal itu sama:

    • oleh persatuan dengan Adam sebagai kepala perwakilan manusia, kita menjadi orang berdosa; dan
    • oleh persatuan dengan Kristus melalui iman, kita menjadi benar.

    Prinsip ini jangan dianggap sewenang-wenang, seolah-olah manusia dihukum untuk dosa yang tidak diperbuatnya. Allah yang adil menyatakan seluruh dunia bersalah di hadapan-Nya (Rom 3:19*) dan hal itu cukup nyata dalam dosa-dosa yang diperbuat baik oleh orang Yahudi maupun oleh yang bukan Yahudi (Rom 1:18-3:8*). Tentu ada kaitan dengan dosa warisan "dalam Adam" (Rom 5:12*), namun Alkitab umumnya mengaitkan penghakiman terakhir manusia dengan perbuatan-perbuatannya yang tidak memenuhi syarat Allah dan bukan terutama dengan persatuannya dengan Adam (misalnya Mat 7:21-27; 13:41; 25:31-46; Luk 3:9; Rom 2:5-10*; Wahy 20:11-14*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    12.3 Pengaruh dosa

    Kejatuhan ke dalam dosa mempunyai pengaruh luas sekali bagi masing-masing bagian manusia yang diuraikan dalam pasal terdahulu.

    a. Dalam hubungan dengan Allah

    Inilah inti dari segala dampak dosa yang diuraikan secara rinci di bawah. Dalam hubungannya dengan Allah, dosa berarti beberapa hal.

    Pertama, _kita tidak layak untuk menghadap kepada Allah._ Pengusiran Adam dari Taman Eden adalah ungkapan secara geografis dari pemisahan spiritual manusia dari Allah, serta ketidaklayakan untuk menghadap Dia dan menikmati keakraban dengan Dia (Kej 3:23*). Tempat kehadiran-Nya menjadi tempat yang menakutkan; pedang yang bernyala-nyala yang menutup jalan kembali ke Eden melambangkan kebenaran mengerikan bahwa dalam dosanya, manusia menghadapi pertentangan dan perlawanan Allah, yaitu murka Allah yang kudus (Kej 3:24; Mat 3:7; Rom 1:18; 1Tes 1:10*). Dibandingkan dengan murka Allah, semua ketakutan dan kekuatiran manusia hanya seperti mimpi buruk saja; segala kebutuhan yang lain, betapa pentingnya atau besarnya pun memudar sampai terasa tidak penting lagi.

    Kedua, _kita tidak sanggup melakukan kehendak Allah._ Walaupun Allah memanggil dan memerintah manusia dan menawarkan kepada kita jalan kehidupan dan kebebasan, kita tidak sanggup lagi menjawab panggilan-Nya sepenuhnya. Manusia tidak bebas lagi untuk menyesuaikan diri dengan rencana Allah dan telah menjadi budak dosa (Yoh 8:34*; Rom 7:21-22*).

    Ketiga, _kita tidak benar di hadapan Allah._ Kegagalan untuk mematuhi kehendak atau hukum Allah mempunyai dampak lanjut yang serius bahwa manusia sudah di bawah kutukan hukum, rasa bersalah dan penghukuman yang makin bertambah bagi pelanggar hukum (Ula 27:26,28; Rom 3:19; 5:16; Gal 3:10*).

    Keempat, _kita tidak peka lagi terhadap firman Allah._ Allah berbicara melalui ciptaan, melalui hukum moral, melalui bangsa Israel dalam Perjanjian Lama dan gereja dalam Perjanjian Baru, dan di atas segala-galanya melalui Firman-Nya baik yang menjelma maupun yang tertulis. Dalam keadaan berdosa manusia hanya mendengar secukupnya sehingga tidak beralasan untuk tidak percaya, namun tidak cukup untuk benar-benar mengerti jalan dan kehendak Allah. Pada akhirnya, dosa membawa manusia pada keadaan tidak mengenal Allah dan tidak sanggup mengerti hal-hal mengenai Roh.

    Pengaruh-pengaruh dosa ini nyata dalam _keangkuhan _manusia. Manusia menentang pemerintahan Allah dan menentukan diri sebagai penguasa, membuat diri sebagai patokan realitas, dan akal serta pengalaman adalah patokan kebenaran. Manusia menyatakan kekuasaan atas dunia dan memikul tanggung jawab atas masa depan ras. Keangkuhan yang paling parah berbentuk perasaan seperti raksasa yang serba bisa, yang membuat manusia seperti di Babel memanjat ke arah surga dengan maksud merendahkan Allah (bnd. Kej 11:1-9; 2Tes 2:4*).

    Dalam lingkungan keagamaan, keangkuhan ini diungkapkan sebagai _pembenaran diri_. Manusia menentukan norma-norma bagi dirinya dan membenarkan diri menurut norma-norma tersebut. Ia mencari-cari alasan bagi dosa dan merasa yakin di hadapan Allah karena prestasi-prestasi moral dan religiusnya.

    Namun manusia tidak luput dari Allah. Hubungan yang terputus nyata sebagai ketakutan kepada Allah; bukan sikap rendah hati dari orang yang beriman (bnd. Ul 10:12*) tetapi sikap ketakutan seorang buronan yang lari dari Allah yang tidak ditaatinya. Rasa takut ini dapat mendorong orang untuk mencari ilah pengganti yang tidak menyingkapkan kesalahannya. Ada yang menolak eksistensi Allah secara teori (ateisme), ada lagi yang menganut suatu paham alternatif seperti Marxisme dan melibatkan diri dalam aktivitas yang tak ada henti-hentinya. Tetapi sebenarnya semua itu hanya untuk bersembunyi dari Allah (seperti Adam dan Hawa di Eden) dan menghindari keseraman apabila harus berdiri di hadapan Allah dengan kesalahannya terpampang di depannya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    b. Dalam hubungan dengan sesamanya

    Putusnya hubungan dengan Allah langsung mempengaruhi hubungan manusia dengan sesamanya. Adam menuduh Hawa dan mempersalahkannya mengenai kelakuannya sendiri (Kej 3:12*) dan kisah kejatuhan segera disusul dengan laporan pembunuhan Habel (Kej 4:1-16*). Manusia yang melawan Allah juga adalah manusia yang melawan sesamanya sebagai orang asing dan musuh, sebagai ancaman bukan teman.

    Dosa membawa konflik dan menghasilkan perpecahan-perpecahan besar di antara bangsa-bangsa. Dosa menyebabkan prasangka rasial dan antagonisme, dan membentuk blok-blok kekuasaan internasional yang besar. Dosa menciptakan perpecahan sosial dan dengan begitu membawa kepada konflik antar kelompok atau kelas. Dosa memisahkan orang-orang kaya dengan orang-orang miskin dan menyebabkan konflik dalam semua kelompok manusia, baik kelompok pendidikan, masyarakat, sosial, waktu senggang maupun agama. Lagi pula dosa membawa perpecahan dalam keluarga dan gereja. Secara paradoks, ancaman dari sesama membuat manusia mencari keamanan dengan membentuk berbagai persekutuan yang kadang-kadang tidak masuk akal.

    Dosa juga menyebabkan eksploitasi sehingga kita "memakai" sesama kita. Kita mengeksploitasi dia untuk menjaga harga diri, untuk membenarkan rencana-rencana jahat dan untuk menopang kelemahan-kelemahan diri kita. Kita membuat dia menjadi korban dari frustrasi dan perasaan bersalah kita. Eksploitasi ini bahkan dinyatakan sebagai kekerasan fisik atau psikologis, seperti dalam hubungan pria/wanita yang sepanjang sejarah bercirikan dominasi pria, penggunaan wanita untuk kepentingan egois pria dan penolakan memberinya persamaan hak dan martabat yang hakiki. Bahkan dalam mengasihi sesama kita mencoba mendapat manfaat dari tanggapan terhadap kasih itu: pemberian kita tidak lain dari penerimaan belaka.

    Putusnya hubungan dengan sesama sering dinyatakan sebagai ketakutan bahwa orang lain akan menjadi sadar akan pribadi kita sebenarnya dengan segala kelemahan, rasa bersalah dan rasa jijiknya. Oleh sebab itu kita mencoba bersembunyi dari dia, di satu pihak dengan memproyeksikan gambaran palsu dari diri kita dan di pihak lain dengan usaha memadamkan ancaman dari dia dengan mengotak-ngotakkannya, melihatnya sebagai anggota suatu kelompok: "kasus", "mahasiswa", "guru", "direktur", "pekerja".

    Salah satu hasil paling getir dari pemisahan diri dari sesama adalah pengalaman yang berulang kali terjadi ialah _salah paham_ bahkan juga walaupun ada keinginan yang sungguh-sungguh untuk mengenal dan dikenal orang.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    c. Dalam hubungan dengan dirinya

    Dosa mengadudombakan manusia melawan dirinya; ia hidup dengan konflik batin dan perpecahan sambil berseru, "Aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku?" (Rom 7:23*). Orang kehilangan arah batin dan menjadi tidak jelas bagi dirinya sendiri, sejuta dorongan yang saling bertentangan. Pengaruh dosa dinyatakan dalam _penipuan diri sendiri_. Kehilangan pengetahuan diri yang sebenarnya akan mengakibatkan semacam pemujaan diri atau penghakiman diri yang neurotik berdasarkan patokan yang tidak realistis. Orang tidak mampu menilai diri dengan tepat, namun juga tidak sanggup untuk menyerahkan segala hal kepada Allah dan membiarkan Dia menjadi hakim (1Kor 4:3*). Konflik batin ini juga terungkap sebagai _rasa malu_, perasaan tidak enak dengan diri sendiri (bnd. Kej 3:7-8*). Dosa telah menyita kepercayaan diri dan kesanggupan melihat diri sebagai makhluk Allah; orang malu akan dirinya. Segala ungkapan konflik batin manusia ini mengakibatkan keresahan yang tak terobati dalam dirinya. "Orang-orang fasik adalah seperti laut yang berombak-ombak sebab tidak dapat tenang, . . . `Tiada damai bagi orang-orang fasik itu` firman Allahku" (Yes 57:20-21*).

    d. Dalam hubungan dengan alam semesta

    Umat manusia kehilangan keharmonisan dengan alam. Penatalayanan lingkungan sesuai dengan kehendak Allah tergeser oleh perampasan oleh manusia yang berdosa. Ini diwujudkan sebagai eksploitasi dan perusakan dunia, tanpa memikirkan keindahannya yang tercipta ataupun nilai hakikinya. Ini juga terungkap sebagai polusi, penggunaan bahan baku yang mengotorkan samudera dan suasana secara serakah, hanya untuk kepentingan diri dengan keuntungan ekonomi belaka, kehidupan mewah dan pemuasan hati.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    e. Dalam hubungan dengan waktu

    Manusia yang jatuh ke dalam dosa hidup dalam waktu yang dibatasi karena dosa itu. Karena dosa, manusia kehilangan kekekalan (Kej 2:17; 3:19*), hari-harinya terbatas. Penghakiman melalui kematian adalah pertanda penghakiman Allah nanti. Oleh Allah, manusia diberi waktu, tetapi waktu itu berjalan terus mendekati akhirnya ketika semua rencana, tujuan dan mimpi akhirnya dihentikan oleh kematian.

    Pengaruh dosa ini terungkap dalam _materialisme _manusia serta hedonisme praktis yang sebenarnya hanyalah penerapan materialisme. Kita berpegang pada dunia yang nyata bagi pancaindera sebagai usaha untuk mempunyai pegangan dalam dunia yang terus bergolak. Usaha ini juga nyata dalam keinginan untuk menciptakan tanda-tanda peringatan, bentuk-bentuk materi yang dapat memperpanjang kenangan kepada orang setelah ia tiada.

    Pembatasan waktu ini juga mengkibatkan _kegelisahan_. Kematian tak ada bandingnya untuk menyadarkan orang akan keadaannya yang tak berarti dan kelemahannya, dan menunjukkan kebodohan orang yang berlagak mulia. Bahkan kalaupun seorang mencoba menghadapi kematian dengan hati teduh, ia tidak berhasil sepenuhnya mengatasi kegelisahan ini. Takut akan kematian menguasai manusia sampai akhirnya ia juga pergi menerima hasil dosanya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    12.4 Soal-soal lain

    a. Dosa yang tak terampuni

    Beberapa perikop Perjanjian Baru berbicara tentang dosa yang tidak dapat diampuni, yakni dosa atau penghujatan terhadap Roh Kudus. Yesus menyinggung hal ini (Mat 12:31-32; bnd. Ibr 6:4-6; 10:26-29; 1Yoh 5:16*). Ada yang menganggapnya sebagai perbuatan langsung untuk menghujat Roh Kudus, biasanya dalam hubungan dengan kesaksian-Nya mengenai Kristus.

    Penafsiran akhir-akhir ini melihat hakikat dosa itu lebih bersifat kristologis. Yesus membedakan antara dosa terhadap Roh Kudus dan dosa "menentang Anak Manusia" (Mat 12:32*) sebelum kematian dan kebangkitan-Nya dan turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta. Sebelum Paskah pertama "Anak Manusia" merupakan penyataan Allah yang terselubung dan penuh teka-teki. Kegagalan mengenal Yesus selama misi-Nya di dunia (misalnya keluarga-Nya sendiri, Mr 3:21*) tidak begitu serius dibandingkan dengan sikap percaya bahwa seluruh misi-Nya, khususnya karya-karya baik-Nya, adalah pekerjaan Iblis seperti yang dituduhkan orang Farisi kepada-Nya. Dengan adanya peristiwa Pentakosta, perbedaan itu hilang. Yesus diperlihatkan sebagai Anak Allah dan Injil salib diberitakan dengan kuasa Roh Kudus. Penolakan terhadap pesan ini serta terhadap Kristus yang diabadikan oleh pesan ini, berarti menolak Roh Kudus yang menyaksikan akan kebenaran-Nya (Ibr 10:29*). Dosa ini tidak diampuni jika dilanjutkan, karena olehnya orang menolak harapan satu-satunya akan penebusan. Yohanes menyebutnya "dosa yang mendatangkan maut" (1Yoh 5:16*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    b. Kebebasan manusia

    Masalah arti dan batas kebebasan manusia sejak kejatuhan telah diperdebatkan dengan gigih berabad-abad. Sering perdebatan ini lebih banyak menghangatkan situasi daripada memberi kejelasan. Ini cukup sering disebabkan oleh kecenderungan mengacau permasalahan teologis dengan masalah yang jelas-jelas bersifat filsafat, yakni determinisme dan indeterminisme. Ada paling sedikit tiga arti istilah "kebebasan".

    Pertama, orang mengalami kebebasan secara psikologis sehari-hari ketika dia menghadapi beberapa alternatif dan membuat pilihan. Ini meliputi hal-hal sepele, seperti "Koran mana yang akan saya beli pagi ini?" sampai pada yang serius seperti "Maukah engkau menikah dengan saya?" Inilah kebebasan yang mendasari tanggung jawab moral. Alkitab menganggap bahwa kuasa untuk memilih secara bertanggungjawab dan atas kemauan sendiri adalah milik semua orang, baik orang Kristen maupun yang bukan Kristen.

    Tingkat pengertian yang kedua timbul dari pertanyaan apakah perbuatan-perbuatan kita pada masa mendatang akan ditentukan oleh faktor-faktor pada masa kini dan oleh sebab itu dapat diramalkan. Agaknya Alkitab tidak membenarkan atau menolak kebebasan dalam arti ini. Yang pasti adalah bahwa watak dipengaruhi oleh perbuatan orang: keputusan dan perbuatan masa lampau membentuk tipe manusia yang ada sekarang. "Apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Gal 6:7*). Di lain pihak, Alkitab tidak membenarkan adanya pengurangan tanggung jawab manusia.

    Ketiga, segi teologis dari kebebasan muncul dengan persoalan apakah orang bukan Kristen bebas untuk menggenapi kehendak Allah, khususnya apakah mereka bebas untuk menyesali dosanya dan percaya kepada Kristus sebagai Penebus dan Tuhan. Perbudakan kemauan manusia karena kejatuhan kelihatannya tidak memungkinkan orang benar-benar secara bebas menaati Allah. Ketidaksanggupan untuk berpaling kepada Allah tanpa bantuan-Nya tercermin dalam kenyataan bahwa orang hanya dapat masuk ke dalam kerajaan surga melalui kelahiran kembali (tentang ini lihat di bawah: ps 23.2.c).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    12.5 Perdebatan akhir-akhir ini

    Persoalan-persoalan antropologis merupakan inti perdebatan antara orang Kristen dan bukan Kristen masa kini, dan kita tidak dapat meramalkan hubungan apa antara pandangan Kristen tentang manusia dan penafsiran ilmiah, psikologis, dan sosiologis yang nantinya akan muncul. Di sini kita akan menyelidiki dua pendekatan yang sangat berpengaruh. Untuk pembahasan yang lebih lengkap, pembaca dipersilakan membaca bahan kepustakaan pada akhir pasal ini.

    a. Marxisme

    Antropologi Marxis sebaiknya dilihat sebagai suatu bentuk antropologi humanis: umat manusia ditempatkan pada pusat dan peningkatan kehidupan manusia merupakan tujuan nyatanya. Namun, berlainan dengan kebanyakan teori humanis akhir-akhir ini, Marxisme tidak merasa optimis secara naif tentang umat manusia tetapi mengambil kesengsaraannya sekarang sebagai titik tolaknya.

    Segala sesuatu tentu tergantung pada pengertian kesengsaraan itu. Dalam Marxisme, agama dianggap sebagai bagian dari proyeksi diri manusia yang bersifat khayalan, jadi dimensi keagamaan ditolak. Manusia dimengerti menurut kategori-kategori materialis dan sosiologis semata-mata, sebagai wujud nyata dari hubungan-hubungan sosial dan ekonomi. Sumber segala kesedihan manusia terletak dalam kenyataan bahwa hubungan-hubungan tadi salah sehingga manusia menjadi terasing dari keberadaannya yang benar. Tentu saja analisis sosial ekonomi Marxisme merupakan satu di antara sekian banyak alat untuk menemukan sebab-sebab kejahatan sosial ekonomi yang hendak dikurangi oleh orang Kristen atau jika mungkin ditiadakan.

    Marxisme gagal dalam semua usahanya untuk memikirkan "manusia kongkret yang sebenarnya" sekalipun, karena tidak melihat keterasingan manusia dari Allah dan keadaannya yang tak terlindungi dari murka-Nya. Dan lagi, bagi Marxisme umat manusia hanya merupakan bagian dari arus kesadaran yang sedang terbentang, yang terbentuk oleh hubungannya dengan faktor-faktor sosial ekonomi. Karena itu ia dapat diubah secara wajar. Secara khusus, ia dapat diubah melalui revolusi sosial untuk menjadi Manusia Baru, yang hidup dalam sistem sosial baru yaitu komunisme.

    Tentu saja komunisme dalam praktek nyata-nyata telah gagal menghasilkan manusia baru, seperti disaksikan oleh pertikaian-pertikaian antar negara komunis, pengusikan dan penganiayaan pemrotes-pemrotes, penolakan hak-hak asasi, kamp-kamp tawanan yang biadab dan sistem polisi rahasia yang sangat luas di negara-negara Marxis. Kegagalannya tak terelakkan, karena manusia memang tidak dapat diubah secara fundamental oleh lingkungan sosial ekonomi, ataupun oleh inisiatif atau kuasa manusia mana pun. Ini tidak berarti tanggapan tepat terhadap kejahatan sosial adalah berdiam diri secara sosial, tetapi dengan jelas menunjukkan kesemuan akhir Marxisme.

    Sekian banyak analisis ilmiah sosial pun tak akan berhasil memberi dasar yang efektif bagi optimisme Marxisme mengenai masa depan umat manusia. Optimisme ini merupakan kepercayaan buta yang diperoleh dengan memasukkan faktor-faktor ideologi yang sudah ditentukan terlebih dahulu ke dalam analisis sosial itu. Kegagalannya mengidentifikasikan masalah yang sebenarnya mempunyai dampak lebih lanjut, yang digarisbawahi oleh ajaran Kristen tentang penciptaan. Dalam Marxisme, setiap orang merupakan titik sementara, dan karena itu kebetulan saja, dari kesadaran diri material yang terjadi karena proses sosial. Dengan demikian diletakkanlah dasar untuk penaklukan individu demi kepentingan masal, dan penggunaan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan secara amoral. Dampak-dampak mengerikan dari pandangan ini dalam rezim-rezim Marxis di seluruh dunia sudah cukup terkenal.

    Bertentangan dengan itu, ajaran Kristen tentang penciptaan manusia menurut gambaran Allah, serta kasih Allah bagi kita hingga pada pengorbanan diri-Nya dalam diri Yesus di kayu salib, membuka jalan untuk mengakui nilai hakiki dan arti dari setiap individu, serta martabat manusia meskipun dalam kemalangan dan dosa. Oleh sebab itu, Alkitablah yang meletakkan dasar untuk humanisme sejati, bebas dari optimisme humanisme sekuler seperti Marxisme. Alkitab mengungkapkan kebutuhan manusia yang sebenarnya dan mendalam serta menunjukkan satu-satunya penyelesaiannya, yakni manusia baru dalam Yesus Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    b. Eksistensialisme

    Antropologi eksistensialis sebaiknya dipelajari melalui Kierkegaard (1813-55), pemikir Denmark yang saleh walaupun tidak ortodoks. Kierkegaard menuduh gereja negara Lutheran mengaburkan kekristenan yang sejati, karena sama sekali tidak menitikberatkan keadaan manusia sebagai orang berdosa di hadapan Allah, rasa bersalah, penderitaan batin, serta keputusasaan pribadi, yang oleh Kierkegaard dianggap sangat penting untuk dialami sebelum orang dapat menjadi Kristen. Ia juga menentang filsafat Hegel yang sangat berpengaruh pada waktu itu, yang menerangkan segala sesuatu menurut suatu kerangka cakupan menyeluruh, tetapi tidak menerangkan kebebasan pribadi serta kegelisahan yang diciptakannya bagi manusia, yang oleh Kierkegaard dilihat sebagai realitas manusia yang fundamental. Eksistensialisme Kristen dikembangkan, walaupun dengan perubahan, oleh para ahli teologi seperti Tillich (1886-1965) dan Bultmann (1884-1976), yang teologinya jelas menyimpang dari ortodoksi Kristen historis.

    Untuk bagian terbesar masa pengaruhnya, eksistensialisme terputus dari asalnya yang Kristen. Nietzsche (1844-1900) secara nyata membawanya ke arah anti-Kristen. Bagi Sartre (1905-80), tidak adanya Tuhan merupakan aksioma, sebab hanya jika Tuhan mati maka manusia dapat bebas. Eksistensialisme menolak setiap pembahasan keberadaan manusia yang bersifat umum, teoretis, objektif, baik pembahasan filsafat maupun ilmiah. "Kebenaran adalah subjektivitas" (Kierkegaard), yang hanya dapat dialami oleh subjek manusia secara individual dengan berpartisipasi secara pribadi dan batiniah dalam keberadaan. "Dengan melibatkan diri dalam dunia, dengan menderita dan bergumul, manusia mendapat arti sedikit demi sedikit" (Sartre). Menurut pandangan ini, manusia hanya "berada" sebagaimana ia menciptakan dirinya dengan memutuskan untuk bertanggung jawab atas keberadaannya dan menegaskan diri menghadapi tantangan-tantangan hidup dan panggilan menuju kebebasan.

    Dalam praktek, eksistensialisme menekankan unsur-unsur keberadaan yang negatif dan tragis. Keberadaan manusia sewenang-wenang sekali, tanpa arti akhir: "Setiap orang yang ada dilahirkan tanpa alasan, memperpanjang keberadaannya karena kelemahan dan mati secara kebetulan" (Sartre). Meskipun demikian, manusia terpanggil secara tak terelakkan untuk bebas dan dengan begitu mengalami rasa takut dan kegelisahan.

    Peradaban modern cenderung tak bersifat pribadi, seringkali mengorbankan individu untuk kepentingan program atau keuntungan, dan merencanakan pada skala besar serta cenderung ke arah monopoli dalam administrasi dan pemerintahan. Sebagai protes terhadap pengurangan kesadaran individual ini, maka eksistensialisme dapat dianggap sebagai jeritan dari lubuk hati untuk nasib manusia. Dalam hal itu, diperlukan perspektif yang lebih bersifat Kristen. Penekanan pada individu yang bertentangan dengan masyarakat sosial merupakan perbaikan yang bermanfaat atas teori sosial Marxis.

    Penekanannya pada ketidakcakapan dan rasa bersalah manusia, kelihatannya juga dapat menguntungkan. Novel dan drama eksistensialis menyuguhkan penilaian manusia yang lebih realistis daripada utopianisme akhir abad ke-19, dan memberi imbangan yang bermanfaat bagi optimisme sentimental yang bahkan juga berasal dari beberapa mimbar dan penerbit Kristen. Namun, sampai pada titik ini pun eksistensialisme pada akhirnya tidak menyajikan kebenaran; analisis kesengsaraan manusia tidaklah cukup. Kepelikan manusia tidak terletak dalam keputusasaan eksistensinya, atau "keberadaan yang tidak otentik" (Heidegger), _Angst_ atau `ketakutan` (Kierkegaard), "kegelisahan" (Tillich). Semua ini merupakan ciri-ciri dari sesuatu yang lebih dalam dan lebih menakutkan, yakni pemisahan manusia dari Tuhan dan keadaan tak terlindungi dari murka-Nya. "Jalan ateisme yang panjang dan berat" yang dibicarakan Sartre menjadi jalan menyenangkan dibandingkan dengan jalan orang terkutuk di hadapan Allah, jalan yang ditempuh Yesus ke Bukit Golgota, yakni jalan yang menunggu mereka yang tidak bertobat pada hari penghakiman. "Ngeri benar kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup" (Ibr 10:31*).

    Selanjutnya, eksistensialisme pada akhirnya akan membawa pada kehancuran umat manusia, pada penyangkalan martabat manusia sebagai makhluk kesayangan Allah, karena eksistensialisme tidak dapat membenarkan masyarakat manusia, bahwa manusia hidup dengan dan bagi orang lain. Berdasarkan prakiraan ekistensialis, sesama manusia menjadi ancaman yang menghambat dan mempengaruhi kebebasan individu. Bahkan kasih yang dimengerti sedcara eksistentialis berakhir dengan frustrasi karena bertujuan memiliki yang dikasihi. Bertentangan dengan gambaran suram ini terdapat pengalaman mengenai kasih sejati yaitu kasih kepada sesama yang diwujudkan oleh Kristus (Yoh 13:1; 15:12*) dan sekarang diwujudkan dalam umat-Nya melalui Roh Kudus (Rom 5:5*).

    Akan tetapi, keputusasaan akhir dari eksistensialisme bukan kebetulan. Ia tak mengenal penebus yang dapat mengangkat manusia dari keadaannya yang tanpa arti, mengampuni kesalahan yang lalu, menanamkan kekuatan moral dan spiritual baru di tengah-tengah persekutuan mereka yang ditebus pada waktu sekarang, dan mengisi kehidupan dengan tujuan akhir dalam pelayanan kerajaan Allah yang kekal.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    12.6 Ringkasan

    Alkitab mengajarkan dua hal mendasar tentang umat manusia. Pertama, kita adalah makhluk-makhluk Allah yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya, bukan suatu kejadian kosmis yang kebetulan saja ataupun angka birokratis. Manusia pernah berdiri dengan gemilangnya di hadapan Penciptanya. Kedua, kita adalah orang berdosa yang jatuh menjauhi Tuhan dan maksud-Nya bagi kita. Kita hidup dalam pemberontakan secara implisit dan eksplisit melawan Dia. Pascal memadukan kedua kebenaran ini ketika ia berbicara tentang manusia sebagai raja yang diturunkan dari takhtanya, didepak dari kebesarannya, ditundukkan, bejat moral, namun tak pernah dapat melupakan keadaannya dulu yang seharusnya dinikmati sekarang juga.

    Kita harus mempertahankan kebenaran ajaran Alkitab mengenai umat manusia sebagai makhluk dan orang berdosa melawan semua antropologi alternatif, baik yang dari zaman purba maupun yang modern.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kejatuhan:
    Kejadian 3:1-7; Ulangan 32:8; Ayub 31:33; Pengkhotbah 7:29*;
    Yesaya 43:27; Hosea 6:7*;
    Lukas 3:38; Roma 5:12 dst.; 1Korintus 15:22-23*;
    2Korintus 11:3; 1Tesalonika 2:13-14; 1Timotius 2:13-14; Yudas 1:14*.

    Sifat dan jangkauan dosa:
    Kejadian 3:6; Mazmur 14:1-3; 51:6; Yesaya 64:6; Yeremia 17:9*;
    Markus 7:21-22; Yohanes 8:34-35; Roma 3:9-20; 5:10; 7:14-24*;
    Galatia 5:19-21; Efesus 4:17-18; Yakobus 3:5-9; 2Petrus 2:19*.

    Pengaruh dosa:
    Kejadian 3:17-24; 4:14; 19:1-12; 1Samuel 31:1-6; Mazmur 90:5-10*;
    Pengkhotbah 1:1-2:26; Yesaya 5:8-23*;
    Roma 1:18-32; Efesus 2:1-3; Yakobus 5:1-6; 2Petrus 3:5-10*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Menurut Anda, tafsiran mana tentang kejatuhan yang paling cocok dengan ajaran Alkitab? Mengapa pandangan "mitos" tidak cukup?

    2. "Kejatuhan merupakan hipotesis bisu dari seluruh ajaran Alkitab tentang dosa dan penebusan". Bahaslah.

    3. Apa artinya "kerusakan moral total"? Apa pengaruh ajaran ini bagi pesan serta cara-cara para penginjil?

    4. Apa penafsiran Anda mengenai pernyataan Paulus, "oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa" (Rom 5:19*)?

    5. Sebutkan pengaruh-pengaruh utama dosa terhadap hubungan manusia dengan

      1. Allah,
      2. sesamanya,
      3. dirinya sendiri,
      4. lingkungannya, dan
      5. waktu.

      Berikan contoh-contoh dari biografi Alkitab dan dari surat kabar.

    6. Sebutkan pengaruh dosa terhadap hubungan manusia dengan sesamanya dalam kaitannya dengan

      1. hubungan internasional,
      2. masyarakat Anda,
      3. lingkungan terdekat Anda,
      4. tempat kerja/tempat kuliah Anda,
      5. gereja Anda/kelompok Kristen Anda, dan
      6. kehidupan Anda.
    7. Bayangkan diri Anda berbicara dengan

      1. seorang Marxis dan
      2. seorang eksistensialis.

      Bagaimana akan Anda sampaikan Injil Kristus kepada mereka masing-masing?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 12. Manusia Berdosa [Indeks]

    Kepustakaan (12)

    Berkouwer, G. C.
    1971 _Sin_ (Eerdmans).
    Luther, M.
    1957 _The Bondage of the Will_ (James Clarke).
    Murray, J.
    1959 _The Imptutation of Adam`s Sin_ (Eerdmans).
    Philip, J.
    1972 _The Christian Warfare and Amour_ (Victory Press).
    Venning, R.
    1965 _The Plague of Plagues_ (Banner of Truth).

    Perdebatan akhir-akhir ini

    Bockmuehl, K.
    1980 _The Challenge of Marxism_ (IVP).
    Carey, G.
    1977 _I Believe in Man_ (Hodder).
    Cook, D.
    1980 _Blind Alley Beliefs_ (Pickering & Inglis).
    Guinness, O.
    1973 _The Dust of Death_ (IVP).
    Jeeves, M. A.
    1976 _Psychology and Christianity, the View Both Ways_ (IVP).
    Kaye, B. & Wenham, G.
    1978 _Law, Morality and the Bible_ (IVP).
    Kitwood, T. M.
    1970 _What is Human?_ (IVP).
    Lloyd-Jones, D. M.
    1959 _Conversions, Psychological and Spiritual_ (IVP).
    1979 _Karl Marx_ (Lion).
    MacKay, D. M.
    1979 _Human Science and Human Dignity_ (Hodder).
    Stott, J. R. W.
    1972 _Your Mind Matters_ (IVP).



    Indeks Bab 13: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.C 01009]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 13 Manusia dalam Anugerah ............................ 01153

    Ps 13.1 Yesus Kristus: Allah dan Manusia ............. 01153

    Sb 13.1.a Dalam Hubungan dengan Allah ............... 01154

    13.1.b Dalam Hubungan dengan Sesama-Nya .......... 01154

    13.1.c Dalam Hubungan dengan Diri-Nya ............ 01155

    13.1.d Dalam Hubungan dengan Alam Semesta ........ 01155

    13.1.e Dalam Hubungan dengan Waktu ............... 01155

    Ps 13.2 Orang Kristen: ciptaan Baru dalam Kristus .... 01156

    Sb 13.2.a Dalam Hubungan dengan Allah ............... 01157

    13.2.b Dalam Hubungan dengan Sesama Kita ......... 01157

    13.2.C Dalam Hubungan dengan Diri Kita Sendiri ... 01158

    13.2.d Dalam Hubungan dengan Alam Semesta ........ 01158

    13.2.e Dalam Hubungan dengan Waktu ............... 01158

    Ps 13.3 Manusia yang Akan Dimuliakan ................. 01159

    Bahan Alkitab .............................................. 01160

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01161

    Kepustakaan ................................................ 01162



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    13. MANUSIA DALAM ANUGERAH

    Tak ada sesuatu dalam manusia yang dapat memperpanjang sejarahnya melampaui penciptaan dan kejatuhan. Manusia yang "mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa" (Ef 2:1*) tidak mampu memperpanjang riwayat hidupnya, ataupun menyebabkan kebangkitannya sendiri.

    13.1 Yesus Kristus: Allah dan manusia

    Riwayat manusia diperpanjang melampaui kejatuhan, semata-mata karena mujizat anugerah Allah. Dengan penjelmaan-Nya, Allah mempersatukan keberadaan manusia dengan diri-Nya dan bergerak dalam waktu dan ruang sebagai mitra manusiawi. Paulus menggambarkan Yesus sebagai Adam terakhir atau yang kedua (Rom 5:12; 1Kor 15:22,47-48*), yang memulihkan situasi Eden; sekali lagi terdapat seseorang yang berdiri di hadapan Allah dalam kemanusiaan penuh tanpa dosa, manusia sejati sebagaimana yang dimaksudkan.

    Meskipun Alkitab tidak menyajikan biografi Yesus yang lengkap, namun cukup banyak bahan terdapat dalam kitab-kitab Injil untuk menunjukkan kesempurnaan kemanusiaan Yesus sebagaimana yang terungkap dalam lima aspek antropologi yang tercatat dalam dua pasal terdahulu.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    a. Dalam hubungan dengan Allah

    Yesus selalu hidup dalam hubungan erat dengan Bapa yang menyatakan kekuasaan atas tatanan yang tercipta yang tadinya diberikan kepada umat manusia

    (Mat 13:3-9; Luk 5:4; 15:3-6*). Inilah seorang manusia yang benar-benar menyadari suatu kehidupan yang memuliakan Allah (Yoh 12:28; 17:4*). Jelas, beberapa unsur keberadaan Yesus tidak terdapat dalam diri Adam, bahkan sebelum kejatuhan, karena Yesus secara bersamaan merupakan manusia dan juga Allah. Namun demikian, karena penjelmaan-Nya yang nyata, Ia benar-benar berada pada kedudukan Adam sehingga menjadi manusia normatif dan dengan demikian merupakan manusia yang berhubungan dengan Allah.

    b. Dalam hubungan dengan sesama-Nya

    Yesus dengan sempurna mewujudkan perintah untuk mengasihi sesama manusia (Mat 9:36; Yoh 13:1,34; 15:12-16*). Sebagai "manusia bagi orang lain", Ia tidak menahan diri-Nya untuk diri sendiri tetapi memberikan diri-Nya sepenuhnya bagi sesama-Nya manusia. Tidak ada contoh yang lebih jelas lagi dari perwujudan pengabdian diri-Nya daripada kematian-Nya (Mr 10:45; Rom 5:8; Gal 2:20; 1Yoh 3:16*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    c. Dalam hubungan dengan diri-Nya

    Sedikit sekali disinggung tentang kehidupan batin Tuhan Yesus, tetapi sudah cukup untuk memperlihatkan bahwa Ia tidak mengalami ketegangan batin, kebingungan dan konflik yang disebabkan oleh kejatuhan dan rasa bersalah (Mat 22:46; Mr 3:4; Yoh 19:8-11*). Ia tampil sebagai manusia secara utuh dalam kesadaran akan diri-Nya, yakni dalam hubungannya dengan sang Bapa, dan komitmen sepenuhnya untuk menggenapkan kehendak Bapa-Nya yaitu membangun kerajaan Allah. Inilah contoh seorang manusia yang menyadari sepenuhnya potensinya di hadapan Allah (Mat 11:28-29*).

    d. Dalam hubungan dengan alam semesta

    Walaupun tidak banyak buktinya, jelaslah Yesus memperlihatkan kepekaan terhadap tatanan dunia di sekitar-Nya dengan mengakuinya sebagai ciptaan Allah (Mat 6:26-30*). Yesus juga menyatakan kekuasaan atas tatanan yang tercipta yang tadinya diberikan kepada umat manusia (Mat 13:3-9; Luk 5:4; 15:3-6*).

    e. Dalam hubungan dengan waktu

    Yesus bebas dari dosa yang mengakibatkan kematian. Ia menguasai kematian (Luk 7:11-16; 8:49-56; Yoh 11:1-57*), tetapi pada akhirnya Ia tunduk padanya, bukan karena kematian mempunyai semacam tuntutan terhadap diri-Nya, tetapi dengan menggelutinya Ia mengatasinya untuk kita manusia. Bahwa Ia tetap berkuasa dan tidak terkalahkan, pada akhirnya ditunjukkan dengan tegas melalui kebangkitan-Nya yang megah (Mat 28:1-20*; Yoh 5:21-29:20; 2Tim 1:10; Ibr 2:14*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    13.2 Orang Kristen: ciptaan baru dalam Kristus **1**

    -------------------- **1**.Tema-tema ini dibahas secara lebih lengkap di bawah ini: ps 20-21. --------------------

    Segi terakhir dari antropologi Alkitab ini paling bagus diuraikan dengan dua istilah, kelahiran kembali dan pengudusan. Kelahiran kembali adalah pekerjaan Roh Kudus yang memampukan orang-orang berdosa untuk berbalik dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai penebus mereka, dan bangkit dari kematian rohani menuju kehidupan yang baru (bnd. Yoh 1:13; 3:1-8; 1Pet 1:3,23; Tit 3:5*), yang bergabung dengan Kristus dalam kematian, kebangkitan dan kehidupan yang ditinggikan (Rom 6:1-11*; Ef 2:5,6*). Dari perspektif ini, keajaiban dan pentingnya kemanusiaan Kristus yang sejati dapat dimengerti; karena orang percaya, melalui kesatuan dengan Kristus, menikmati buah-buah dari kemanusiaan yang sempurna pada setiap tingkat keberadaan.

    Dari segi Allah, kesatuan dengan Kristus ini dicapai pada saat kelahiran kembali; dari segi manusia, kesatuan itu mulai pada saat adanya pertobatan secara sadar dari dosa dan beriman kepada Kristus. Hal ini diikuti oleh suatu periode di mana keuntungan dari iman dengan Kristus semakin disadari, yaitu suatu proses yang biasa disebut pengudusan. Jadi manusia baru, karena anugerah, adalah manusia yang telah dilahirkan kembali dan sekarang dalam proses untuk dikuduskan; hal ini mempengaruhi setiap bagian keberadaan kita.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    a. Dalam hubungan dengan Allah

    Penghalang dosa dihilangkan melalui iman dalam Kristus. Kita didamaikan dengan Allah dan murka-Nya disingkirkan (Rom 5:9-10*); kita dibenarkan di hadapan Allah, dan hukum-Nya dipenuhi secara menyeluruh oleh Kristus (Rom 3:24-25; Gal 3:13*); kita ditebus dari perbudakan dosa dan kejahatan (Ef 1:7*); kita diterangi oleh kebenaran ilahi oleh Roh Kudus (1Kor 2:10-11*). Orang-orang Kristen diangkat menjadi anggota keluarga Allah dan menikmati hidup bersama Allah dan secara spontan dapat memanggil Dia sebagai Bapa surgawi (Luk 11:2*), dengan menggunakan kata _abba_ sebagaimana digunakan oleh Yesus (Rom 8:15*).

    b. Dalam hubungan dengan sesama kita

    Bersatu dengan Kristus berarti bersatu dengan umat-Nya, yaitu tubuh Kristus (Rom 12:4-5; 1Kor 12:13*). Pada waktu Yesus sang Mesias menggenapi misi-Nya dalam kasih kebersamaan dengan umat mesianik yang diwakili oleh murid-murid-Nya, kemanusiaan yang Ia berikan kepada kita adalah sesama manusia yang makin meluas dan mencakup mereka yang betul-betul berada "di dalam Kristus" bersama kita. Orang Kristen, sama seperti Yesus, harus menjadi orang yang hidup bagi orang lain sehingga keberadaannya yang sejati diungkapkan dalam pelayanan bagi sesamanya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    c. Dalam hubungan dengan diri kita sendiri

    Selanjutnya kita semakin sadar mengenai diri kita sendiri dalam hubungan dengan Allah dan semakin bebas dari pandangan yang salah mengenai diri kita sendiri. Dengan kesadaran dan kemanusiaan baru, kita melihat diri kita sebagaimana sebenarnya dan kita menemukan kebebasan baru dari cara kita berpikir dalam hubungan dengan tujuan Allah secara keseluruhan. Dengan hal ini rasa menghargai diri juga akan bertambah, karena walaupun perbuatan kita yang jahat terungkap, namun kita mengakui bahwa kita adalah makhluk dan anak-anak Allah, dan merupakan sasaran kasih-Nya yang berlimpah. Kita juga menyadari adanya kemampuan kita sejak lahir dan karunia-karunia Roh. Bila hal-hal ini dipersembahkan kepada Allah dan secara aktif digunakan, maka akan ada perkembangan yang semakin bertambah mengenai kepuasan diri yang sejati.

    d. Dalam hubungan dengan alam semesta

    Kita mempunyai perasaan hormat dan tanggung jawab terhadap dunia yang tercipta dengan bermacam-macam spesiesnya. Jelaslah bahwa tebalnya perasaan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, pendidikan dan watak, tetapi setiap orang Kristen sedikit atau banyak akan dibina mengenai suatu hubungan seperti yang dikenal Adam di Taman Eden sebagai tuan dan penatalayan alam.

    e. Dalam hubungan dengan waktu

    Kelahiran kembali mengantar kita melalui krisis yang oleh Alkitab dilukiskan sebagai hal dibuat mitra Kristus dalam kematian-Nya di kayu salib (Gal 2:20; Kol 2:12*). Oleh sebab itu, manusia baru sudah melampaui kematian. Walaupun dalam arti fisik kita masih akan mengalami kebinasaan badani, namun kengerian terhadap kematian serta penghakiman sebagai akibat dosa sudah ditinggalkan untuk selama-lamanya. Kebenaran ini tercermin dalam keterangan mengenai "kehidupan kekal" sebagai pemberian Allah (Yoh 3:16,36* dsb.). Ini tidak hanya berarti hidup di surga, tetapi suatu hidup baru yang dimulai sekarang dan berlangsung terus-menerus sampai kekal.

    Bagi orang Kristen, waktu tidak lagi merupakan musuh yang bergerak terus tak terkendalikan, yang mendorong orang setiap jam lebih mendekati akhir hidup yang tak terelakkan. Orang Kristen mempunyai waktu, bukan untuk disia-siakan tetapi untuk digunakan dalam pelayanan menurut pengarahan Kristus. Dimensi akhir keberadaan baru ini mengantar kita melampaui batas kehidupan fana menuju bagian terakhir antropologi Alkitab, yaitu umat manusia dalam kemuliaan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    13.3 Manusia yang akan dimuliakan

    Pokok ini akan dibahas dnegan lebih lengkap di bawah (ps 34). Di sini kita hanya mencatat bahwa keadaan manusia yang dimuliakan adalah penggenapan pembaruan dan pemulihan umat Allah yang oleh anugerah sudah dimulai pada zaman ini. Umat manusia akan bangkit sekali lagi untuk mencapai ketinggian dari mana ia jatuh. Alkitab menyebut ini sebagai pemulihan menjadi serupa dengan gambaran Kristus (Rom 8:29*; 1Kor 15:49; Kol 3:10*). Dengan demikian, kita yang telah dibuat serupa dengan gambar Allah akan tampil di hadapan-Nya dengan gambar itu juga pada zaman baru yang akan mulai pada kedatangan Kristus kembali (2Pet 3:13; Wahy 22:1-5*).

    Begitulah kelima aspek antropologi, yang dibicarakan dalam bagian ini sebagai kerangka pembahasan, akan disempurnakan. Dalam kemuliaan, manusia akan berhubungan secara sempurna dengan Allah (Wahy 21:3; 22:4), dengan sesamanya (Ef 4:13; Wahy 21:10*), dengan dirinya (Wahy 21:4), dengan lingkungannya (Rom 8:21-23*; Wahy 22:1) dan dengan waktu (1Pet 1:3*; Wahy 21:40).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Yesus Kristus: Allah dan manusia:
    Matius 1:23; 9:36; 10:27; 11:28-29; Lukas 5:4-5; 9:35; 12:24-28*;
    Yohanes 1:14; 4:34; 5:30; 6:38; 10:11,18; 15:12-16; 1Kor 15:47-48*;
    Efesus 5:25; 1Timotius 3:16; Ibrani 2:14; 10:7*.

    Orang Kristen: ciptaan baru:
    Yohanes 1:12; 3:1-8; Roma 6:1-2; 8:15; 1Korintus 13:1-13*;
    Galatia 2:20; 5:22; Kolose 3:1-2; 1Tesalonika 4:9; 2Timotius 2:11*;
    1Petrus 1:3-5*.

    Manusia dalam kemuliaan:
    Yesaya 2:1-4; 11:1-9*;
    Matius 22:30; Yohanes 11:24; Roma 8:18-30; 1Korintus 15:35-57*;
    2Korintus 5:1-10; Filipi 3:20; 1Yohanes 3:1-2; Wahyu 21:1-22:21*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Menurut Anda, apa yang dimaksudkan dengan menyebut Kristus sebagai "Adam kedua"? Selidikilah dampak-dampak julukan ini.

    2. Sebutkanlah bukti-bukti Alkitab yang menopang keyakinan Kristen bahwa Yesus adalah manusia sempurna atau manusia normatif.

    3. Pada titik-titik mana kemanusiaan Kristus yang sempurna paling tegas menantang pengalaman serta sikap saat ini

      1. di gereja Anda/kelompok Kristen Anda dan
      2. dalam hidup Anda sendiri?
    4. Menurut Anda, dengan cara bagaimana kemuliaan manusia pada masa yang akan datang seharusnya mempengaruhi sikap kita sekarang?

    5. Selidikilah dampak ajaran Alkitab tentang umat manusia bagi

      1. sikap Kristen sosial dan politik,
      2. diskriminasi rasial,
      3. perkembangan ekonomi dunia ketiga,
      4. gerakan pembebasan wanita,
      5. pengguguran, eutanasia dan transplantasi organ-organ tubuh, dan
      6. kampanye untuk memelihara lingkungan dan melindungi spesies yang terancam punah.


    Mengenali Kebenaran -- Bab 13. Manusia dalam Anugerah [Indeks]

    Kepustakaan (13)

    Kuyper, A.
    1931 _Calvinism_ (Eerdmans).
    Lewis, C. S.
    1955 _Mere Christianity_ (Fontana).
    Lloyd-Jones, D. M.
    1974a _Life in the Spirit_ (Banner of Truth).
    1974b _Romans 8:5-17 -- The Sons of God_ (Banner of Truth).
    1975 _Roma 8:17-39 -- The Final Perseverance of the Saints_
    (Banner of Truth).
    Macaulay, R. & Barrs, J.
    1979 _Christianity with a Human Face_ (IVP).
    Schaeffer, F. A.
    1970 _The Church at the End of the Twentieth Century_ (Norfolk Press).
    Stott, J. R. W.
    1966 _Men Made New_ (IVP).
    Triton, A. N.
    1970 _Whose World_ (IVP).



    Indeks Bab 14: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.C 01009]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 14 Penerapan ......................................... 01164

    Ps 14.1 Watak Manusia ................................ 01164

    Sb 14.1.a Ketergantungan ............................ 01164

    14.1.b Penegasan ................................. 01164

    14.1.c. Konfrontasi ............................... 01165

    14.1.d. Tujuan .................................... 01165

    Ps 14.2 Manusia Berdosa .............................. 01166

    Sb 14.2.a Pandangan Kita Mengenai Dunia (Masyarakat). 01166

    14.2.b Pandangan Kita Mengenai Diri Kita ......... 01167

    Ps 14.3 Manusia dalam Anugerah ....................... 01168

    Sb 14.3.a Ibadah .................................... 01168

    14.3.b Pengharapan ............................... 01168

    14.3.c Persekutuan ............................... 01169

    14.3.d Kemuliaan ................................. 01169



    Mengenali Kebenaran -- Bab 14. Penerapan [Indeks]

    14. PENERAPAN

    14.1 Watak manusia

    a. Ketergantungan

    Penciptaan menjelaskan ketergantungan manusia sepenuhnya pada Allah. Seluruh keberadaan kita dan segala yang kita miliki datang dari Dia, setiap nafas kita memang sesungguhnya merupakan anugerah-Nya. Oleh sebab itu, tanggapan kita yang pantas adalah kerendahan hati di hadapan-Nya, baik secara nyata dalam ibadah maupun secara tidak langsung dalam seluruh semangat kehidupan.

    b. Penegasan

    Karena manusia dan dunia adalah ciptaan Allah, maka orang Kristen menerima dan menegaskan kenyataan yang tercipta dalam segala bentuknya.

    Pertama sekali, orang Kristen menerima dan menegaskan _diri sendiri_. Kadang-kadang dalam Alkitab Allah memperlihatkan semacam "ketidaksabaran" kepada orang yang tidak melakukan hal itu (bnd. Kel 4:10-14; 1Sam 15:17; Yer 1:6*). Allah menegaskan bahwa kita adalah makhluk-Nya dan dalam Kristus telah menjadi anak-anak-Nya sendiri, dan Dia mengajak kita untuk mengiakan penegasan itu. Begitu pula Yesus melihat bahwa murid-murid-Nya mempunyai potensi untuk masa mendatang (Mat 4:19; 16:17; Kis 9:5,15*).

    Penegasan diri ini meliputi ciri-ciri khas dan unik dari kepribadian, "aku" yang hakiki, dengan makna tersendiri yang tak dapat diganti dalam hubungan dengan Allah dan rencana-Nya (bnd. 1Kor 12:14-26*). Hal ini juga menyangkut tubuh yang adalah pemberian Allah dan oleh karena itu tidak boleh dianggap hina (1Kor 6:13; Ef 5:29; 1Tim 4:8*). Pekerjaan dan ketegangan yang berlebihan, mengabaikan kebersihan atau olah raga, mengambil resiko fisik yang tak perlu, kesemuanya ini menyangkal kekudusan tubuh yang diciptakan Allah untuk menjadi bait bagi Roh-Nya. Hal ini juga meliputi seksualitas kita serta keinginan dan dorongannya. Meskipun kewaspadaan dan disiplin diri senantiasa perlu (Mr 9:43*; 1Kor 7:1-6*), namun sifatnya yang pokok sebagai pemberian Tuhan dan kebaikan dari naluri seks itu harus tetap dipertahankan. Menurut Alkitab ungkapan sepenuhnya dari naluri itu ditemukan dalam perkawinan yang bersifat monogami antara pribadi-pribadi berlainan kelamin. Namun ungkapan itu tidak terbuka bagi semua orang karena ada yang terpanggil untuk tidak kawin dan kepada mereka dijanjikan anugerah untuk disiplin dan kesempatan khusus yang tak terpisahkan dari panggilan itu (Mat 19:11; 1Kor 7:7,32-35*).

    Kedua, orang Kristen menerima dan menegaskan _sifat sosialnya_ (Kej 2:18; 22:39). Ini berarti menerima kehidupan berkeluarga dari Allah dan mengakui sepenuhnya tanggungjawabnya. Mereka yang mengabaikan tugas ini ditegur tajam oleh Alkitab (1Tim 5:8*), walaupun menjadi warga kerajaan surga tetap merupakan hal yang paling utama (Luk 14:25*). Tanggung jawab ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan, orang tua serta kedua mitra perkawinan (Yoh 19:26; Ef 5:21-6:4*), seperti sering dilukiskan dalam biografi Alkitab. Kehidupan bermasyarakat harus juga dilihat sebagai pemberian Allah. Kehidupan sebagai pertapa menolak keberadaan yang diciptakan dan mengurangi kesempatan untuk mengasihi orang lain; warga negara yang bertanggung jawab serta padanannya dalam lingkungan universitas, akademi, pabrik, kantor dan rukun tetangga mewujud-nyatakan secara praktis kepercayaan akan ajaran Alkitab ini. Kehidupan sosial harus juga dinyatakan dalam bidang-bidang kebudayaan lain, seperti kesusastraan, musik serta bentuk-bentuk seni lain, olah raga dan sebagainya. Memang kita harus memperhitungkan selera pribadi dan harus tahu bertindak dengan bijaksana kalau kita menjumpai pengaruh kejatuhan, namun prinsip alkitabiahnya tetap berlaku "semua yang diciptakan Allah itu baik...jika diterima dengan ucapan syukur ... Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati" (1Tim 4:4; 6:17*).

    Kemanusiaan yang dinyatakan Yesus dan dikuduskan-Nya membenarkan hal ini. Ia menjadi "sahabat" bagi koruptor dan wanita tuna susila untuk menolong mereka dan Dia sering disambut di pertemuan-pertemuan sosial (Luk 15:1-2; 5:27-32; 7:36-50; Yoh 2:1-11*). Dalam ajaran-Nya kadang-kadang ada nada humor yang tulen (Mat 23:24*; Luk 7:31-34*). Ada dimensi kemanusiaan yang hangat, terbuka dan riang yang wajar untuk kehidupan Kristen di dunia dan tak berlawanan dengan kepekaan mendalam terhadap penderitaan atau kebejatan moral dalam hati manusia. Penciptaan sesuai dengan gambar Allah juga merupakan alasan untuk mengasihi orang lain yang diungkapkan dengan perasaan terlibat dan keprihatinan sungguh-sungguh terhadap kesejahteraan pada setiap tingkat. Ketiga, ajaran tentang penciptaan juga membuat kita menerima dan menegaskan _dunia alam_ sebagai pemberian Allah, menerima mandat Allah untuk mengadakan penatalayanan yang bertanggungjawab dan melawan segala bentuk pencemaran lingkungan yang tak perlu serta perusakan (Kej 1:26; 2:20*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 14. Penerapan [Indeks]

    c. Konfrontasi

    Fakta bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu berarti bahwa tidak ada satu pun bagian kehidupan (bahkan dari kehidupan seluruh kosmos) yang berada di luar perhatian-Nya atau asing di hadirat-Nya. Karena itu, orang Kristen harus membawa sikap sungguh-sungguh dan tanggung jawab yang wajar dalam segala aspek kehidupannya, karena Allahlah yang selalu dihadapinya pada setiap saat di tempat pekerjaan, di rumah, dalam masyarakat, gereja, aktivitas waktu luang dan lain-lain.

    d. Tujuan

    Segala sesuatu diciptakan untuk tujuan tertentu. Oleh sebab itu, manusia juga dijadikan sebagai makhluk bertujuan, yang dibentuk untuk mencari kemuliaan Allah di dalam segala hal, kebaikan bagi orang lain dan pewujudnyataan diri di bawah bimbingan Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 14. Penerapan [Indeks]

    14.2 Manusia berdosa

    a. Pandangan kita mengenai dunia (masyarakat)

    Fakta bahwa semua orang berdosa menghindarkan orang Kristen dari rasa optimisme yang tidak realistis. Kita harus mengakui keterbatasan segala usaha untuk mencapai perbaikan moral, yang hanya mengarah pada kesanggupan manusia untuk mengangkat diri menuju pengendalian diri dan persaudaraan. Tidak mengherankan kalau rencana perbaikan sosial gagal, kalau "orang-orang besar" ternyata ketahuan juga berbuat dosa; bahkan di lingkungan Kristen pun, kita harus menjaga agar jangan terlalu mengangkat-angkat pemimpin sebagai orang ideal, begitu pula dengan hamba-hamba Tuhan yang lain yang teramat diandalkan.

    Kejatuhan ke dalam dosa juga berarti dunia sudah menjadi wilayah kegiatan kuasa kegelapan. Kendatipun kuasa Iblis dipatahkan oleh kemenangan Kristus, namun dia tetap mempertahankan cengkeramannya di tempat-tempat di mana Injil tidak diterima. Jadi kejatuhan telah mengakibatkan dunia ini menjadi tempat percekcokan dan peperangan bagi mereka yang mengikuti Yesus Kristus; dan oleh sebab itu, penegasan orang Kristen terhadap dunia, seperti tersebut di atas, harus dilakukan dengan mata terbuka dan hati yang bijaksana. Dunia bukan tempat yang netral, namun itu pun jangan dijadikan sebagai alasan untuk lari dari dunia. Orang Kristen yang mengingat kejatuhan akan mempelajari Alkitab untuk mengenal musuh rohaninya, tentang bagaimana Iblis menyatakan diri di dunia, jenis serangan yang dilancarkannya terhadap anak-anak Allah serta karya-Nya dan bagaimana ia dapat dikalahkan oleh orang Kristen yang menggunakan senjata-senjata Allah dalam perang rohani ini (2Kor 10:3-5; Ef 6:10-18*).

    Dengan mengakui kejatuhan dunia dan kepelikan manusia sezamannya, kita harus menyampaikan kepada dunia satu-satunya berita yang dapat menyelamatkan dan membebaskannya, yakni kabar baik tentang Yesus Kristus. Motivasi untuk menginjili lebih daripada belas kasihan saja, tetapi unsur ini juga terdapat di dalamnya (Mat 9:36*). Karena mengetahui bahwa pada akhirnya baik pria maupun wanita tidak berdaya secara moral dan spiritual, maka kita mohon kepada Allah dalam rahmat dan anugerah-Nya untuk menyadarkan generasi ini akan kebutuhannya, supaya dengan berpaling kepada-Nya mereka dapat mengalami kasih sayang-Nya serta keselamatan yang kekal.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 14. Penerapan [Indeks]

    b. Pandangan kita mengenai diri kita

    Ajaran tentang kejatuhan manusia seharusnya membangkitkan kerendahan hati dan penyesalan atas dosa bila kita melihat diri sebagai orang yang dalam ketololan dan pemberontakannya terhadap Allah tidak dapat diselamatkan dengan jalan lain kecuali melalui salib Kristus. Meskipun kesalahan kita diampuni di hadapan Allah, namun kita tetap berwatak jatuh dalam dosa. Semua dosa adalah perlawanan terhadap Allah dan rencana-Nya bagi kita tidak dapat dipenuhi sebelum seluruh dosa dihapuskan dari hidup kita. Jadi, bagi setiap orang Kristen ada tugas pembaruan moral yang harus dilakukan, suatu kursus sepanjang hidup tentang pembangunan kembali watak kita. Karena itu, kita terpanggil untuk mawas diri dalam terang firman Allah untuk mengenal dosa-dosa, agar kita dapat bertobat dan meninggalkannya. Dalam hal ini, kita harus realistis secara praktis dan alkitabiah dan mengakui bahwa dosa telah berakar dalam diri kita dan bahwa pekerjaan pembaruan yang dibutuhkan sangat luas, sehingga kita pun jangan cepat putus asa kalau pekerjaan anugerah dalam diri kita itu kelihatan lambat dan terputus-putus.

    Dalam proses pembaruan ini, kita dapat mengharapkan bahwa Allah akan menggunakan keadaan kehidupan kita, bahkan peristiwa yang mungkin terjadi yang membawa penderitaan atau cobaan seperti kekecewaan, frustrasi, penyakit fisik atau emosional, dan lain-lain. Itu tidak berarti bahwa kita tidak harus mencari pertolongan, malahan sebaliknya. Akan tetapi, kalau peristiwa itu datang tanpa diharapkan, atau bahkan sebagai hasil kebodohan atau ketidaktaatan, seringkali kita dapat melihat tangan Allah yang menertibkan kita "untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya" (Ibr 12:10*).

    Semua ini hanya merupakan segi negatif dari pekerjaan Allah di dalam kita. Ada juga segi positifnya, yaitu mengalami berkat kehidupan Kristen karena Roh Kudus dan perkembangan buah Roh dalam diri kita (Gal 5:22*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 14. Penerapan [Indeks]

    14.3 Manusia dalam anugerah

    a. Ibadah

    Kisah umat manusia tidak akan berkelanjutan kalau manusia dibiarkan mengurus dirinya sendiri. Adanya pria dan wanita yang hidup di dalam anugerah hanya terjadi karena Allah yang hidup memiliki anugerah. Pada waktu menyadari itu, orang tidak bisa berbuat lain kecuali memuji dan beribadah kepada-Nya.

    b. Pengharapan

    Walaupun terdapat halangan terhadap pertumbuhan sebagai orang Kristen, serta serangan-serangan si jahat dan masa-masa kekeringan, namun orang yang menerima anugerah tidak putus asa sama sekali karena sadar bahwa "Ia yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya" (Fili 1:6*). Orang itu berkali-kali berpaling kepada Kristus dan melihat di dalam Dia tujuan mereka, yaitu seseorang yang sudah mencapai hubungan yang sempurna dengan Allah, sesamanya, dirinya, dunia dan waktu. Bila kita memandang kepada Kristus dengan penuh harapan, maka kita akan belajar melihat perintah-perintah Alkitab sebagai janji-janji gemilang, sehingga apa yang diperintahkan-Nya kepada kita akan menjadi kenyataan. Dengan kata lain, perintah-perintah itu merupakan janji yang akan berkembang.

    Pengharapan orang Kristen juga diungkapkan dalam sikap terhadap orang bukan Kristen; sebab jika Allah telah mengubah kehidupan kita oleh anugerah-Nya yang berdaulat, maka ada pengharapan bagi setiap orang.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 14. Penerapan [Indeks]

    c. Persekutuan

    Karya anugerah Allah berlangsung terus dalam persekutuan umat Allah yang hidup. Dalam persekutuan itu keterbatasan dan kelemahan masing-masing individu dilengkapi dan umat Allah bertumbuh bersama menuju kedewasaan di dalam Kristus (Ef 4:12-16*). Perhatian terhadap pembaruan dan pertumbuhan di dalam diri kita akan diungkapkan secara bersama dalam komitmen yang semakin mendalam kepada persekutuan jemaat setempat.

    d. Kemuliaan

    Di sini pengharapan Kristen terungkap sepenuhnya. Pada suatu hari umat manusia akan diperbarui sepenuhnya dan akan berdiri di hadapan Allah sebagaimana Adam pernah berdiri sebelum kejatuhan. Banyak orang Kristen telah diracuni pikirannya oleh materialisme yang semakin merajalela, sehingga praktis mengabaikan prospek surga, sampai betul-betul dihadapkan kepada kematian dan dunia sesudah mati. Para penulis Perjanjian Baru tidak dihambat demikian, begitu pula orang Kristen pada zaman-zaman terdahulu. Calvin misalnya menganggap bahwa hal merenungkan hidup masa depan adalah ciri utama orang Kristen. Hanya kalau kita sengaja menerima perspektif abadi ini, maka kita dapat melihat keberadaan manusia di dunia ini dalam proporsi sebenarnya dan melihat kematian sebagai pintu gerbang yang akan kita lalui menuju hidup yang kekal. Selanjutnya, sifat moral yang sempurna yang akan jadi milik kita di dunia yang akan datang, akan merupakan rangsangan penting untuk maju terus dalam pekerjaan pengudusan.

    Perspektif ini akan memacu puji-pujian yang baru, sehingga kita memuliakan Allah karena segala yang telah dicapai-Nya dalam mengangkat umat manusia yang jatuh dari kedalaman kerusakannya dan menempatkannya di hadapan diri-Nya serta mengucapkan kata-kata yang pertama-tama diucapkan-Nya mengenai Adam, yakni "sungguh amat baik" (Kej 1:31; Yes 42:1; Mat 17:5; Luk 3:22; Wahy 21:1-4*).



    Indeks Bab 15: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.D 01010]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 15 Kemanusiaan Yesus Kristus ......................... 01171

    Ps 15.1 Kehidupan Beragama ........................... 01172

    Ps 15.2 Pengetahuan yang Terbatas .................... 01172

    Ps 15.3 Pencobaan .................................... 01173

    Ps 15.4 Sesudah Kebangkitan .......................... 01174

    Bahan Alkitab .............................................. 01175

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01176

    Kepustakaan ................................................ 01177



    Mengenali Kebenaran -- Bab 15. Kemanusiaan Yesus Kristus [Indeks]

    D. YESUS KRISTUS

    15. KEMANUSIAAN YESUS KRISTUS

    Ada cukup banyak bahan dalam kitab-kitab Injil untuk menetapkan bahwa Yesus adalah manusia sejati. Bahkan pokok ini merupakan salah satu pokok yang disetujui oleh hampir semua peneliti kitab Injil akhir-akhir ini.

    Berita Injil dimulai dengan menempatkan Yesus dalam rentetan silsilah manusia (Mat 1:1-16; Luk 3:23-38*). Terlepas dari cara pembuahan, kelahiran-Nya adalah kelahiran normal seperti manusia lain (Mat 2:7*; Gal 4:4*). Janinnya berkembang dalam rahim Maria dan masuk ke dunia melalui saluran kelahiran seusai masa kehamilan dan persalinan. Sama seperti kita, hidup-Nya berlangsung dalam masa pertumbuhan dan perkembangan normal (Luk 8:40-52; Ibr 5:8*) dalam lingkungan rumah tangga dan keluarga (Mr 6:1-6*).

    Menurut kitab-kitab Injil, Yesus juga mempunyai keterbatasan fisik normal: keletihan (Yoh 4:6), kelaparan (Mat 21:18*), rasa haus (Mat 11:19*). Pada saat-saat terakhir hidup-Nya, Ia mengalami penderitaan lahir dan batin yang sangat mendalam sebelum kematian-Nya secara fisik (Mr 14:33-36; Luk 22:63; 23:33*).

    Ia mengalami segala macam emosi manusia, misalnya kegembiraan (Luk 10:21), kesedihan (Mat 26:37), kasih (Yoh 11:5*), belas kasihan (Mat 9:36), rasa heran (Luk 7:9), marah (Mr 3:5*). "Orang yang mengira bahwa Anak Allah bebas dari emosi manusia, tidak sungguh-sungguh mengakui dia sebagai manusia" (Calvin). Penelitian kata-kata yang dipakai dalam Perjanjian Baru Yunani menyingkapkan kedalaman dan intensitas emosi manusiawi-Nya, misalnya kesedihan (Luk 19:41*), kecemasan (Mat 27:46; bnd. Yoh 12:27), kemarahan (Yoh 2:17*) dan lain-lain (Warfield 1950: hlm. 93-145).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 15. Kemanusiaan Yesus Kristus [Indeks]

    15.1 Kehidupan beragama

    Yesus mengikuti ibadah umum (Luk 4:16*) dan Dia mempelajari, merenungkan dan menjelaskan Kitab Suci (Mat 4:4; 19:4; Luk 2:46; 24:27*). Terlepas dari persekutuan batin yang terus-menerus dengan Bapa-Nya, Yesus sering menyuarakan doa-Nya (Luk 3:21*) dan kadang-kadang berdoa sepanjang malam (Luk 6:21*). Injil Yohanes khususnya menyaksikan tentang kehidupan Yesus yang taat dan bergantung sepenuhnya pada Bapa yang telah mengutus-Nya (Yoh 4:34; 6:38; 12:49* dsb.). Walaupun hubungan-Nya dengan Bapa jelas berbeda dengan kita (Luk 10:21-22; Yoh 20:17*), namun Yesus dapat disebut perintis yang memimpin kita dalam iman (Ibr 12:2*).

    15.2 Pengetahuan yang terbatas

    Hal ini sulit untuk ditentukan dengan tegas, karena sudah tentu pengetahuan Yesus tidak pernah hanya setingkat dengan kesadaran kita yang terbatas dan berdosa. Dengan demikian, Ia mengetahui sejarah seseorang yang belum pernah terungkap (Yoh 1:47; 4:47*) dan pikiran musuh (Luk 6:8) serta sahabat (Luk 9:47*). Lagi pula Ia memahami Perjanjian Lama dengan cara yang tidak pernah dipahami orang lain (Mat 22:29; Mat 26:54,56; Luk 4:21; 24:27,44-45*). Tetapi perlu kita bandingkan ayat-ayat itu dengan Markus 5:30; 6:38; 9:21*; dan Lukas 2:46*, pada waktu Yesus nampaknya bertanya untuk mengatasi ketidaktahuan-Nya. Khususnya Ia mengaku tidak tahu "hari atau saat" kembali-Nya (Mr 13:32*). Namun ketidaktahuan tidak sama dengan kesalahan. Penting sekali artinya bahwa ayat ini langsung didahului oleh pernyataan tentang keabsahan ajaran-Nya: "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu" (Mr 13:31*).

    Perbedaan antara ketidaktahuan dan kesalahan penting sekali. Pikiran, pengalaman dan persepsi manusia merupakan rangkaian kesatuan yang tak terputus-putus. Karena itu, tidak mungkin menganggap bahwa Yesus salah mengenai keyakinan-Nya, atau dalam pengajaran-Nya, dan sekaligus percaya bahwa Ia bertindak sebagai wakil tak bercela yang menanggung dosa kita (bnd. di atas: ps 3.2.a). Alkitab di sini menyajikan keseimbangan dalam hal pengetahuan Yesus yang terbatas namun tanpa salah. Yesus mempunyai kesadaran unik dan jelas mengenai sang Bapa dan kehendak-Nya (Luk 2:49*) dan sekaligus Ia ingin memahami secara lebih mendalam lagi (Luk 2:46*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 15. Kemanusiaan Yesus Kristus [Indeks]

    15.3 Pencobaan

    Kemanusiaan Yesus jelas juga dalam hal pencobaan (Mat 4:11; 27:42*; Mr 1:24; 8:33; Luk 11:15-20*). Kesaksian kitab-kitab Injil dirangkum dalam Surat Ibrani, "sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibr 4:15*).

    Sering dikemukakan keberatan bahwa pencobaan Yesus tidak murni karena Ia bukan orang berdosa dan karena itu dosa dan Iblis tidak berpengaruh atas Dia, atau karena sebagai Allah yang menjadi manusia, Ia tidak mungkin berbuat dosa. Tetapi penegasan bahwa pencobaan-pencobaan itu bersifat "tidak murni" sama sekali tidak sesuai dengan penyajian Alkitab mengenai hal itu. Selain itu, Adam sebelum kejatuhan adalah contoh watak manusia tak berdosa yang mengalami pencobaan yang sungguh-sungguh (Kej 3:1-2*). Memang dalam arti tertentu tidak masuk akal kalau Yesus sebagai penjelmaan ilahi berdosa; tetapi itu sama sekali tidak menghilangkan atau mengurangi realitas konfrontasi-Nya terhadap serangan Iblis berhubung dengan ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya.

    Apabila satu pasukan tentara menyerang tentara lain, faktor penentu adalah kekuatan menyeluruh dari serangan. Dalam hal pencobaan Yesus oleh Iblis, Ia menghadapi serangan yang sama atau malahan lebih dahsyat daripada kita. Paulus menyebut tindakan Allah untuk mengekang kuasa pencobaan supaya kita dicobai "tidak melebihi kekuatan manusia" tetapi akan diberikan "jalan ke luar" (1Kor 10:13*), jadi agaknya pencobaan yang kita alami disaring oleh tangan pemeliharaan Tuhan. Dalam pencobaan Yesus, saringan itu ditiadakan. Siapa di antara kita yang mengalami pencobaan tak terputus-putus selama 40 hari dan 40 malam (Mat 4:1-2*) atau berkeringat darah dalam usaha melakukan kehendak Allah pada waktu menghadapi pencobaan (Luk 22:44*)? Hanya Dia yang menentang pencobaan sepenuhnya yang dapat mengalami kuasa pencobaan itu sepenuhnya. Walaupun Yesus menjadi manusia, namun Dia tidak berdosa dan Dia tetap tak bercela sepanjang hidup, tetapi sebagai manusia sejati Ia menderita tekanan dan daya tarik pencobaan yang teramat sangat. Pencobaan segawat itu tidak pernah akan kita alami.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 15. Kemanusiaan Yesus Kristus [Indeks]

    15.4 Sesudah kebangkitan

    Sesudah kebangkitan-Nya Yesus masih nampak sebagai manusia sejati. Misalnya sewaktu bertemu dengan Maria (Yoh 20:11-12*), Tomas (Yoh 20:24-25) dan Petrus (Yoh 21:15-16*), Dia memperlihatkan kepekaan manusiawi dan simpati mendalam, mungkin karena penderitaan di kayu salib telah memperkokoh tali persaudaraan Yesus dengan saudara-saudara manusia-Nya.

    Bukti yang dikemukakan sampai sekarang pada umumnya terbatas pada keempat kitab Injil. Tetapi bagian Perjanjian Baru lainnya memberi kesaksian lebih lanjut yang sangat mengesankan tentang kemanusiaan Yesus yang sejati (Kis 2:22; 13:38; 17:31; Rom 8:3; Fili 2:8; Kol 1:22*; 1Tim 2:5; 1Pet 4:1*). Tak ragu lagi, menurut ajaran Alkitab, Yesus adalah betul-betul manusia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 15. Kemanusiaan Yesus Kristus [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Matius 1:1-16,25; 4:1-10; 9:36; 11:19; 21:18; 27:43,46*;
    Markus 3:5; 6:1-3; 9:21; 10:21; 13:32; Lukas 2:7,40-52*;
    Lukas 4:16,17; 7:9; 19:41; 22:41-44; 24:41,42*;
    Yohanes 1:14; 4:6; 6:38; 7:16; 12:27,28; 15:14,15; 19:28,34*;
    Kisah 2:22; 13:38; 17:31; Roma 8:3; Galatia 4:4; Fili 2:8; Kol 1:22*;
    1Timotius 2:5; 3:16; Ibrani 2:14; 5:7,8; 12:2; 1Petrus 2:21-24; 4:1*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 15. Kemanusiaan Yesus Kristus [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan secara ringkas bukti-bukti Perjanjian Baru tentang kemanusiaan Yesus yang sejati. Menurut Anda segi mana yang paling meyakinkan dan mengapa?

    2. Pernah dikatakan bahwa (a) pencobaan dan (b) ketidaktahuan Yesus tidak nyata atau tidak sesuai dengan keilahian-Nya. Bagaimana reaksi Anda terhadap pendapat-pendapat tersebut?

    3. Sebutkan dampak-dampak teologis dari kemanusiaan Kristus yang sejati bagi

      1. ajaran Kristen mengenai manusia dan
      2. ajaran Kristen tentang penebusan.
    4. Bagaimana kemanusiaan Kristus yang sejati dapat membantu orang yang sedang mengalami

      1. pencobaan berat,
      2. perasaan telah ditinggalkan oleh Tuhan, dan
      3. penderitaan fisik berat?


    Mengenali Kebenaran -- Bab 15. Kemanusiaan Yesus Kristus [Indeks]

    Kepustakaan (15)

    France, R. T.
    1975 _The Man they Crucified_ (IVP).
    Grogan, G. W.
    1979 _What is the Bible Says about Jesus_ (Kingsway).
    McDonald, H. D.
    1968 _Jesus, Human and Divine_ (Pickering & Inglis).
    Morris, L.
    1958 _The Lord from Heaven_ (IVP).
    Stott, J. R. W.
    1970 _Christ the Controversialist_ (Tyndale Press).
    Warfield, B. B.
    1950 _The Person and Work of Christ_ (Presbyterian & Reformed).



    Indeks Bab 16: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.D 01010]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 16 Keilahian Yesus Kristus ........................... 01179

    Ps 16.1 Pernyataan-pernyataan Langsung ............... 01179

    Ps 16.2 Kesamaan Yesus dengan Tuhan Allah ............ 01180

    Sb 16.2.a Nama Allah ................................ 01180

    16.2.b Kemuliaan Allah ........................... 01181

    16.2.c Ibadah kepada Allah ....................... 01181

    16.2.d Penciptaan ................................ 01182

    16.2.e Keselamatan ............................... 01182

    16.2.f Penghakiman ............................... 01183

    16.2.g Kesaksian ................................. 01183

    Ps 16.3. Bukti-bukti Lain ............................. 01184

    Sb 16.3.a Kebangkitan ............................... 01184

    16.3.b Kenaikan .................................. 01185

    16.3.c Kesadaran diri Yesus dan Pernyataan-Nya ... 01186

    16.3.d Kelahiran dari Anak Dara .................. 01188

    Ps 16.4 Kesimpulan ................................... 01189

    Bahan Alkitab .............................................. 01190

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01191

    Kepustakaan ................................................ 01192



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    16. KEILAHIAN YESUS KRISTUS

    Di sini kita tiba pada salah satu pokok kepercayaan dalam agama Kristen yang menggemparkan, yakni bahwa Kristus bukan hanya manusia yang sejati tetapi sekaligus juga Allah yang sejati. Ini salah satu kekhasan agama Kristen. Orang Yahudi dan Islam juga mengakui Allah sebagai yang Mahaesa dan Mahatinggi, dan mereka menghormati para bapa leluhur dan nabi Perjanjian Lama, tetapi mereka menolak keyakinan Kristen mengenai Yesus. Dalam pemahaman tentang Yesus, agama Kristen unik.

    16.1 Pernyataan-pernyataan langsung

    Ayat-ayat yang menegaskan keilahian Kristus adalah yang paling diperdebatkan dalam seluruh Perjanjian Baru. Banyak ayat yang menyinggung pokok ini dapat ditafsirkan secara berbeda-beda. Namun dalam sekurang-kurangnya lima perikop, bukti yang berbobot menunjang tafsiran bahwa di sini terdapat penegasan langsung tentang keilahian Kristus:

    • "Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya" (Rom 9:5*).

    • "Tentang Anak Ia [Allah] berkata: `TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya`" (Ibr 1:8*).

    • "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah" (Yoh 1:1*).

    • "Tomas menjawab Dia: `Ya Tuhanku dan Allahku" (Yoh 20:28*).

    • "Keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus" (2Pet 1:1*).


    Perjanjian Baru juga berisi banyak ayat lain yang mungkin menunjukkan keilahian Kristus, walaupun penafsirannya tidak pasti (mis Mat 1:23*; Yoh 1:18; 17:3; 2:2; Kis 20:28; 2Tes 1:12; 1Tim 1:17; Tit 2:13*; Yak 1:1; Yoh 5:20*). Bagaimanapun, kelima ayat yang dikutip di atas sudah cukup jelas.

    Keilahian Kristus juga ditegaskan oleh ayat-ayat tentang Allah Tritunggal, yang menyamakan Dia dengan Bapa dan Roh Kudus dalam keilahian (Mat 28:19; Yoh 14:15-23; 1Kor 12:4-6; 2Kor 13:14; Ef 1:3-14*; Ef 2:18,22; 3:14-17; 4:4-6; Wahy 1:4-5*).

    Selain pernyataan-pernyataan langsung seperti itu, ada banyak bahan lagi yang menyangkut keilahian Yesus secara tidak langsung.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    16.2 Kesamaan Yesus dengan Tuhan Allah

    Perjanjian Baru menghubungkan Yesus dengan beberapa sifat Tuhan Allah (_Yhwh_), sang Pencipta dan Penebus dalam Perjanjian Lama. Ada tujuh pokok utama persamaan.

    a. Nama Allah

    Pada abad kedua dan ketiga sebelum Masehi, Perjanjian Lama diterjemahkan dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta). Dalam terjemahan itu, nama Allah yang kudus (_Yhwh_, yang kadang-kadang diucapkan "Yahweh") diterjemahkan dengan kata Yunani _kurios_ (`Tuhan`) sebanyak kurang lebih 7000 kali. Menurut Perjanjian Baru, panggilan yang mulia dan kudus ini diberikan juga kepada Yesus (Rom 10:9; 1Kor 12:3; Fili 2:11*; bnd. juga gelar dengan "Tuan di atas segala tuan", 1Tim 6:15*; Wahy 17:14; 19:16*). Pengakuan "Yesus adalah Tuhan" mungkin merupakan pengakuan iman yang paling dini (Rom 10:9; 1Kor 12:3; 2Kor 4:5*). Pada beberapa bagian, ayat-ayat Perjanjian Lama mengenai Tuhan Allah langsung dihubungkan oleh penulis-penulis Perjanjian Baru dengan Yesus (Kis 2:34-35; 8:34; Ibr 10:12-13; 1Pet 3:22* menggunakan Mazm 110:1; Rom 10:13 menggunakan Yoel 2:32; Fili 2:9-11* menggunakan Yes 45:23; Yoh 12:41 menggunakan Yes 6:10; Ef 4:8* menggunakan Mazm 68:19*). Ayat-ayat ini jelas menyamakan Yesus dengan Tuhan Allah.

    Bukti lain juga terdapat dalam sebutan Allah bagi diri-Nya sendiri yang juga digunakan oleh Yesus, atau yang digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menyebut Yesus. Yang paling penting artinya adalah ungkapan "AKULAH AKU" (Kel 3:14; bnd. Yoh 8:58; 6:35; 8:12,24; 11:25*; Yoh 14:6; Mr 14:62). Begitu pula ungkapan "mempelai" (Yes 62:5*; Yer 2:2; Yeh 16:8; bnd. Mr 2:19-20; Yoh 3:29; 2Kor 11:2*; Wahy 19:7); "gembala" (Mazm 23:1; 80:2; Yes 40:11; Yeh 34:15*; bnd. Yoh 10:11-16; Ibr 13:10; 1Pet 2:25; 5:4*); "yang terdahulu dan yang terkemudian" (Yes 44:6; 48:12; bnd. Wahy 2:8; 22:13*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    b. Kemuliaan Allah

    Kemuliaan Allah adalah penyataan kemegahan-Nya secara visual (Kel 24:15-18; 40:34-35; Im 9:6,23; 2Taw 7:1-3; Yes 6:1-4; Yeh 1:28*). Dalam agama Yahudi, untuk menyatakan penghormatan, kata "kemuliaan" dipakai sebagai pengganti nama kudus Allah sendiri. Kemuliaan Allah tidak dapat diteruskan pada yang lain (Yes 42:8; 48:11*), meskipun demikian Perjanjian Baru berbicara tentang Yesaya 6:1-13* sebagai perwujudan kemuliaan Yesus (Yoh 12:41*) dan tentang Yesus sebagai penyataan kemuliaan Allah (1Kor 2:8; 2Kor 4:4; Ibr 1:3; Yak 2:1*; bnd. Yoh 17:5*).

    c. Ibadah kepada Allah

    Beribadah kepada siapapun selain Tuhan Allah (_Yhwh_) sangat menjijikkan bagi orang Yahudi. Itulah dosa yang paling mendasar (Kel 20:3-6*; Ul 6:4,13-15*). Namun para murid terdahulu, semuanya orang Yahudi, beribadah kepada Yesus. Kenyataan inilah, walaupun tidak begitu sering disebut, yang membuat pengakuan Perjanjian Baru akan keilahian Kristus begitu mengesankan.

    Lagu-lagu pujian diberikan bagi Kristus (Rom 9:5; 2Tim 4:18*; 2Pet 3:18; Wahy 1:5*); dua ditujukan bagi Bapa dan Anak (Wahy 5:13; 7:10). Doa-doa ditujukan kepada Kristus (Kis 7:59*; Kis 9:13; 1Kor 16:22; Wahy 22:20*). Ayat-ayat ibadah Perjanjian Lama dialihkan dari Tuhan Allah kepada Kristus (Yes 8:13* dalam Rom 9:33; 1Pet 2:7; 3:15; Ul 32:34 LXX dalam Ibr 1:6*). Ibadah digunakan dalam hubungan dengan Kristus: dalam LXX _syakha_ (`beribadah, sujud`) biasanya diterjemahkan sebagai _proskuneia_. Dalam ajaran Yesus istilah ini menggambarkan sikap yang harus kita pergunakan hanya untuk Allah (Mat 4:10*). Namun para penulis Injil mempergunakan kata itu untuk menggambarkan sikap orang terhadap Yesus (Mat 2:2,8,11; 14:33*; Mr 5:6; Yoh 9:38*). Reaksi para murid terhadap Kristus yang bangkit adalah khas: "mereka menyembahNya" (Mat 28:17; Luk 24:52*), tanggapan yang juga diberikan oleh kumpulan malaikat dari surga: "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima...hormat, dan kemuliaan dan puji-pujian" (Wahy 5:12*), suatu penegasan yang sangat jelas mengenai keilahian-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    d. Penciptaan

    Allah menciptakan segala sesuatu dan karena itu Dia adalah Tuhan segala sesuatu. Hal itu diterima oleh Perjanjian Lama tanpa dipertanyakan (Kej 1:1; Mazm 33:6-9; Yes 42:5; 48:13; 51:9-16*). Namun Perjanjian Baru dengan leluasa menghubungkan fungsi ilahi ini dengan Yesus. Karya penciptaan Allah mempunyai empat segi:

    • Allah menciptakan dunia pada permulaan;
    • Allah menjaga dan mempertahankan segala sesuatu;
    • Allah memimpin semesta alam yang tercipta pada tujuannya; dan
    • Allah akan mengadakan ciptaan baru.

    Keempat segi ini dikaitkan dengan Yesus. Melalui Dia segala sesuatu terjadi (Yoh 1:1,3; Ibr 1:3; bnd. Kol 1:16; 1Yoh 1:1*); Ia adalah pemelihara dan penopang segala sesuatu (Mat 28:18; 1Kor 8:6; Kol 1:17*; Ibr 1:3*); di dalam Dia semesta alam akan diantar pada tujuannya (Rom 11:36; Ef 1:9; Kol 1:16*); dan "ciptaan baru" itu tak lain dari perwujudan rencana Allah di dalam Yesus Kristus (Yes 65:17; 66:22* "Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru", bnd. Yoh 3:5; 20:22; 2Kor 5:17; Fili 3:20; Kol 3:10; 2Pet 3:1-18*; Wahy 21:1-22:21*).

    e. Keselamatan

    Tuhan Allah adalah penyelamat, demikian keyakinan Perjanjian Lama. Bertentangan dengan ilah-ilah lain, hanya Dia yang mempunyai kuasa untuk menyelamatkan: "Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari padaKu" (Yes 43:11; bnd. Yes 45:21; Yer 3:23; 11:12*). Dia sering membebaskan dengan perantaraan juruselamat manusiawi (Yos 10:6; Hak 2:16,18; 6:14-15*), tetapi pengampunan dosa dan kebangkitan dari kematian menuju hidup yang kekal adalah kuasa khusus Allah sendiri. Meskipun demikian, justru ini yang dihubungkan Perjanjian Baru dengan Yesus. Pada waktu kelahiran-Nya Ia disambut sebagai "yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka" (Mat 1:21*). Ia mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa (Mr 2:7-10; Luk 7:48*), Ia dilihat sebagai Juruselamat orang berdosa (Yoh 3:17; Kis 4:12; 15:11*; Gal 1:4; Ef 5:23; Ibr 7:25; Wahy 1:5). Ia membangkitkan orang mati (Mar 5:35-43; Mar 7:11-17,22; Yoh 11:1-57*) dan melalui Dia sekarang hidup yang kekal diberikan kepada semua yang percaya kepada-Nya (Mr 10:21; Yoh 3:16; 5:24; 1Yoh 5:11*) dan akan dialami sepenuhnya oleh mereka pada masa yang akan datang (Mr 10:30; 1Kor 15:22,54*; 1Tes 1:10*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    f. Penghakiman

    Bagi Perjanjian Lama, hanya Allah adalah hakim. Kekudusan serta kemegahan-Nya diungkapkan dalam penghakiman-Nya yang adil (Ul 32:4; Mazm 99:1-9*; Yes 5:16*). Beberapa bentuk penghakiman ilahi tertentu diwujudkan melalui manusia sebagai pelaku (Ul 1:16; Yes 10:5; 45:1*), tetapi penghakiman akhir adalah hak khusus Allah (Ul 7:9; Pengkh 12:14*; Yoel 2:31*). Sekali lagi tugas-tugas ilahi yang unik ini dituntut oleh Yesus dan dengan leluasa dihubungkan dengan Dia (Mat 25:31-46*; Mr 8:38; Yoh 5:22-30; Kis 17:31; 2Kor 5:10; 2Tes 1:7-10*; Wahy 14:14-20*). Pada hari terakhir, Yesus akan mengadili "segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia" (Rom 2:16*) dengan penghakiman ilahi yang pasti.

    g. Kesaksian

    Satu lagi hubungan antara Yesus dan Tuhan Allah dapat disebutkan. Dalam Perjanjian Lama, Allah menugaskan umat-Nya sebagai saksi-saksi-Nya (Yes 43:10*); dan dalam Perjanjian Baru Yesus mengutus murid-murid-Nya dengan kata-kata yang sama, "Kamu akan menjadi saksiKu" (Kis 1:8*).

    Seperti telah kita lihat, beberapa penulis Perjanjian Baru pernah menyebut Yesus sebagai Allah secara langsung, namun demikian alam pikiran Yahudi mereka lebih mudah menyatakan keyakinan ini dengan menyebutkan bahwa Yesus melakukan hal-hal yang hanya dapat dilakukan dengan baik oleh Allah. Oleh sebab itu, cara mereka membicarakan keilahian Yesus tidak berbentuk pernyataan metafisik (seperti "Yesus adalah Allah"), tetapi berupa penegasan bahwa Ia mengambil bagian dalam ciri-ciri serta tugas-tugas Allah yang tak dapat dibagi-bagikan. Dengan demikian kebenaran yang menggemparkan itu disingkapkan: Yesus -- manusia yang hidup di Nazaret, bergumul di Getsemane dan mati pada kayu salib di Golgota -- harus disamakan dengan Tuhan, Allah Pencipta dan Penebus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    16.3 Bukti-bukti lain

    a. Kebangkitan

    Kebangkitan Yesus adalah peristiwa yang sangat pokok dalam Alkitab dan ada banyak sekali acuan kepada peristiwa itu dalam seluruh Perjanjian Baru. Menyangkal fakta ini sama dengan mencabut isi dan nilai iman Kristen (1Kor 15:14*). Karena itulah kebangkitan telah mengalami kritik gencar sekali.

    Kritik tentang teks kitab-kitab Injil

    Serangan dipusatkan pada dua pokok:

    • dikatakan ada ketidakcocokan dalam cerita-cerita tentang penampakan Yesus sesudah kebangkitan; dan
    • dikatakan bahwa cerita tentang kubur kosong ditambahkan kemudian hari pada tradisi asli tentang penampakan Yesus.

    Tetapi sebenarnya cerita-cerita tentang penampakan itu tidak bertentangan dan pendapat bahwa kubur kosong itu bukan merupakan bagian dari kesaksian rasuli adalah pendapat yang sewenang-wenang dan tidak terbukti. Dari penampakan Yesus yang sudah bangkit itu tentu saja para rasul menarik kesimpulan mengenai jenazah yang telah dilihat oleh para pengikut-Nya di kayu salib, dan yang telah dibaringkan di dalam kuburan (Mar 15:57). Di samping itu, kubur kosong itu dengan jelas dinyatakan secara tidak langsung dalam pemberitaan terdahulu dari Injil Kristen (Kis 2:22-32; 1Kor 15:3*). Para rasul tidak mungkin meyakinkan pendengar mereka di Yerusalem mengenai iman yang berpusatkan kebangkitan (Kis 5:28*), kurang lebih satu kilometer dari kubur Yesus, tanpa membicarakan keadaannya yang kosong. Selain itu cerita-cerita tersebut menggabungkan unsur kubur kosong dan penampakan Yesus secara lancar tanpa menimbulkan keganjilan (Mat 28:1-9; Yoh 20:1-18*).

    Kritik teologis

    Menurut filsafat Kant (1724-1804), ada perbedaan antara fakta dan arti. Berdasarkan perbedaan tersebut pernah dikemukakan bahwa faktor Perjanjian Baru yang menentukan adalah iman para murid, yaitu keyakinan bahwa Kristus telah mengalahkan musuh mereka dan mengangkat mereka menuju kehidupan baru yang penuh harapan dan arti. Apakah Yesus benar-benar bangkit dari kubur atau tidak, kurang penting menurut pandangan ini dan sulit untuk dipastikan. Pada masa kini diakui bahwa fakta dan arti tidak dapat dipisahkan secara demikian, lagi pula perbedaan ini jelas tidak cukup untuk menerangkan timbulnya iman Kristen dalam kebangkitan Yesus. Pandangan tersebut mengatakan bahwa tradisi mengenai fakta kebangkitan timbul dari iman para murid, padahal yang sebaliknya yang benar. Keadaan sekitar kematian Yesus membuat pandangan tersebut terlalu fantastis.

    Bukti-bukti historis

    Ada tiga macam bukti tentang kebangkitan Yesus yang sulit untuk dikesampingkan, artinya tafsiran skeptis apa pun mengenai hal itu lebih sulit dipertahankan daripada penjelasan Perjanjian Baru bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Tiga bukti tersebut adalah:

    • kubur yang kosong;
    • Yesus telah dilihat hidup sesudah kematian-Nya; dan
    • para murid diubah.

    Kenyataan yang ketigalah (yang berdasar pada kedua bukti terdahulu) yang menampilkan gereja di dunia dan, walaupun banyak kelemahannya, gereja masih tetap ada sekarang untuk bersaksi tentang Kristus. Dalam pengertian ini, bukti tentang kebangkitan Yesus tidak dapat dibantah, sama seperti iman yang mendasari penulisan buku ini tidak dapat dibantah, ataupun batu-batu dan semen dari gereja terdekat. Tanpa kebangkitan tidak akan ada umat Kristen yang mempertahankan dan memberitakan Injil selama dua puluh abad. Mengingat keadaan meninggalnya Yesus, kebangkitan merupakan satu-satunya penjelasan yang dapat diterima mengenai kelahiran gereja dengan penuh gairah dan keyakinan, dan kita masih dapat menyelidikinya dan mengalaminya dari karya sastranya, yaitu Perjanjian Baru.

    Kebangkitan dan keilahian Yesus

    Pernah dikatakan bahwa kebangkitan itu, kalaupun benar, tidak membuktikan keilahian Yesus karena Ia membangkitkan orang lain dari kematian tanpa menganggap mereka ilahi. Namun pandangan ini tidak mempertimbangkan dua hal. Pertama, kebangkitan-kebangkitan ini dilakukan oleh kuasa Yesus, suatu kenyataan yang penuh arti; orang-orang tidak setiap hari bertemu dengan seseorang yang dapat membangkitkan orang mati, dalam masyarakat mana pun! Kedua, kebangkitan Yesus tidak hanya menyangkut pemulihan kehidupan fisik. Ia tidak tampil di hadapan para murid sebagai mayat yang bangkit kembali untuk sementara. Yang menyebabkan pujaan dan penyembahan spontan mereka adalah kemenangan atas kematian oleh seseorang yang telah bergumul dan menginjak-injak musuh yang ditakuti itu (Rom 6:9; 2Tim 1:10*).

    Dalam Perjanjian Lama pemberian hidup adalah hak istimewa Allah (Kej 2:7; 1Sam 2:6*). Yesus menyatakan diri-Nya sebagai yang meng hidupkan (Yoh 5:21; 11:25*) dan membuktikannya dengan bangkit dari kematian (1Kor 15:45*). Kalau dilihat tersendiri, kebangkitan itu mungkin tidak cukup untuk membuktikan keilahian, namun dalam konteks seluruh pengajaran serta pelayanan Yesus rasanya sulit untuk menafsirkannya lain daripada penegasan akan keilahian-Nya. Paulus mengatakan demikian juga, mengingat kaitan antara gelar "Tuhan" dan nama _Yhwh_ dalam Perjanjian Lama: Ia "dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita" (Rom 1:4*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    b. Kenaikan

    Kenaikan Yesus (Mat 28:16; Luk 24:50; Kis 1:1-11*) pernah dikritik sebagai ungkapan pandangan dunia yang mitologis dan ketinggalan zaman, yaitu semesta alam bertingkat tiga. Padahal kenaikan itu baru dapat dipahami dengan baik dalam konteks keseluruhan pelayanan Kristus sebagai penyelamat. Sesudah kebangkitan-Nya, Yesus muncul di antara murid-murid-Nya selama 40 hari untuk menyelesaikan pengajaran-Nya kepada mereka dan untuk memberikan mereka kepastian sepenuhnya akan kemenangan-Nya atas kematian dan kedatangan kerajaan Allah melalui Dia. Keadaan luar biasa ini tentu berakhir dan membutuhkan suatu peristiwa yang bersifat klimaks untuk mengungkapkannya. Kalau kita simak kembali makna awan itu dalam Perjanjian Lama sebagai manifestasi kemuliaan dan kehadiran Allah (Kel 40:34; 1Raj 8:10-11; bnd. Luk 9:34-35*), serta perhatian Yesus yang telah bangkit untuk meyakinkan murid-murid-Nya bahwa kini Ia memerintah semesta alam (Mat 28:18; Kis 2:33*), maka kita sudah mendapat dasar rasional bagi kenaikan sebagai kejadian sungguh-sungguh dalam ruang dan waktu. Para rasul menyaksikan Tuhan Yesus terangkat dan awan menutupNya dari pandangan mereka. Seperti yang selalu ditegaskan oleh surat-surat Perjanjian Baru, kenaikan Yesus merupakan penegasan penting tentang kodrat ilahi-Nya; artinya Ia mempunyai bagian dalam kemuliaan Allah dan mempunyai kuasa untuk memerintah di surga dan di dunia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    c. Kesadaran diri Yesus dan pernyataan-Nya

    Kesadaran diri Yesus tak ada tandingannya dalam sejarah dan merupakan bukti kuat tentang kekhasan kodrat-Nya. Hal ini khususnya diungkapkan dalam hubungan-Nya dengan Bapa-Nya. Pada usia 12 tahun Dia menunjukkan perasaan hubungan khusus dan tanggung jawab luar biasa kepada Bapa (Luk 2:42-50*). Sering kali Ia menyinggung hubungan khusus itu (misalnya Yoh 4:34; 5:17-24; 10:30*), sambil menarik garis yang jelas antara keadaan-Nya sebagai Anak Allah dan keadaan sebagai anak yang dialami orang lain (Mat 11:27; Mr 12:6*). Keunikan hubungan ini juga dinyatakan dalam doa-doa-Nya; hanya dengan satu pengecualian, yaitu jeritan karena ditinggal sendiri di atas kayu salib, Ia selalu menyapa Allah dengan cara unik dan khas. _Abba_ adalah panggilan akrab dan penuh hormat seorang anak bagi bapaknya sendiri, yang berarti `ayahku sayang` atau `ayahanda`. Tidak ada bandingannya di seluruh Perjanjian Lama, juga tidak dalam doa dan liturgi Yahudi pada abad pertama. Agaknya Yesus sendiri yang pertama sekali menyebut Allah sebagai _Abba_. Keunikan-Nya itu tidak lenyap dengan pemakaian istilah ini oleh orang Kristen purba (Rom 8:16*). Hak untuk menggunakan istilah akrab ini mereka peroleh hanya karena keunikan Yesus sebagai Anak Allah, yang oleh anugerah Allah juga dinikmati oleh mereka karena "Roh AnakNya" (Gal 4:6*).

    Yesus juga sadar akan eksistensi-Nya terdahulu, waktu hidup dengan Bapa sebelum menjelma di bumi (Yoh 3:31; 8:58*). Ia bahkan menerima sembah (Luk 5:8; Yoh 20:28*), bertentangan sekali dengan Paulus dalam situasi yang serupa (Kis 14:11-15*). Yesus melihat diri-Nya sebagai penggenapan seluruh pengharapan Perjanjian Lama akan penyelamatan (Mr 1:14; 12:35; Luk 11:31*), yang terbukti dalam gelar-gelar yang diberikan kepada Yesus dalam kitab-kitab Injil. Kini kita pelajari empat gelar yang paling menonjol, yang mengungkapkan kesamaan Yesus dengan Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    Mesias

    Gelar "Mesias" (Ibr. _masyiakh_), dalam bentuk "Kristus" (Yun. _khristos_), menjadi panggilan yang paling lazim bagi Tuhan Yesus. Secara harfiah gelar ini berarti "Ia yang diurapi". Dalam Perjanjian Lama kata ini biasanya dipakai untuk raja (1Sam 9:16; 24:6*) tetapi juga untuk para nabi (1Raj 19:16), imam (Im 8:12*), bahkan bagi raja kafir (Yes 45:1*). Dengan pembuangan bangsa Yahudi ke Babel, janji-janji kepada raja (Mazm 72:1-20; 86:3*) mulai dilihat dalam kerangka munculnya seorang raja baru pada masa mendatang, yang adalah dari keturunan Daud (Yeh 37:24*). Antara zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, pengharapan ini berkembang menjadi pengharapan umum akan seorang raja Mesias politis yang sangat diwarnai oleh nasionalisme.

    Ada yang mempertanyakan apakah Yesus menganggap diri-Nya sebagai Mesias, mengingat bahwa Ia enggan menggunakan gelar tersebut khususnya pada awal pelayanan-Nya. Keengganan ini sebagian besar dapat dijelaskan karena salah pengertian pada zaman-Nya baik dari orang Yahudi (Yoh 6:14) maupun bukan Yahudi (Mr 10:42*) mengenai hal Mesias. Ada bukti jelas bahwa Ia sadar akan diri-Nya sebagai Mesias, khususnya bahwa Dia dan misi-Nya mutlak penting bagi kedatangan kerajaan Allah (Mat 12:28; Luk 17:21*). Terdapat juga pernyataan yang jelas mengenai gelar Mesias, seperti pada waktu Ia masuk Yerusalem dengan penuh kemenangan (Mr 11:1-10*) dan kesaksian-Nya pada pengadilan-Nya (Mr 14:61*). Selain itu Ia menerima gelar tersebut dari murid-murid-Nya yang paling dekat (Mr 8:29*). Jelas bahwa bagian kemudian dari Perjanjian Baru tidak segan-segan menggunakan gelar tersebut (1Kor 1:1; Ibr 3:6; 1Pet 4:1*). Yesus adalah yang diurapi Allah, yang mewarisi janji kepada Daud (Luk 1:32*) dan yang akan mendatangkan hari mulia yang telah dijanjikan saat Allah akan memerintah sebagai raja.

    Anak Manusia

    Inilah sebutan yang paling disukai Yesus untuk menyebut diri-Nya. Asalnya terutama dari Daniel 7:13-14*, yang berkata bahwa Anak Manusia, (seorang penghuni surga) akan datang pada akhir sejarah sebagai tuan dan hakim dari semua dan mewarisi kerajaan dunia. Walaupun penggunaannya tidak selalu mempunyai makna yang sama pentingnya, namun banyak keterangan yang jelas mempunyai arti mendalam (Mat 9:6; 12:40*; Mat 16:24; Mr 8:31; Luk 19:10; Yoh 3:14). Markus 14:62* penting karena di sini Yesus menyinggung peranan-Nya yang melebihi peranan-Nya sebagai Mesias, gelar yang ditawarkan kepada-Nya, dan Dia menyatakan bahwa Ia memenuhi peranan Anak Manusia dari Daniel 7:1-28*. Dalam pengertian Yesus, Anak manusia khususnya berhubungan dengan penghakiman (Mat 25:31-46; Yoh 5:27*).

    Konsep Paulus tentang Kristus sebagai Adam terakhir (Rom 5:14*; 1Kor 15:45; Fili 2:5*) mungkin mengacu pada penyamaan Anak Manusia dengan Adam, manusia asli, dalam Yudaisme pada abad pertama.

    Anak Allah

    Dalam kebudayaan berbahasa Yunani pada zaman Perjanjian Baru, gelar "anak Allah" diberikan kepada para kaisar dan kepada orang yang bisa mengadakan mujizat. Dalam Perjanjian Lama, istilah ini dipakai tentang:

    • bangsa Israel (Kel 4:22; Hos 11:1*);
    • raja-raja (2Sam 7:14*) dan
    • Mesias (mazmur-mazmur kerajaan, misalnya Mazm 2:7*).

    Perjanjian Baru juga menghubungkan gelar ini dengan Mesias (Mat 16:16; Mr 14:61*). Semua penggunaan ini menekankan pilihan ilahi dan ketaatan yang dituntut sebagai tanggapan terhadap pilihan itu (Mal 1:6*).

    Gelar ini juga dihubungkan dengan Yesus pada baptisan-Nya (Mat 3:17*) dan pencobaan-Nya (Mat 4:3,6*). Dia memakai gelar ini pada umumnya bukan berhubungan dengan pengadaan mujizat, melainkan dengan kesetiaan-Nya pada tugas yang dibebankan kepada-Nya, khususnya penderitaan (Mat 16:16; Mr 15:39*). Gelar tersebut menunjukkan keesaan dengan Allah, sehingga orang Yahudi mengartikan penggunaan gelar itu oleh Kristus sebagai pernyataan tentang keilahian yang menurut mereka bersifat menghujat (Yoh 10:33,36*). Gereja purba sering menyebut Yesus sebagai Anak Allah (Kis 9:20; Rom 1:4; Ibr 1:1-2; 1Yoh 4:15*), suatu gelar yang sekaligus menunjuk pada hidup-Nya yang taat dan pada hubungan-Nya yang unik dengan Bapa, serta dampaknya bahwa sebagai Anak Allah yang kekal Ia bersifat ilahi.

    Tuhan

    Gelar "Tuhan" (Yun. _kurios_) dipakai pada zaman Perjanjian Baru dengan arti umum "tuan" atau "pemilik", juga sebutan lazim bagi ilah (1Kor 8:5*). Kalau dipakai untuk kaisar, dimaksudkan kekuasaan politik serta keilahiannya. Para rabi Yahudi kadang-kadang disapa demikian sebagai tanda penghormatan besar (Mat 7:21*); tetapi "Tuhan" (Ibr. _adon_) paling banyak dipakai sebagai pengganti nama Allah yang dianggap terlalu suci untuk disebut. Demikianlah padanan bahasa Yunani untuk Tuhan (_kurios_) dipakai dalam Septuaginta untuk menerjemahkan nama _Yhwh_ dan setelah Paskah digunakan untuk Kristus yang agung dan yang memerintah (Kis 2:36*).

    Kini Yesus adalah Tuhan atas semesta alam (Rom 10:9*) serta "Tuan di atas segala tuan" (1Tim 6:15*) dan dalam pengertian ini gelarnya hampir serupa dengan "raja". Perjanjian Baru juga sering menggunakan Mazmur 110:1 dengan acuannya kepada "Tuhan" (Kis 2:34-35*; Rom 8:34*; Kol 3:1; Ibr 1:13; 1Pet 3:22*). Dalam ayat-ayat inilah gelar kemaha-kuasaan dan keagungan ini menegaskan keilahian Kristus (Yes 45:21-23*; bnd. Fili 2:9-11; Yoel 2:32; bnd. Kis 2:21,36*).

    Pernyataan tidak langsung

    Yesus memanggil orang untuk mengikuti diri-Nya. Panggilan radikal itu mendengungkan panggilan Allah dalam Perjanjian Lama (Ul 1:36*; Yos 14:8; Mr 1:17,20*) karena bukan semata-mata untuk mengikuti ajaran-Nya, melainkan mengikuti diri-Nya dengan penyerahan mutlak (Mat 10:38; Luk 14:26*). Kedatangan Yesus merupakan peristiwa pokok dalam karya Allah dengan manusia; tujuan ilahi bagi seluruh manusia tergantung pada diri-Nya dan misi-Nya. Kita akan diadili pada hari terakhir sesuai dengan respons kita terhadap Yesus (Mat 25:31-46; Yoh 5:25-29*).

    Jelaslah Yesus adalah tokoh yang luar biasa, yang tak ada bandingnya dalam seluruh sejarah manusia. Pernyataan-Nya dan kesadaran diri-Nya, serta dampak moral Yesus pada orang sezaman-Nya, memperlihatkan segi kepribadian Yesus yang tidak dapat dijelaskan secara memadai jika kita berpendapat bahwa Ia manusia saja.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    d. Kelahiran dari anak dara

    Kelahiran Yesus dari anak dara diajarkan dengan jelas (Mat 1:18*; Luk 1:39*). Markus dan Yohanes tidak menyinggung hal ini karena Injil mereka dimulai dengan pelayanan Yesus di depan umum, walaupun dalam pendahuluan Injil Yohanes asal usul Yesus diundurkan jauh ke belakang sampai pada keberadaan-Nya sebelum segala sesuatu ada (Yoh 1:1). Ada kemungkinan bahwa Paulus mengetahuinya (Gal 4:4*) dan pasti tidak ada sesuatu pun dalam Perjanjian Baru yang menyangkal cara kelahiran tersebut. Dengan cara yang khas, Matius mendapat petunjuk mengenai hal ini dalam Perjanjian Lama (Yes 7:14*), walaupun perdebatan masih terus berlangsung mengenai arti tepat dari kata Ibrani _alma_ yang digunakan oleh Yesaya dalam ayat tersebut. Teks riwayat kelahiran Yesus dalam Injil Matius dan Lukas terbukti dengan cukup kuat, sama kuatnya seperti bagian-bagian penting lain dalam kitab-kitab Injil; lagi pula, tidak mungkin membaca cerita tersebut selain sebagai cerita yang dimaksudkan sebagai sejarah.

    Beberapa pengritik menolak kelahiran dari anak dara dengan berkata bahwa ajaran itu bersifat doketis (artinya, menyangkal kemanusiaan Yesus yang sejati). Tetapi kesimpulan itu tidak perlu. Asal saja kita menegaskan bahwa Anak abadi sungguh-sungguh dipersatukan dengan kodrat manusia sejak saat pembuahan, maka ajaran tersebut tidak menyangkal kemanusiaan-Nya yang sejati.

    Di pihak lain ada bahaya bahwa kita terlalu membesar-besarkan arti kelahiran dari anak dara. Ajaran itu hanya menjelaskan bahwa kemanusiaan Yesus tidak berasal dari seorang ayah insani, seperti orang lain. Perlu diperhatikan bahwa Alkitab tidak pernah melukiskan Allah Bapa sebagai leluhur pria yang memberikan kromosom laki-laki untuk pengembangan janin. Harus ditegaskan pula bahwa orang Kristen tidak percaya bahwa Allah kawin dengan Maria dan mendapat anak dengan cara persetubuhan insani. Kalau dipikir sepintas lalu memang pandangan ini harus ditolak, karena makhluk yang akan dilahirkan dengan cara demikian tentu bukan Allah dan manusia sejati tetapi semacam hibrida yang setengah Allah dan setengah manusia. Pandangan seperti itu tentang Yesus pernah muncul pada abad kelima dan dinyatakan sebagai ajaran sesat (lihat di bawah tentang Eutychianisme: ps 17.1.g). Pandangan ini membuka pintu bagi pendapat Ireneus yang melihat persamaan yang tak beralasan antara Hawa dan Maria, sehingga pada kemudian hari Maria dipandang sebagai penebus di samping Yesus. Bagi orang yang peka terhadap ajaran Alkitab, pandangan ini kedengaran sebagai penyangkalan bahwa Kristus adalah Penebus satu-satunya yang sempurna dan mantap. Dalam sejarah pemikiran Roma Katolik, pandangan ini telah menyebabkan pengagungan yang berlebihan akan keperawanan.

    Penggabungan kodrat kekal Anak Allah dan kodrat manusia sejati dalam satu pribadi merupakan misteri. Misteri itu tidak dikurangi oleh kelahiran dari seorang anak dara. Namun kita boleh bertanya, apa saja maknanya?

    1. Peristiwa ini memproklamasikan keunikan bayi yang dilahirkan. Dalam Alkitab, bayi-bayi istimewa biasanya lahir secara khusus (Kej 21:1-7; Luk 1:5-23*).

    2. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Allah yang supra-alami itu bekerja dalam penjelmaan. Karena itu keberatan-keberatan biologis sama sekali tidak pada tempatnya. Berdasarkan keyakinan bahwa Allah mahakuasa, maka pembuahan pada anak dara memang tidak mustahil.

    3. Turunnya Roh Kudus atas Maria menyatakan bahwa dalam Kristus, Allah masuk selengkapnya dan sepenuhnya ke dalam pengalaman manusia sejak saat pembuahan.

    4. Peristiwa ini sesuai dengan ajaran Paulus (Rom 5:12-13*; 1Kor 15:22*) bahwa Kristus adalah Adam kedua dan dalam Dia terjadi permulaan baru sejarah moral manusia.**1** Kelahiran Yesus dari anak dara ini memproklamasikan tindakan Allah yang berdaulat untuk melepaskan belenggu perbudakan dan dosa berabad-abad yang disebabkan oleh keterlibatan umat manusia dalam kejatuhan wakil dan sekaligus kepalanya, Adam.

    5. Kelahiran itu konsisten dengan keberadaan Yesus sebelum segala sesuatu. Untuk semua orang lain, penghamilan adalah permulaan eksis-tensi suatu pribadi baru; dalam hal Yesus, Firman abadi berada sebelum saat pembuahan. Ini diungkapkan dalam kata-kata Alkitab, "Roh Kudus akan turun atas" dan "menaungi" Maria (Luk 1:35*).

    6. Peristiwa ini menyuguhkan analogi dengan penebusan yang digambarkan sebagai "kelahiran kembali" (Yoh 1:12; 3:3 dst.; 1Pet 2:2*; Tit 3:5*). Yusuf dikesampingkan dan dengan demikan ditunjukkan keadaan manusia yang tak berdaya, dan di bawah hukuman, di hadapan karya penyelamatan Allah.

    --------------------
    **1**.Tidak dikatakan bahwa dosa warisan dielakkan dengan cara tidak ada
    persetubuhan seksual warisan, seolah-olah dosa adalah penyakit genetik. Kalaupun
    itu benar, maka dosa warisan masih akan diwariskan kepada Yesus melalui Maria
    sendiri. Memang ada orang yang berpendapat bahwa Maria tak tercela, atas dasar
    prinsip bahwa hanya seorang ibu tak berdosa dapat melahirkan anak tak berdosa.
    Tetapi sama sekali tidak ada dukungan Alkitab untuk pendapat itu.
    ---------------------



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    16.4 Kesimpulan

    Bukti-bukti yang dikemukakan di atas menunjukkan secara meyakinkan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah abadi yang telah menjelma menjadi manusia untuk menebus orang berdosa. Ia adalah pribadi kedua dalam Tritunggal, Allah yang menjadi manusia.

    Terlepas sama sekali dari bukti-bukti ini, keilahian Yesus Kristus merupakan dasar pokok bagi kepercayaan bahwa penyataan Kristen bersifat akhir dan penyelamatan Kristen adalah sejati. Jika bukan Allah sendiri yang datang kepada kita dalam Kristus, maka penyataan yang dibawa-Nya bukanlah penyataan terakhir dan mungkin masih akan diganti dengan yang lain. Penolakan keilahian Kristus dengan sekali pukul menumbangkan kebenaran pokok kekristenan dan kita kembali lagi pada situasi sebelum Injil disampaikan kepada kita, yaitu mencari-cari kebenaran dalam kegelapan.

    Jika Yesus bukan Allah sendiri yang datang kepada kita, penyelamatan yang dibawa-Nya tak berdaya untuk mengampuni dan menyelamatkan. Allah yang ditentang manusia dan hanya Allah yang dapat menebusnya. Jika Yesus bukan Anak Allah, Ia tidak relevan bagi soal hubungan manusia dengan Allah, kematian dan pendamaian-Nya tidak relevan bagi keadaan moral manusia di hadapan Allah, dan perasaan kita tentang damai dan pengampunan melalui Dia tinggal hanya perasaan dan tidak lebih dari subjektivitas saja. Dan sekali lagi kita terikat pada tugas yang tak ada habis-habisnya dan tak mungkin berhasil untuk membenarkan diri di hadapan Allah.

    Syukurlah kita dapat melupakan dua mimpi buruk ini. Kita mengingat lagi akan kenyataan bahwa Yesus adalah Anak Allah, dan dengan demikian kebenaran akhir terungkap dalam Dia dan penebusan akhir dibawa melalui Dia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Yesus Kristus sebagai Allah:
    Matius 28:19; Yohanes 1:1-2,18; 20:28; Kisah 20:28; Roma 9:5*;
    1Korintus 12:4-6; 2Korintus 13:14; Efesus 1:1-15; 2:18,20-22; 4:4-6*;
    Kolose 1:15-19; 2:9; 2Tesalonika 1:12; Titus 2:13; Ibrani 1:8*;
    Yakobus 1:1; 2Petrus 1:1; 1Yohanes 5:20; Wahyu 5:13*.

    Yesus dan Tuhan Allah:
    Matius 24:30-31; Markus 2:1-12,19-20; 8:38; 14:62*;
    Yohanes 1:1-3; 5:22-30; 6:35; 8:12,24,58; 10:9,11-12; 11:25; 12:41*;
    Yohanes 14:6; 15:1; 17:5; 18:5-6; Kisah 1:8; 2:34-35; 7:59-60*;
    Kisah 9:13-14; 17:31; Roma 8:34; 9:5; 10:9; 1Kor 2:8; 12:3; 16:22*;
    2Korintus 4:4-5; Efesus 1:9-10,20; 4:8; Filipi 2:9-11; Kol 1:16; 3:1*;
    1Tesalonika 3:11-12; 2Tesalonika 3:5; Ibrani 1:1-13; 13:20-21*;
    Yakobus 2:1; 1Petrus 2:7-8; 3:15,22; 2Petrus 3:18*;
    Wahyu 1:5-6; 2:8*; 5:12,21.

    Keterangan Perjanjian Baru lainnya:
    Matius 3:17; 7:21-22; 9:2; 11:2-6,27; 16:16; 25:31-46*;
    Markus 1:17; 4:41; 10:21; 12:6-7; 13:32; 16:1-8*;
    Lukas 1:35; 5:8,21; 7:14-15,47; 11:20; 24:1-52*;
    Yohanes 3:31; 5:17-24; 8:46; 10:29-38; 11:1-57; 13:13; 14:6*;
    Kisah 2:24-33; 8:36-38; Roma 1:3-4; 8:1,34; 16:7; 1Kor 15:1-20,45*;
    2Korintus 5:15; Galatia 2:20; 3:28; Efesus 1:10-23; 3:8-9; Kol 3:1*;
    Ibrani 1:1-2; 3:6; 4:14; 1Petrus 1:19; 2:21-22; 3:18,22*;
    1Yohanes 3:5; 4:15; Wahyu 17:14; 19:16*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Uraikan tanggapan Anda atas pernyataan, "Tidak ada pernyataan dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus adalah Allah."

    2. Tunjukkan bukti-bukti utama Alkitab yang menyamakan Yesus dengan Tuhan Allah.

    3. Apa arti

      1. pernyataan-Nya,
      2. kelahiran-Nya dari anak dara, dan
      3. kebangkitan-Nya bagi pribadi Yesus?
    4. Mengapa penting untuk menegaskan bahwa kebangkitan Yesus sungguh-sungguh merupakan fakta sejarah?

    5. Selidikilah dampak keilahian Yesus bagi usaha manusia untuk mencari

      1. kebenaran dan
      2. penyelamatan.


    Mengenali Kebenaran -- Bab 16. Keilahian Yesus Kristus [Indeks]

    Kepustakaan (16)

    Anderson, J. N. D.
    1950 _The Evidence for the Resurection_ (IVP).
    Green, M.
    1977 _The Truth of God Incarnate_ (Hodder).
    Ladd, G. E.
    1975 _I Believe in the Resurection_ (Hodder).
    Machen, J. G.
    1958 _The Virgin Birth of Christ_ (James Clarke).
    McDonald, H. D.
    1968 _Jesus: Human and Divine_ (Pickering and Inglis).
    Marshall, I. H.
    1976 _The Origins of New Testament Christology_ (IVP).
    Morris, L.
    1958 _The Lord from Heaven_ (IVP).
    Moule, C. F. D.
    1977 _The Origins of Christology_ (CUP).
    Owen, J.
    1965 _The Glory of Christ_ (_Works_ 1, Banner of Truth).
    Vos, G.
    1954 _The Self-Disclosure of Jesus_ (Eerdmans).



    Indeks Bab 17: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.D 01010]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 17 Satu Pribadi ...................................... 01194

    Ps 17.1 Perdebatan-perdebatan Awal ................... 01194

    Sb 17.1.a Ebionisme ................................. 01195

    17.1.b Doketisme ................................. 01195

    17.1.c Gnostisisme ............................... 01196

    17.1.d Arianisme ................................. 01196

    17.1.e Apolinarianisme ........................... 01197

    17.1.f Nestorianisme ............................. 01197

    17.1.g Eutychianisme ............................. 01197

    17.1.h Konsili Kalkedon .......................... 01197

    Ps 17.2 Beberapa Konsep Penting ...................... 01198

    Sb 17.2.a Kesatuan Hipostatik ....................... 01198

    17.2.b Persekutuan Sifat-sifat ................... 01198

    17.2.c Pandangan Calvinis ........................ 01199

    17.2.d Kristologi Dua Keadaan .................... 01199

    17.2.e Kenosis ................................... 01199

    Ps 17.3 Tafsiran-tafsiran modern ..................... 01200

    Sb 17.3.a Kristologi Fungsional Melawan Kristologi 01200

    Ontologis ................................. 01200

    17.3.b "Mitos" Penjelmaan ........................ 01201

    Ps 17.4 Komentar Selanjutnya ......................... 01202

    Bahan Alkitab .............................................. 01203

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01204

    Kepustakaan ................................................ 01205



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    17. SATU PRIBADI

    Bukti Alkitab menghasilkan dua pernyataan mengenai pribadi Tuhan Yesus Kristus: Ia manusia sejati; Ia Allah sejati. Bagaimana dua kenyataan ini bisa digabungkan dalam satu orang yang otentik, Yesus Kristus, selalu akan merupakan misteri. Namun, ini tidak perlu menghentikan usaha untuk menyelidiki penjelmaan secara mendalam. Kalau kita mengabaikan tugas ini, pihak lain akan mengusahakannya dengan cara-cara yang akan mengakibatkan kekeliruan dan kebingungan. Dalam hal ajaran tentang pribadi Kristus, sama seperti dalam bidang-bidang ajaran Kristen lain, gembala yang kurang hati-hati pasti akan mengundang serigala buas untuk datang (Yoh 10:11-13*). Jadi kita akan menimbang persoalan-persoalan yang terpenting di bidang ini, yang secara teknis disebut kristologi.

    17.1 Perdebatan-perdebatan awal

    Pembahasan teologis sebelum tahun 500 Masehi masih penting karena selama berlangsungnya kebanyakan pandangan penting tentang kristologi sudah muncul. Pembicaraan yang mencapai puncaknya dengan menghasilkan rumusan yang disetujui di Kalkedon pada tahun 451 adalah kerangka semua pembicaraan selanjutnya.

    Generasi-generasi pertama orang Kristen mungkin puas dengan iman yang tidak berbelit-belit. Plinius dalam suratnya kepada Kaisar Trajanus pada permulaan abad kedua melaporkan bahwa orang Kristen "menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Kristus seperti kepada Allah". Namun pada zaman purba itu pun sudah ada pandangan yang berbeda-beda.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    a. Ebionisme

    Cabang Kristen Yahudi ini memecahkan persoalan hubungan kemanusiaan dengan keilahian dalam Kristus dengan cara menghapuskan sama sekali keilahian-Nya. Yesus cuma manusia, meskipun diangkat oleh Allah sebagai Mesias, yang ditakdirkan kembali pada akhir zaman untuk memerintah dunia berdasarkan kuasa Allah yang berdaulat. Sebenarnya pandangan ini gagal menjembatani kesenjangan antara Allah dan manusia.

    b. Doketisme

    Gerakan ini sudah ada sejak zaman rasuli. Berlawanan dengan Ebionisme, gerakan ini menyelesaikan masalah dengan menghilangkan kemanusiaan Kristus. Menurut mereka, Yesus hanya menyerupai manusia (Yun. _dokeo_ berarti `menyerupai`). Gerakan ini mempunyai akarnya dalam keyakinan Yunani dan Asia Barat bahwa materi pada hakikatnya jahat dan bahwa Allah tidak mempunyai perasaan serta pengalaman manusiawi lain. Doketisme tidak diterima karena memutuskan jembatan Allah dengan manusia di ujung seberang; Allah tidak sesungguhnya datang kepada manusia, jadi tidak terjadi pengorbanan yang efektif bagi dosa-dosanya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    c. Gnostisisme

    Waktu tepatnya aliran ini muncul masih dipersoalkan, namun sudah dibuktikan bahwa bukan zaman pra-Kristen. Dunia pemikiran Gnostis-isme sarat dengan spekulasi aneh dan tidak jelas sampai berapa jauh merupakan sistem pemikiran terpadu. Kristus oleh beberapa penulis Gnostik dikatakan turun dari surga tertinggi atau "kegenapan" (Yun. _pleroma_). Selama beberapa waktu Ia menggabungkan diri dengan pribadi historis Yesus, yang badan-Nya dibentuk dari bahan psikis dan kedua unsur terdapat pada hubungan yang tidak erat. Gnostisisme jelas cenderung ke arah Doketisme dan secara efektif memutuskan jembatan di kedua ujung: Kristus bukan Allah sejati ataupun manusia sejati.

    d. Arianisme

    Ketiga pandangan yang baru disebut tidak banyak mempengaruhi gereja secara keseluruhan. Hal ini tidak dapat dikatakan mengenai pandangan kemudian, khususnya sekitar pandangan Arius (256-336), seorang presbiter dari Aleksandria yang telah dipengaruhi oleh guru besar Origenes. Arius mengemukakan bahwa "Anak itu diciptakan". Ia telah menyerap pembedaan yang dibuat Plato antara dunia yang terjamah pengalaman indera, dan dunia gagasan-gagasan yang tak terjamah. Allah yang absolut dan unik, sumber segala sesuatu yang tak berasal, termasuk dunia kedua tadi sehingga dengan radikal terpisah dari dunia tercipta. Jika kerangka ini diterima, maka sulitlah untuk menempatkan Anak (_logos_, Firman, Yoh 1:1*) di dalamnya. Arius menarik kesimpulan bahwa _logos_ tergolong dunia yang diciptakan; sebab itu Ia tidak kekal tetapi Ia sendiri diciptakan pula. Menurut pandangan ini, Kristus memang adalah makhluk yang paling agung, namun sesungguhnya hanya makhluk saja.

    Perdebatan berlangsung berapi-api sepanjang hampir seluruh abad keempat. Setelah Kaisar Konstantinus menjadi Kristen pada tahun 312, politik kekaisaran menjadi faktor penting dalam pasang surut perdebatan tersebut, yang bahkan segi teologisnya sering mengalami kekacauan. Konstantinus mengkhawatirkan keesaan gereja dan memanggil Konsili Nikea pada tahun 325 untuk menyelesaikan masalahnya, tetapi baru pada Konsili Konstantinopel pada tahun 381 perdebatan terselesaikan secara berarti.

    Oposisi terhadap Arius dipimpin Athanasius (296-373) yang dididik di sekolah uskup Aleksandria dan yang tetap mempunyai hubungan dengan tradisi Alkitab dan Ibrani. Penderitaan dan kematian martir-martir Kristen yang disaksikannya pada waktu ia masih remaja, sewaktu Diokletianus memerintah, meninggalkan kesan yang mendalam. Ia menolak dualisme absolut dalam pandangan lawannya Arius dan berusaha memahami Yesus Kristus melalui kesaksian Alkitab baginya. Athanasius bersikap tegar dan gagah berani, dan kadang-kadang praktis sendirian dalam mempertahankan pendiriannya. Dengan ketajaman berpikir yang luar biasa ia menyadari bahwa untuk kebutuhan manusia diperlukan seorang Penebus yang ilahi sepenuhnya. Oleh sebab itu, ia berpegang erat pada pendapat bahwa Kristus sehakikat (_homoousios_) dengan sang Bapa, yaitu pandangan yang telah dikukuhkan di Nikea dan Konstantinopel.

    Kristologi corak Arius masih tetap ada. Saksi-saksi Yehowa, aliran Christadelphian serta banyak lagi aliran lain tidak mengakui keilahian sesungguhnya Yesus Kristus. Hal ini sering dituangkan dalam istilah filsafat dan teologi yang canggih-canggih. Ajaran sesat tak alkitabiah ini dengan tegas harus ditolak dalam segala bentuknya, seperti pada abad keempat, begitu pun sekarang ini, karena menolak Injil dan tidak mengakui siapa sebenarnya Tuhan kita Yesus Kristus.

    Walaupun Nikea dan Konstantinopel menetapkan ajaran bahwa Kristus bukan makhluk yang diciptakan dan menjelaskan hubungan-Nya dengan Bapa, namun masalah-masalah lain belum diselesaikan. Dalam periode berikut perhatian dipusatkan pada pribadi Yesus sendiri dan menanyakan mengenai bagaimana unsur ilahi dan manusiawi digabungkan dalam diri-Nya. Tiga pandangan diunggulkan tetapi kemudian terpaksa ditolak.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    e. Apolinarianisme

    Apolinarius (310-390), pendukung Athanasius yang terlalu bersemangat, mengatakan bahwa Firman kekal (_logos_) menggantikan jiwa manusiawi dalam Yesus. Dengan kata lain, Allah Anak menempati tubuh manusia sehingga Kristus tidak mempunyai kodrat manusia sepenuhnya. Gagasan yang jelas berbau Doketisme ini, kemudian ditolak karena sebenarnya menyangkal bahwa Allah benar-benar menjadi manusia.

    f. Nestorianisme

    Nestorius diangkat sebagai uskup Konstantinopel pada tahun 428. Ia ingin mempertahankan kemanusiaan Sang Perantara, dan untuk itu ia mengajarkan pemisahan kedua kodrat dalam diri Kristus sedemikian rupa sehingga membuat kesatuan kepribadian Kristus dipersoalkan. Dampaknya ialah hampir meniadakan penjelmaan dan penebusan terancam. Namun kita dapat mencatat bahwa banyak ahli akhir-akhir ini berpendapat bahwa banyak pandangan yang oleh lawan-lawannya dikatakan berasal dari Nestorius sebenarnya bukanlah keyakinannya. Setelah dipecat sebagai uskup pada tahun 431, ia menghabiskan sisa hidupnya dengan kerja keras dalam tugas pekabaran Injil.

    g. Eutychianisme

    Eutyches, lawan Nestorianisme secara terang-terangan, memperjuangkan pandangan bahwa pribadi Kristus merupakan kesatuan. Ditegaskannya bahwa, walaupun ada dua kodrat sebelum penjelmaan, namun setelah itu hanya ada satu kodrat gabungan. Ini berarti bahwa Yesus adalah semacam oknum jenis ketiga yang bukan manusia sejati dan bukan Allah sejati; dan karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ia tidak sanggup untuk bertindak sebagai perantara. Eutyches dikutuk pada Sinode Konstan-tinopel tahun 448, tetapi dengan cara yang agak meragukan ia dikembalikan pada kedudukannya semula oleh Konsili Efesus pada tahun 449.

    h. Konsili Kalkedon

    Jelaslah bahwa keadaan demikian tidak boleh berlangsung terus, sehingga suatu konsili besar dipanggil di Kalkedon pada tahun 451 untuk menyelesaikan perdebatan secara tuntas. Pernyataan Konsili Kalkedon, yang dipengaruhi teologi Barat yang bersifat pragmatis, gagal memuaskan semua pihak; meskipun begitu, pernyataan itu telah menjadi dasar perumusan ortodoks mengenai pribadi Kristus sejak waktu itu. Pasal utamanya menegaskan "kita harus mengakui bahwa Tuhan kita Yesus Kristus adalah Anak tunggal yang sama...sempurna dalam keilahian...sempurna dalam kemanusiaan...sehakikat (_homoousios_) dengan Bapa dalam keilahian, sehakikat (_homoousios_) dengan kita dalam kemanusiaan bauran, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pemisahan...sifat-sifat kedua kodrat tetap terpelihara dan berada sekaligus dalam satu pribadi (_prosopon_) dan satu hakikat (_hupostasis_)."



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    17.2 Beberapa konsep penting

    a. Kesatuan hipostatik

    Ini adalah istilah pendek untuk apa yang terlibat dalam inkarnasi, yakni: penyatuan dalam satu pribadi (Yun. _hupostasis_) dari kodrat manusia sepenuhnya dan kodrat ilahi sepenuhnya. Di Kalkedon, gereja mengungkapkan hal ini dengan pernyataan yang hati-hati dan berimbang: kedua kodrat bersatu dalam kesatuan pribadi ini, "tanpa pembauran, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pemisahan".

    b. Persekutuan sifat-sifat

    Menurut rumusan lama ini, walaupun kedua kodrat dalam kesatuan hipostatik masing-masing mempertahankan sifat-sifat hakikinya, namun ada persekutuan sungguh-sungguh antara kedua kodrat sehingga sifat masing-masing disampaikan kepada yang lain. Yang hendak dihindarkan di sini ialah kenyataan bahwa beberapa tindakan Yesus tertentu berasal dari kodrat ilahi-Nya (misalnya membangkitkan orang mati, melipat-gandakan roti dan ikan), sedangkan yang lain berasal dari kodrat manusia-Nya (misalnya keletihan, ketidaktahuan mengenai waktu kembali-Nya).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    c. Pandangan Calvinis

    Menurut pandangan Calvinis dalam perdebatan abad ke-16, baik selama pelayanan-Nya di dunia maupun kemudian sebagai Tuhan yang sudah naik ke surga, Firman abadi tidak pernah melepaskan fungsi atau ciri-ciri keilahian-Nya. Ia terus mempertahankan segala sesuatu (Kol 1:17*; Ibr 1:3) dan tetap sebagai kepala para malaikat (Mat 26:53*). Kalau gagasan ini dikembangkan terlalu jauh, akan dihasilkan pembagian pribadi Kristus seperti pada Nestorianisme. Namun secara umum, baik "persekutuan sifat-sifat" maupun pandangan Calvinis tadi sesuai dengan bukti-bukti alkitabiah.

    d. Kristologi dua keadaan

    Gerakan Reformasi membawa pengalaman baru akan realitas hidup dari Kristus dalam Injil anugerah-Nya sebagaimana ditemukan dalam sejarah. Ini membuat gerakan Reformasi memperkaya rumusan Kalkedon, yang didukung sepenuhnya, dengan "kristologi dua keadaan". Dalam hal ini, pribadi Kristus dilihat dalam kerangka gerakan dinamis suatu pribadi tunggal dari keadaan penghinaan dalam daging yang mencapai puncaknya di kayu salib, menuju keadaan kemuliaan dalam kebangkitan dan kenaikan-Nya (Kis 2:22-36; 2Kor 8:9; Fili 2:5-11*).

    e. Kenosis

    Teori kenosis mengembangkan kristologi dua keadaan dengan mengemukakan bahwa dalam kehidupan-Nya sebagai manusia, Firman abadi menanggalkan banyak ciri ilahi yang hakiki (sering diperinci sebagai kemahakuasaan, kemahatahuan dan kemahahadiran). Sebagai pendukung alkitabiah diambil penegasan bahwa Kristus "mengosongkan diri" (Yun. _ekenosen_) dalam Filipi 2:7*. Dengan ini ingin dijaga kemanusiaan Kristus, termasuk juga pengakuan akan keterbatasan manusiawi-Nya, di samping pengakuan tradisional akan keilahian-Nya. Dalam bentuk lemah dari teori ini dikemukakan bahwa ciri-ciri ilahi bukan ditiadakan tetapi "dibuat tersembunyi" atau "hanya digunakan sekali-sekali", atau bahwa kenosis hanya berlaku bagi kesadaran Kristus dan bukan eksistensi-Nya.

    Memang benar bahwa semacam bentuk merendahkan diri terjadi bagi Firman abadi dalam menyatukan diri dengan kodrat manusia yang terjadi di dalam rahim Maria. Namun dapat diragukan apakah konsep kenosis membantu untuk mengungkapkan hal ini. Filipi 2:7* bukan dukungan yang meyakinkan karena yang dimaksudkan dalam ayat itu bukan melepaskan kuasa dan ciri ilahi melainkan melepaskan kemuliaan dan keagungan ilahi. Arti sebenarnya ialah "Ia membuat diri-Nya tak berarti".



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    17.3 Tafsiran-tafsiran modern

    a. Kristologi fungsional melawan kristologi ontologis

    Akhir-akhir ini sejumlah penulis ingin menggantikan "kristologi ontologis" (yang menafsirkan pribadi Kristus dengan berpikir tentang keberadaan dan kodrat-Nya, biasanya dengan memakai rumusan Kalkedon) dengan "kristologi fungsional" (yang menafsirkan pribadi Kristus dengan berpikir tentang peranan aktif-Nya dalam rencana Allah). Tentu saja ada perbedaan antara kedua pandangan ini, namun jangan kita mengatakan keduanya adalah pilihan dan tidak saling mengisi. Pengertian ontologis tidak dapat dilepaskan tanpa mengurangi pribadi Kristus serta kesanggupan-Nya sebagai Perantara. Keinginan melepaskan ontologi itu tidak ada dukungan dari Alkitab. Peryataan seperti "Firman itu menjadi manusia" (Yoh 1:14*) memang bersifat ontologis dan menjawab pertanyaan mengenai keberadaan dan kodrat Sang Perantara (bnd. Yoh 1:1-18; 2Kor 8:9; Fili 2:5-11; Kol 1:15-20; Ibr 1:1-3*).

    Selanjutnya pandangan Alkitab tentang realitas, perbedaan antara berbagai keberadaan dengan kodrat tetap (Allah, manusia, malaikat, dsb.) dan kategori-kategori umum yang mendasari tafsiran penebusan ("dalam Adam", "dalam Kristus") bersifat ontologis dan menyediakan kerangka tentang "substansi" dan "entiti" yang dipakai dalam rumusan Kalkedon. Jadi ontologi tidak mungkin dibuang begitu saja. Memang rumusan Kalkedon tidak ada dalam Alkitab dan pada prinsipnya terbuka untuk ditinjau kembali atau diganti. Namun apabila kita bertanya tentang penyajian Alkitab mengenai Kristus, maka sesuatu yang praktis serupa dengan rumusan Kalkedon itu tak terelakkan. Ajaran kristologi harus bersifat ontologis dan juga fungsional.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    b. "Mitos" penjelmaan

    Akhir-akhir ini beberapa penulis tentang kristologi mengemukakan bahwa berbicara tentang Yesus sebagai Allah yang menjelma adalah cara yang mitologis atau puitis untuk mengungkapkan kepentingan-Nya bagi manusia. Menurut mereka Yesus sebenarnya hanya seorang yang disetujui Allah, terbuka bagi Allah secara khusus dan mempunyai kesadaran unik tentang kenyataan ilahi. Pada dasarnya pandangan ini menghidupkan kembali pemikiran yang berasal dari Ebionisme pada zaman gerjea mula-mula. Persoalannya dipecahkan dengan mencabut unsur ilahi dan menyusutkan Yesus menjadi orang biasa saja: memang orang istimewa, namun tetap manusia belaka.

    Pernyataan ulang modern dari ajaran sesat kuno ini, sama seperti pendahulu historisnya, tak meyakinkan. Usaha menemukan seorang "Yesus asli" yang hanya manusia belaka di balik tokoh Perjanjian Baru yang begitu agung itu sudah sering ditangani, namun gagal total. Kepercayaan akan keilahian Yesus bukanlah suatu tambahan pada pengertian asli tentang Dia, tetapi dari permulaan sudah merupakan kepercayaan gereja. Lagi pula, bukti Alkitab yang mapan tentang keilahian Kristus tak tergoyahkan.

    Kristologi insani ini berarti:

    • penolakan ajaran Kristen tentang Allah -- Yesus tidak ilahi, sebab itu Allah bukan Tritunggal, paling tidak menurut cara yang dapat diketahui manusia;

    • penghapusan ibadah Kristen -- tidak ada lagi doa dan puji-pujian kepada atau melalui Yesus;

    • keyakinan Kristen ditumbangkan -- tidak ada penyataan akhir dalam Kristus, dan ini membuat kita menjadi agnostik mengenai Allah dan akhirnya mengenai segala sesuatu;

    • penyelamatan Kristen menjadi tidak berlaku, oleh karena Kristus bukan Allah yang menjelma, Ia tidak relevan lagi bagi hubungan manusia dengan Allah; dan

    • pencemaran hormat dan kemuliaan Allah dalam Kristus.


    Tak satu pun orang Kristen yang mengasihi kemuliaan Allah akan tertarik untuk mendukung pandangan ini.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    17.4 Komentar selanjutnya

    Petunjuk akan pengertian lebih mendalam tentang inkarnasi dapat ditemukan dalam Injil Yohanes (bnd. Anderson 1978: ps 6; Packer 1977). Dasar penyajian mengenai Kristus itu adalah ketergantungan-Nya yang mutlak pada Bapa-Nya (Yoh 4:34; 6:38,44; 7:16,50,53; 10:18*). Firman Allah yang kekal sepenuhnya berkodrat ilahi, dan sebagai Anak kekal secara abadi keluar dari Bapa; keturunan ilahi yang penuh rahasia ini diungkapkan-Nya dengan cara hidup sebagai Allah dan manusia yang bergantung sepenuhnya kepada Bapa yang diagungkan-Nya. Pada setiap saat dan setiap hal semua hak istimewa dan kesempurnaan ilahi dikuasai-Nya, namun Dia tunduk pada kehendak Bapa dalam segala hal: pengetahuan, pembicaraan, perbuatan, pertentangan dan penderitaan.

    Akhirnya harus diakui bahwa penjelmaan berada dalam kelas tersendiri, sehingga tidak mungkin ditafsirkan berdasarkan analogi dengan pengalaman manusia. Memang, analogi manusiawi ada gunanya karena Kristus adalah Allah yang menjadi manusia dan umat manusia diciptakan menurut gambaran dan rupa Allah, tetapi semua analogi ada batasnya karena kita tidak tahu apa artinya menjadi ilahi dan manusiawi sekaligus. Melebihi batas tertentu Yesus dapat dimengerti hanya dari kesaksian diri-Nya, yang berarti kesaksian Alkitab yang diilhami Allah. "Agunglah rahasia ibadah kita: `Dia, yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia"` (1Tim 3:16*). Sikap rasul yang hati-hati ini tidak meniadakan kemungkinan menelusuri rahasia tersebut, terutama untuk menampik kekhilafan; tidak pula menunjukkan keragu-raguan tentang kenyataan mendasar dari Yesus Kristus sebagai Allah sejati dan manusia sejati. Tetapi pernyataan itu mengingatkan kita akan keterbatasan manusia untuk memahami kenyataan tentang Allah. Rahasia pribadi Kristus itu dinyatakan secara paling mendalam kepada mereka yang datang kepada-Nya seperti gembala-gembala Natal dulu, yang dengan iman penuh dan hati rendah datang memuja dan beribadah kepada-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Yohanes 1:1-18; 10:30-38; Kisah 2:22-36; Roma 1:4*;
    2Korintus 8:9; Filipi 2:5-11; Kolose 1:15-20; 2:9; 1Timotius 3:16*;
    Ibrani 1:1-3; 1Yohanes 1:1-2*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan ajaran-ajaran sesat utama tentang pribadi Kristus. Dapatkah Anda sebutkan dalam bentuk apa kekhilafan-kekhilafan ini muncul akhir-akhir ini?

    2. "Tidak ada kristologi yang dapat melepaskan rumusan Kalkedon". Bahaslah!

    3. Apa yang dimaksudkan dengan "kenosis"? Seberapa jauh konsep ini membantu atau menghalangi pemahaman tentang pribadi Kristus?

    4. Jelaskan pentingnya kristologi yang tepat dalam hubungannya dengan

      1. pandangan mengenai Allah,
      2. Injil penyelamatan,
      3. pandangan tentang umat manusia, dan
      4. pendekatan terhadap Alkitab.


    Mengenali Kebenaran -- Bab 17. Satu Pribadi [Indeks]

    Kepustakaan (17)

    Artikel "Incarnation" dalam _IBD_.
    Anderson, J. N. D.
    1978 _The Mystery of the Incarnation_ (Hodder).
    Berkouwer, G. C.
    1954 _The Person of Christ_ (Eerdmans).
    Green, M.
    1977 _The Truth of God Incarnate_ (Hodder).
    Marshall, I. H.
    1976 _The Origins of New Testament Christology_ (IVP).
    Mascall, E. L.
    1977 _Theology and the Gospel of Christ_ (SPCK).
    Moule, C. F. D.
    1977 _The Origin of Christology_ (CUP).
    Packer, J. I.
    1977 "Jesus Christ the Lord" dalam _Obeying Christ in a Changing World 1_
    (Fountain Books).



    Indeks Bab 18: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.D 01010]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 18 Pendamaian I: Ajaran Alkitab ...................... 01207

    Ps 18.1 Pendamaian dalam Perjanjian Lama ............. 01207

    Ps 18.2 Yesus Sang Mesias ............................ 01208

    Sb 18.2.a Jabatan Nabi .............................. 01208

    18.2.b Jabatan Imam .............................. 01209

    18.2.c Jabatan Raja .............................. 01210

    Bahan Alkitab .............................................. 01211

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01212

    Kepustakaan ................................................ 01213



    Mengenali Kebenaran -- Bab 18. Pendamaian I: Ajaran Alkitab [Indeks]

    18. PENDAMAIAN I: AJARAN ALKITAB

    Inti pokok karya Kristus ialah pendamaian antara Allah dan manusia, khususnya cara hubungan yang terganggu akibat dosa diperbaiki sehingga mereka didamaikan.

    18.1 Pendamaian dalam Perjanjian Lama

    Ada pendapat yang mengatakan bahwa agama Perjanjian Baru berdasarkan anugerah (manusia diterima Allah berdasarkan iman kepada Kristus), sedangkan agama Perjanjian Lama berdasarkan hukum (manusia diterima Allah berdasarkan perbuatannya). Tetapi sebenarnya, sama seperti dalam Perjanjian Baru, keselamatan dalam Perjanjian Lama bergantung pada anugerah dan kemurahan secara cuma-cuma dari Allah (Kej 12:1-7*; Kel 3:6-10; Ul 6:21-23; Yes 41:8-9*), yang diwujudkan dalam perjanjian-Nya dengan Abraham dan keturunannya (Kej 15:18; Kel 6:6-8*; Mazm 105:8-15,42-45; Yes 51:1-6; Yeh 37:25-26; Luk 1:32-33,54-55*; Kis 13:17-23*). Anugerah ini menghendaki respons berupa iman atau kepercayaan (Kej 22:17-18; Mazm 33:16-20; Yes 31:1*).

    Dengan perjanjian sebagai dasar, hukum Taurat berlaku sebagai tuntutan Allah supaya umat-Nya hidup menurut sifat-Nya yang kudus (Kel 20:1-2*). Sayang, agama Yahudi lupa akan hal ini dan hukum Taurat sendiri menjadi faktor dominan yang menghasilkan legalisme dan pengandalan diri sendiri seperti orang Farisi, yang disingkapkan oleh Yesus (Mat 6:5; Luk 18:9-14*). Legalisme ini bukan agama Perjanjian Lama itu sendiri melainkan ajaran sesat yang muncul dari agama Perjanjian Lama itu. Dalam agama Perjanjian Lama, keselamatan dan pendamaian tidak berakar dalam hukum tetapi -- sama seperti dalam Perjanjian Baru -- dalam anugerah Allah.

    Sistem persembahan kurban dalam Perjanjian Lama juga setujuan dengan ajaran Perjanjian Baru mengenai pendamaian. Ada beberapa macam kurban. Kurban persembahan mengungkapkan rasa hormat dan syukur (Ul 33:10*; Hak 6:21*); kurban bakaran biasanya untuk masyarakat seluruhnya (Kel 29:38-42; Bil 28:1-31*). Yang paling berarti bagi pendamaian adalah kurban penebus dosa dan salah. Kurban-kurban ini meliputi pelanggaran yang tidak sengaja terhadap Allah, yang dimaksudkan untuk memohon pengampunan (Im 4:1-5:19*). Persembahan paling penting diberikan pada Hari Pendamaian yang diadakan setiap tahun sekali. Hanya pada kesempatan ini Imam Besar masuk ke tempat kudus di belakang tabir dengan kurban darah sebagai alat pendamaian atas segala dosa yang dilakukan bangsa Israel selama ibadahnya (Im 16:1-23*). Aspek yang paling inti dari keseluruhan sistem ini ialah pertumpahan darah dalam kematian kurban pengganti.

    Sistem mempersembahkan kurban ini menanamkan kesadaran akan kekudusan Allah dan mengajarkan bahwa melawan kehendak Allah (melanggar hukum-Nya) menuntut kematian pengganti yang bersih untuk mendapatkan pendamaian dengan Allah. Kalau dipersembahkan dengan iman dan ketaatan, terlepas dari kemungkinan bertambahnya amal dan dengan kepercayaan akan rahmat Allah saja, persembahan itu membawa berkat perjanjian. Perjanjian Lama mengetahui dengan jelas bahwa persembahan itu sendiri tidak dapat menebus dosa (Hos 6:6; Mi 6:6-8*). Mazmur 51:1-19* khususnya membeberkan ini dengan penuh perasaan. Kesalahan moral tidak dapat dihapuskan dengan kurban (Mazm 51:16*), tetapi hanya oleh rahmat Allah secara cuma-cuma (Mazm 51:1*) sebagai jawaban atas pertobatan pemazmur yang ikhlas (Mazm 51:17*). Dalam pembahasan Perjanjian Baru tentang persembahan Perjanjian Lama dalam Ibrani 9:9*, hal ini menjadi jelas sekali.

    Fokus anugerah Allah juga identik dalam kedua perjanjian, yakni pada pribadi dan karya Kristus. Kalau bagi kita dampak salib Kristus diproyeksikan ke depan, bagi orang percaya dalam Perjanjian Lama dampak itu diproyeksikan ke belakang (Mat 8:16; Luk 2:38; Yoh 3:14; 8:56*; Rom 4:1-25; 10:11-13; 1Kor 5:7; Ibr 9:15; 10:12-14; 1Pet 1:18*). Bagi mereka, seperti juga bagi kita, pendamaian pada dasarnya terjadi oleh karena darah Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 18. Pendamaian I: Ajaran Alkitab [Indeks]

    18.2 Yesus sang Mesias

    Seperti telah kita lihat, Mesias berarti yang diurapi Allah. Di Israel ada tiga jabatan yang pejabatnya diangkat dengan upacara pengurapan dengan minyak, yakni raja (1Sam 16:1-23), imam (Im 8:1-36*) dan nabi (dalam hal ini mungkin secara spiritual, bukan secara harfiah, Yes 61:1*). Para teolog dari generasi ke generasi telah berbicara tentang jabatan Yesus yang "rangkap tiga", yang berarti bahwa Ia diurapi Allah (Kis 10:38; Ibr 1:9*) untuk memenuhi secara sempurna jabatan rangkap tiga itu, sebagai nabi,imam dan raja bagi umat Allah.

    a. Jabatan nabi

    Nabi berbicara atas nama Allah (Kel 7:1-2; Ul 18:18-19*). Secara umum manusia tidak mengetahui kehendak dan rencana Allah. Sebagai penyambung lidah Yang Mahakuasa, nabi berusaha memberitahukannya. Tugas kenabian nampak dengan jelas dalam Musa dan nabi-nabi Perjanjian Lama kemudian seperti Yesaya, Amos, Hosea dan Yeremia. Pengharapan akan Mesias dalam Perjanjian Lama juga meliputi peran ini: "Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan" (Ul 18:15*). Gereja mula-mula telah melihat nubuat ini digenapi dalam Yesus (Kis 3:22-23; 7:37*).

    Orang sezaman Yesus mengenal Dia sebagai nabi (Mat 21:46*; Mr 8:28; Luk 7:16; 9:17). Ia menerima sebutan ini (Mar 6:4*; Luk 13:33), meskipun bukan dengan bulat hati (Mat 11:9-11*) dan sebutan ini saja memang tidak memadai untuk mengungkapkan siapa sebenarnya Yesus (Mr 9:1-8; Yoh 10:30; 14:6*). Yesus adalah salah satu dari sederetan panjang nabi yang membawa firman Allah; walaupun demikian, Ia menonjol jauh di atas mereka sebab Ia sendiri adalah Firman (Yoh 1:1-14*). Mata rantai dasar antara karya Kristus dan pribadi-Nya nyata sekali dalam Yohanes 1:14*, "Firman itu telah menjadi manusia". Dalam diri Yesus, Firman Allah yang profetis diungkapkan sebagai kebenaran yang menyangkut bukan saja ajaran-Nya melainkan juga keberadaan-Nya. Bagian Perjanjian Baru yang kemudian menguatkan hal ini: Yesus adalah hikmat Allah (1Kor 1:30*), yang "di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kol 2:3*).

    Sebab itu, Kristus berfungsi sebagai nabi dalam hal membawa kebenaran Allah yang sesungguhnya kepada manusia yang bebal dan buta karena dosa. Dengan menyatakan Allah sendiri kepada kita (Yoh 14:9*), Yesus adalah Guru Agung yang ucapan-Nya berwenang dan yang harus kita patuhi dalam segala hal (Mat 7:24-29; Mr 1:22-23; Yoh 13:13-14*). Ia menyatakan dan menjelmakan tuntutan Allah terhadap kita serta anugerah Allah yang membuka jalan bagi kita untuk masuk ke dalam kerajaan Allah (Mr 1:14; Yoh 1:17; 10:9*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 18. Pendamaian I: Ajaran Alkitab [Indeks]

    b. Jabatan imam

    Keimaman mengisyaratkan adanya keterasingan manusia berdosa dari Allah. Imam adalah perantara yang ditetapkan Allah untuk menjembatani keterasingan itu (Ibr 5:1*). Alur agama Perjanjian Lama yang penting ini (Kel 28:1-29:46*) khususnya diwujudkan dalam diri Imam Besar yang tugas-tugasnya meliputi memberi persembahan di tempat kudus dalam Rumah Allah sekali setahun pada Hari Pendamaian (Im 16:1-23; Ibr 9:1-8*). Karya Kristus dilihat dalam arti penggenapan tugas keimaman terutama dalam Surat Ibrani, yang menghubungkan-Nya dengan Imam Besar Perjanjian Lama dalam dua hal.

    Pertama, _identitas-Nya_: "imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah" (Ibr 5:1*). Sebagai manusia sejati Kristus memenuhi syarat untuk bertindak atas nama manusia dalam hubungannya dengan Allah (Ibr 2:7-17*; Ibr 4:15; 5:1-3; 10:5-9*). Kesetiakawanan dengan umat manusia ini digambarkan lebih lanjut dalam Perjanjian Lama dengan gagasan _go`el_ atau saudara-penebus. Dalam keadaan-keadaan tertentu sanak saudara dapat bertindak sebagai _goel_ untuk membebaskan saudaranya dari kesulitan tertentu (Im 25:48); tindakan Boas sehubungan dengan Rut (Rut 4:1-13*) merupakan salah satu contoh. Sebutan ini juga diberikan kepada Allah (Kel 6:6; Yes 41:14*). Dalam Kristus, Allah bertindak sebagai saudara-penebus manusia dengan menjadi manusia (Yoh 1:14*) dan bertindak demi manusia untuk menyelamatkannya dari kutukan dan kuasa dosa.

    Kedua, _pengurbanan diri-Nya_: "Setiap Imam Besar ditetapkan untuk mempersembahkan korban dan persembahan" (Ibr 8:3*). Kristus bukan saja imam yang mempersembahkan, melainkan juga kurban yang dipersembahkan. Dengan kasih yang tak dapat dilukiskan, Ia masuk ke tempat kudus dan mempersembahkan diri-Nya di mezbah kayu salib (Ibr 1:3; Ibr 9:12-14*; Ibr 10:10-22; 13:12*). Jelaslah Yesus mengerti tugas-Nya sebagai imam karena Ia dengan bebas menggunakan istilah-istilah persembahan (Mr 10:45; Luk 22:20; Yoh 10:11,15; 15:13*).

    Pandangan ini diperkuat karena Yesus menyinggung gagasan tentang hamba yang menderita dalam Kitab Yesaya. Perikop-perikop tentang hamba yang menderita (Yes 42:1-4; 49:1-7; 50:4-11; 52:13-53:12*) ini mendapat berbagai penafsiran pada zaman Yesus, tetapi hampir tidak ada kecenderungan untuk menafsirkan secara mesianik, karena ayat-ayat tersebut rupanya tak dapat dipertemukan dengan motif Mesias sebagai Raja. Hubungan Yesus dengan hamba tadi dimantapkan oleh Bapa pada pembaptisan-Nya (Mr 1:11; bnd. Yes 42:1*) serta keterangan-keterangan yang sering dibuat dalam kitab-kitab Injil (Mat 8:16-17; 12:18-21; Yoh 1:29) dan ditemukan juga dalam kitab-kitab lain (Kis 3:13; 8:32; 1Pet 2:21*). Mungkin ada lagi petunjuk tentang Yesus yang mengambil tugas keimaman dalam Markus 14:62, ketika Ia menerapkan Mazmur 110:1* pada diri-Nya dan dengan demikian juga secara tersirat Mazmur 110:4*.

    Tugas keimaman meliputi seluruh karya Kristus yang menyelamatkan melalui kematian-Nya. Untuk menguraikan arti sepenuhnya, perlu diuraikan tiga kiasan Perjanjian Baru yang dipakai untuk menafsirkan kematian Kristus.

    Kiasan hukum: pembenaran

    Pemikiran Ibrani mengenai kebenaran senantiasa bernafaskan hukum dan keadilan. Orang benar adalah "yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN" (Mazm 32:2*). Tetapi manusia semua bersalah karena melanggar hukum moral Allah (Mazm 14:1-3*) dan berada di bawah kutukan atau penghakiman hukum itu (Ul 27:26; Mazm 1:5-6*). Lagi pula, tidak ada kemungkinan bahwa Allah akan mengendurkan hukum-Nya dan tidak mengindahkan pelanggaran hukum oleh manusia. Hukum Allah itu bukanlah serangkaian tuntutan semena-semena yang dibebankan pada hati nurani manusia. Pada hakikatnya, hukum Allah merupakan tuntutan Allah agar manusia menyesuaikan diri kepada keberadaan-Nya dan memihak kepada-Nya melawan segala sesuatu yang mengancam dan menentang-Nya (Im 11:44-45; Yes 1:4*). Hukum itu adalah hukum Allah, "kudus, benar dan baik" (Rom 7:12,22*).

    Sebab itu, setiap pelanggaran hukum moral adalah serangan langsung terhadap Allah. Saat orang melakukannya, tindakan itu menjadi bagian integral dari seluruh perlawanan manusia terhadap Allah yang harus diperhitungkan dan ditentang oleh Allah untuk menegaskan keilahian-Nya.

    Tindakan Allah dalam "memperhitungkan" dosa menarik perhatian pada perasaan bersalah yang senantiasa menyertai semua perbuatan dosa. Saat orang berbuat dosa, tindakan itu terhitung masa lampau dan tak dapat diubah-ubah. Orang berdosa adalah orang dengan masa lampau buruk, yang lembaran-lembaran hidupnya cacat dan bernoda. Kita tidak dapat mulai dengan lembaran baru karena dosa yang lalu masih tetap ada, yang pasti menghadapi Allah dan menentang kemegahan dan keilahian-Nya. Kita cenderung menganggap bahwa waktu saja mampu membatalkan dosa, tetapi sebenarnya waktu sendiri tidak dapat mengubah fakta atau salahnya dosa.

    Kalau begitu, apa yang dapat dilakukan? Dari satu segi, tidak ada yang dapat dilakukan. Ketika berhadapan dengan kesalahan dosa, manusia tidak berdaya dan hanya dapat menunggu penghakiman akhir yang merupakan dampak dosa, yang tak terelakkan di dunia yang diciptakan Allah.

    Pada tahap menghadapi keadaan tak berdaya itu, Alkitab menuntun orang pada keajaiban anugerah Allah dalam Yesus Kristus. Sebagai manusia, Ia "takluk kepada hukum Taurat" (Gal 4:5*) dan mematuhi sepenuhnya semua perintah Allah (Yoh 4:34; 8:29*), bahkan "sampai mati" (Fili 2:8*). Dalam kematian-Nya Ia menanggung "kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita" (Gal 3:13*). Dengan begitu, dalam kematian Kristus dosa-dosa umat-Nya diadili (Rom 3:23-26*) dan tidak lagi diingat (Ibr 8:12*), dan "oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup" (Rom 5:18*). Penghakiman dan kutukan ketidaktaatan ditanggung oleh Kristus di kayu salib, dengan "dibuat berdosa" Ia diperlakukan dan dihukum sebagai orang yang berdosa, "supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (2Kor 5:21*).

    Allah mengampuni orang bersalah dan membenarkan mereka berdasarkan ketaatan Kristus sebagai wakil dan kematian penebusan-Nya, dan pegampunan itu dalam Alkitab disebut "pembenaran" (Luk 18:14*; Rom 3:24; 4:25; 1Kor 6:11; Tit 3:7*). Pembenaran itu sama sekali bukanlah imbalan bagi usaha manusia untuk hidup benar, ataupun untuk kesediaannya bekerja sama dengan Allah untuk memberi sumbangan moral kepada pembenaran kita. Pembenaran itu adalah karya Allah yang penuh rahmat kepada manusia yang tidak layak.

    Perlu diperhatikan tentang segi positif pembenaran (Rom 4:1-12*: Fili 3:9*) karena sering kurang ditekankan. Pembenaran bukan hanya soal Allah yang memaafkan kesalahan. Kebutuhan manusia hanya dipenuhi kalau kebenaran, yakni kekudusan watak yang penuh dan sempurna, menjadi miliknya. Inilah pemberian anugerah yang menakjubkan. Ketaatan Kristus kepada hukum dan kebenaran-Nya (1Kor 1:30; Fili 3:9*) menjadi milik orang percaya karena iman. Kegagalan kita secara total dalam ujian moral kehidupan tidak diperhatikan; dan bukan hanya itu, kita lulus dengan nilai 100%! Tepat sekali kalau Athanasius berbicara tentang "pertukaran yang menakjubkan" ketika Anak Allah yang murni dan tak bercela menanggung kenistaan dosa kita dan sebaliknya Ia meliputi kita dengan kemurnian-Nya.

    Allah berbuat adil dengan membenarkan orang-orang berdosa di dalam Kristus, Ia tidak mengesampingkan dosa atau menganggapnya tidak penting (Rom 3:25*). Ia sungguh-sungguh menghakimi dan menghukum dosa di atas kayu salib dan dengan demikian menegaskan anta-gonisme-Nya yang kekal dan kudus terhadapnya. Dengan demikian juga tidak terjadi pengurangan standar bagi orang berdosa; Allah hanya menerimanya berdasarkan kebenaran Kristus yang sempurna yang dianggap sebagai milik orang berdosa karena persekutuannya dengan Kristus melalui iman.

    Secara singkat, Alkitab mengajarkan bahwa inti karya Kristus adalah sebagai berikut: demi kita Ia telah menanggung hukuman yang seharusnya kita jalani karena dosa, dan Dia telah membawa pengampunan dan pendamaian bagi kita. Ajaran ini disebut _penal substitution_ (orang lain menjadi pengganti orang yang dihukum) dan merupakan pokok ajaran dan pemberitaan pendamaian sejak Reformasi.

    Ajaran ini sering dikritik dengan alasan bahwa:

    • penggunaan istilah-istilah hukum (Allah sebagai hakim yang memberi hukuman, manusia sebagai penjahat, dsb.) sangat mengurangi hubungan pribadi manusia dengan Allah;

    • Allah menurut ajaran ini menuntut penghukuman, lain dari Allah penuh kasih yang mengampuni dengan leluasa;

    • pemikiran tentang penggantian tidaklah adil, bahkan tak bermoral dalam konteks ini, karena yang tak bersalah dihukum dan yang bersalah luput; atau, dengan kata lain, pengadilan Allah lebih mudah didamaikan daripada pengadilan manusia, karena dalam pemikiran manusia pengadilan tidak berlaku kecuali kalau yang bersalah sendiri mendapat hukuman.


    Namun, ajaran bahwa orang pengganti yang dihukum dapat dipertahankan walaupun melawan tiga macam kritikan tadi. Pertama-tama kita ingat bahwa hal ini jelas diajarkan dalam firman Allah: ajaran ini bukanlah buatan manusia tetapi bagian dari ajaran ilahi mengenai salib Kristus. Secara lebih khusus lagi mengenai keberatan bahwa ajaran tersebut mengurangi hubungan pribadi Allah dengan manusia, maka cukup jelas bahwa Alkitab tidak membedakan dasar pribadi dan hukum dengan cara demikian. Para penulis Alkitab gemar menggunakan kiasan hukum dan berulang kali mengacu pada proses peradilan untuk menjelaskan cara Allah berurusan dengan manusia. Mendasari kritikan seperti ini hampir selalu terdapat kegagalan mengerti hukum secara alkitabiah, yakni sebagai sifat Allah yang tak berubah yang menyentuh keberadaan manusia.

    Kritikan kedua menolak Allah yang menghendaki hukuman, dan melukiskan-Nya sebagai Allah yang dalam kasih tidak mengindahkan dosa. Tetapi Allah seperti ini sebenarnya hanya khayalan manusia yang tidak terdapat dalam Alkitab. Pasti ini bukan Allah Perjanjian Lama. Ia juga bukan Allah yang dinyatakan Yesus, sebagaimana nyata dari peringatan-Nya yang serius dan berulang kali akan bahaya tidak bertobat (Mat 11:20-24; Luk 13:1-5; 16:19-31*). Yesus sering berbicara tentang fungsi kematian-Nya dalam rencana Allah untuk menyelamatkan manusia dan hal ini juga menunjukkan bahwa Ia sendiri tidak percaya kepada Allah khalayan itu (Mr 8:31; 10:45; 14:24; Yoh 10:11; 12:24*).

    Mengenai tuduhan ketiga tentang ketidakadilan, Packer (1974) mengemukakan bahwa adalah salah jika kita memaksakan kategori Alkitab seperti orang pengganti yang dihukum itu melebihi batas yang dimaksudkan. Ajaran ini sebenarnya merupakan kiasan yang diberikan Allah untuk mengajar kita tentang diri-Nya serta karya-Nya. Pembenaran adalah pemberian Allah Tritunggal dalam kasih-Nya, yang dikerjakan oleh Anak-Nya sesuai dengan keadilan-Nya.

    Jika dilihat dari sudut pandang ini, kiasan tentang hukuman pada orang pengganti dapat dipertahankan tanpa mengacu pada praktek hukum manusia atau pada norma-norma lain mengenai hubungan-hubungan pribadi. Walaupun kita tidak menyepelekan naluri moral manusia yang umum, karena Allah adalah pencipta dan penebus, namun kita juga tidak dapat menjadikan norma-norma kita yang telah jatuh sebagai pengukur terakhir atas tindakan Allah. Pada hakikatnya terjadi ungkapan keadilan yang paling mendalam ketika Allah mengampuni orang-orang berdosa yang terhukum dan tak berdaya melalui salib Kristus, yaitu keadilan kasih Allah yang menyelamatkan (Rom 3:21-26*).

    Kiasan ibadah: pendamaian

    Kiasan ini berkaitan dengan kiasan terdahulu dan memaparkan lebih lanjut cara pembenaran. Salah satu hasil ketidaktaatan manusia terhadap hukum Allah adalah ketidaklayakannya di hadirat Tuhan, serta keadaannya yang tak terlindung dari murka Allah. Jalan kembali ke Taman Eden dihalangi oleh pedang berapi (Kej 3:24*). Manusia yang sudah terasing dari Allah kini menjadi musuh-Nya. Sekali lagi kita melihat keadaan manusia yang tak berdaya sama sekali dalam dosanya, yang digambarkan dengan kata-kata seram. Dalam hubungan ini Alkitab sekali lagi menunjukkan keajaiban kasih Allah dalam Kristus.

    "Pendamaian" berarti penghapusan permusuhan antara dua pihak yang telah bertikai. Istilah ini digunakan untuk penyelamatan Kristen dalam beberapa ayat penting (Rom 5:10; 2Kor 5:18-20; Ef 2:16; Kol 1:20*). Manusia adalah musuh Allah (Rom 5:1; Kol 1:20; Yak 4:4*), bukan hanya tidak dekat dengan Allah. Pendamaian tercapai dengan menghilangkan sebab pertikaian (dalam hal ini dosa), yang telah dilakukan Allah dalam Kristus khususnya dalam kematian-Nya. Jadi Kristus adalah "damai kita" (Ef 2:5*); kita telah didamaikan "melalui kematian AnakNya" (Rom 5:10), "oleh darahNya, ditumpahkan di kayu salib" (Kol 1:20*).

    Ajaran Alkitab sangat disalahtafsirkan kalau pendamaian dibatasi pada pihak manusia saja dalam hubungan ini, seolah-olah hanya sikap manusia saja yang perlu berubah. Walaupun gambarannya kadang-kadang sangat menyimpang, namun murka Allah adalah kenyataan Alkitab yang sungguh-sungguh (Kel 22:24; Mazm 78:31; Yos 5:10; Luk 3:7*; Yoh 3:36*). Mengatakan bahwa salib Kristus mengungkapkan kasih Allah yang sudah damai kembali dengan kita, seperti dikatakan beberapa orang, berarti mengabaikan murka Allah dan tidak mengerti tujuan salib yang sebenarnya. Bahkan salib hanya menunjukkan kasih Allah karena arti teologis yang lebih mendalam ini, yaitu kasih yang menghadapi akibat dosa dengan penuh pengorbanan (Yoh 3:16; 1Yoh 4:9*). Hanya pemahaman ini yang menunjukkan makna sebenarnya dari pandangan Perjanjian Baru tentang salib sebagai tindakan penyelamatan yang menentukan, yang melepaskan orang percaya dari murka Allah. Boleh dikatakan, peralihan dari murka kepada anugerah terjadi dalam lingkungan sejarah.

    Cara pendamaian ini dirinci lebih cermat lagi dengan istilah yang erat hubungannya, yaitu _hilasterion_ (Rom 3:25; Ibr 9:5; 1Yoh 2:2; 4:10*). Istilah Yunani ini mengacu pada pendamaian murka dengan penawaran suatu persembahan. Persembahan Kristus bukan tidak bersifat pribadi atau yang sembarang saja; begitu pula Ia bukan pihak ketiga yang dilibatkan terlepas dari hubungan manusia dengan Allah: Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya dalam Kristus (2Kor 5:19*). Kristus tak lain dari Allah sendiri, yang menerima konsekuensi dari murka-Nya dalam hati-Nya sendiri yang kudus. Memang di sini ada rahasia yang tak dapat dipahami, namun semua gagasan ini terdapat secara jelas dalam penafsiran Perjanjian Baru tentang Kristus, khususnya dalam pengertian pendamaian.

    Aspek lain dari kiasan ini adalah _pengurbanan_ (1Kor 5:7; Ef 5:2*; Ibr 7:27; 8:3; 9:23-28; 10:10-26; 13:10-13*). Perjanjian Baru mengambil beberapa aspek sistem kurban Perjanjian Lama untuk menerangkan kematian Kristus; Ia adalah domba yang disembelih (Yoh 1:29*; 1Pet 1:18); domba Paskah (1Kor 5:6-8; bnd. Kel 12:1-12*); kurban untuk dosa (Rom 8:3; bnd. Im 5:6); kurban Hari Pendamaian (Ibr 9:1*; bnd. Im 16:1-34); penggenapan kurban-kurban perjanjian (Mr 14:24*; bnd. Kel 24:8*). Tema dasar dari sistem kurban Perjanjian Lama adalah pendamaian: murka Allah dihindarkan karena ada pembayaran untuk kesalahan dan dosa umat-Nya.

    Unsur dasar lain lagi dari karya Kristus yang terdapat di sini adalah _penggantian_. Segi ini tak terelakkan lagi kalau konteks Perjanjian Lama tetap menjadi perhatian. Kematian binatang yang bersih secara keagamaan (ini yang dimaksudkan dengan pertumpahan darah) sebenarnya bersifat menggantikan; binatang mati sebagai ganti dari pemberi kurban yang bersalah (Im 1:1-5:19; 16:1-34*). Penggantian juga merupakan inti pelayanan hamba Tuhan (Yes 53:4-6,10-12*). Begitu juga ketika Kristus menumpahkan darah-Nya di kayu salib, kematian-Nya adalah kematian pengganti "bagi kita" agar kita boleh luput dari kematian yang disebabkan oleh dosa (Mr 10:45; Yoh 11:50-51; Rom 5:8; 1Kor 15:3; Gal 3:13*; 1Tim 2:6; Tit 2:14; 1Pet 2:21,24; 3:18*).

    Kadang-kadang ada desakan supaya konsep penggantian diubah menjadi _perwakilan_ agar hubungan antara Kristus dan orang berdosa dalam pekerjaan pendamaian-Nya menjadi lebih nyata. Istilah ini dapat diterima, khususnya untuk mengungkapkan persekutuan orang Kristen dengan Dia dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Rom 6:1-2; 2:20*; Kol 2:12; 3:1-2; 2Tim 2:11*); dan juga mencakup pemikiran tentang Kristus sebagai Adam terakhir (Rom 5:12-13; 1Kor 15:22*). Namun, dalam hal pendamaian penggunaan kata itu membawa dampak bahwa seorang wakil dicari dan diajukan oleh orang yang diwakilinya. Dalam hal ini kata perwakilan memancing pengertian yang salah karena manusia tidak mengajukan Kristus. Kita tak berdaya dan terhukum, "tanpa Kristus . . . dan tanpa Allah di dalam dunia" (Ef 2:12*). Karya-Nya sepenuhnya adalah karya anugerah. Ia bertindak demi kita dalam arti radikal bahwa Ia pergi ke tempat yang tidak sanggup kita tuju dan melakukan apa yang tak dapat kita buat. Jadi istilah satu-satunya yang dapat mengungkapkan unsur hakiki pendamaian adalah penggantian.

    Kiasan dramatis: penebusan

    Penebusan adalah istilah dengan dua tingkat pengertian. Kata ini sering dipakai sebagai padanan dari karya penyelamatan dan sering digabungkan dengan penciptaan (Mazm 19:2,14; Yes 43:14; Ibr 9:12*). Tetapi ada juga arti tepat yang berhubungan dengan perbudakan manusia kepada dosa (Yoh 8:34; Rom 7:14; 2Pet 2:19) dan Iblis (Ef 2:2; 1Yoh 5:19*). Allah dalam anugerah-Nya menebus manusia dari keadaannya yang tak berdaya.

    Penebusan mengandung arti pembebasan dengan membayar harga (Mazm 49:8; Yes 43:3; Mr 10:45; 1Pet 1:18*). Ada beberapa contoh dalam Perjanjian Lama. Keluaran 21:30* berbicara tentang menebus hidup dengan membayar sejumlah uang. Tindakan penebusan yang utama dalam Perjanjian Lama adalah pembebasan Israel dari Mesir (Kel 6:6; 13:13*). Harga tebusan adalah kematian binatang-binatang yang dikurbankan oleh Israel. Dalam Perjanjian Baru, perhambaan kepada dosa dan kejahatan diungkapkan oleh Yesus: "setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa" (Yoh 8:34*). Harga tebusan dosa adalah kematian Kristus sendiri: "oleh darahNya kita beroleh penebusan" (Ef 1:7*), "penebusan dalam Kristus Yesus... jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya" (Rom 3:24-25*). Ayat terakhir ini menempa dengan sempurna ketiga bentuk penyelamatan, yaitu pembenaran, pendamaian dan penebusan.

    Orang pernah ragu-ragu tentang harga tebusan. Mengapa Allah harus membayarnya? Dan kepada siapa? Ada orang yang menghindari kesulitan ini dengan menciutkan arti kata penebusan menjadi sinonim pembebasan. Ini tidak memadai dan membingungkan. Penebusan yang dipaparkan Alkitab sebagai salah satu segi keselamatan, dicapai Yesus dengan pengurbanan diri di bukit Golgota. Makna gagasan harga tebusan itu adalah bahwa keselamatan itu mahal harganya. Allah tidak dapat membebaskan manusia dengan cara yang semena-mena. Ada bayaran, yang tidak kurang dari hidup Kristus, Allah yang menjadi manusia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 18. Pendamaian I: Ajaran Alkitab [Indeks]

    c. Jabatan raja

    Jabatan ini berakar dalam nubuat Perjanjian Lama mengenai takhta dan kerajaan Daud yang berkesinambungan (2Sam 7:12-13; Mazm 89:4-5*). Dengan demikian harapan akan Mesias disebutkan dalam kata-kata agung (Yes 9:5-6; Yer 30:8-9; Yeh 37:21-22; Za 9:9*). Perlunya kerajaan mesianik itu terletak dalam kepatuhan orang lemah dan durhaka kepada dosa dan kegelapan, yang membuat manusia tak berdaya di bawah perintah dosa dan sekutu-sekutunya, kuasa iblis, kematian dan penghakiman (Luk 4:6; Rom 5:17-18; 7:14-24; Ef 2:1 dst.; 1Yoh 5:19*).

    Pada saat kelahiran-Nya Yesus disambut sebagai yang memenuhi harapan Perjanjian Lama ini (Mat 1:1; 2:2; Luk 1:31*). Ia adalah Raja yang datang untuk mengembalikan keberuntungan umat Allah dan memberlakukan hukum Allah di atas dunia. Gelar ini erat hubungannya dengan "Tuhan". Yesus enggan menerimanya karena takut orang-orang di sekeliling-Nya akan salah mengerti (Yoh 6:14; Kis 1:6*). Tetapi gagasan itu tersirat dalam gagasan sentral dari ajaran-Nya, yaitu kerajaan Allah yang sudah dekat karena Ia sendiri sudah datang (Mr 1:15; 12:34; Luk 17:21*). Masuknya ke Yerusalem dalam suasana kemenangan ("Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja", Luk 19:38) dan pengadilan-Nya (Mr 14:61; Yoh 18:33-37; 19:14-22*) memberi kesaksian mengenai penggenapan peranan-Nya sebagai Mesias, dan bagian Perjanjian Baru yang kemudian menggarisbawahi hal ini (Kis 17:7*; 1Tim 6:15; Wahy 17:14*).

    Peranan Yesus sebagai raja terkait secara penuh arti dengan bukit Golgota karena di sana Ia bergumul dengan kuasa-kuasa kegelapan yang memperbudak (Yoh 12:31; Kol 2:14*). Kebangkitan memastikan kemenangan-Nya dan mengumumkan-Nya sebagai "Anak Allah yang berkuasa" (Rom 1:4) serta Raja dan Tuhan atas segala sesuatu (Mat 28:18*; Kis 2:33; 7:55; Wahy 1:5*).

    Tugas raja ini berkaitan dengan tiga peristiwa khusus dalam misi Yesus: kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya dan kedatangan-Nya kembali dalam kemegahan. Ketiganya bersama-sama menjadi puncak karya-Nya.

    Kebangkitan

    Kami telah mengomentari kebangkitan dalam hubungannya dengan pribadi Tuhan Yesus. Di sini kita akan menyelidiki dampaknya bagi pekerjaan-Nya.

    _Kebangkitan menggenapi karya keimaman-Nya_. Perantaraan Kristus sebagai Imam meliputi hal menanggung hukum dan murka Allah yang kudus di kayu salib, supaya kita dibenarkan, diperdamaikan dengan Allah dan dibebaskan dari dosa. Dengan membangkitkan-Nya, sesungguhnya Allah Bapa mengucapkan "Amin" ilahi atas karya keimaman Anak-Nya (2Kor 1:20*). Karya itu dengan jelas dikatakan efektif; pendamaian nyata tercapai dan karena itu pembenaran dan kebebasan benar-benar diberikan kepada orang berdosa (Rom 4:25*). Selain itu, di dalam Kristus yang sudah bangkit itu, kemanusiaan darah daging yang kita miliki, dipelihara dan ditegaskan di hadapan Allah, terlepas dari kutukan, murka dan segala serangan kejahatan. Manusia sekarang berdiri di luar jangkauan penghakiman. Di hadapan semua serangan hati nurani atau iblis, kita dapat menjawab dengan menantang: "Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang akan membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit" (Rom 8:33-34*).

    _Kebangkitan mengungkapkan karya-Nya sebagai raja_. Di kayu salib, Yesus menghadapi musuh turun-temurun dari manusia yang malang, yaitu dosa, kematian dan kuasa-kuasa kegelapan. Kebangkitan-Nya memberitakan kemenangan-Nya atas ketiga-tiganya. Ia telah menaklukkan dosa (Ibr 9:28), pemerintah dan penguasa kegelapan (Ef 1:21*) serta memusnahkan kematian (2Tim 1:10*). Yesus yang bangkit adalah bukti kemenangan Allah di dalam Dia atas segala tantangan terhadap ketuhanan dan pemerintahan-Nya, dan oleh sebab itu menunjukkan peneguhan kerajaan Allah.

    _Kebangkitan mewujudkan janji akan pemerintahan-Nya nanti_. Ketika para murid bertemu dengan Yesus yang bangkit, mereka benar-benar menatap akhir zaman: kemenangan akhir dari Allah berupa ciptaan surga dan dunia baru yang adil (Yes 65:17-25; 2Pet 3:13; Wahy 21:1-22:21*). Paulus menghubungkan kemenangan Kristus dalam kebangkitan-Nya dengan kemenangan-Nya yang terakhir serta pemerintahan-Nya yang akan nyata kelak atas segala sesuatu (1Kor 15:20-25*). Yesus yang bangkit adalah "buah sulung" panen orang-orang mati yang akan terjadi pada waktu Dia kembali dalam kemuliaan (lihat di bawah: ps 33).

    Kenaikan

    Jabatan Kristus sebagai raja nyata dalam kenaikan-Nya untuk duduk di sebelah kanan Allah.

    _Kenaikan memberitakan kemenangan Kristus_. Ia ada "di sebelah kanan Allah...sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepadaNya" (1Pet 3:22*). Ia "dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat" (Ibr 2:9) dan Allah "sangat meninggikan Dia" (Fili 2:9*). "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan" (Ef 4:8*). Oleh kenaikan, Yesus diberi pemerintahan berdaulat atas jagat raya, yang dalam Perjanjian Lama dikatakan adalah milik Allah (Mazm 8:1-9; 115:1-18; Yes 40:28*). Orang dari Nazaret sekarang menjadi Tuhan atas segala sesuatu (1Kor 12:3; Ef 1:22*). Pemerintahan-Nya tidak terbatas pada kalangan gereja, begitu pula tidak ditangguhkan sampai Ia kembali pada akhir zaman. Perjanjian Baru dengan jelas dan tegas memberitakan bahwa kini Kristus adalah Tuhan dan Raja atas segala sesuatu.

    _Kenaikan menetapkan keadaan bagi pelayanan gereja_. Kita hidup, bekerja, berdoa, percaya, bersaksi, beribadah, tunduk dan mati di bawah Tuhan yang sekarang ditinggikan sebagai kepala di bumi dan di surga. Inilah rahasia kegairahan yang tak terpendam dan optimisme yang meluap-luap dari orang Kristen mula-mula pada waktu menghadapi penganiayaan dan pertentangan keras. Inilah rahasia ketenteramanan gereja ditengah-tengah dunia yang bergolak dan bekalnya untuk pelayanan yang efektif. Yesus sebagai Kepala mengirimkan Roh-Nya kepada gereja seperti arus hidup yang mengalir dari kepala yang diagungkan kepada anggota-anggota badan yang terpaut di dunia dan dengan demikian Dia menyampaikan kuasa kemenangan-Nya kepada mereka (lihat di bawah: bagian E).

    Ini juga memberi semangat besar bagi gereja dalam hubungannya dengan pelayanan Kristus sebagai Imam Besar. Kristus mengenakan kemanusiaan-Nya ketika naik menuju Allah. Karena itu, Ia dapat memihak kepada kita dengan penuh pengertian dan dalam kemurahan hati melayani umat-Nya dalam berbagai ragam penderitaan dan kebutuhan mereka (Ibr 4:14-16*). Pelayanan ini juga melibatkan doa syafaat (Rom 8:34; Ibr 7:25*), dalam hal ini Yesus bertindak sebagai perantara kita di hadapan Allah (1Yoh 2:1*).

    _Kenaikan menjamin pemerintahan akhir Kristus dalam kemuliaan_. Dengan kenaikan-Nya Ia mengambil alih kekuasaan atas semesta alam. Tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi penggenapan kemenangan-Nya. Allah "telah menetapkan suatu hari" (Kis 17:31*; bnd. Kis 13:32*); Kristus ditakdirkan untuk memerintah "sampai Allah meletakkan semua musuhNya di bawah kakiNya" (1Kor 15:25*).

    Kedatangan Kristus yang kedua kali

    Aspek ini dari jabatan raja akan dibahas secara lengkap dalam Bagian G di bawah, dan di sini perlu sekadar disebutkan saja. Pembahasan tentang karya Kristus yang tidak mengikutsertakan segi mendatang (keakanan) tidak memadai karena pemerintahan Kristus yang akan datang dalam kemuliaan adalah perspektif yang harus menjadi titik tolak segala sesuatu. Pada saat itu Ia akan menghimpun segala sesuatu di bawah Dia dan memerintah secara terbuka atas jagat raya yang diselamatkan sepenuhnya (Rom 8:21-23*).

    Di sinilah ungkapan tertinggi dari jabatan kerajaan Kristus, karena pada kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan Dia akan diungkapkan sebagai Raja dan kepala dari semua, Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan (Fili 2:9-11; Wahy 19:11-21; 21:22-27*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 18. Pendamaian I: Ajaran Alkitab [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Pendamaian dalam Perjanjian Lama:
    Kejadian 11:31-12:7; 15:17-18; Keluaran 3:6-10; 12:1-27*;
    Imamat 16:1-23; Mazmur 51:1-19; Yesaya 52:13-53:12; Yeremia 31:31-32*;
    Yehezkiel 37:26; Mikha 6:6-8*.

    Kristus sebagai nabi:
    Bilangan 18:15-18; Yesaya 16:1-2*;
    Matius 7:29; 11:9-10; Markus 1:14; 6:4; Lukas 7:16; 13:33*;
    Yohanes 1:1-14; 7:15-18; 13:13-14; Kisah 3:22-23; 7:37; 1Korintus 1:30*;
    Kolose 2:3*.

    Kristus sebagai imam:
    Mazmur 110:4*;
    Matius 8:16-17; 12:18-21; Lukas 4:18; Roma 8:32*;
    Ibrani 4:14-15:10; 7:23-28; 9:11-14,23-26; 10:11-18.

    Pembenaran:
    Mazmur 32:2*;
    Lukas 18:9-14; Roma 3:21-4:25; 1Korintus 1:30; 6:11*;
    2Korintus 5:21; Galatia 2:15-3:29; Filipi 3:9; Titus 3:7*.

    Pendamaian:
    Yohanes 1:29-30; 3:16,36; Roma 1:16-18; 3:25; 5:1,8-11; 8:3; 15:3*;
    2Korintus 5:18-20; Galatia 3:13; Efesus 2:14,16; 5:2; Kolose 1:19* dst.;
    1Petrus 3:18; 1Yohanes 2:2; 4:9-10; Wahyu 5:6-12*.

    Penebusan:
    Keluaran 6:6; 13:13-14; Ayub 19:25; Mazmur 49:8-9*;
    Markus 10:45; Lukas 1:68; Yohanes 8:34-36; Roma 3:24-26; 6:17-18*;
    1Korintus 1:30; 6:19-20; Efesus 1:7; Kolose 1:14; 1Petrus 1:18-19*;
    Wahyu 5:9*.

    Kristus sebagai raja:
    2Samuel 7:12-13; Mazmur 2:1-12; 89:4-5; Yesaya 9:5-6*;
    Yehezkiel 37:21-22; Zakharia 9:9*;
    Matius 2:2; 28:18; Lukas 1:32-33; 17:21; 19:38*;
    Yohanes 6:14-15; 12:31; 18:33-37; 19:14-22; Kisah 2:33-34; Roma 1:4*;
    1Korintus 15:24-25; Efesus 1:20-22; Filipi 2:9-10; Kolose 2:10*;
    Wahyu 17:14*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 18. Pendamaian I: Ajaran Alkitab [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Pokok-pokok mana yang menunjukkan kesinambungan ajaran pendamaian dari Perjanjian Lama menuju Perjanjian Baru dan pokok mana yang menunjukkan ketidaksinambungan?

    2. Apa yang dimaksudkan dengan jabatan Kristus sebagai nabi? Baca Yohanes 14:6 dan Kolose 2:3*! Selidikilah dampak pernyataan-pernyataan Alkitab ini berkaitan dengan

      1. kemuridan Kristen,
      2. ajaran Kristen,
      3. penyelidikan orang dalam bidang kesenian dan sosial,
      4. bentuk-bentuk organisasi politik dan sosial,
      5. kebudayaan manusia, dan
      6. rumah dan kehidupan keluarga.
    3. Mengapa Kristus menjadi "Imam Besar Agung" kita? Apa dampaknya bagi

      1. pembersihan dari dosa,
      2. perasaan batin bersalah,
      3. godaan dan pencobaan,
      4. ibadah Kristen, dan
      5. persekutuan Kristen?

      Cari dan pelajari ayat-ayat tentang pokok-pokok ini dalam Surat Ibrani.

    4. Berikan definisi pembenaran, disokong dengan ayat-ayat Alkitab. Mengapa Allah tidak dapat "acuh tak acuh" terhadap dosa kita?

    5. Apa yang dimaksudkan dengan "kebenaran Kristus yang diperhitungkan kepada orang percaya", dan apa dampaknya bagi sikap orang Kristen terhadap kegagalan?

    6. Bagaimana ajaran "orang pengganti yang dihukum" dapat dipertahankan terhadap pendapat bahwa ajaran itu tidak adil?

    7. Apa yang dimaksudkan dengan pendamaian? Sebutkan ayat-ayat Alkitab yang menunjang jawaban Anda.

    8. Apa makna

      1. penggantian dan
      2. penebusan dalam pendamaian?

      Sebutkan ayat-ayat Alkitab yang mendukung kesimpulan Anda.

    9. Apa yang dimaksudkan dengan jabatan Kristus sebagai raja? Bagaimana kebangkitan dan kenaikan terkait dengan pengertian tentang pendamaian? Selidiki dampaknya bagi

      1. gereja dan misinya,
      2. kehidupan Kristen serta pekabaran Injil,
      3. keterlibatan Kristen dalam masyarakat, dan
      4. pengharapan Kristen.
    10. Apa titik pertemuan antara inkarnasi dan pendamaian?


    Mengenali Kebenaran -- Bab 18. Pendamaian I: Ajaran Alkitab [Indeks]

    Kepustakaan (18)

    Bruce, F. F.
    1979 _What the Bible Says About the Work of Christ_ (Kingsway).
    Bannerman, J.
    1961 _The Doctrine of Justification_ (Banner of Truth).
    Colquhoun, F.
    1962 _The Meaning of Justification_ (IVP).
    Davies, R. E.
    1970 "Christ in our Place"_, Tyndale Bulletin_ 21: hlm. 71-91.
    Denney, J.
    1951 _The Death of Christ_ (Tyndale Press).
    Forsyth, P. T.
    1948 _The Cruciality of the Cross_ (Independent Press).
    Green, M.
    1965 _The Meaning of Salvation_ (Hodder).
    Guillebaud, H. E.
    1937 _Wahy the Cross?_ (IVF).
    Lloyd-Jones, D. M.
    1970 _Roma 3:20-4:25 -- Atonement and Justification_ (Banner of Truth).
    Marshall, I. H.
    1969 _The Work of Christ_ (Paternoster).
    Morris, L.
    1955 _The Apostolic Preaching of the Cross_ (Tyndale Press).
    1965 _The Cross in the New Testament_ (Paternoster).
    Murray, J.
    1961 _Redemption Accomplished and Applied_ (Banner of Truth).
    Packer, J. I.
    1974 "What Did the Cross Achieve?" _Tyndale Bulletin_ 25: hlm. 3-45.



    Indeks Bab 19: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.D 01010]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 19 Pendamaian II: Perspektif Sejarah ................. 01215

    Ps 19.1 Tafsiran-tafsiran Objektif ................... 01215

    Sb 19.1.a Anselmus dan Teori Pemuasan ............... 01215

    19.1.b Luther dan Teori Penghukuman .............. 01216

    Ps 19.2 Tafsiran-tafsiran Subjektif .................. 01217

    Sb 19.2.a Abelard dan Pandangan Pengaruh Moral ...... 01217

    19.2.b Schleiermacher dan Pandangan Mistik ....... 01218

    Ps 19.3 Tafsiran-tafsiran Modern ..................... 01219

    Sb 19.3.a Aulen dan Pandangan Klasik ................ 01219

    19.3.b Tafsiran Politis .......................... 01220

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01221

    Kepustakaan ................................................ 01222



    Mengenali Kebenaran -- Bab 19. Pendamaian II: Perspektif Sejarah [Indeks]

    19. PENDAMAIAN II: PERSPEKTIF SEJARAH

    Kami hanya dapat memberi secara garis besar beberapa pandangan penting tentang bagaimana Kristus mengerjakan penebusan bagi umat-Nya. Sebagian pandangan ini menekankan pendamaian yang dicapai secara objektif oleh Kristus sedangkan yang lain menekankan tanggapan subjektif dari manusia pada apa yang dilakukan oleh Kristus.

    19.1 Tafsiran-tafsiran objektif

    a. Anselmus dan teori pemuasan

    Anselmus (1033-1109) berusaha menunjukkan bahwa Allah tidak dapat begitu saja melupakan dosa. Dosa itu telah merampas hormat Allah sehingga Ia harus menghukumnya (yang akan menghalangi tujuan-Nya), atau menerima pemuasan yang memadai untuk pencemaran hormat-Nya. Namun manusia tidak pernah mampu memberi pemuasan yang diperlukan, sekalipun dia hidup dengan sempurna dari saat ini sampai mati. Sebabnya ialah karena pencemaran hormat Allah pada waktu dahulu masih tetap ada. Biarpun begitu, manusialah yang harus memberi pemuasan karena ia yang telah melakukan pelanggaran. Dilemanya yaitu, hanya Allah yang sanggup memberikan pemuasan itu dan hanya manusia yang harus mempersembahkannya. Penyelesaian ada dalam tangan Dia yang adalah Allah dan juga manusia. Karena hidupnya sempurna, Kristus tidak perlu mati. Sebab itu, kematian-Nya adalah kebajikan yang tak terhingga nilainya, yang tersedia bagi manusia sebagai jalan untuk mengadakan pemuasan bagi dosa karena Dia. Tetapi Anselmus tidak menjelaskan cara bagaimana kita dapat memperoleh kebajikan tersebut.

    Ada segi-segi tertentu dari teori ini yang terlalu dicari-cari seperti mengukur kebajikan, atau pendapat bahwa Allah dapat menghadapi dilema. Kelemahan lain adalah pandangan bahwa penghukuman ialah alternatif dari pemuasan dan bukan cara pemuasan yang paling dasar; keterangan yang kurang memadai mengenai kasih ilahi sebagai dasar dan motif pendamaian; dan tidak adanya ajaran mengenai persekutuan dengan Kristus berdasarkan iman sebagai jalan menerima berkat pendamaian. Namun ada juga kekuatannya. Anselmus berusaha mendasarkan pendamaian di dalam sifat moral Allah, ia sangat merasakan kemegahan dan ketuhanan Allah yang menentukan cara perlakuan-Nya terhadap makhluk-Nya, ia mengakui keseriusan satu dosa sekalipun, dan sadar akan pentingnya salib bagi penebusan umat manusia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 19. Pendamaian II: Perspektif Sejarah [Indeks]

    b. Luther dan teori penghukuman

    Martin Luther (1483-1546) dikenal sebagai salah satu tokoh sejarah gereja yang besar. Seluruh kehidupannya menunjukkan kebutuhan yang teramat besar akan ajaran sejati mengenai pendamaian dan malapetaka yang akan menimpa gereja kalau hubungannya dengan Injil alkitabiah terputus. Sebagai biarawan ordo Augustinus, Luther bertahun-tahun begumul dengan masalah penyelamatan pribadinya. Ia berusaha dengan tekun mendapatkannya melalui berbagai upaya seperti doa, sakramen dan amal sebagaimana yang ditentukan oleh gereja saat itu. Baru ketika ia menggumuli Kitab Suci dan ajaran Paulus tentang pembenaran melalui iman dalam Kristus (Rom 1:17*), ia mulai mengerti dan merasa damai. Dia mengemukakan tiga slogan terkenal, yang menekankan pentingnya iman, anugerah dan Alkitab (_sola fide, sola gratia, sola Scriptura_). Keberaniannya mengakibatkan konfrontasi langsung dengan pimpinan gereja, yang mulai dengan protes terhadap perdagangan surat-surat penghapusan dosa dan kemudian menjadi perdebatan mengenai Injil sendiri. Umat Kristen terpecah belah tetapi timbullah pengertian yang diperbarui tentang Injil anugerah Allah.

    Dalam generasi berikut, Calvin mengembangkan ajaran Luther dan menguraikan teologi reformasi secara sistematis. Ia memandang dosa sebagai perbuatan melawan hukum moral yang pada akhirnya ada hubungannya dengan sifat kekal Allah. Pendamaian adalah perbuatan kasih Allah yang menebus, yang dalam Kristus telah menanggung sendiri hukuman dan penghakiman dosa; dan dengan demikian memperoleh pengampunan dari kesalahan serta pemberian kebenaran di hadapan Allah secara cuma-cuma, melalui iman kepada Kristus yang menanggung dosa itu. Dengan begitu alternatif Anselmus, hukum atau pemuasan, digabungkan menjadi satu, yaitu pendamaian oleh pemuasan hukum.

    Para reformis juga melawan bahaya objektivitas yang berlebihan dalam penafsiran karya Kristus. Luther, misalnya, menegaskan bahwa walaupun "hanya iman membenarkan, namun iman tidak pernah berdiri sendiri" tetapi diikuti oleh kasih. Calvin memberi dasar teologis yang lebih lengkap pada pandangan ini dengan ajaran mengenai iman sebagai persatuan dengan Kristus melalui iman (lihat di bawah: ps 23). Kebenaran kita sepenuhnya merupakan kebenaran Kristus, yang diterapkan kepada orang percaya yang tidak menyumbangkan apa-apa. Namun orang yang percaya kepada Kristus dipersatukan dengan Dia, sehingga pembenaran terkait dan tak terpisahkan dari pengudusan. Umat Allah diperbarui secara moral oleh persatuan dengan Kristus melalui iman.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 19. Pendamaian II: Perspektif Sejarah [Indeks]

    19.2 Tafsiran-tafsiran subjektif

    Tafsiran ini hampir tidak menaruh perhatian pada karya Kristus dari segi penanganan kesalahan melalui salib, dan memusatkan perhatiannya pada dampak karya tersebut bagi manusia. Pandangan ini secara eksplisit atau implisit menyangkal karya objektif Kristus, maka sebenarnya kurang pantas menyebutnya pandangan Kristen sejati, namun penganut-penganutnya masih banyak. Pendekatan ini umumnya dianggap berasal dari Abelard.

    a. Abelard dan pandangan pengaruh moral

    Bagi Abelard (1079-1142), Allah yang sepenuhnya adalah kasih tidak membutuhkan pengurbanan Kristus. Dosa bukanlah rintangan objektif antara manusia dan Allah, tetapi suatu keadaan pikiran subjektif, yang dapat diatasi dengan kasih yang dibangkitkan dalam hati orang berdosa oleh kematian Kristus. "Penebusan adalah kasih yang mahabesar yang dihidupkan dalam diri kita oleh penderitaan Kristus". Kasih yang dibangkitkan ini menebus sehingga memungkinkan orang untuk hidup dalam kepatuhan kepada Allah karena kasih kepada-Nya. Pandangan ini bermanfaat dalam mengingatkan orang bahwa rasa syukur dan terima kasih adalah respons yang pantas atas pendamaian yang dikerjakan Allah dalam Kristus, namun sebagai teori pendamaian pandangan ini sangat tidak memadai. Tidak disebut atas dasar apa orang berdosa dapat didamaikan dengan Allah; lagi pula kekudusan dan kemuliaan Allah serta gawatnya dosa di hadapan Dia praktis diabaikan, diganti dengan pemikiran yang agak sentimental tentang kasih-Nya yang menyebar pada segala sesuatu.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 19. Pendamaian II: Perspektif Sejarah [Indeks]

    b. Schleiermacher dan pandangan mistik

    Abelard menyibukkan diri dengan tanggapan moral kepada Kristus. Schleiermacher (1768-1834), dalam "Injil untuk manusia modern", menaruh perhatiannya pada penyampaian kepada manusia semacam persekutuan mistik dengan Allah. Schleiermacher melihat Yesus sebagai manusia pola dasar, panutan, kepala spiritual dari ras, manusia sempurna yang keunikan dan kesempurnaan-Nya adalah kesadaran yang tak putus-putus tentang persatuan dengan Allah. Pendamaian berarti hal menyampaikan kepada orang berdosa pengalaman batin tentang kesadaran akan Allah seperti yang dimiliki Kristus sendiri. "Sang penebus mengangkat orang percaya ke dalam kuasa kesadaran akan Allah, dan inilah karya penebusan-Nya". Pandangan ini pun gagal total untuk memperhitungkan gawatnya dosa dan kesalahan di hadapan Allah yang tercakup di dalamnya. Pandangan ini tidak menghargai kesaksian Alkitab yang jelas mengenai Yesus, bukan saja sebagai manusia sempurna melainkan juga sebagai Allah yang menjadi manusia, dan dengan demikian mengurangi peranan-Nya sebagai perantara. Lagi pula, pandangan Schleiermacher ini mengesampingkan seluruh kesaksian Alkitab tentang kematian Kristus sebagai perbuatan yang menebus orang berdosa sekali untuk selama-selamanya. Sama seperti pandangan mengenai pengaruh moral, sebenarnya pandangan ini bukanlah teori pendamaian, tetapi usaha untuk menjelaskan unsur-unsur psikologis tertentu dalam pengalaman manusia mengenai Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 19. Pendamaian II: Perspektif Sejarah [Indeks]

    19.3 Tafsiran-tafsiran modern

    a. Aulen dan pandangan klasik

    Aulen (1879-1978), dalam bukunya _Christus Victor_, melihat kemenangan atas dosa dan Iblis sebagai inti karya Kristus. Kristus sebagai pemenang membebaskan manusia dari perbudakan dengan kemenangan-Nya di atas salib. Dalam arti tertentu Aulen hanya menerangkan gagasan Alkitab tentang penebusan. Tetapi ia membuat gagasan ini menjadi keterangan utama mengenai pendamaian dan berusaha menunjukkan bahwa gagasan ini pula yang merupakan pokok pemikiran mengenai pendamaian sepanjang sejarah gereja mula-mula; sebab itu diberi nama "pandangan klasik".

    Pandangan ini sederhana dan dinamis dibandingkan dengan pendekatan lain yang agak abstrak dan bersifat hukum. Kesadarannya akan realitas keadaan manusia yang terikat pada dosa dan kuasa-kuasa jahat juga berhubungan dengan kesadaran manusia masa kini. Pandangan ini tidak dapat dikatakan tidak alkitabiah karena penebusan dari perbudakan pada dosa sering dibicarakan dalam Alkitab. Tetapi kekurangannya terdapat dalam pernyataannya sebagai keterangan eksklusif. Dosa tidak digambarkan dalam Alkitab hanya sebagai perbudakan; dosa juga mencakup ketidaktaatan yang membuat manusia jahat dan berada di bawah kutukan, dan kenajisan moral yang membuatnya objek dari amarah ilahi. Dengan kata lain, keterangan tentang pendamaian harus juga meliputi kesalahan masa lampau.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 19. Pendamaian II: Perspektif Sejarah [Indeks]

    b. Tafsiran politis

    Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan cukup besar untuk menafsirkan karya Kristus dari segi sosial politik. Kecenderungan ini sebagian bersumber dari teologi radikal tahun enam pulanan: pengertian mengenai Allah yang "jauh di sana", yang benar-benar secara objektif dan dikenal melalui penyataan, digeser oleh pengertian mengenai Allah yang hadir "di sini", yang terlibat dalam proses kehidupan manusia dan dijumpai dalam persoalan hidup sehari-sehari. Pandangan tersebut dikembangkan dalam Dewan gereja-gereja sedunia, yang perhatiannya semakin berkembang untuk menafsirkan misi gereja dalam pengertian sosial politik, yang mencapai puncaknya pada pertemuan Uppsala pada tahun 1968. Di sana tujuan misi dinyatakan sebagai "humanisasi" bukan penginjilan. Namun sumber utama tafsiran politis adalah kenyataan sosial dan budaya, seperti kemiskinan yang berurat berakar, ketidakadilan, ketergantungan ekonomis dan kegagalan gereja dalam menghadapi masalah-masalah itu.

    Kunci pandangan teologis ini adalah istilah Marxis, _praksis_, yang menegaskan bahwa teori dan praktek tak terpisahkan. Menurut pandangan ini, pernyataan teologis pasti bersifat ideologis dan mencerminkan tanggung jawab sosial politik dari sang teolog. Oleh sebab itu, teologi harus mulai dari kenyataan sosial politik dan keterlibatan gereja dan teolog Kristen di dalamnya, sebagaimana dimengerti dalam ilmu pengetahuan sosial. Dari analisis praksis akan berkembang suatu pengertian Alkitab dan tradisi gereja yang bersifat baru.

    Unsur kedua dalam tafsiran politis adalah gagasan bahwa kerajaan Allah dapat diartikan sebagai orde sosial dan politik yang ideal, yang merupakan tujuan yang dijanjikan dalam rencana Allah bagi dunia. Orde yang akan datang ini menghakimi semua sistem pemerintahan dan tatanan sosial yang tidak adil akhir-akhir ini dan mendorong semua upaya untuk membentuk kembali kehidupan manusia.

    Lalu bagaimana dengan karya Kristus? Ini ditafsirkan sesuai dengan pandangan "klasik" mengenai pendamaian. Kristus mewujudkan rencana Allah bagi dunia, dalam hidup dan kematian Dia menghadapi kuasa-kuasa kejahatan dalam alam semesta, dan dengan demikian menjanjikan orde baru pada masa mendatang. Kuasa-kuasa yang diatasi-Nya bukan dosa dan kejahatan pribadi tetapi terlebih "dunia" dalam pengertian tatanan politik dan sosial, khususnya kuasa-kuasa reaksioner seperti ketidakadilan, penindasan, ketidaksamaan hak, prasangka dan sebagainya.

    Teologi politis, khususnya teologi pembebasan (suatu gerakan terkait yang berasal dari Amerika Latin), masih berkembang dan rupanya sudah mulai mengubah penekanan tertentu. Walaupun terlalu dini untuk memperkirakan bentuk akhirnya, namun perlu diadakan penilaian sementara.

    Secara positif, tafsiran karya Kristus ini setidaknya menyadarkan orang akan bahaya bahwa ekonomi dan politik dapat mempengaruhi cara orang mendengar Injil dan memberi respons kepada firman Allah. Tentu saja gereja dan individu-individu Kristen sering gagal atau jelas menolak menerapkan penilaian kritis Alkitab serta hukum-hukum Allahnya yang kudus, pada dasar politik dan ekonomi dalam masyarakat mereka sendiri. Para ahli teologi politik menggemakan ajakan Yakobus, yang memanggil jemaat untuk mengungkapkan iman dengan "karya" yang relevan bagi dunia dan sesama manusia masa kini (lihat Yak 2:1-26*). Alkitab mengajarkan bahwa Allah memperhatikan orang miskin dan yang tertindas secara khusus (1Sam 2:8; Mazm 35:10; 113:7; 140:12; Yes 10:2; 41:17; Am 5:12*; Za 7:9; Mat 11:5; Luk 1:46-55; 6:20; Gal 2:10; Yak 2:3*). Karena itu, kita harus peka sekali, sebagaimana Allah juga amat peka, terhadap jeritan orang sengsara dan tertindas.

    Tetapi walaupun ada segi positifnya, ada juga beberapa pertanyaan penting. Seharusnya kita tidak berusaha mengerti tentang apa yang benar dengan cara mulai dari pengalaman manusia tetapi mulai dari Allah sebagaimana Ia menyatakan diri dalam Firman-Nya yang menjelma dan yang tertulis. Kita tidak tahu apa yang benar tentang manusia kecuali jika Allah memberitahukannya kepada kita. Jika prinsip dasar ini ditinggalkan, maka sejarah Kristen selama berabad-abad menyaksikan bahwa mau tidak mau orang tidak mengerti lagi kodrat manusia, dan kembali lagi harus bertumpu pada wawasan sendiri yang menyimpang dan yang jatuh.

    Dalam pandangannya mengenai kebutuhan manusia, teologi politik sangat tidak memadai. Keadaan manusia yang pelik tidak dapat dianggap sebagai pengasingan sosial dan politik saja. Memang sukar untuk memastikan penyebab utama pengasingan itu dan cara penanganan sosial dan politik yang tepat, karena ini pun sering merupakan masalah yang subjektif. Tetapi kebutuhan manusia yang paling dalam jauh lebih berat daripada kehilangan secara ekonomis dan politik. Seperti diajarkan oleh Yesus sendiri, kebutuhan manusia bukan mengenai tubuh tetapi jiwa (Luk 12:4*), murka Allah adalah terhadap dosa kita. Teologi politis tidak menyinggung dimensi ini. Jika mengacu pada pembebasan manusia dari dosa, teologi ini cenderung kepada ajaran universalisme: semua orang sudah diselamatkan dari dosa sehingga masalah kedudukan kekal di hadapan Allah dapat dikesampingkan dan orang bebas untuk memusatkan perhatian pada keselamatan sosial politik di dunia ini. Pandangan ini salah sama sekali.

    Kerajaan Allah dikaitkan dengan orang tunasosial dalam beberapa ucapan Yesus, namun jelas Ia tidak menafsirkannya menurut pemikiran sosial politik. Gerakan fanatik Zelot berusaha menggulingkan kekuasaan penindas Roma dengan kekerasan. Jalan ini ditolak sama sekali oleh Yesus. Dia menafsirkan kerajaan Allah pada pokoknya secara moral dan spiritual dengan menekankan iman dan pengampunan serta pertobatan kepada Allah (Mat 6:12 dst.; Mat 9:2* dst., Mat 22:1-46; 11:20; 15:28; Luk 7:47-48; 13:3; 18:42*). Hal ini dikuatkan oleh arti penting yang Ia berikan pada kematian-Nya yang segera akan berlangsung dan cara menafsirkannya (sebagai tebusan, perjanjian baru, pengurbanan diri bagi kawanan domba Allah, dsb.). Ia juga menghubungkan kerajaan Allah dengan Roh Kudus (Mat 12:28; Yoh 3:3-8*). Arah perkembangan ini berlangsung dalam ajaran para rasul. Kerajaan Allah dimasuki melalui Roh Kudus dalam konteks iman pribadi dalam Kristus (Rom 14:17; Gal 5:21-22; Kol 1:13*). Tidak ada kerajaan Allah kecuali yang dimasuki melalui penyerahan diri kepada Kristus sang raja (Kis 8:12; 20:20-25; 28:23; 1Kor 6:9-11; 15:24; Ef 5:5; 2Pet 1:11*; Wahy 1:9; 11:15*).

    Perhatian Allah secara khusus bagi orang miskin serta penghakiman-Nya terhadap penindas ditekankan dalam Alkitab. Namun, jangan sampai kita terlalu menitikberatkan hal ini dan membahayakan salah satu kemuliaan Injil, yakni daya tariknya yang universal. Kemurahan Allah ditawarkan kepada semua orang, terlepas dari sejarah moral, status ekonomi atau tanggung jawab politik mereka. Manifestasi kebejatan moral manusia dapat lebih besar dalam kelompok sosial tertentu dibandingkan dengan kelompok sosial lain, sehingga dampak Injil dan tuntutan etisnya mungkin lebih tajam bagi suatu kelompok daripada bagi kelompok lain. Namun kita tidak boleh menutup-nutupi kenyataan bahwa Allah juga mengasihi si penindas, bahwa Kristus juga mati untuk orang kaya dan, sebaliknya, bahwa yang miskin dan yang tertindas juga harus menghadapi penghakiman Allah kelak kalau mereka tidak bertobat.

    Akhirnya, tidak adanya ajaran tentang kelahiran kembali dalam teologi politik ini berarti bahwa janji kebebasan sangat meragukan, juga pada tingkat sosial. Memang setiap kesempatan untuk memperbaiki keadaan sosial seharusnya tidak disia-siakan, namun pada akhirnya hanya kelahiran kembali oleh Roh Kudus dalam konteks iman pribadi terhadap Injil Kristus yang dapat mematahkan kuasa dosa dan egoisme yang sudah berurat berakar dalam hati manusia. Dan hanya kelahiran baru itulah yang dapat menghasilkan orang yang menjadi bahan baku bagi masyarakat yang benar-benar bebas.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 19. Pendamaian II: Perspektif Sejarah [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Bahaslah hubungan antara unsur subjektif dan objektif dalam teori tentang pendamaian. Mengapa teori objektif itu sangat dibutuhkan?

    2. "Kebenaran, tetapi bukan segala kebenaran". Apakah ini penilaian yang wajar terhadap teori "klasik" mengenai pendamaian?

    3. Bagaimana penilaian Anda terhadap segi positif dan negatif dari teologi politik dan teologi pembebasan mengenai karya Kristus?

    4. Ciri-ciri apa yang sangat diperlukan bagi suatu "teori pendamaian masa kini"?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 19. Pendamaian II: Perspektif Sejarah [Indeks]

    Kepustakaan (19)

    Anselm
    _Cur Deus Homo_.
    Aulen, G.
    1970 _Christus Victor_ (SPCK).
    Berkouwer, G. C.
    1965 _The Work of Christ_ (Eerdmans).
    Cave, S.
    1937 _The Doctrine of the Work of Christ_ (ULP).
    Denney, J.
    1918 _The Christian Doctrine of Reconciliation_ (Hodder & Stoughton).
    Kirk, J. A.
    1980 _Theology Encounters Revolution_ (IVP).
    Wells, D. F.
    1978 _The Search for Salvation_ (IVP).



    Indeks Bab 20: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.D 01010]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 20 Penerapan ......................................... 01224

    Ps 20.1 Pribadi Kristus .............................. 01224

    Sb 20.1.a Penegasan ................................. 01224

    20.1.b Merendahkan Diri .......................... 01225

    20.1.c Teladan ................................... 01225

    Ps 20.2 Kematian Kristus ............................. 01226

    Sb 20.2.a Takjub .................................... 01226

    20.2.b Tantangan ................................. 01227

    20.2.c Syukur .................................... 01227

    20.2.d Pengudusan ................................ 01228

    20.2.e Penginjilan ............................... 01228

    Ps 20.3 Kebangkitan Kristus .......................... 01229

    Sb 20.3.a Sukacita .................................. 01229

    20.3.b Damai ..................................... 01229

    20.3.c Ibadah .................................... 01230

    20.3.d Pengharapan ............................... 01230

    20.3.e Kemenangan ................................ 01230

    Ps 20.4 Kenaikan Kristus ............................. 01231

    Sb 20.4.a Keamanan dalam Dunia yang Gelisah ......... 01231

    20.4.b Penghiburan dalam Penderitaan ............. 01231

    20.4.c Penginjilan dalam Nama Kristus ............ 01232

    20.4.d Sumber bagi Kehidupan dan Pelayanan Kristen 01232

    20.4.e Janji tentang Pemerintahan Kristus Kelak... 01232



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    20. PENERAPAN

    20.1 Pribadi Kristus

    Kenyataan bahwa Allah menjadi manusia membawa dampak besar bagi seluruh sikap kita terhadap hidup di dunia.

    a. Penegasan

    "Firman itu menjadi manusia" (Yoh 1:14*). Allah telah datang langsung kepada manusia dalam diri Yesus dan mengambil darah dan daging, ruang dan waktu dalam persatuan dengan diri-Nya. Hal ini menegaskan kembali pentingnya dunia dan kehidupan manusia, yang sebenarnya sudah jelas dari ajaran tentang Allah sebagai pencipta (lihat di atas: ps 8 & 10.2). Kendatipun kuasa-kuasa kegelapan berusaha merampas kekuasaan, tatanan bumi tetap di tangan Allah sehingga Ia memainkan peranan nyata di dalamnya. Sebab itu, dengan kedatangan Yesus, Allah menguduskan hidup dalam daging. Perhatian dan keprihatinan-Nya tidak terbatas pada masalah batin dan spiritual, karena hal lahir dan material juga diikutsertakan dalam persekutuan dengan Dia dalam Kristus. Melalui penjelmaan Dia memegang seluruh hidup manusia. Jadi rumah tangga, pekerjaan, persahabatan, kuliah, kehidupan bermasyarakat, kebudayaan, waktu senggang, segala bagian hidup manusia dituntut oleh Dia dan dapat didedikasikan kepada Dia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    b. Merendahkan diri

    "Kristus Yesus mengosongkan diriNya" (Fili 2:7*). Dengan menjadi manusia Allah sendiri telah merendahkan diri untuk melayani kebutuhan makhluk ciptaan-Nya (Yoh 13:1-16*); Allah menjadi hamba! Dampak kejadian yang menakjubkan ini sangat jauh pengaruhnya dan penuh tantangan bagi murid-murid Kristus. Kita harus menunjukkan kerendahan hati secara mendasar yang menolak kepentingan diri dan kecongkakan yang sia-sia; perhatian dan rasa iba sejati terhadap orang lain dan kepentingannya dengan menganggap mereka lebih baik dari kita (Fili 2:1-5*). Singkatnya, tidak kurang dari pikiran dan perasaan Yesus dalam diri kita.

    c. Teladan

    "Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu" (Yoh 13:15*). Seluruh kehidupan Tuhan Yesus yang dilukiskan dalam kitab-kitab Injil merupakan teladan untuk kita. Kita harus seperti Dia dalam memberi perhatian tulus ikhlas untuk memuliakan nama Bapa (Yoh 8:49-50*); meniru Dia dalam kehidupan yang selalu berhubungan erat dengan Bapa (Mr 1:35), kepatuhan tak terputus-putus (Yoh 8:29*), perhatian terhadap kebutuhan manusia (Mat 9:36*) dan rasa tanggung jawab untuk memberitakan Injil (Mr 1:38*). Penelaahan dan renungan kita tentang Alkitab seharusnya meliputi ayat-ayat dari kitab-kitab Injil secara teratur, supaya kita setiap hari sengaja mengarahkan pandangan kepada Dia. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus ... Ingatlah selalu akan Dia" (Ibr 12:2-3*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    20.2 Kematian Kristus

    Inilah pusat kepercayaan dan pengertian Kristen, pemberitaan dan kehidupan, pelayanan dan kematian. Ada beberapa dampak yang seharusnya nampak dalam kehidupan kita.

    a. Takjub

    "Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku" (Gal 2:20*). Memang salib Kristus lebih daripada teori pendamaian untuk dikuasai dengan pikiran, meskipun semakin besar persesuaian antara pengertian kita mengenai salib dan ajaran Alkitab, semakin besar rasa takjub bila kita merenungkannya. Sepanjang abad, dalam pengalaman manusia tiada yang begitu mendatangkan rasa takjub, kasih dan pujian seperti perbuatan di atas Bukit Golgota. Dan memang begitu seharusnya, sebab sesungguhnya tiada sesuatu pun sebanding dengan itu. Inilah tempat berdiam, menutup mulut dan menanggalkan sepatu, inilah tempat Anak Allah disalibkan bagi kita.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    b. Tantangan

    "Kristus telah mati untuk dosa-dosa kita" (1Kor 15:3*). Injil pendamaian melalui kematian Kristus telah diuraikan di atas. Dalam penerapan, mau tidak mau pembaca harus bertanya, apakah kematian Kristus telah membawa pendamaian bagi Anda? Apakah Anda melihat dosa dan kesalahan Anda diletakkan di pundak Kristus di Golgota, di sanalah diadili dan dihukum dalam Dia? Apakah Anda sudah berseru untuk diselamatkan dan sudah mendapat anugerah untuk percaya akan karya-Nya yang terselesaikan di kayu salib bagi pengampunan, damai dan keadilan Anda? Jika tidak, Anda dapat datang kepada Dia sekarang. "Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat". "Barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang" (Mat 11:28; Yoh 6:37*).

    c. Syukur

    "Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya . . . bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya" (Wahy 1:5-6*). Jika kita mengalami keselamatan melalui salib, maka dari dalam kalbu kita harus mengucap syukur dan pujian-pujian, sadar bahwa pengampunan dan pembenaran dan semua berkat yang timbul dari salib itu sepenuhnya berasal dari anugerah Allah yang kekal, yang diberikan kepada kita dalam Kristus, dan khususnya dari kasih yang akhirnya membawa-Nya ke Golgota. "Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima . . . puji-pujian" (Wahy 5:12*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    d. Pengudusan

    "Demi kemurahan Allah aku menasihati kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup" (Rom 12:1*). Mengingat penyerahan diri Anak Allah bagi kita di salib, kita sudah kehilangan hak atas diri kita sendiri. Jika kita melawan kehendak Allah dan menolak untuk mengabdikan diri kepada Dia, kita hanya menyatakan kegagalan untuk mengerti makna salib.

    e. Penginjilan

    "Kasih Kristus yang menguasai kami . . . dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah" (2Kor 5:14,20*). Kita yang sudah datang ke kayu salib dan di sana mengalami mujizat pembenaran cuma-cuma, pendamaian dan penebusan, harus memberitakan tentang salib kepada sesama kita yang juga orang berdosa. Kita yakin bahwa anugerah yang telah menyelamatkan kita, dapat juga menyelamatkan semua orang yang bersandar pada anugerah itu, apa pun kebutuhan mereka dan betapa besarnya dosa mereka. Penerapan terakhir ini akan mempengaruhi seluruh pola hidup, percakapan, pemakaian waktu dan keuangan, tema dan jangkauan doa, keterlibatan dalam penginjilan melalui gereja wilayah atau kelompok Kristen, bahkan sampai pada pekerjaan dan tempat tinggal kita.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    20.3 Kebangkitan Kristus

    Kebangkitan Yesus mempunyai arti banyak bagi orang Kristen.

    a. Sukacita

    "Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihatNya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan tidak terkatakan" (1Pet 1:8*). Mengetahui bahwa Ia bersama kita dan mengasihi kita dengan kasih mendalam yang berlimpah-limpah menimbulkan sukacita di atas segala sukacita dalam hati.

    b. Damai

    Ia "dibangkitkan karena pembenaran kita" (Rom 4:25*). Yesus yang bangkit merupakan janji bahwa pengurbanan-Nya untuk membuat pendamaian benar-benar bermanfaat bagi kita: dosa kita lenyap dan di dalam Kristus kita diterima di hadapan Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    c. Ibadah

    "Dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah" (Rom 1:4*). Kebangkitan menegaskan lagi keilahian Yesus yang kekal dan oleh sebab itu kita patut beribadah kepada-Nya. Sama seperti murid-murid Yesus yang pertama, kita sambut Yesus yang bangkit dengan pengakuan, "Ya Tuhanku dan Allahku" (Yoh 20:28*; bnd. Luk 24:52*).

    d. Pengharapan

    "Yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal" (1Kor 15:20*). Kematian sudah dikalahkan. Yesus adalah buah sulung tuaian yang akan datang dari orang mati, anak sulung dari anak-anak kebangkitan. Karena Ia telah bangkit, kita pun akan hidup di balik kubur dalam orde baru Allah. Kebangkitan mendesak mundur masa depan kita ke batas-batas kekekalan, dan ini mempunyai dampak yang tak terhitung besarnya pada setiap tingkat kehidupan. Tidak perlu kita berpegang kuat-kuat pada kehidupan di sini, kita bebas untuk memakai hidup dalam pelayanan orang lain. Sebab hidup di dunia ini hanya permulaan dari hidup kekal yang menunggu kita sesudah mati dan yang memang sudah menjadi milik kita di dalam Dia.

    e. Kemenangan

    "KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi" (Mat 28:18*). Kemenangan atas dosa dan kejahatan sungguh-sungguh sudah diperoleh. Kuasa-kuasa kegelapan dan keputusasaan sudah tidak berkutik lagi di bawah telapak kaki Kristus yang menang. Kendatipun ada bukti yang bertentangan, namun kesudahan dosa sudah tercatat, sebab pemerintahan dan kerajaan Allah ada di tangan Juruselamat kita.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    20.4 Kenaikan Kristus

    Kenaikan mempunyai dampak atas kehidupan Kristen yang besar sekali.

    a. Keamanan dalam dunia yang gelisah

    "KepadaKu telah diberikan segala kuasa" (Mat 28:18*). Kenaikan memproklamasikan pemerintahan Kristus. Di mana pun kita berada dan bagaimana pun keadaan kita, Ia adalah Raja dan Tuhan di atasnya. Dunia saat ini pun berada di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada yang dapat mempengaruhi atau menimpa kita, kecuali seizin Dia.

    b. Penghiburan dalam penderitaan

    "Kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit" (Ibr 4:14*). Kristus telah membawa kemanusiaan-Nya ke dalam keberadaan ilahi-Nya. Sekarang ada manusia dalam keallahan: kenaikan Yesus berarti Allah mempunyai hati manusia untuk selamanya. Ini dilukiskan secara hidup dalam penglihatan akan Domba tersembelih di atas takhta (Wahy 5:6*). Bilur-bilur-Nya di surga bukanlah tanda kegagalan-Nya mengatasi keadaan fisik yang terkoyak-koyak, melainkan tanda kesetiakawanan-Nya yang penuh kasih di dalam penderitaan dan sukacita yang kita alami.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 20. Penerapan [Indeks]

    c. Penginjilan dalam nama Kristus

    "KepadaKu telah diberikan segala kuasa . . . Karena itu pergilah" (Mat 28:18-19*). Tuhan yang sudah naik ke surga mengutus gereja untuk memberitakan Injil kepada setiap makhluk, mengajar, menyembuhkan dan melayani segala kebutuhan manusia dalam nama Kristus. Hal ini tidak ditujukan untuk membuat Yesus raja di dunia. Sebaliknya, Ia sudah Raja dan sebagai Raja Ia menyuruh kita.

    d. Sumber bagi kehidupan dan pelayanan Kristen

    "Roh Kudus yang dijanjikan itu . . . maka dicurahkanNya" (Kis 2:33*). Yesus yang ditinggikan dalam kemuliaan mengirimkan Roh Kudus kepada gereja, supaya Roh itu mengikat tubuh Kristus di dunia kepada kepalanya yang dimuliakan. Melalui Roh Kudus, hidup dalam kemenangan mengalir dari kepala kepada anggota-anggota badan. Yesus yang naik memberi pemberian-pemberian Roh (Ef 4:8-12*) dan meneguhkan saksi-saksi-Nya dengan kuasa dan wewenang (Kis 1:8*). Dengan kenaikan Yesus, gereja menerima tidak kurang dari kuasa yang membangkitkan Yesus dan menempatkan-Nya di sebelah kanan Allah dalam kemuliaan (Ef 1:19-20*).

    e. Janji tentang pemerintahan Kristus kelak

    "Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuhNya di bawah kakiNya" (1Kor 15:25*). Kebangkitan dan kenaikan dengan mantap menunjuk ke depan pada kedatangan kembali Kristus dalam kemuliaan, ketika Ia akan menghakimi semua orang dan mendirikan kerajaan Allah yang kekal di surga dan di dunia baru yang akan mengenal keadilan. Mengenal, memuja dan melayani Kristus di sini berarti mengharapkan kedatangan-Nya dalam kemuliaan dan pemerintahan-Nya yang mulia untuk selama-lamanya. Nampaknya konsep ini bersifat agak halus dan surgawi namun, kalau diterapkan dengan tepat, akan menerangi setiap bagian hidup kita.



    Indeks Bab 21: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.E 01011]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 21 Pribadi Roh Kudus .............................. 01234

    Ps 21.1 Ajaran Perjanjian Lama ....................... 01234

    Ps 21.2 Ajaran Perjanjian Baru ....................... 01235

    Sb 21.2.a Oknum Berpribadi ............................ 01235

    21.2.b Oknum Ilahi .................................... 01236

    Bahan Alkitab ........................................... 01237

    Bahan Diskusi/penelitian................................. 01238

    Kepustakaan ............................................. 01239



    Mengenali Kebenaran -- Bab 21. Pribadi Roh Kudus [Indeks]

    E. ROH KUDUS

    21. PRIBADI ROH KUDUS

    21.1 Ajaran Perjanjian Lama

    Kata Ibrani untuk "Roh" (_ruakh_) juga berarti "angin" (Mazm 148:8*; Yeh 1:4) atau "nafas" (Yeh 37:5*). Pada mulanya Roh Allah muncul sebagai kuasa Allah, yang bergerak seperti angin besar di atas samudera raya, dan ikut serta dalam pekerjaan menciptakan langit dan bumi (Kej 1:2*). Roh itu juga dilukiskan sebagai nafas Allah yang memberi hidup kepada apa yang diciptakan-Nya; dan kalau Roh ditarik kembali oleh Allah, maka ciptaan itu kembali menjadi debu tanah (Mazm 104:29-30*; bnd. Kej 2:7*). Dengan demikian kelanjutan hidup manusia tergantung pada kehadiran Roh Allah di dalam diri manusia sendiri (Kej 6:3*). Dapat dikatakan bahwa manusia diciptakan dan terus hidup oleh karena Roh Allah (Ayub 33:4*). Lagi pula manusia akan memperoleh hidup baru daripada Roh (Yeh 37:9-14*).

    Ada hubungan antara Roh Allah dengan kecakapan manusia. Misalnya, Firaun menyadari bahwa Yusuf berakal budi dan bijaksana oleh karena dia penuh dengan Roh Allah (Kej 41:38-39*) dan Bezaleel, seorang seniman dalam Kemah Suci, mendapat keterampilan untuk karya itu dari Roh Allah (Kel 31:3; bnd. Kel 28:3*).

    Roh Allah juga berperan dalam menetapkan dan memampukan para pemimpin Israel dalam tugas mereka. Musa memperoleh Roh Allah untuk menyanggupkan dia dalam mengemban tanggung jawab atas bangsa Israel (Bil 11:17,25*). Pemberian Roh ini kemudian dibagikan Musa kepada mereka yang membantu dia dalam kepemimpinan dan sewaktu dia hendak menetapkan penggantinya, ia disuruh Allah mengangkat seorang yang "penuh roh", yaitu Yosua (Bil 27:18*). Roh Allah dianggap sebagai tenaga pendorong bagi para hakim (Hak 3:10; 6:34*; Hak 11:29; 14:6,19; 15:14*). Pada zaman mula-mula pengurapan raja ditandai oleh kedatangan Roh (1Sam 10:1-6; 16:13*). Lagi pula ada hubungan erat antara kepenuhan Roh dengan tugas kenabian (Bil 11:25-30; 24:2; Neh 9:30; Yes 59:21; Yeh 3:22-24*), walaupun hal itu tidak ditekankan oleh para nabi sebelum pembuangan.

    Akhirnya, Perjanjian Lama melihat ke depan pada zaman baru, yakni zaman Roh Allah (Yes 11:2; 44:3; Yeh 36:27; Yoel 2:28*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 21. Pribadi Roh Kudus [Indeks]

    21.2 Ajaran Perjanjian Baru

    Istilah Yunani untuk Roh (_pneuma_) juga mencakup "angin" dan "nafas" (Yoh 3:8; Wahy 11:11*). Dalam Perjanjian Baru, yang menceritakan dimulainya zaman mesianik, Roh Kudus kelihatan lebih jelas dan Dia menonjol dalam peristiwa yang berhubungan dengan kelahiran Yesus (Mat 1:18; Luk 1:35,41,67-68; 2:27*). Pada pembaptisan Yesus, ia muncul "seperti burung merpati" (Mat 3:16*) dan sering disebut dalam hubungan dengan misi-Nya (Mat 4:1; 12:28; Luk 4:14,18; Ibr 9:14*).

    Dalam pesan perpisahan kepada murid-murid, Yesus menyebut Roh Kudus sebagai "Penghibur" (Yoh 14:16,26; 15:26; 16:7*). Kata asal Yunani (_parakletos_) berarti pengacara yang menangani kasus seseorang atau sekutu yang memihak, menguatkan dan memberi semangat. Zaman baru yang dibuka dengan kematian dan kebangkitan Yesus menghasilkan turunnya Roh Kudus sebagaimana dijanjikan (Kis 2:1*). Ia menciptakan gereja dan memberikan kuasa untuk misinya dalam dunia. Kehidupan Kristen dalam masa antara kedua kedatangan Kristus adalah kehidupan dalam Roh (Rom 5:5; 8:1-17; 1Kor 12:1-14:40; Gal 5:16-26*).

    a. Oknum berpribadi

    Roh Kudus bukan "sesuatu", suatu daya atau kuasa tak berpribadi. Walaupun kata benda Yunani untuk "roh" itu tidak menyatakan jenis kelamin tertentu, namun Perjanjian Baru selalu mengacu pada Roh Kudus dengan sebutan "Ia" yang berarti kepribadian (Yoh 16:13*).

    Istilah_ parakletos_ atau penghibur pada dasarnya mengacu pada seorang wakil pribadi (Yoh 14:16 dll.; bnd. 1Yoh 2:1*). Dalam Yohanes 14:15*, Yesus berbicara tentang Roh Kudus sebagai "penghibur _lain_"; persamaan antara Yesus dan Roh Kudus hanya bermakna kalau Roh Kudus ini dianggap memiliki sifat-sifat penuh dari suatu kepribadian. Paulus berbicara tentang "mendukakan" Roh Kudus (Ef 4:30*); orang dapat menentang suatu kuasa tetapi hanya dapat mendukakan suatu kepribadian.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 21. Pribadi Roh Kudus [Indeks]

    b. Oknum ilahi

    Alkitab secara jelas menyaksikan keilahian Roh Kudus. Ia adalah Allah yang disembah, dikasihi dan dipuji, yang bersama-sama dengan Bapa dan Anak mempunyai kodrat ilahi (Mat 28:18; 2Kor 13:14; Ef 4:4-6*).

    Roh itu "Roh Tuhan" (_Yhwh/kurios_; Hak 3:10; 2Kor 3:17*). Sering Ia disebut sebagai Allah dalam tindakan penciptaan dan penyelamatan (Ayub 33:4; Mazm 51:12; Yeh 37:14; 2Kor 3:3*). Yesus mengatakan bahwa dosa terhadap Roh Kudus lebih berat daripada dosa terhadap Anak Manusia (Mat 12:28-32*). Anak Manusia yaitu Yesus memang ilahi, sehingga kenyataan ini adalah bukti tambahan akan keilahian Roh Kudus. Lagi pula Roh Kudus harus bersifat ilahi, sebab melalui Dia Allah menyatakan diri kepada manusia dan hanya melalui Allah sendiri Allah dapat dikenal (1Kor 2:10; 1Yoh 5:7-9*). Akhirnya perikop-perikop tentang Tritunggal menghapus keraguraguan (Mat 28:19; Yoh 14:15-24; 2Kor 13:14; Ef 1:13*; Ef 2:18; 2Tes 2:13; 1Pet 1:2*). Dalam ayat-ayat tersebut Roh Kudus ditunjukkan dalam keesaan yang tak dapat diubah dengan Bapa dan Anak.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 21. Pribadi Roh Kudus [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Hakim 3:10; 11:29; Ayub 33:4; Mazmur 51:13; 139:7*;
    Yesaya 11:2; 59:21; 61:1; Yehezkiel 37:1-4; Hagai 2:4-5; Zakharia 7:12*;
    Matius 3:16; 12:28-32; 28:19; Lukas 1:35; 4:18*;
    Yohanes 3:8; 14:16,26; 15:26; 16:7-15; Kisah 13:2; Roma 8:9-10*;
    1Korintus 6:11; 12:3; 2Korintus 3:3,17; 13:14*;
    Efesus 1:13-14; 2:18; 4:4-6,30*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 21. Pribadi Roh Kudus [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan bukti-bukti Alkitab untuk keilahian Roh Kudus.

    2. Selidikilah dampak-dampak keilahian Roh Kudus bagi

      1. wewenang Alkitab,
      2. pribadi Yesus Kristus yang memberikan Roh Kudus, dan
      3. keabsahan pengalaman Kristen.
    3. Bandingkanlah ajaran Kristen tentang Roh Kudus dengan kepercayaan dalam agama-agama suku tentang adanya roh-roh yang beurkuasa atau yang harus disembah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 21. Pribadi Roh Kudus [Indeks]

    Kepustakaan (21)

    Green, M.
    1975 _I Believe in the Holy Spirit_ (Hodder).
    Kuyper, A.
    1966 _The Work of the Holy Spirit_ (Eerdmans).
    Morris, L.
    1960 _Spirit of the Living God_ (IVP).
    Moule, C. F. D.
    1978 _The Holy Spirit_, Oxford (Mowbray).
    Neve, L.
    1972 _The Spirit of God in the Old Testament_ (Tokyo).
    Owen, J.
    1966 _Works_ 3 (Banner of Truth).
    Packer, J. I.
    1984 _Keep in Step with the Spirit_ (IVP).
    Peck, J.
    1970 _What the Bible Teaches about the Holy Spirit_ (Kingsway).
    Stibbs, A. M. & Packer, J. I.
    1967 _The Spirit Within You_ (Hodder).
    Winslow, O.
    1961 _The Work of the Holy Spirit_ (Banner of Truth).



    Indeks Bab 22: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.E 01011]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 22 Roh yang Dijanjikan ............................... 01241

    Ps 22.1 Roh Kudus sebelum Kedatangan Kristus ......... 01241

    Sb 22.1.a Kehidupan ................................. 01241

    22.1.b Pengetahuan ............................... 01242

    22.1.c Janji ..................................... 01242

    Ps 22.2 Roh Kudus dan Kristus ........................ 01243

    Sb 22.2.a Kristus Menerima Roh ...................... 01243

    22.2.b Kristus Mengaruniakan Roh .................... 01243

    Bahan Alkitab .............................................. 01244

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01245

    Kepustakaan ................................................ 01246



    Mengenali Kebenaran -- Bab 22. Roh yang Dijanjikan [Indeks]

    22. ROH YANG DIJANJIKAN

    22.1 Roh Kudus sebelum kedatangan Kristus

    Karya Roh Kudus pada masa itu dapat dihimpun dalam sekitar tiga tema utama.

    a. Kehidupan

    Roh Kudus sering disebutkan dalam kerangka penciptaan alam semesta. Kejadian 1:2* dapat diterjemahkan "Roh Allah mengeram di atas air", seperti burung yang melayang-layang di atas anaknya (bnd. Mazm 104:30*; Yes 40:12-13*). Perbuatan-Nya yang menciptakan kehidupan dari kekosongan pada permulaan dunia adalah pertanda dari karya-Nya nanti pada zaman Perjanjian Baru, yaitu memberi kehidupan rohani bagi umat Allah (kelahiran baru). Roh juga memberi hidup insani kepada manusia (Ayub 27:3; 33:4; Mazm 104:29-30*). Sebagaimana kita bergantung sepenuhnya kepada firman Allah untuk menopang kehidupan terus-menerus (Kol 1:17; Ibr 1:3*), begitu pula kita bergantung pada daya pemberi hidup yang terus-menerus dari Roh Kudus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 22. Roh yang Dijanjikan [Indeks]

    b. Pengetahuan

    Roh Kudus mencerahkan pikiran dengan pengetahuan tentang Allah dan kebenaran-Nya (Ul 34:9; Mazm 143:10*), umumnya kesanggupan untuk mengerti (Kej 41:38-39*), khususnya dalam wawasan para nabi (1Sam 10:10*). Contoh penting adalah penulisan Perjanjian Lama: Roh mengilhami saksi-saksi yang dipilih dan disiapkan khusus supaya tulisan-tulisan mereka mengungkapkan firman Allah (2Pet 1:21*). Inilah juga pertanda pelayanan-Nya pada zaman Perjanjian Baru (Yoh 16:12*; 1Kor 2:9-13; 2Pet 3:15*).

    c. Janji

    Hubungan Roh Kudus dengan zaman mesianik berangkap dua. Pertama, Mesias yang akan datang akan diurapi oleh Roh Kudus (Yes 11:2; 42:1*; Yes 61:1-2; bnd. Luk 4:16-20*). Kedua, dalam zaman mesianik, Roh Tuhan akan dicurahkan dengan cara dan tingkat khusus (Yeh 36:27-28*; Yoel 2:28-29*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 22. Roh yang Dijanjikan [Indeks]

    22.2 Roh Kudus dan Kristus

    Hubungan Yesus dengan Roh Kudus menetapkan dasar teologis bagi pelayanan Roh Kudus, sehingga pemahaman hubungan itu mutlak perlu untuk mendapatkan pandangan tepat tentang pekerjaan-Nya. Kita dapat membedakan dua segi dalam hubungan itu.

    a. Kristus menerima Roh

    Penerimaan Roh Kudus oleh Kristus terlihat paling jelas pada saat baptisan-Nya ketika "turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atasNya" (Luk 3:22*). Peran Roh Kudus dimulai pada waktu pembuahan dan kelahiran Yesus (Luk 1:25*) dan diteruskan selama pelayanan-Nya (Mat 4:1; 12:28*). Hal ini sama sekali tidak mengurangi keilahian Yesus, namun kita adalah manusia seperti Yesus juga manusia dan oleh karena itu kita dapat melihat ketergantungan Yesus kepada Roh Kudus sebagai contoh atau panutan bagi ketergantungan hidup kita juga kepada-Nya.

    b. Kristus mengaruniakan Roh

    Yohanes Pembaptis menubuatkan bahwa pelayanan Yesus akan meliputi pembaptisan "dengan Roh Kudus dan dengan api" (Mat 3:11*). Hal ini dihubungkan dengan puncak pelayanan Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Kis 1:5, bnd. Kis 2:33*). Hubungan ini dinyatakan dalam Yohanes 7:39*, "Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan" (yang mengacu pada kemenangan-Nya dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan, bnd. Yoh 13:31; 20:22*). Ini memberi kepada kita kunci pengertian akan pelayanan Roh Kudus menurut Perjanjian Baru, yakni: _hubungan erat antara pelayanan Roh Kudus dan pemuliaan Yesus_.

    Kita ingat bahwa Perjanjian Lama menghubungkan zaman baru yang akan datang dengan pemberian baru dan mulia dari Roh Kudus. Zaman baru kerajaan Allah dimulai dan ditetapkan oleh Yesus dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya. Jadi pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta adalah kedatangan kerajaan Allah ke dalam sejarah manusia yang dimulai oleh kemenangan Yesus. Inilah alasan Yesus untuk menyatakan bahwa jika Ia tidak pergi, Roh Kudus tidak akan datang (Yoh 16:7*). Memang Yesus tidak bermaksud bahwa kedua oknum ilahi tidak dapat hadir bersama-sama. Maksudnya ialah bahwa jika Ia tidak pergi kepada Bapa (Yoh 14:5,12*) dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan, maka Roh Kudus tidak dapat turun kepada murid-murid, menjadi Penolong dan bersaksi kepada dunia melalui mereka. Dengan kata lain, _pencurahan Roh Kudus ke atas gereja dan dunia, yang pertama-tama diungkapkan pada Hari Pentakosta, bergantung sepenuhnya pada kemenangan Yesus_ (Yoh 7:39*).

    Hal ini dikuatkan oleh Lukas dengan cara yang sengaja memulai kisahnya tentang kelahiran dan permulaan gereja di bawah dampak pencurahan Roh Kudus (Kis 2:1*) dengan laporan tentang kenaikan Yesus (Kis 1:9-11*). Hal ini dibuatnya, meskipun dia telah menceritakan tentang kenaikan itu pada akhir kitab pertamanya yakni Kitab Injilnya (Luk 24:50*). "Apakah artinya ini?" tanya orang-orang yang berkumpul pada hari Pentakosta (Kis 2:12*). Dalam jawabannya, Petrus mengemukakan dua pokok. Pertama, pencurahan Roh Kudus adalah kedatangan zaman baru kerajaan: "Itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi" (Kis 2:16-21*). Kedua, peristiwa itu adalah hasil pengagungan Yesus Kristus: "Yesus inilah... ditinggikan oleh tangan kanan Allah... dicurahkanNya apa yang kamu lihat dan dengar" (Kis 2:32; bnd. Kis 2:22-36*). Paulus juga berbicara tentang pemberian-pemberian Roh Kudus untuk pembangunan gereja dalam konteks kenaikan Kristus (Ef 4:8-10*). Pemberian-pemberian Roh Kudus merupakan buah kemenangan Kristus.

    Oleh karena itu, Roh Kudus _adalah Allah yang menerapkan hasil-hasil kemenangan Kristus yang dicapai melalui hidup, kematian dan pengagungan-Nya ke dalam hidup umat Allah._ Dalam hal ini, pelayanan Roh Kudus dapat diartikan sebagai semacam "tumpahan" dari takhta Allah dari berkat-berkat yang diperoleh Kristus demi orang berdosa.

    Pengertian demikian membawa dampak yang penting. Antara lain digarisbawahi tentang kebodohan setiap usaha memisahkan karya Roh Kudus dari karya Kristus. "Penyataan Roh" (1Kor 12:7*), yaitu karunia-karunia-Nya, harus dihubungkan dengan upaya yang melampaui segala upaya lain untuk memuliakan Allah dalam Yesus Kristus (bnd. 1Kor 12:3-6*). Kalau tidak, maka karunia-karunia itu sama sekali tidak sesuai dengan Alkitab yang diilhami Roh Kudus, dan dapat merusak atau melawan tugas Kristen agung untuk memuliakan Allah dengan membawa Injil dan membangun umat-Nya. "Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah pujian dan hormat dan kemuliaan" adalah seruan otentik dari orang-orang Kristen yang dipenuhi Roh Kudus (Wahy 1:10; 5:13*).

    Pada pihak lain, bila kita mengakui hubungan yang tak terputuskan antara pelayanan Roh Kudus dan pengagungan Yesus, maka kita akan dilepaskan dari ketakutan mengenai pelayanan Roh Kudus itu. Roh itu bukan hantu, suatu kuasa yang mengerikan atau sewenang-wenang. Ia adalah "Roh Yesus" (Kis 16:7*) yang datang untuk membawa Kristus kepada umat Kristen. Rasa takut akan pelayanan otentik Roh Kudus dapat ditenteramkan sebagaimana ketakutan para murid yang ditenteramkan ketika mereka melihat Yesus berjalan di atas laut dan berseru karena mengira Ia hantu. Yesus berkata "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (Mat 14:26-27*). Ini juga yang memberikan patokan untuk menguji tiap pernyataan mengenai pelayanan Roh Kudus: jika tidak dapat diselaraskan dengan Yesus yang ditemukan dalam kitab-kitab Injil, yang berbelas kasihan dan iba hati dan sehat pikiran-Nya, maka pernyataan tersebut dapat ditolak. Roh itu Yesus, dalam pengertian bahwa Ia berusaha membawa Kristus kepada kita dan memampukan kita menerima lebih banyak lagi berkat-berkat Kristus dalam penebusan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 22. Roh yang Dijanjikan [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Perjanjian Lama:
    Kejadian 1:2; 2:7; Keluaran 31:1-5; 35:31; Bilangan 11:17-18*;
    Hakim 13:25; 1Samuel 10:10; 1Tawarikh 28:12; Ayub 33:4*;
    Mazmur 104:30; Yesaya 11:2; 40:13; 42:1; 44:3-4; 61:1-2*;
    Yehezkiel 2:2; 36:27-28; Yoel 2:28-29; Mikha 3:8*.

    Roh dan Kristus:
    Matius 1:18,20; 3:11; 4:1; 12:28; Lukas 1:35; 3:16,22; 4:14,18*;
    Yohanes 3:34; 7:39; 14:5,17; 16:7; Kisah 1:5; 2:32-33; Efesus 4:7-16*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 22. Roh yang Dijanjikan [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan unsur-unsur pokok dari karya Roh Kudus dalam Perjanjian Lama. Tunjukkan bagaimana unsur-unsur ini dikembangkan dalam Perjanjian Baru.

    2. "Anak sekaligus menjadi pembawa dan pembagi Roh Kudus". Apakah pernyataan ini mengungkapkan dengan tepat ajaran Perjanjian Baru?

    3. Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari hal bahwa Roh Kudus pada saat-saat tertentu melayani Yesus?

    4. Selidikilah ayat-ayat Alkitab mengenai hubungan antara karya Roh Kudus dan karya Anak. Apa dampaknya bagi pengalaman kita akan Roh Kudus akhir-akhir ini?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 22. Roh yang Dijanjikan [Indeks]

    Kepustakaan (22)

    Berkhof, H.
    1964 _The Doctrine of the Holy Spirit_ (John Knox).
    Green, M.
    1975 _I Believe in the Holy Spirit_ (Hodder).
    Kuyper, A.
    1966 _The Work of the Holy Spirit_ (Eerdmans).
    Morris, L.
    1960 _Spirit of the Living God_ (IVP).
    Smail, T. A.
    1975 _Reflected God_ (Hodder).



    Indeks Bab 23: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.E 01011]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 23 Menjadi Orang Kristen ............................. 01248

    Ps 23.1 Anugerah Allah ............................... 01248

    Ps 23.2 Persatuan dengan Kristus melalui Roh Kudus ... 01249

    Sb 23.2.a Pemilihan ................................. 01250

    23.2.b Panggilan ................................. 01251

    23.2.c Kelahiran Kembali ......................... 01252

    23.2.d Pertobatan ................................ 01253

    23.2.e Iman ...................................... 01254

    23.2.f Pembenaran ................................ 01255

    23.2.g Pengangkatan .............................. 01256

    Bahan Alkitab .............................................. 01257

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01258

    Kepustakaan ................................................ 01259



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    23. MENJADI ORANG KRISTEN

    Kehidupan Kristen dibahas dalam bagian mengenai Roh Kudus ini, dan tidak di tempat lain yang mungkin, karena semua pengalaman Kristen yang sah adalah karya Roh Allah dalam dan melalui orang percaya. Namun uraian kami ini mencakup hubungan antara karya Roh Kudus dan karya Kristus di satu pihak (bnd. bagian D) dan antara pekerjaan Roh Kudus dan gereja di pihak lain (bnd. bagian F).

    23.1 Anugerah Allah

    Realitas tertinggi yang melandasi seluruh pengalaman Kristen tentang Roh Kudus adalah anugerah Allah yang berdaulat (Kel 34:6; Ef 1:7-8*). Anugerah**1** berarti sikap murah hati yang diperlihatkan secara bebas, khususnya dari atasan kepada bawahan. Anugerah Allah berarti keputusan-Nya terlepas dari segala paksaan dan sama sekali tidak terdorong oleh amal manusia, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya yang berdosa dan menyelamatkan mereka dari segala pengaruh dosa melalui Yesus Kristus (Kis 15:11; Ef 2:8; Tit 2:11*). _Kebebasan_ anugerah ini perlu digarisbawahi. Allah bertindak untuk menyelamatkan karena Ia memilih untuk berbuat demikian. Ia tidak harus menyelamatkan karena Ia Pencipta. Sama seperti dengan Israel, begitu pula dengan gereja: Allah tidak menyelamatkan umat-Nya karena sifatnya atau perbuatannya, baik pada masa dulu maupun pada masa mendatang (Ul 7:7-8*). Allah mengasihi dan menyelamatkan umat-Nya karena Ia mengasihi dan berkehendak untuk menyelamatkan mereka. Tidak ada penjelasan lain daripada itu.

    --------------------
    **1**.TB: "kasih karunia"; Ibr. kh-n; Yun. kharis; Lat. gratia.
    --------------------

    Anugerah Allah juga _berdaulat_ (Kis 18:27; Rom 11:5-6; 1Kor 15:10*). Yang bermaksud untuk menyelamatkan umat-Nya ialah Allah yang Mahakuasa, yang pasti akan merealisasikan tujuan-Nya. Tak ada kuasa, baik Iblis ataupun manusia, yang dapat menggagalkan maksud-Nya. Biarlah Tuhan tetap Tuhan! Berbagai segi pengalaman Kristen akan Roh Kudus akan dibahas di bawah dan semuanya hanya merupakan segi-segi yang dapat dibedakan dari realitas asasi itu, yaitu anugerah berdaulat dari Allah yang bekerja untuk menyelamatkan orang berdosa.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    23.2 Persatuan dengan Kristus melalui Roh Kudus

    Inti pengalaman Kristen tentang Roh Kudus adalah bahwa Ia membawa orang percaya ke dalam hubungan yang hidup dengan Yesus Kristus, sehingga mereka ikut menikmati penebusan dan berkat-berkat yang mengalir dari penebusan itu. Seluruh pengalaman Kristen difokuskan pada pemberian satu-satunya dari Allah ini melalui Roh Kudus, yaitu persatuan dengan Kristus.

    Dasar alkitabiah dari persatuan dengan Kristus terdapat dalam pandangan Perjanjian Baru mengenai iman. Iman adalah iman "kepada" atau "dalam" Kristus (Kis 16:30-31; Rom 3:22; Fili 3:9-10*). Kata-kata depan Yunani yang dipakai (_eis_, _en_, _epi_) mengandung gagasan percaya "dalam" atau "pada" Kristus. Sebab itu, iman mencakup hubungan penting dengan objeknya; menjadi orang Kristen yang percaya berarti dipersatukan dengan Kristus.

    Latar belakang gagasan "persatuan dengan Kristus melalui iman" adalah konsep Perjanjian Lama mengenai solidaritas antara Mesias dan umat mesianik. Seorang Mesias yang dipisahkan dari umat-Nya tidak masuk akal; Ia mewakili Allah kepada umat-Nya (Yes 11:9*) dan umat kepada Allah (Yer 30:21*). Karena itu, dua gambaran Mesias, yaitu Anak Manusia dan hamba Tuhan, kadang-kadang bersifat individu dan kadang-kadang bersifat kelompok (Ul 7:13, bnd. Ul 7:15* dst.; Yes 42:1, bnd. Yes 41:8-9*).

    Selanjutnya, dipersatukan dengan Kristus berarti dipersatukan dengan Dia dalam keseluruhan misi penebusan-Nya (bnd. Fili 2:5-11*). Orang Kristen mati dengan Kristus (Rom 6:1-11; Gal 2:20*), dibangkitkan dengan Kristus (Ef 2:5-6; Kol 3:1-2*), naik dengan Kristus untuk memerintah sekarang di surga (Rom 5:17; Ef 2:6*) dan akan mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus pada waktu mendatang (Fili 3:20-21*; 1Yoh 3:2*). Dengan demikian karya Roh Kudus yang melahirkan kembali orang percaya adalah perbuatan mempersatukannya dengan Kristus. Unsur-unsur utama dalam persatuan ini adalah pemilihan, panggilan, kelahiran kembali, pertobatan, iman, pembenaran dan pengangkatan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    a. Pemilihan

    Pemilihan adalah karya anugerah Allah yang memilih individu-individu serta kelompok-kelompok untuk suatu rencana atau tujuan sesuai dengan kehendak-Nya. Dalam Perjanjian Lama pemilihan pertama-tama berhubungan dengan Abraham (Kej 11:31-12:7*), kemudian dengan keturunannya, bangsa Israel (Kel 3:6-10*). Hal ini juga terjadi sehubungan dengan Mesias (Yes 42:1-2; 53:10-11*) dan dalam Perjanjian Baru Yesus menjadi objek pemilihan khusus (Luk 9:35; 1Pet 2:4-5*).

    Gereja disebut "yang dipilih" (Mat 22:14; Mr 13:20; Luk 18:7*; 1Pet 2:9*). Hal ini telah menyebabkan ketidakpastian dan perdebatan, yang dapat diatasi dengan memperhatikan aspek-aspek tertentu dari ajaran Alkitab.

    Pemilihan adalah kebenaran yang _dinyatakan_, disingkapkan dalam Alkitab. Oleh sebab itu, pemilihan harus diterima dari Allah dengan kerendahan hati dan dipercaya dengan teguh sama seperti kebenaran lain yang dinyatakan. Allah telah berbicara mengenai pemilihan dan hal itu jelas berarti ada manfaatnya bagi manusia dan kemuliaan bagi Allah kalau ajaran itu diterima dan dipercaya.

    Pemilihan adalah kebenaran _Kristen_ yang hanya dapat dinilai sesudah mengalami kelahiran kembali karena anugerah Allah. Ajaran ini bukanlah bagian Injil yang harus diberitakan kepada orang tak percaya. Lagi pula ajaran ini seharusnya tidak menghambat pekabaran Injil Kristen kepada semua orang (Mat 28:18-19; Kis 1:8*).

    Pemilihan adalah kebenaran yang berhubungan dengan _Tritunggal_, tidak hanya berhubungan dengan Allah Bapa. Yesus Kristus memilih murid-murid-Nya (Yoh 15:16*) dan pelayanan Roh Kudus juga disebutkan dalam konteks pemilihan (1Pet 1:2*).

    Pemilihan adalah kebenaran _kristologis_. Menurut Perjanjian Baru, rencana Allah yang kekal berpusat pada pribadi dan karya Yesus Kristus. Alkitab tidak menyajikan pemilihan sebagai keputusan sewenang-wenang oleh Bapa, diambil dalam kekekalan dan terisolasi total dari pelayanan dan kehendak Anak. Ada hubungan dan identitas yang tak terpisah-pisahkan antara Bapa dengan Anak. Orang "dipilih di dalam Kristus" (Ef 1:4*); mereka yang terpilih diselamatkan hanya melalui pekerjaan pendamaian Kristus (Rom 8:29-30; Ef 1:7-8*). Semua berkat untuk orang terpilih datang melalui Kristus (Ef 1:3*), artinya melalui persatuan dengan Dia. Setiap usaha yang memisahkan secara mutlak sang Bapa dari Anak dan Roh Kudus dalam hal pemilihan, atau memindahkan pusat perhatian dalam ajaran Kristen tentang penyelamatan dari pribadi dan karya Kristus kepada sesuatu yang lain, adalah usaha yang tidak bersifat alkitabiah dan karena itu merusak.

    Pemilihan adalah kebenaran yang _tidak berdiri sendiri_. Pemilihan harus dipegang bersama-sama dengan penegasan Alkitab yang jelas mengenai tanggung jawab manusia untuk mendengarkan panggilan Allah dalam Injil (Mat 23:37; Ibr 12:25*). Menekankan hanya satu dari kedua alur Alkitab ini dan mengabaikan yang lain adalah sama dengan mencerai-beraikan apa yang dipersatukan oleh Allah.

    Pemilihan adalah kebenaran _ilahi_. Hubungan kebebasan manusia dengan pilihan ilahi itu tidak pernah dapat dipahami oleh akal budi manusia. Keduanya diajarkan oleh Alkitab dan kedua-duanya harus dipercayai. Janganlah orang Kristen berhenti mempercayai kedua kebenaran ini, atau meragukan keabsahan atau asal ilahinya. Jika kita mengaku bahwa setiap usaha menggambarkan Allah sendiri tidak mungkin lepas dari misteri, maka kita tidak perlu merasa heran atau menolak misteri mengenai hal bagaimana Allah yang transenden berhubungan dengan kita manusia.

    Pemilihan adalah kebenaran _praktis_. Sama seperti semua kebenaran yang diajarkan dalam Alkitab, ajaran tentang pemilihan diberikan untuk kebaikan dan pertumbuhan umat Allah. Selalu akan ada bahaya dalam membahas ajaran tentang pemilihan kalau konteks praktisnya dalam Alkitab tidak diperhatikan. Konteks itu dapat dijelaskan dengan tiga kata, yang akan kita bahas satu demi satu.

    1. Pembicaraan tentang pemilihan terlalu sering mengabaikan hal bahwa pembahasan terlengkap Paulus tentang pemilihan adalah _doksologi_ (tulisan tentang pengagungan Allah). Efesus 1:1-14* adalah luapan pujian yang tak terputus-putus. Paulus tidak berdiri di samping meja tulisnya lalu berargumentasi dengan cara dialektika; ia bertelut dan menyembah, hanyut dalam kekaguman. Kalau orang mau jujur, harus diakui bahwa salah satu keberatan terhadap ajaran pemilihan adalah bahwa dasar keselamatan diambil dari tangan manusia, karena pemilihan menyaran kan bahwa tanggapan manusia kepada Allah dimungkinkan hanya karena anugerah-Nya. Keselamatan adalah karunia belaka. Bila orang mengerti ini, ia dibebaskan untuk memuja dan memuji Allah.

    2. Dalam Roma 8:1-39*, Paulus menunjukkan dampak lain, yaitu _keamanan_ sepenuhnya yang diberikan ajaran pemilihan kepada anak-anak Allah untuk menghadapi setiap ancaman, baik moral (Rom 8:33*), fisik (Rom 8:35), maupun spiritual (Rom 8:38; bnd. Yoh 10:8*).

    3. Kata ketiga adalah _kekudusan_. Pemilihan Israel meliputi pelayanan berat yang banyak tuntutannya (Im 18:4-5; 19:2-3; 20:22-23; Yeh 20:5-7*). Pemilihan Allah tidak boleh dianggap alasan untuk kelalaian moral yang memaafkan diri ("Apa pengaruhnya? Pada akhirnya aku juga diselamatkan"). Paulus dengan ngeri menolak kemungkinan bahwa anugerah akan mengizinkan dosa. Malah tujuan pemilihan ialah bahwa orang menjadi "kudus dan tak bercacat di hadapanNya" (Ef 1:4*). Bukti sejarah dari bangsa-bangsa seperti Belanda dan Skotlandia, di mana kepercayaan akan pemilihan ilahi merupakan faktor penting dalam pembentukan watak nasional, menghancur gagasan bahwa ajaran tentang pemilihan menggerogoti motivasi moral. Bahkan kenyataan adalah sebaliknya.

    Masalah-masalah yang terkait

    Ada satu cara untuk meredakan ketegangan antara pemilihan ilahi berdaulat dan kebebasan manusia, yakni pandangan bahwa pemilihan itu tidak lain dari _pra-pengetahuan_. Allah yang maha-tahu melihat bagaimana manusia akan bereaksi terhadap Injil, lalu "memilih" mereka yang diketahui-Nya akan memberi tanggapan bebas. Walaupun mengacu kepada Roma 8:29*, pandangan ini sebenarnya meniadakan arti pemilihan, karena pemilihan tidak lagi dianggap tindakan Allah yang berdaulat. Pandangan ini juga kandas pada kata "pengetahuan". Dalam Alkitab pengetahuan, khususnya dalam hubungannya dengan Allah, mengandung arti lebih daripada kesadaran intelektual; di balik Roma 8:29* terdapat kata Ibrani _yada_, yang berarti "mengetahui" dengan pengertian mengadakan hubungan dengan orang lain (Kej 4:1; Am 3:2*). Pra-pengetahuan Allah tidak pasif, dan istilah itu lebih merupakan sinonim untuk pemilihan-Nya yang aktif daripada penjelasan tentang hal itu.

    Istilah _penolakan_ mengacu pada pandangan bahwa Allah bukan hanya memilih orang tertentu untuk diselamatkan, tetapi juga memilih orang tertentu untuk dikutuk. Memang secara logis pemilihan sejumlah orang berarti ada orang lain yang ditolak, tetapi Alkitab secara jelas enggan untuk menyeimbangkan kedua gagasan ini. Perikop yang paling sering dikutip untuk menopang ajaran tentang penolakan (Rom 9:14-24*) perlu dibaca dalam konteksnya, yang menunjuk pada kasus khusus Israel, bukan kepada manusia pada umumnya. 1Petrus 2:8 dan Yudas 1:4* merupakan keterangan yang lebih jelas mengenai penolakan, tetapi ayat-ayat ini juga menyebut tanggung jawab manusia ("mereka tidak taat", 1Pet 2:8*; "Mereka adalah orang-orang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus", Yud 1:4*). Bahkan dalam hal keputusan manusia untuk menolak Dia, Allah tetap adalah Tuhan. Namun Alkitab selalu enggan untuk menguraikan ajaran tentang pemilihan sampai pada kesimpulan logisnya sebagai ajaran mengenai penolakan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    b. Panggilan

    Unsur kedua persatuan dengan Kristus adalah panggilan. Yang dimaksud adalah pekerjaan Allah melalui Roh Kudus yang memanggil orang untuk menerima rahmat-Nya dalam Yesus Kristus. Gagasan Allah "yang memanggil" sering ditemukan dalam Alkitab (Kej 3:9; Kel 3:4; 1Sam 3:4*; Yes 43:1; Yer 7:13; Yoh 10:3*). Allah khususnya memanggil melalui pemberitaan Injil, apakah itu dalam bentuk "khotbah" formal atau melalui cara-cara lain (Ef 1:11-13; 2Tes 2:13-14*). Anugerah Allah yang berdaulat tidak bekerja menurut cara sewenang-wenang sebagai suatu kekuatan, tetapi selalu secara pribadi penuh tujuan. Ia menyapa makhluk-makhluk-Nya secara pribadi dan dengan murah hati dan sabar memanggil mereka untuk berpaling kepada-Nya dan menaruh percaya kepada belas kasihan-Nya dalam Yesus Kristus.

    Tidak semua orang yang mendengar panggilan Allah melalui Injil memberi tanggapan yang diharapkan dan hal ini adalah misteri ketidak-percayaan manusia. Dengan demikian kita dapat membedakan antara panggilan Allah secara umum, yaitu bila Ia memanggil orang yang mendengar Injil untuk datang kepada-Nya (Mat 9:13*), dan panggilan Allah yang efektif, yang mengakibatkan tanggapan berupa pertobatan dan iman dalam Kristus (Rom 1:6; 8:28-30; 1Pet 1:15*). Perbedaan ini nyata dalam ajaran Yesus (Mat 22:14*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    c. Kelahiran kembali

    Perjanjian Lama mengacu pada pekerjaan Roh Kudus pada masa yang akan datang ketika Ia akan tinggal "di dalam" umat Allah dan membawa kehidupan baru, sehingga mereka dapat memenuhi kehendak Allah (Yeh 36:25-26; bnd. Yer 31:33*). Dalam Perjanjian Baru, Yesus berbicara kepada Nikodemus tentang kelahiran kembali oleh Roh Kudus sebagai satu-satunya jalan masuk kerajaan Allah (Yoh 3:1-8*). Istilah-istilah Alkitab lainnya mirip: "lahir dari Allah" (1Yoh 2:29; 3:9; 4:7; 5:4,18*; Yoh 1:13), "dilahirkan kembali... oleh firman Allah" (1Pet 1:23*; bnd. Yak 1:18), "ciptaan baru" (2Kor 5:17; Gal 6:15*), "buatan Allah" (Ef 2:10; 4:24*).

    Kelahiran kembali menandakan saat dan cara kita memasuki persatuan dengan Kristus, suatu perubahan serentak dari kematian spiritual menuju kehidupan spiritual, suatu kebangkitan spiritual (Ef 2:1-5*), peristiwa yang terjadi sekali untuk selama-lamanya pada permulaan kehidupan Kristen, sejajar dengan kelahiran fisik. Kelahiran kembali berbeda dengan pertobatan, yang erat hubungannya, dalam hal menitikberatkan perbuatan Allah yang memberi hidup baru. Pertobatan berarti tindakan manusia berbalik dari dosa kepada kebenaran yang menyertai kelahiran kembali. Melalui kelahiran kembali, orang percaya menerima watak rohani baru yang akan terungkap dalam perhatian dan minat-minat baru. Orang yang telah mengalami kelahiran baru terutama mempedulikan "hal-hal yang dari Allah" seperti firman-Nya, umat-Nya, pelayanan-Nya, kemuliaan-Nya dan -- di atas semua itu -- Tuhan Allah sendiri. Mereka juga menerima kuasa baru untuk menolak dosa dan menaati serta melayani Tuhan.

    Belum tentu kelahiran kembali disertai emosi-emosi tertentu. Kesadaran orang akan perubahan dalam pandangan hidup, keinginan, dan sikapnya mungkin timbul secara berangsur-angsur. Seorang yang dibesarkan dalam keluarga Kristen dan diajarkan tentang Injil sejak kecil, mungkin tertarik kepada Kristus dan mencapai kedewasaan dengan keyakinan jelas mengenai Kristus tanpa mengalami krisis tertentu sebagai saat tepat ketika ia dilahirkan kembali. Tidak perlu setiap orang menunjukkan waktu dan tempat tertentu sebagai saat kelahirannya kembali. Banyak orang dapat menyatakannya dan memberi "kesaksian" tentang cara mereka bertobat dan mengalami kelahiran kembali, tetapi tidak harus demikian. Bahkan ada orang yang pernah mengalami krisis emosi dan rohani, yang mungkin disebut atau dianggap "pertobatan", yang selanjutnya tidak memberi bukti bahwa ia dilahirkan kembali. Mengenai soal waktu ini, Spurgeon berkata bahwa ketidaktahuan orang akan waktu tepat kelahirannya tidak membuktikan bahwa ia tidak hidup! Bukti bahwa kelahiran kembali oleh Roh Kudus telah terjadi ialah keinsafan orang itu sendiri bahwa Kristus sesungguhnya adalah Tuhan dan Juruselamatnya, serta bukti-bukti kehidupan Roh Kudus di dalam dan melalui dia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    d. Pertobatan

    Pertobatan atau penyesalan, dengan arti harfiah "mengubah pikiran", dalam konteks Alkitab mengacu pada perubahan pikiran mengenai dosa dan kejahatan. Dalam Alkitab, hal ini dilihat sebagai unsur dasar dari respons manusia kepada Allah dan biasanya dikaitkan dengan iman: orang berbalik _dari _dosa _kepada _Kristus (Mr 1:15; Kis 2:38; 20:12*).

    Panggilan Allah untuk bertobat adalah peringatan bahwa Injil dan kehidupan baru yang muncul sebagai respons terhadapnya pada dasarnya bersifat moral. Injil pada hakikatnya meliputi dosa manusia dan cara Allah menanganinya. Pertobatan adalah unsur dalam semua respons yang sungguh-sungguh terhadap Injil. Sebaliknya, tidak adanya perubahan sikap terhadap dosa merupakan bukti bahwa seseorang tidak benar-benar dilahirkan kembali (1Yoh 3:9*).

    Seperti iman juga, pertobatan tidak terbatas pada permulaan pengalaman Kristen. Orang Kristen terpanggil pada pertobatan yang berlangsung sepanjang hidup, tindakan yang berulang terus-menerus, yaitu berpaling dari dosa setiap kali ia menjadi sadar sudah berbuat dosa. Sikap pertobatan atau perasaan hancur di hadapan Allah, kematian setiap hari terhadap diri sendiri dan dosa, merupakan tanda keakraban dengan Allah dan kedewasaan sejati.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    e. Iman

    Iman mendasari semua pengalaman Kristen sejati. Tanpa iman "tidak mungkin orang berkenan kepada Allah" (Ibr 11:6*). Iman berarti "kepercayaan akan kebenaran Yesus Kristus yang disalibkan dan telah bangkit". Iman itu meliputi tanggung jawab pribadi yang aktif kepada Allah dalam Kristus dan bukan hanya kesadaran akan realitas Allah. Dalam pengertian terakhir ini, Iblis dan setan-setan juga "percaya" (Yak 2:19*). Iblis bukan ateis, bukan pula agnostis, ia sadar sesadar-sadarnya akan realitas Allah dan penebusan-Nya dalam Kristus. Akan tetapi ia tidak mempunyai komitmen kepada Allah; ia tidak mempunyai iman.

    Iman itu percaya kepada _kebenaran_. Iman bertumpu pada realitas yang objektif. Iman adalah tanggapan yang cocok dengan kebenaran pernyataan Allah dalam Kristus dan Injil. Seperti pernah dikatakan Luther ketika membenarkan perdebatannya untuk membela Injil, "tak ada kekristenan jika tidak ada penegasan". Oleh sebab itu, mengubah atau mengurangi isi Injil demi keperluan komunikasi efektif kepada manusia modern adalah usaha yang berbahaya, yang pada akhirnya akan merusak dirinya, karena melemahkan iman atau bahkan membuatnya tidak mungkin dengan menghilangkan tumpuannya.

    Iman percaya akan kebenaran bahwa _Yesus Kristus tersalib dan bangkit_. Dasar iman adalah Kristus "yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita" (Rom 4:25*; bnd. Yoh 1:12; 3:16; Kis 16:30-31; Rom 10:9*). Iman kepada Kristus berarti komitmen kepada Dia yang mati dan bangkit bagi kita. Artinya dipersatukan dengan Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    f. Pembenaran

    Pembenaran adalah karya anugerah Allah yang memperhitungkan orang berdosa sebagai orang benar di hadapan Allah karena persatuan imannya dengan Kristus yang mematuhi Allah dan mati karena dosa (lihat juga di atas: ps 18.2.b). Penting sekali untuk menyadari bahwa pembenaran berkenaan dengan status orang berdosa sebagai yang benar, dan bukan dengan kebenaran atau keadilan orang itu sendiri. Hal inilah yang menjadi landasan damai, jaminan dan sukacita orang Kristen. Sekalipun orang berdosa, namun dia diterima Allah, bukan atas dasar usaha menaati Allah melainkan karena Dia telah memperhitungkan kebenaran Kristus yang sempurna kepada kita.

    Apakah ini berarti bahwa cara hidup orang yang sudah dibenarkan itu tidak relevan? Ini telah lama dibahas, dan Perjanjian Baru seolah-olah berbicara dengan dua suara:

    • "Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman" (Yak 2:24*); dan

    • "Kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat" (Rom 3:28*).


    Tetapi apa yang kelihatan sebagai kontradiksi antara Yakobus dan Paulus akan hilang bila kita memperhatikan cara mereka menggunakan istilah yang berbeda-beda serta kesalahan yang mereka bicarakan.

    Menurut Yakobus, iman berarti penerimaan monoteisme secara intelektual (Yak 2:14*). Iman ini dimiliki setan-setan dan di atas telah dibedakan dengan iman dalam arti penuh menurut Perjanjian Baru, yakni kepercayaan pribadi kepada Kristus. Bagi Yakobus perbuatan berarti "menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: `kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"` (Yak 2:8*). Sedangkan Paulus menggunakan istilah yang sama ("perbuatan") dengan arti perbuatan menurut hukum Taurat yang dilakukan khusus untuk mendapatkan keselamatan terlepas dari Kristus. Dengan demikian Roma 3:28* mempertentangkan iman yang hidup dan perbuatan untuk membenarkan diri, sedangkan Yakobus 2:24* mempertentangkan iman yang nominal dan perbuatan spontan yang menghormati Allah. Kebenaran bagi Yakobus ber arti watak moral seseorang, sedangkan bagi Paulus biasanya istilah itu dipakai dalam konteks pembenaran dengan arti suatu kebenaran yang diberikan atau diperhitungkan. Kalau Paulus berpikir tentang peng hakiman pada masa depan, ia juga memasukkan soal perilaku (Rom 2:6; 2Kor 5:10*). Seperti Yakobus, ia juga memperhatikan "iman yang bekerja oleh kasih" (Gal 5:6*) dan sangat merasa jijik terhadap kelalaian moral di antara orang yang dibenarkan (Rom 6:1-2*).

    Paulus bergumul dengan keyakinan Yahudi tentang perbuatan baik yang layak diberi imbalan sebagai dasar keselamatan; melawan pandangan ini ia menyatakan bahwa keselamatan oleh anugerah hanya dicapai melalui iman. Yakobus menghadapi masalah lain, yaitu ortodoksi beku, yang "percaya" tetapi tidak melihat konsekuensi moral di dalamnya. Ia ingin membangunkan pembacanya dengan peringatan bahwa iman yang tidak mengubah kehidupan sehari-hari adalah iman palsu yang mati. Jadi bagi Yakobus maupun Paulus, iman dan perbuatan kedua-duanya hal yang mutlak perlu dalam respons yang sungguh-sungguh kepada Allah. Perbuatan-perbuatan baik ada tempatnya, bukan sebagai dasar pembenaran tetapi sebagai hasilnya yang tak terelakkan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    g. Pengangkatan

    Pengangkatan atau adopsi berarti orang percaya diterima sebagai anak Allah melalui Kristus dan dalam persatuan dengan Dia. Praktek mengadopsi secara legal dilakukan di mana-mana pada zaman purba. Contoh-contohnya dapat dilihat dalam Perjanjian Lama (Kej 2:10; 1Raj 11:20*; Est 2:7*) dan gagasan ini juga terdapat dalam gambaran Israel sebagai anak Allah (Kel 4:22; Hos 11:1*). Pada abad pertama di bawah undang-undang Roma, orang dewasa yang menginginkan ahli waris boleh mengadopsi laki-laki remaja atau lebih tua. Kebiasaan ini dengan mudah dialihkan pada hubungan baru orang Kristen dengan Allah. Paulus khususnya menggunakan gagasan ini (Rom 8:14-17; Gal 4:1-7; Ef 1:5*; bnd. 1Yoh 3:1*).

    Kalau orang ingat kembali tentang keadaannya yang berdosa, maka gagasan pengangkatan sebagai anak Allah memberi kesan kuat sekali tentang besarnya belas kasihan Allah. Pengampunan semua dosa memang ajaib, bahkan merupakan mujizat di atas segala mujizat bila pemberontak yang diampuni itu menjadi anak Allah dan ditempatkan dalam keakraban lingkungan keluarga-Nya!

    Pengangkatan berarti bahwa kehidupan Kristen terutama adalah kehidupan dengan Allah sebagai Bapa (Rom 8:15; Gal 4:6*). Kedua ayat itu berbicara mengenai Allah sebagai _Abba_, sepatah kata khas yang dipakai Yesus dalam doa-Nya yang berarti "Ayah sayang".

    Kedua, pengangkatan berarti hidup dengan orang lain dalam keluarga. Orang-orang seiman menjadi saudara-saudari dalam keluarga Allah. Mungkin inilah keterangan yang paling dalam maknanya yang dapat dipakai tentang persekutuan Kristen: orang-orang Kristen terhisab dalam keluarga besar Allah yang diambil dari semua bangsa dan semua generasi.

    Ketiga, pengangkatan berarti hidup dengan Kristus sebagai kakak (Rom 8:14,29; Ibr 2:10-11*). Pada zaman Roma, anak laki-laki yang diadopsi diberikan status hukum penuh di samping anak laki-laki keturunan keluarga. Ia bahkan dapat diangkat oleh si ayah sebagai ahli waris sah melampaui hak anak-anak keturunannya sendiri. Alangkah besar rahmat ilahi yang memberikan manusia status penuh dalam keluarga Allah di samping Anak yang sah, Tuhan Yesus Kristus.

    Akhirnya, pengangkatan mengungkapkan kepastian harapan (Rom 8:14*; Gal 4:6*). Orang percaya adalah pewaris Allah, pewaris bersama dengan Kristus. Dalam anugerah-Nya yang cuma-cuma, sang Bapa memberinya hak untuk menerima bagian dalam kemuliaan Kristus yang akan datang.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Anugerah Allah:
    Kejadian 6:8; 12:1 dst.; Kejadian 15:1-5; Keluaran 34:6*;
    Bilangan 7:7-8; Nehemia 9:31; Mazmur 145:8*;
    Yohanes 1:14-17; Kisah 15:11; 18:27; Roma 3:24; 5:15-21; 11:5-6*;
    2Korintus 8:9; Efesus 1:7-8; 2:8; Titus 2:11*.

    Persatuan dengan Kristus:
    Daniel 7:13-18*;
    Yohanes 15:1-16; Roma 5:12-6:14; Galatia 2:20*;
    Efesus 2:5-10; Kolose 3:1-4; 2Timotius 2:11-13*.

    Pemilihan:
    Kejadian 11:31-12:7; 1Tawarikh 16:13; Yesaya 42:1*;
    Matius 3:17; 22:14; 24:22,24,31; Lukas 9:35; 18:7; Yohanes 15:16,19*;
    Kisah 2:23; 4:28; 9:15; 13:48; Roma 8:29-30,33; 9:11; 11:5,7,28*;
    1Korintus 1:27-28; Efesus 1:5,11; Kolose 3:12; 2Timotius 2:9-10*;
    Titus 1:1; Yakobus 2:5; 1Petrus 1:2; 2:4,6,9; 2Petrus 1:10; Wahy 17:14*.

    Panggilan:
    Kejadian 3:9; Keluaran 3:4; 1Samuel 3:4; Yesaya 49:1; Yoel 2:32*;
    Matius 9:13; Markus 1:20; Yohanes 10:3; Kisah 2:39*;
    Roma 1:6-7; 4:17; 8:29-30; 9:11,24-25; 1Korintus 1:2,24,26*;
    Gal 1:15; 1Tes 2:12; 2Tes 1:11; 2:13-14; 2Tim 1:9; Ibr 3:1*;
    1Petrus 1:15; 2Petrus 1:10*.

    Kelahiran kembali:
    Yeremia 31:33; Yehezkiel 36:25-26; 37:1-14*;
    Yohanes 1:12-13; 3:1-8; Roma 8:9; 1Korintus 12:13; 2Korintus 5:17*;
    Galatia 6:15; Titus 3:5; Yakobus 1:18; 1Petrus 1:23; 1Yohanes 5:4,18*.

    Pertobatan:
    Ayub 42:6; Yehezkiel 14:6; 18:30; Yoel 2:12* dst.;
    Matius 3:2; 11:20-21; 12:41; Markus 1:15; 6:12; Lukas 15:17-19*;
    Kisah 2:38; 3:19; 8:22; 17:30; 26:20; 2Korintus 7:10; Wahyu 2:5; 16:9*.

    Iman:
    Kejadian 15:6; Keluaran 14:31; 2Tawarikh 20:20; Mazmur 116:10*;
    Amsal 3:5-6; Yesaya 7:9; Habakuk 2:4*;
    Matius 8:13; 9:22; 21:21-22; Markus 9:23-24; Lukas 8:48,50; 22:32*;
    Yohanes 1:12; 3:15-18,36; 11:25-26; 14:1; Kis 3:16; 8:37; 10:43; 15:9*;
    Kisah 16:31; Roma 1:16-17; 5:1; 10:9-10; 1Korintus 1:21; 15:14*;
    Galatia 2:20-21; 3:22-29; Efesus 1:13; 2:8; 3:17; Filipi 3:9*;
    Kolose 2:12; 2Tesalonika 2:13; 2Timotius 4:7; Ibrani 10:39-11:39*;
    1Yohanes 5:1-4,10; Yudas 1:3*.

    Pembenaran:
    Ayub 25:4; Mazmur 143:2; Habakuk 2:4*;
    Lukas 18:14; Kisah 13:39; Roma 3:21-4:25; 8:30,33; 1Korintus 6:11*;
    Galatia 2:15-3:29; 1Timotius 3:16; Yakobus 2:14-26*.

    Pengangkatan:
    Keluaran 4:31; Yesaya 1:2; Yeremia 3:19; Hosea 11:1*;
    Matius 5:9; Lukas 6:35; 20:36; Yohanes 1:12; Roma 8:14-17,21; 9:4,8*;
    Galatia 3:26; 4:1-7; 5:6; Efesus 1:5; 5:1; Ibrani 2:10-14*;
    1Yohanes 3:1-2,10*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Apa yang dimaksud Alkitab dengan "anugerah"? Bahaslah pandangan bahwa istilah ini adalah kata yang paling penting dalam kosa kata Kristen.

    2. Menurut pengertian Anda, apa yang dimaksud dengan "persatuan dengan Kristus"? Selidikilah dampaknya bagi

      1. penyelamatan Kristen,
      2. pelayanan Kristen,
      3. persekutuan Kristen, dan
      4. pemuridan Kristen.
    3. Apa yang dimaksud dengan pemilihan oleh Allah? Bagaimana pemilihan Israel dapat menjelaskan hal ini? Bagaimana penilaian Anda secara alkitabiah mengenai pra-pengetahuan sebagai dasar pilihan dan mengenai penolakan.

      Apa dampak-dampak pemilihan terhadap

      1. kepastian orang Kristen akan keselamatannya,
      2. ibadah Kristen, dan
      3. pengharapan Kristen tentang masa depan?
    4. Apa perbedaan antara panggilan Allah yang umum dan yang efektif?

    5. Apa artinya kelahiran kembali? Apakah itu harus dialami secara sadar? Apa dampaknya bagi pengertian mengenai pekerjaan Roh Kudus umumnya dan khususnya untuk penginjilan?

    6. Apa peranan iman dan perbuatan dalam hubungannya dengan pembenaran dan dengan Injil Kristen?

    7. Apa yang dimaksudkan dengan pengangkatan? Apa dampak dampaknya bagi

      1. ucapan syukur orang Kristen,
      2. citra diri orang Kristen,
      3. persekutuan Kristen, dan
      4. harapan orang Kristen sesudah kematian?
    8. Jelaskanlah dengan sederhana tetapi lengkap apa yang dimaksudkan dengan "percaya kepada Kristus". Apa arti pertobatan dan di mana tempatnya

      1. dalam Injil dan
      2. bagi kehidupan Kristen (bnd. Wahy 2:5,16; 3:3,19*)?


    Mengenali Kebenaran -- Bab 23. Menjadi Orang Kristen [Indeks]

    Kepustakaan (23)

    Artikel "Grace", "Election", "Regeneration", "Calling",
    "Repentance", "Faith", "Justification", "Adoption" dalam _IBD_.
    Berkouwer, G. C.
    1954 _Faith and Justification_ (Eerdmans).
    1960 _Divine Election_ (Eerdmans).
    Burkhardt, H.
    1980 _The Biblical Doctrine of Regeneration_ (Paternoster).
    Calvin, J.
    _Institutes of the Christian Religion_ 3.
    Cotterell, P.
    1980 _What the Bible says about Personal Salvation_ (Kingsway).
    Ferguson, S. B.
    1981 _The Christian Life_ (Hodder).
    Kuyper, A.
    1966 _The Work of the Holy Spirit_ (Eerdmans).
    Lloyd-Jones, D. M.
    1974 _Romans 8:5-17 -- The Sons of God_ (Banner of Truth).
    Luther, M.
    1953 _Commentary on Galatians_ (James Clarke).
    Machen, J. G.
    1925 _What is Faith?_ (Eerdmans).
    Murray, J.
    1961 _Redemption Accomplished and Applied_ (Banner of Truth).



    Indeks Bab 24: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.E 01011]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 24 Pertumbuhan Kristen ............................... 01261

    Ps 24.1 Kepastian .................................... 01261

    Ps 24.2 Pengudusan ................................... 01262

    Sb 24.2.a Arti Pengudusan ........................... 01262

    24.2.b Inti Pengudusan: Persatuan Dengan Kristus . 01263

    24.2.c Perspektif Masa Depan ..................... 01264

    24.2.d Beberapa Pertanyaan mengenai Pengudusan ... 01265

    24.2.e Peristilahan Pengudusan ................... 01266

    Ps 24.3 Ketekunan .................................... 01267

    Ps 24.4 Cara dan Tujuan .............................. 01268

    Sb 24.4.a Roh Kudus dan Firman Allah ................ 01268

    24.4.b Roh Kudus dan Akhir Zaman ................. 01268

    Bahan Alkitab .............................................. 01269

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01270

    Kepustakaan ................................................ 01271



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    24. PERTUMBUHAN KRISTEN

    24.1 Kepastian

    Aspek lain dari pekerjaan Roh Allah mencakup keyakinan spiritual umat Allah, yaitu kepastian berdasarkan iman: "demikianlah kita ketahui bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang Ia karuniakan kepada kita" (1Yoh 3:24*). Paulus mengacu pada Roh Kudus sebagai "meterai" (2Kor 1:22; Ef 1:13; 4:30*), suatu kata yang dalam abad pertama dipakai untuk alat menjamin keamanan seperti alat pengunci (Mat 27:66*; Wahy 20:3*) dan juga sebagai tanda pemilikan. Gagasan-gagasan ini diungkapkan ketika Roh Kudus datang ke atas Yesus pada saat pembaptisan-Nya dan Bapa menegaskan bahwa Yesus adalah Anak-Nya sendiri (Mat 3:16*). Ada ayat-ayat mengenai kesaksian Roh Kudus dalam pengalaman orang percaya (Rom 8:16; Gal 4:6; 1Yoh 3:24; 4:13; 5:10*).

    Secara subjektif, pengalaman kepastian terdiri dari damai batin seorang mengenai kedudukannya di hadapan Allah, suatu keyakinan teguh bahwa jasa-jasa Kristus menebus dosanya dan bahwa ia telah masuk ke dalam terang, kemerdekaan dan kedudukan anak Allah karena Kristus. Keyakinan yang subjektif ini ada titik penghubung objektifnya, yaitu "kesaksian batin Roh Kudus" (bnd. di atas: ps 3.2.e), yang merupakan keyakinan mengenai kebenaran dan keilahian Alkitab yang berpusat pada Injil Kristus. Dalam praktek, ada variasi dalam masing-masing keyakinan ini, bahkan dalam hubungan yang satu dengan yang lain. Orang dapat yakin akan kebenaran dan keabsahan firman Allah serta Injil yang terkandung di dalamnya sambil meragukan apakah ia sendiri memperoleh berkat-berkatnya: sebaliknya, orang dapat merasa pasti akan kedudukannya dalam Kristus sambil mempertanyakan firman Allah dalam hal-hal tertentu. Tentu saja kedua keadaan itu bukanlah yang dimaksud Allah bagi anak-anak-Nya. Kepastian sejati meyakinkan pada kedua tingkat, baik yang objektif maupun yang subjektif.

    Apa yang harus kita lakukan kalau kita dilanda keraguan mengenai posisi kita dalam Kristus? Pertama, kita harus sadar bahwa keraguan tidak berarti bahwa kita tidak dilahirkan kembali, karena keraguan dapat berasal dari Iblis "pendakwa saudara-saudara kita" (Wahy 12:10*). Orang percaya berseru "Aku percaya, tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (Mr 9:24*).

    Kedua, kita harus membaca firman Tuhan dan mendengar firman itu dijelaskan. Pada mulanya Roh Kudus menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk mengaruniakan kepastian kepada kita dan itu tetap merupakan cara-Nya. Dalil Calvin masuk akal: "Untuk mendapat kepastian tentang keselamatan, kita harus mulai dengan firman Allah."

    Ketiga, kita harus mencari bukti dari karya Allah dalam hidup kita. Ini mungkin sulit karena hanya Allah yang dapat menilai sesungguhnya (1Kor 4:3*), tetapi Surat I Yohanes mendaftarkan tanda-tanda anugerah yang dapat dikenal. Salah satu di antaranya adalah sikap terhadap dosa: orang yang sungguh-sungguh menjadi anak Allah, sekalipun dia jatuh ke dalam dosa, namun tidak dapat bersikap tidak menghiraukan sambil berbuat dosa terus (1Yoh 3:9*). Oleh sebab itu, keinginan untuk sungguh-sungguh bebas dari dosa adalah tanda anugerah Allah dalam kehidupan kita. Tanda lain ialah sikap mengasihi orang Kristen lainnya. "Kita tahu bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita" (1Yoh 3:14*). Bukti ketiga adalah pendekatan kepada kebenaran Allah. "Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah" (1Yoh 5:1*). Bila seorang sungguh-sungguh mengadakan komitmen pada kebenaran bahwa Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, itulah juga tanda bahwa orang itu dilahirkan kembali.

    Keempat, kita harus memperhatikan bahwa sakramen-sakramen Injil dapat memperdalam dan memperteguh iman.

    Ada orang yang menganggap bahwa kepastian tentang keselamatan tidak mungkin ada sebelum penghakiman terakhir dan bahwa pernyataan akan hal itu adalah kesombongan; ada orang lain yang mengatakan bahwa hanya sekelompok kecil orang yang dapat merasakan kepastian itu. Akan tetapi Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa setiap orang Kristen dapat mengetahui statusnya sebagai anak Allah. Ini tercakup dalam ajaran pengangkatan: orang tua mana yang sengaja membiarkan anaknya dalam keadaan tidak pasti tentang hubungannya dengan orang tuanya atau tentang statusnya dalam keluarga? Melalui Roh Kudus, Bapa di surga memberikan kepastian kokoh bahwa Ia telah menerima kita menjadi anak-anak-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    24.2 Pengudusan

    Seusai melahirkan orang kembali sehingga ia dipersatukan dengan Kristus, Roh Kudus bekerja terus dalam diri orang Kristen untuk membuatnya semakin sesuai dengan citra Kristus. Proses pembaruan moral dan perubahan itu biasanya disebut "pengudusan".

    a. Arti pengudusan

    Gagasan dasar dari "menguduskan" adalah "menempatkan tersendiri" atau "mengkhususkan". Sebenarnya ada persamaan antara arti dasar ini dan "membenarkan", karena kata itu juga mengacu pada suatu realitas sekali untuk selama-lamanya, yaitu "disendirikan" atau dikhususkan oleh Allah sebagai milik-Nya (Kis 26:18; 1Pet 1:2*). Akan tetapi ada arti kedua dalam Alkitab yang kini lebih sering dipakai dalam teologi, yaitu mencapai kekudusan moral yang nyata (Im 11:44-45; 1Tes 4:3; 5:23*; bnd. 2Kor 3:17-18*). Dalam Alkitab, tidak ada istilah yang khas untuk menggambarkan pertumbuhan dalam kekudusan, dan yang lazim dipakai ialah istilah yang berakar dalam status yang diterima sekali untuk selama-lamanya yaitu persatuan dengan Kristus melalui iman. Hal ini menggaris-bawahi kenyataan bahwa tidak mungkin memisahkan krisis pembaruan dari perubahan moral yang menyusul. Menurut istilah teologi, pembenaran (tindakan sekali untuk selama-lamanya yang memberi orang Kristen kedudukan benar di hadapan Allah) tidak dapat dipisahkan dari pengudusan (proses perubahan moral sepanjang hidup untuk lebih mendekati citra Kristus).

    Pengudusan oleh Roh

    Peranan Roh Kudus yang menentukan digarisbawahi oleh bahasa yang digunakan untuk kehidupan Kristen: "hidup menurut Roh" (Rom 8:5*; bnd. Gal 5:16*); "Kerajaan Allah . . . soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus" (Rom 14:17; bnd. Kis 9:31*). Dalam perubahan moral orang percaya, Roh menghasilkan "buah Roh [yaitu] kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22*). Dalam Perjanjian Baru, tempat khusus diberikan kepada _kasih_ (Mat 25:31-46; Luk 7:47*; Yoh 13:34; 17:21; Rom 5:5; 1Tes 4:9; 1Yoh 3:11-18*). Kasih ini dibahas dengan baik sekali dalam 1Kor 13:13*, tempat Paulus menggambarkan berbagai unsur kasih yang dihasilkan Roh Kudus dalam persekutuan Kristen. Sesungguhnya "yang paling besar di antaranya ialah kasih" (1Kor 13:13*).

    Pengudusan dalam Kristus

    Pelayanan Roh Kudus dalam proses menguduskan harus dilihat dari perspektif hubungan dasar yang tak dapat dicairkan antara Kristus dan Roh Kudus. Kesalahan yang biasa dibuat adalah melihat kehidupan Kristen sebagai proses dua tingkat dengan permulaan (pembenaran) yang berhubungan dengan Kristus, dan kelanjutannya (pengudusan) yang berhubungan dengan Roh Kudus. Tetapi sebenarnya pengudusan itu adalah karya Kristus sama seperti pembenaran (Ef 5:26*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    b. Inti pengudusan: persatuan dengan Kristus

    Pengudusan pada hakikatnya ialah pekerjaan Roh Kudus yang membuat persatuan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya menjadi semakin nyata dalam hidup orang Kristen. Ada dua dampak yang jauh jangkauannya.

    Pertama, kehidupan Kristen tidak lain dari proses menjadikan nyata apa yang sudah terjadi dalam Kristus. Kita harus menjadi seperti keadaan kita sebenarnya, itulah ringkasan panggilan kepada hidup yang kudus dalam Efesus 5:8*. Iman adalah persatuan dengan Kristus oleh Roh Kudus dalam keseluruhan penebusan-Nya, dan itu berarti bahwa _semua_ orang Kristen, walaupun mungkin iman mereka masih baru dan belum matang, sudah mati dan bangkit bersama Kristus, dan akan mendapat bagian dalam kemuliaan Kristus. "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku" (Gal 2:19-20*). Itulah rumusan seorang Kristen. Dampak-dampak kebenaran yang menakjubkan ini tentu saja tercapai oleh orang Kristen sampai pada tingkatan yang banyak variasinya. Bahkan orang yang paling suci sekalipun hanya dapat mewujudnyatakannya untuk sebagian, tetapi dampak-dampak tersebut berlaku bagi semua orang. Dalam pengertian ini, kehidupan Kristen adalah pemberian anugerah dari permulaan (saat orang pertama kali percaya akan Kristus) hingga akhir (saat Ia membagikan kemuliaan-Nya dengan orang percaya). Allah telah mempersatukan kita dengan Anak-Nya; bagian kita adalah untuk percaya dan menerima persatuan ini dan hidup di dalam terang-Nya sambil berterima kasih. Dalam hal ini, Roh Kudus adalah penolong yang makin banyak mewujudnyatakan kemenangan Kristus dalam hidup kita (2Kor 3:18*).

    Kedua, kehidupan Kristen adalah kehidupan dalam persekutuan. Sayang, pengajaran mengenai kekudusan Kristen telah sering memusatkan perhatian pada "pria kudus" atau "wanita kudus" dan mengabaikan perhatian Alkitab mengenai "umat kudus" atau "gereja kudus". Idaman individu Kristen yang cakap di segala bidang, yang mampu menghadapi setiap tantangan rohani dan mengalami kemenangan yang tak putus-putusnya atas dosa dan Iblis, pasti telah menghasilkan contoh-contoh watak Kristen yang luar biasa. Namun sebagaimana diketahui setiap penyuluh Kristen, penekanan pada perorangan ini telah menjebloskan banyak orang ke dalam perjuangan seorang diri yang berakhir dengan keputusasaan dan kekecewaan atau, lebih buruk lagi, dengan kemunafikan hidup berpatokan ganda. Tetapi bagian terbesar dari ajaran Perjanjian Baru mengenai kehidupan Kristen, termasuk bagian-bagian penting tentang kekudusan, terdapat dalam surat-surat yang dialamatkan kepada jemaat-jemaat, yaitu kelompok-kelompok orang Kristen. Semua nasihat tentang kehidupan kudus adalah dalam bentuk jamak -- "kita", "saudara sekalian" (Rom 6:1-23; Gal 5:13-6:10; Ef 4:17-6:18*) -- termasuk nasihat: "Kenakanlah seluruh perlengakpan senjata Allah" (Ef 6:11-18*; Kol 3:1-17; 1Tes 4:1-12; 1Pet 1:13-2:12; bnd. Mat 5:1-7:29*). Demikian pula semua janji dalam Perjanjian Baru akan kemenangan diberikan kepada orang dalam persekutuan (1Kor 15:57; 1Yoh 5:4; Wahy 15:2*). Dengan kata lain, para rasul mengharapkan bahwa kehidupan dan pengudusan Kristen akan terjadi dalam konteks persekutuan yang penuh kasih dan perhatian. Kelemahan pribadi, kekurangan dalam watak, masalah dalam kepribadian, yang ada pada kita semua, dilengkapi dan didukung, disembuhkan dan diimbangi oleh anggota-anggota lain dalam tubuh Kristus. Memang janganlah hal ini disalahtafsirkan, karena Allah juga berurusan dengan kita sebagai individu: tiap orang Kristen harus berpaling dari dosa untuk mencapai standar kekudusan yang tertinggi. Kesadaran akan aspek kebersamaan dari pengudusan bukanlah kompromi moral. Yang benar ialah, orang Kristen menjadi kekudusan yang sehat, realis dan lengkap, hanya dalam persekutuan dengan orang Kristen lainnya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    c. Perspektif masa depan

    Ada ketegangan antara segi "telah datang" dan segi "masih akan datang" dalam konsep kerajaan Allah (lihat di bawah ini: ps 32) dan ketegangan ini tercermin juga dalam kehidupan orang Kristen. Ia sudah berada dalam kerajaan Allah melalui persatuannya dengan Kristus (Kol 1:13*) dan sekarang mempunyai status surgawi dalam Kristus oleh Roh Kudus. Tetapi ia masih tetap mengalami zaman lama dengan kebusukan dan kebobrokan dosa dan kematian fisik. Perjanjian Baru menyatakan ketegangan ini dengan berbagai cara. "Manusia lama", artinya keadaan manusia "di dalam Adam" di bawah kutukan, telah disalibkan bersama Kristus (Rom 6:6*; Kol 3:9*); namun kita harus mematikan "manusia lama" itu dalam diri kita dengan keinginan dan kecenderungannya yang jahat (Rom 8:12-13*; Gal 5:16-17; Kol 3:5-6*). Iblis telah ditumbangkan dan dikalahkan dalam Kristus (Yoh 12:31; Kol 2:15*); kendatipun begitu, orang Kristen terpanggil untuk memerangi Iblis (Ef 6:12-13; 1Pet 5:8-9*).

    Begitu pula kenyataan-kenyataan iman kadang-kadang menonjol begitu jelas dan tanggung jawab kita pun jelas dan sungguh-sungguh, tetapi kadang-kadang pula kita terpanggil untuk berpegang teguh kepada keyakinan kita walaupun segala sesuatu seolah-olah berlawanan dengannya dan kita harus berperang melawan dunia, daging dan Iblis sekalipun kuasa-kuasa surga seperti sama sekali tidak hadir. Keteguhan percaya "sekalipun..." merupakan sifat situasi kita pada zaman ini, sebelum kepenuhan kerajaan Allah datang.

    Syukurlah orang Kristen mengetahui bahwa keadaan ini tidak akan berkepanjangan. Allah telah memulai pekerjaan-Nya yang baik di dalam kita dan telah bersumpah untuk menyelesaikannya secara tuntas pada hari kedatangan Kristus nanti (Fili 1:6*). Kita dipersiapkan untuk menjadi "sama seperti Dia" (1Yoh 3:2*). Bukan main indahnya prospek ini! Dan sudah pasti. Prospek inilah yang menjadi pendorong melanjutkan pekerjaan pengudusan dalam anugerah dan kuasa Roh Kudus sampai pada hari ketika umat Allah, bersih tak bercacat, dihadapkan kepada Pengantin laki-laki surgawi (Ef 5:26; Wahy 21:1*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    d. Beberapa pertanyaan mengenai pengudusan

    Krisis atau proses?

    Apakah pengudusan terjadi secara berangsur-angsur atau segera melalui suatu pengalaman yang dapat disebutkan sebagai "pemberkatan kedua", "baptisan", "kepenuhan", "kasih sempurna", "hati yang bersih", "kepastian sepenuhnya" atau dan nama-nama lain?

    Berdasarkan ajaran tentang persatuan dengan Kristus oleh karya Roh Kudus dan tentang kehidupan Kristen sebagai perwujudan dari apa yang telah menjadi milik orang percaya karena persatuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengudusan merupakan suatu proses. Ini didukung oleh penegasan-penegasan Perjanjian Baru lain: "Tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut" (1Kor 15:31*); "kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami" (2Kor 4:10*); "yang terus-menerus diperbaharui" (Kol 3:10*); "diubah menjadi serupa dengan gambarNya, dalam kemuliaan yang semakin besar" (2Kor 3:18*); "bertumbuh ke arah Dia" (Ef 4:15*); "kamu telah menyerahkan... tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan (nya) menjadi hamba kebenaran yang membawa...pengudusan" (Rom 6:19*).

    Namun ini tidak mengesampingkan kemungkinan adanya krisis dalam pengalaman Kristen. Jelaslah bahwa Allah secara berkala bertindak terhadap umat-Nya dengan cara begitu sepanjang masa. Roh Kudus bebas dan berdaulat. Ia dapat sewaktu-waktu menyadarkan orang akan dampak persatuan dengan Kristus dengan cara krisis yang selanjutnya mempengaruhi pengalaman Kristennya. Bila mempertimbangkan krisis-krisis seperti itu patut dicatat empat pokok.

    1. Pengalaman krisis mungkin terjadi karena dahulu orang keras melawan kehendak Allah. Kalau menggunakan analogi medis, keadaan seseorang mungkin lebih memerlukan pembedahan radikal daripada perawatan berangsur-angsur.

    2. Suatu pengalaman mungkin diberikan untuk mempersiapkan seseorang untuk pengujian iman yang berat pada waktu mendatang.

    3. Pengalaman krisis mungkin mempersiapkan orang untuk pelayanan atau tanggung jawab Kristen baru (misalnya Kis 18:9-10; 23:11*). Berkat khusus yang berkaitan dengan pelayanan khusus itu hanya menyentuh soal pengudusan secara sekunder. Ada banyak pemimpin Kristen yang terpaksa belajar dari pengalaman pahit bahwa pemberian karunia khusus dari Roh Kudus untuk pelayanan istimewa, tidak membebaskannya dari kewajiban mendisiplin diri tiap hari.

    4. Lazimnya Allah tidak mengesampingkan kepribadian "alami" bila Ia menguduskan seseorang. Sang Penebus juga adalah sang Pencipta. Karena itu ada orang Kristen yang karena perangai alaminya lebih cenderung untuk mengalami krisis dalam pengudusan daripada orang Kristen lainnya.

    Yang menjadi sangat berbahaya ialah jika kita menduga bahwa pengalaman khusus yang telah dialami oleh beberapa orang Kristen perlu dialami oleh semua orang Kristen. Menurut ajaran Alkitab, umat Allah bertumbuh dalam kekudusan oleh pemeliharaan Roh Kudus sehari-hari yang memungkinkannya untuk semakin baik menghayati persatuannya dengan Kristus dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya.

    Bersandar atau bergumul?

    Apakah orang Kristen harus bergumul terus untuk mencapai penyesuaian dengan patokan-patokan moral yang dipaparkan dalam Alkitab, ataukah ia terpanggil untuk beriman dalam Kristus serta karya-Nya, seolah-olah "bersandar" pada Kristus yang akan menjadi pengudusannya?

    Perjanjian Baru mengandung kedua unsur itu. Bersandar pada Kristus sebagai pengudusan mendapat dukungan dari ayat-ayat yang mengajak orang memandang kepada-Nya dalam iman, menyerahkan diri kepada Dia dan "tinggal" di dalam Dia (Yoh 15:1-10; Rom 6:13; 1Kor 1:30*; Gal 2:20*). Berdampingan dengan itu Alkitab menegaskan perlunya "aktif dan berkarya" dalam pekerjaan pengudusan sambil mematikan tabiat lama dengan keinginannya dan mengenakan tabiat baru dalam Kristus (Rom 8:12; 12:1-21; 1Kor 6:12-20; Gal 5:13-26; Kol 3:1-7*). Dorongan dalam Perjanjian Baru untuk hidup suci tidak pernah hanya merupakan ajakan samar-samar untuk menyerahkan diri kepada Allah atau untuk berserah supaya dibimbing oleh Roh Kudus. Alkitab menguraikan secara rinci pola hidup suci dan mendorong untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk mengikutinya.

    Perjanjian Baru juga menggarisbawahi perang rohani terhadap kuasa-kuasa jahat. Orang Kristen harus berdiri "tegap" dalam Kristus dan dalam kemenangan-Nya atas Iblis; tetapi ia juga harus mengenakan "seluruh perlengkapan senjata Allah" dan menggunakan pedang Roh (Ef 6:4*). Dengan demikian, pengudusan meliputi keduanya, baik bersandar pada Kristus dalam iman maupun bergumul untuk menjadi serupa dengan gambar-Nya.

    Sepenuhnya atau sebagian?

    Pernah ada orang Kristen yang menyatakan telah mencapai keadaan yang memungkinkan mereka tidak lagi berbuat dosa. Mereka berpendapat bahwa hal ini mungkin bagi semua orang Kristen yang selalu memandang kepada Kristus.

    Pandangan ini harus ditolak. Ajaran tadi tidak dapat dicocokkan dengan 1Yohanes 1:8,10*.

    Selain itu, bila diselidiki akan menjadi jelas bahwa pendukung pandangan ini mempunyai pengertian sempit tentang dosa, yang mereka batasi pada ketidaktaatan dengan sengaja terhadap kehendak Allah atau hal serupa. Akan tetapi kita harus memakai definisi dosa yang terdapat dalam Alkitab, dan Alkitab merumuskan bahwa dosa meliputi pemikiran, sikap, kata-kata maupun perbuatan, tugas yang tidak dikerjakan maupun hal-hal buruk yang dikerjakan. Menurut pengertian alkitabiah, keadaan tak berdosa berarti mengasihi Allah dan sesamanya setiap saat dengan seluruh hati, akal, kehendak dan kekuatan, yaitu dalam keadaan sepenuhnya menyerupai sifat Yesus Kristus. Menurut pengertian alkitabiah ini, jelaslah bahwa kesempurnaan tak berdosa tidak mungkin tercapai di dunia ini. Sesungguhnya orang yang tabiatnya paling mendekati Kristus pada umumnya menunjukkan perasaan tidak layak dan lemah (Yes 6:5; Dan 9:4-19; Ef 3:8; 1Tim 1:15*). Kesempurnaan semacam itu tidak alkitabiah dan tidak mungkin, lagi pula dapat juga menyebabkan kecongkakan dan menyesatkan serta mengacaukan iman orang lain.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    e. Peristilahan pengudusan

    Banyak pembicaraan tentang pengudusan berkisar pada arti dua istilah pokok.

    Penuh dengan Roh Kudus

    Dasar alkitabiah bagi istilah ini ialah Efesus 5:18*, yang mengajak semua orang Kristen untuk menjadi penuh dengan Roh Kudus, serta perikop-perikop dalam Kisah Para Rasul yang menyebutkan orang Kristen "penuhlah dengan Roh Kudus" (Kis 2:4; 4:31; 6:5; 7:55; 9:17; 11:24; 13:9*). Jelaslah bahwa "penuh" itu hanya merupakan kiasan, dan kiasan itu akan menyesatkan kalau diartikan secara harfiah, seolah-olah manusia yang menerima Roh Kudus adalah wadah tak berpribadi dan Roh Kudus hanya suatu zat rohani belaka. Jika kita berkata bahwa seseorang bersifat "penuh harapan", artinya orang itu memiliki sifat yang sangat menonjol yakni harapannya. Begitu juga, "penuh dengan Roh Kudus" berarti bahwa Roh Kudus adalah pengaruh dominan bagi perilaku seseorang.

    Apakah seseorang menjadi "penuh dengan Roh" melalui pengalaman sekali untuk selama-lamanya? Pertanyaan ini terjawab oleh fakta bahwa dalam Kisah Para Rasul orang dikatakan "penuh dengan Roh Kudus" dua tiga kali (lihat ayat-ayat yang disebut di atas). Hal ini sesuai dengan bentuk kata kerja Yunani dalam Efesus 5:8* yang dapat diterjemahkan harfiah sebagai "hendaklah kamu terus-menerus penuh dengan Roh Kudus", bukan "hendaklah kamu mengalami kepenuhan Roh Kudus".

    Mengingat ajaran Alkitab ini, maka "dipenuhi" Roh Kudus berarti orang Kristen dipengaruhi Roh dengan cara dan menurut taraf sedemikian rupa sehingga Ia menjadi kuasa yang dominan dalam kehidupan. Roh Kudus membuat orang percaya hidup dan berlaku, kadang-kadang dengan cara yang khususnya menunjukkan kehadiran-Nya dan umumnya sedemikian rupa sehingga Allah dimuliakan di dalam dia (Ef 5:19-20*). Keadaan ini perlu diusahakan terus-menerus oleh orang Kristen. Dan karena Roh yang memenuhi orang percaya adalah Roh Kudus, yang karya-Nya telah kami bahas di atas, maka tanda pemenuhan-Nya adalah kalau orang menyerupai Kristus.

    Baptisan dengan Roh Kudus

    Ungkapan ini banyak dibahas selama abad kedua puluh. Aliran Pentakosta menggunakannya untuk mengacu pada pengalaman kedua dari Roh Kudus yang meliputi hal berbicara dengan bahasa lidah, yang terjadi setelah orang bertobat. Akhir-akhir ini gerakan kharismatik (lihat di bawah: ps 25) membuat diskusi ini menjadi pusat perhatian.

    Kata kerja "mem/dibaptis dengan Roh Kudus" muncul tujuh kali dalam Alkitab. Enam di antaranya menunjuk kepada kontras yang dikemukakan Yohanes Pembaptis antara pelayanannya yang mempersiapkan dan memberitakan, yakni "membaptis dengan air", dan pelayanan mesianik Yesus yang akan datang, yakni membaptis "dengan Roh Kudus" (Mat 3:11; Mr 1:8; Luk 3:16; Yoh 1:33; Kis 1:5; 11:16*). Bentuk ini juga muncul ketika Paulus menjelaskan kesatuan hakiki dalam pengalaman semua orang Kristen akan Roh Kudus: "dalam satu Roh kita semua . . . telah dibaptis menjadi satu tubuh" (1Kor 12:13*).

    Tinjauan terhadap ayat-ayat ini serta seluruh gagasan Perjanjian Baru tentang baptisan menghasilkan kesimpulan bahwa "baptisan dalam Roh" adalah satu segi permulaan Kristen. Dengan kata lain, dalam Alkitab "dibaptis dalam Roh" termasuk dalam rangkaian gagasan mengenai permulaan Kristen, yaitu pertobatan dan iman, pembenaran, menjadi Kristen, kelahiran kembali, baptisan dengan air, menyatu dengan Kristus, diangkat menjadi keluarga Allah, dan lain-lain. Ungkapan itu menyoroti apa yang dilambangkan oleh kelahiran kembali, yaitu masuk ke dalam kerajaan mesianik yang dijanjikan dengan cara menjadi terbenam dalam kehidupan Roh Kudus, yang menjiwai kerajaan Allah. Oleh sebab itu, "baptisan dalam Roh Kudus" adalah salah satu cara Perjanjian Baru berbicara tentang "menjadi Kristen"; karena itu, setiap orang percaya sejati dalam Kristus telah dibaptis dalam Roh Kudus, seperti mereka juga telah dilahirkan kembali, dipersatukan dengan Kristus, dibenarkan di hadapan Allah dan sebagainya. Kebiasaan menggunakan ungkapan tersebut untuk pengalaman kedua dari kuasa Roh Kudus, bagaimana pun menakjubkannya, melampaui pemakaian Alkitab dan karena itu kurang membantu dan menyesatkan.

    Kalau begitu, apa yang harus dikatakan tentang pengalaman-pengalaman Roh Kudus sesudah permulaan kehidupan Kristen, kalau tidak dapat menyebutnya "baptisan dalam Roh Kudus"? Ada beberapa kemungkinan.

    1. Menolak keabsahan pengalaman itu. Sikap ini terlalu luas, terutama kalau ada tanda-tanda dari kenyataan dan keampuhan spiritual baru yang disebabkan oleh pengalaman itu. Memang ada bahaya pengalaman palsu dan tafsiran salah, tetapi tak dapat disangkal bahwa Roh memberi pengalaman rohani yang sejati.

    2. Mengikuti tradisi Pentakosta dan terus menyebutkan pengalaman itu "baptisan dalam Roh Kudus" walaupun melawan pemakaian Perjanjian Baru. Keadaan menjadi rumit karena ada orang yang inisiasinya ke dalam agama Kristen begitu dangkal sehingga pengalaman berikut terasa seperti bertobat untuk pertama kali. Dalam hal ini pengalaman kedua benar-benar merupakan "baptisan dalam Roh Kudus" dalam arti Alkitab. Namun jika sudah terjadi pengalaman dari Roh Kudus pada titik memulai kehidupan Kristen, maka tidak alkitabiah untuk menyebut pengalaman berikut sebagai "baptisan dengan Roh Kudus".

    3. Melihat pengalaman kedua (atau kemudian) sebagai perwujudan dalam pengalaman yang baru dan lebih tinggi daripada apa yang telah diberikan pada waktu menjadi Kristen. Pengalaman kedua ditafsirkan sebagai kedatangan Roh Kudus, yang di dalam-Nya orang telah dibaptis pada saat dilahirkan kembali, dengan pencurahan hidup-Nya yang lebih penuh dan mungkin baru. Ini bukan "baptisan" dalam Roh Kudus, melainkan perwujudan berikut dari realitas-Nya.

    Pengalaman ini jangan ditafsirkan terlalu kaku. Jika kita coba untuk menempatkan pengalaman-pengalaman tentang Roh Kudus yang diceritakan dalam Kisah Para Rasul dalam kerangka yang terlalu rapi, maka timbullah kesulitan. Jika kita mencari istilah tepat untuk pengalaman berikut, maka "kepenuhan" Roh Kudus sudah lebih baik dibandingkan dengan "baptisan" (lihat ayat-ayat dari Kisah Para Rasul yang dikutip di atas). Pada masa Perjanjian Baru, istilah Alkitab ini mencakup sejumlah besar pengalaman tentang kedatangan Roh Kudus yang berbeda-beda kepada murid-murid Kristen sesudah pengenalan mereka tentang zaman baru melalui kuasa Roh Kudus yang menghidupkan.

    Mungkin kita ragu-ragu akan istilah "pemberkatan kedua", namun janganlah itu membuat kita menjadi miskin secara rohani. Kita harus menginginkan kepenuhan sebanyak-banyaknya dari kuasa Roh Allah sebagaimana Bapa berkenan memberi kepada kita (Mat 5:6; Luk 11:13*; 1Kor 21:31).

    Aspek kebersamaan dari karya Roh Kudus sekali lagi mendasar. Roh yang memenuhi dan memberi kuasa adalah Roh yang mempersatukan dengan Kristus dan karena itu dengan keseluruhan tubuh-Nya. Pengalaman dan pelayanan Roh Kudus tidak pernah dikaruniakan hanya untuk menyenangkan pribadi secara egois. Hal itu dimaksudkan untuk kebaikan dan pertumbuhan jemaat dan pada akhirnya untuk keagungan Kristus melalui umat-Nya (Kis 2:1-2; bnd. Kis 2:42-47; 4:31-35*; Ef 4:11-16*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    24.3 Ketekunan

    Jika seseorang dimampukan untuk percaya dan karena itu karya Kristus diterapkan secara efektif padanya, apakah sesudah itu ia dapat kehilangan keselamatannya? Pokok ini menimbulkan cukup banyak perdebatan.

    Gagasan bahwa sekali diberikan, keselamatan tidak dapat hilang, dikenal sebagai ketekunan orang kudus. Pandangan ini dipegang terus dalam teologi Reformasi dan didukung secara jelas oleh Alkitab. Kristus mengatakan kepada murid-murid-Nya, "mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tanganKu" (Yoh 10:28; bnd. Yoh 6:37,40*). Paulus menegaskan, "mereka yang dibenarkanNya itu juga dimuliakanNya ... makhluk [apa pun] tidak dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita" (Rom 8:30,39*); "Ia yang memulai pekerjaan baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya" (Fili 1:6*). Petrus meyakinkan pembacanya bahwa "kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan . . . pada zaman akhir" (1Pet 1:5*). Ketekunan ini adalah efek kebenaran yang telah digarisbawahi, bahwa keselamatan adalah pekerjaan anugerah Allah yang berdaulat. Kedatangan manusia kepada Allah adalah pekerjaan Allah bukan pekerjaan manusia sendiri, dan ketekunan orang bersama-sama Dia juga merupakan pekerjaan-Nya.

    Ketekunan juga dinyatakan dalam ajaran lain yang sudah dibicarakan. Jika kita dipersatukan dengan Kristus dalam penyelamatan-Nya, kita nanti akan bersama-sama dalam kemenangan-Nya yang akan datang. Paulus justru berkata demikian: jika orang mati dalam Kristus, pasti dia akan nampak bersama dengan Dia dalam kemuliaan dan sekarang seharusnya hidup sesuai dengan harapan itu (Kol 3:1-5*). Ketekunan juga merupakan akibat wajar dari pilihan, karena jika Allah memiliki kita dari selama-lamanya itu berarti bahwa kita akan bersama dengan Dia juga untuk selama-lamanya. Pembenaran juga memberi kepastian akan dinyatakan benar pada penghakiman terakhir (Rom 5:1-2; Tit 3:7*).

    Pada pihak lain, ada satu alur ajaran Alkitab yang agaknya membuka pintu bagi kehilangan orang yang pernah percaya. Surat Ibrani memperingatkan orang Kristen terhadap anggapan-anggapan palsu dan akibat mengerikan kalau menolak iman dalam Kristus (Ibr 2:3-4; 4:1-2; 6:1-9*; Ibr 10:1-2). Yesus sendiri juga berbuat demikian (Mat 24:13*; Yoh 15:6; Wahy 2:5*).

    Peringatan itu dan ajaran tentang ketekunan tidak bertentangan. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa orang yang tertarik kepada Kristus dan beriman kepada Dia dibebaskan secara kekal dari dosa dan hukumannya, tetapi tidak pernah menyajikan hal ini sebagai alasan untuk kecerobohan moral. Orang yang benar-benar dilahirkan kembali oleh Roh Kudus akan memberi kesaksian tentang hal itu dengan berusaha untuk hidup suci, biarpun merealisasikannya sangat lambat, seperti dilukiskan dengan jelas dalam biografi alkitabiah. Orang yang dengan segenap hati kembali pada dosa, menolak cara-cara Kristen dulu, tidak menyesal melakukan itu dan terus melanjutkan kemurtadan ini sampai akhir hidupnya, tidak benar-benar "dilahirkan dari Allah", walaupun mula-mula kelihatannya demikian.

    Pada titik ini, orang yang sensitif perlu diyakinkan. Tentu saja orang Kristen tidak tanpa dosa, dan kegelisahan yang membuat orang menelusuri hidupnya untuk mendapatkan tanda-tanda pembaruan moral, adalah bukti ia sudah dilahirkan kembali. Selanjutnya harus diakui bahwa kemunduran, walaupun patut disesalkan, sering terjadi dalam hidup orang Kristen. Kadang-kadang orang Kristen sejati tergelincir jauh sekali. Namun ia tidak pernah sama sekali kehilangan kesadaran spiritual dan bahkan dalam kemunduran masih merasakan keinginan untuk kembali kepada Tuhan. Sedangkan ada orang murtad yang tidak pernah menjadi murid sejati, dan dia menunjukkan hal itu dengan kehilangan keprihatinan moral dan spiritual, bahkan menolak bahwa kematian Kristus mengalahkan dosa (Ibr 10:26-29*).

    Ayat-ayat yang dikutip sebagai bukti bahwa orang Kristen sejati dapat kehilangan mengacu kepada kasus-kasus yang dari semula tidak mempunyai iman (1Yoh 2:19*) atau hanya merupakan peringatan akan kesungguhan moral kehidupan Kristen. Tetapi kita harus mempertahankan keseimbangan Alkitab. Keselamatan Kristen meliputi pembebasan dari murka yang akan datang. Orang Kristen boleh yakin bahwa mereka akan dipelihara untuk kerajaan Allah yang kekal bukan karena kesanggupan mereka sendiri, tetapi karena mereka adalah di tangan Allah yang berdaulat dan murah hati, yang telah memberi mereka kehidupan dari kuburan. Sekarang Ia menjaga mereka dari serangan dunia, daging dan Iblis, dan pasti akan melanjutkan pelayanan anugerah ini selama-lamanya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    24.4 Cara dan tujuan

    a. Roh Kudus dan Firman Allah

    Untuk melengkapi bahasan tentang Roh Kudus dan pertumbuhan Kristen ini, kita catat lagi bahwa Ia mengilhami dan menerangkan Alkitab (Yoh 14:26; 15:26; 16:13-14; Ef 1:17; Ibr 3:7; 1Pet 1:11; 2Pet 1:21*; 1Yoh 2:20,27*). Ikatan antara Roh Kudus dan firman Allah adalah salah satu kunci menuju pemahaman seluruh pelayanan-Nya dalam gereja. Dalam kegiatan-Nya membimbing, mengilhamkan, menguduskan dan membangun umat Allah, alat-Nya yang paling unggul adalah Alkitab (2Tim 3:16-17*). Sebaliknya setiap tuntutan akan kehadiran, pimpinan dan berkat Roh Kudus, yang melalaikan firman Allah atau mengurangi wewenang-Nya, jelas tidak sesuai dengan Roh yang membimbing dan memberi kuasa kepada Yesus dan para rasul dan karena itu tidak sesuai dengan iman yang sungguh-sungguh menghormati Allah (bnd. ps 3.2).

    b. Roh Kudus dan akhir zaman

    Berbagai perikop Perjanjian Lama menghubungkan pelayanan Roh Kudus dengan zaman baru (misalnya Yeh 39:29; Yoel 2:28-29*). Pelayanan umat Allah oleh Roh Kudus akhir-akhir ini adalah bukti jelas bahwa Zaman Baru sudah dimulai dalam sejarah manusia. Melalui Roh Kudus orang percaya mengharapkan kenyataan-kenyataan yang akan muncul apabila zaman baru menjadi nyata sepenuhnya.

    Paulus menggunakan dua istilah untuk mengungkapkan dimensi men datang dari pelayanan Roh Kudus. Roh Kudus adalah _aparkhe_, `buah sulung` (Rom 8:23*). Dalam Perjanjian Lama, ini adalah persembahan yang dipersembahkan kepada Allah (Bil 28:26-31*) untuk menunjukkan rasa syukur umat-Nya karena Allah memberikan panen. Paulus menggunakan istilah ini untuk pengikut-pengikut pertamanya di daerah tertentu (bnd. Rom 16:15*). Istilah ini juga digunakan mengenai Kristus yang bangkit, sebagai buah sulung dari panen besar yang akan datang pada kebangkitan orang-orang mati (1Kor 15:23*). Dalam Roh Kudus kita mengecap "karunia-karunia dunia yang akan datang" (Ibr 6:5*) dan kita adalah orang-orang yang "hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba" (1Kor 10:11*).

    Roh Kudus juga disebut _arrabon_ `uang tanggungan` (2Kor 1:22; 5:5*; Ef 1:14*), kata yang lazim dipakai di dunia perdagangan abad pertama. Apabila diadakan kontrak atau transaksi ditutup, orang membayar _arrabon_ yang menjamin bahwa pembayaran penuh akan dilakukan. Pengalaman tentang Roh Kudus akhir-akhir ini adalah cicilan pertama, jaminan kehidupan dalam kemuliaan pada masa yang akan datang. Dalam bahasa Yunani modern _arrabon_ berarti cincin tunangan, tanda hubungan yang menjanjikan persatuan lebih sempurna pada waktu yang akan datang.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kepastian:
    Roma 6:21; 8:14-17,28-39; 14:5; 2Korintus 1:22; Galatia 4:4-7*;
    Efesus 1:13; 4:20; Kolose 2:2; 1Tesalonika 1:5; 2Timotius 1:12*;
    Ibrani 6:20; 10:22; 1Yohanes 3:24; 4:13; 5:7,9*.

    Pengudusan:
    Keluaran 19:6; Imamat 11:44-45; Ulangan 7:6; Yesaya 62:12*;
    Matius 5:1-7:29; Yohanes 15:1-10; 17:17; Kisah 20:28-32; 26:18*;
    Roma 6:1-23; 8:12-13; 12:1-21; 15:16; 1Korintus 6:11-20; 15:31*;
    2Korintus 3:17-18; 7:1; Galatia 5:13-6:10; Efesus 4:17-6:18*;
    Kolose 1:22; 3:1-17; 1Tesalonika 4:1-12; 2Timotius 1:9; 2:21*;
    Ibr 12:10,14; 1Pet 1:13-2:17; 2Pet 3:11; 1Yohanes 2:6,24-28; 3:6*.

    Ketekunan:
    Yohanes 6:37,40; 10:27; Roma 8:30-39; 11:29; Filipi 1:6*;
    2Tesalonika 3:3; 2Timotius 4:18; 1Petrus 1:5*.

    Roh dan Firman:
    Yehezkiel 2:1-2*;
    Yohanes 14:26; 16:13-14; 1Korintus 2:4-16; 2Tesalonika 2:13*;
    2Timotius 3:16; Ibrani 3:7; 2Petrus 1:20-21*.

    Roh dan akhir zaman:
    Yesaya 11:2; 44:3; Yeremia 31:31-32; Yehezkiel 39:29; Yoel 2:28-29*;
    Roma 8:23; 1Korintus 10:11; 15:23; 2Korintus 1:22; 5:5*;
    Efesus 1:13-14; 4:30; Ibrani 6:5*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Apa arti "pengudusan" dalam Alkitab maupun dalam bahasa sehari-hari? Bagaimanakah pengudusan dibedakan dari pembenaran?

    2. Apa artinya persatuan dengan Kristus bagi pengudusan? Bagaimana Anda akan coba menafsirkan pengalaman dari Roh Kudus yang bersifat krisis? Apa masalah-masalah yang dihubungkan dengan pengertian tentang pengudusan yang menekankan "berkat kedua"?

    3. Apakah menurut Alkitab pengudusan bergantung juga pada usaha manusia?

    4. Apa yang dapat Anda artikan dari ajaran Alkitab mengenai

      1. "baptisan dalam Roh Kudus" dan
      2. "kepenuhan Roh Kudus"?
    5. Menurut Anda, apa tanda-tanda bahwa pengudusan semakin bertambah dalam hidup semua orang Kristen? Terlepas dari unsur-unsur umum ini, cara bagaimana orang dapat mengharapkan bahwa pengudusan akan diungkapkan oleh seorang

      1. ibu rumah tangga Kristen,
      2. mahasiswa,
      3. tukang cat,
      4. guru,
      5. pekerja pabrik, dan
      6. pegawai negeri?
    6. Dapatkah orang yakin bahwa ia sungguh-sungguh orang yang percaya kepada Kristus dan sudah dilahirkan kembali? Kutiplah dari Alkitab sebagai dukungan atas jawaban Anda.

    7. Pertimbangkanlah peranan Roh Kudus dalam kaitannya dengan Alkitab. Apa fungsi Alkitab dalam menghayati kehidupan Kristen?

    8. Apakah mungkin bahwa seorang Kristen yang dilahirkan kembali pada akhirnya hilang? Bagaimana Anda menafsirkan "ayat-ayat peringatan" dalam Surat Ibrani?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 24. Pertumbuhan Kristen [Indeks]

    Kepustakaan (24)

    Artikel "Sanctification" dalam _IBD_.
    Berkouwer, G. C.
    1952 _Faith and Sanctification_ (Eerdmans).
    1958 _Faith and Perseverance_ (Eerdmans).
    Edwards, J.
    1961 _The Religious Affections_ (Banner of Truth).
    Ferguson, S. B.
    1980 _Add to Your Faith_ (Pickering & Inglis).
    Green, M.
    1975 _I Believe in the Holy Spirit_ (Hodder).
    Kirby, G.
    1979 _What the Bible says about Christian Living_ (Kingsway).
    Kuyper, A.
    1966 _The Work of the Holy Spirit_ (Eerdmans).
    Lloyd-Jones, D. M.
    1971 _Romans 5 -- Assurance_ (Banner of Truth).
    1972 _Romans 6 -- The New Man_ (Banner of Truth).
    1975 _Roma 8:17-39 -- The Final Perseverance of the Saints_
    (Banner of Truth).
    Lovelace, R.
    1979 _The Dynamics of Spiritual Life_ (Paternoster).
    Owen, J.
    1967 _Works_ 4 & 5 (Banner of Truth).
    Packer, J. I.
    1973 _Knowing God_ (Hodder).
    Philip, J.
    1964 _Christian Maturity_ (IVP).
    Prior, K.
    1967 _The Way of Holiness_ (IVP).
    Ryle, J. C.
    1952 _Holiness_ (James Clarke).
    Smail, T. A.
    1975 _Reflected God_ (Hodder).
    Stott, J. R. W.
    1975 _Baptism and Fullness_ (IVP).
    Watson, D.
    1973 _One in the Spirit_ (Hodder).
    Wesley, J.
    1958 _A Plain Account of Christian Perfection_ (Epworth).



    Indeks Bab 25: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.E 01011]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 25 Roh Kudus pd Masa Kini: Perspektif Sejarah 01273
    Kepustakaan ....................................... 01274



    Mengenali Kebenaran -- Bab 25. Roh Kudus pd Masa Kini: Perspektif Sejarah [Indeks]

    25. ROH KUDUS PADA MASA KINI:

    PERSPEKTIF SEJARAH

    Selama abad kedua puluh telah timbul perhatian besar terhadap Roh Kudus, yang akhir-akhir ini berpusat pada apa yang disebut "gerakan kharismatik". Gerakan itu menekankan "baptisan dalam Roh Kudus" serta pemakaian karunia-karunia Roh, khususnya bahasa lidah. Sejak tahun lima puluhan gerakan itu mempengaruhi hampir setiap gereja di Amerika, kemudian di Eropa dan sekarang di seluruh dunia. Sejak semula gerakan itu menembus gereja Roma Katolik, dan ada yang berpendapat bahwa gerakan kharismatik menciptakan kesempatan untuk kerukunan ekumenis yang lebih gemilang daripada cara tradisional yang rasanya kurang berhasil, yakni dialog teologis.

    Mula-mula perhatian terpaut pada berkat rohani secara individual, termasuk bahasa lidah dan sebagainya. Pada tahap kedua, yang boleh dikatakan lebih matang, perhatian utama dari gerakan itu diarahkan untuk menemukan kembali persekutuan Kristen secara praktis, serta arti gereja sebagai tubuh Kristus. Pada apa yang dapat dilihat sebagai tahap ketiga, perhatian sudah bergeser pada pencarian bentuk-bentuk gerejawi yang paling sesuai bagi gerakan kharismatik itu. Akibatnya terjadilah dua sayap:

    • yang satu mengabdikan diri pada pembaruan dalam gereja-gereja yang ada; dan

    • yang lain memisahkan diri dari gereja-gereja yang dianggap "mati" itu dan membentuk gereja-gereja baru serta kelompok-kelompok khusus.


    Kadang-kadang gerakan kharismatik telah menyebabkan perpecahan dalam gereja, dan kadang-kadang terjadi ketidakseimbangan dan ekses-ekses. Namun harus diakui bahwa kontak dengan gerakan itu sering juga membawa kesegaran dalam kehidupan rohani. Beberapa gereja Kristen tetap tidak menyukainya, mungkin sebagian disebabkan oleh aliran Pentakosta tradisional yang terlalu ekstrim. Sama seperti seluruh gereja masa kini, maka gerakan kharismatik pun menghadapi tantangan untuk menerjemahkan pengalaman mereka mengenai realitas dan hidup Roh Kudus ke dalam pembaruan misi gereja, baik dalam hal membawa orang dari setiap lapisan masyarakat kepada Kristus, maupun dalam hal menerapkan Injil secara efektif dalam lingkungan sosial budaya.

    Kita bersyukur pada Tuhan atas hal-hal positif yang dicapai gerakan itu, lagi pula kita bersukacita karena banyak bukti nyata tentang pekerjaan Roh Kudus dalam banyak gereja yang tradisional. Namun banyak orang Kristen masih tetap rindu dan berdoa untuk suatu pemulihan kembali agama Kristen (Ing. _revival_) di seluruh dunia. Memang manusia tidak dapat mengetahui apa yang akan dibuat oleh Roh Kudus yang berdaulat: tetapi sejak abad pertama secara periodik Allah berkenan mencurahkan Roh atas umat-Nya dengan berlimpah-limpah sehingga bukan saja kehidupan gereja mencapai kegairahan mendekati tingkat seperti pada waktu Pentakosta, melainkan masyarakat sekelilingnya secara mendalam menyadari realitas Allah serta kebutuhan sungguh-sungguh untuk memperoleh kedudukan sebagai anak-anak-Nya. Pemulihan kembali seperti ini terjadi di berbagai daerah di sepanjang abad ini, terutama di Afrika Timur, Cina dan Asia Tenggara. Demikian juga pada saat ini, gereja hanya dapat menghadapi tantangan yang menakutkan pada tahun-tahun mendatang kalau sudah mengalami pencurahan kuasa Roh Kudus lagi, sehingga dapat sungguh-sungguh memenuhi panggilannya untuk memegahkan Tuhan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 25. Roh Kudus pd Masa Kini: Perspektif Sejarah [Indeks]

    Kepustakaan (25)

    Abineno, J. L. Ch.
    1979 _Kelompok Doa_ (BPK).
    Baker, D. L.
    1991 _Roh dan Kerohanian Dalam Jemaat_ (BPK).
    Banks, R.
    1988 _Paul`s Idea of Community_ (Eerdmans/Anzea, cetakan ulang).
    Bittlinger, A. (penyunting)
    1981 _The Church is Charismatic_ (WCC).
    Bruner, F. D.
    1970 _A Theology of the Holy Spirit_ (Eerdmans).
    Dunn, J. D. G.
    1975 _Jesus and the Spirit_ (SCM).
    Graham, B.
    1985 _Roh Kudus_ (LLB, terjemahan dari bahasa Inggris).
    Groenen, C.
    1982 _Kitab Suci tentang Roh Kudus_ (Kanisius).
    Hollenweger, W. J.
    1972 _The Pentecostals_ (SCM, terjemahan dari bahasa Jerman).
    1984 _Konflik di Korintus_ (Kanisius, terjemahan dari bahasa
    Inggris/Jerman).
    Hummel, C. E.
    1978 _Fire in the Fireplace: Contemporary Charismatic Renewal_
    (InterVarsity).
    Jacobs, T.
    1980 _Berbagai macam kharisma dalam satu Roh_ (Kanisius).
    Lindberg, C.
    1983 _The Third Reformation?_ (Mercer University).
    McDonnell, K. (penyunting)
    1980 _Presence, Power, Praise_ (Liturgical Press, 3 jilid).
    Nichol, J. T.
    1966 _Pentecostalism_ (Harper & Row).
    Packer, J. I.
    1984 _Keep in Step With the Spirit_ (Inter-Varsity).
    Sugiri, L. dkk.
    1980 _Gerakan Kharismatik: Apakah Itu?_ (BPK).
    Taylor, J. V.
    1972 _The Go-Between God: The Holy Spirit and the Christian Mission_ (SCM).
    Tugwell, S.
    1979 _Did You Receive the Spirit?_ (Darton, Longman & Todd, edisi yang
    direvisi). Ukur, F. (penyunting)
    1980 "Gerakan Kharismatik (Suatu Studi Pendahuluan)", _Peninjau_ 7:
    hlm. 1-53.



    Indeks Bab 26: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.E 01011]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 26 Penerapan ......................................... 01276

    Ps 26.1 Melayani Allah ............................... 01276

    Sb 26.1.a Pengalaman Mengenai Allah ................. 01276

    26.1.b Ibadah kepada Allah ....................... 01276

    26.1.c Pelayanan kepada Allah .................... 01276

    Ps 26.2 Hidup di Dunia ............................... 01277

    Sb 26.2.a Kelahiran Kembali dari Luar Dunia Ini ..... 01277

    26.2.b Hubungan dengan Dunia ..................... 01277

    26.2.c Tanggung Jawab terhadap Dunia ............. 01278

    Ps 26.3 Diri Kita Sendiri ............................. 01279

    Sb 26.3.a Persekutuan ............................... 01279

    26.3.b Peri Laku ................................. 01279

    26.3.c Penggenapan ............................... 01279



    Mengenali Kebenaran -- Bab 26. Penerapan [Indeks]

    26. PENERAPAN

    26.1 Melayani Allah

    a. Pengalaman mengenai Allah

    Kenyataan dari pekerjaan Roh Kudus memperlihatkan bahwa Allah secara mengagumkan memberikan _diri-Nya_ kepada manusia dalam pengalamannya. Allah bukan hanya bekerja di atas dan untuk manusia dalam penciptaan dan penebusan tetapi juga bekerja _di dalam_ manusia sehingga tubuhnya menjadi tempat Roh berdiam, Allah sendiri hadir dalam eksistensi manusia. Walaupun mengenal dan memahami kenyataan ini tidak selalu sederhana, dan ini salah satu alasan untuk terus mempelajari dan tunduk kepada Alkitab, namun kita mempertahankan pernyataan berikut: _Allah dapat dialami oleh makhluk-makhluk-Nya_ (1Kor 6:19; Ef 2:22*).

    b. Ibadah kepada Allah

    Allah dalam rahmat-Nya yang berdaulat telah berkenan untuk memberikan diri-Nya dalam Roh Kudus kepada orang lemah, rusak dan berdosa, dan hal ini merupakan alasan tertinggi bagi ibadah dan syukur kita. Banyak hal yang telah, sedang dan akan dilakukan Allah melalui persatuan orang dengan Kristus, yaitu pilihan, panggilan, kelahiran kembali, pertobatan, iman, pembenaran, pengangkatan, kepastian, pengudusan dan ketekunan. Semuanya ini adalah alasan untuk menyembah, memberkati dan beribadah kepada-Nya. "Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita oleh darahNya -- dan telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya, -- bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya" (Wahy 1:5-6*). Dalam ibadah orang percaya, Roh yang sama bersukacita untuk memberi semangat baru bagi rasa syukur dan ibadah yang melemah dan membuatnya berkobar menjadi api pujian dan kemegahan bagi Allah (Fili 3:3*).

    c. Pelayanan kepada Allah

    Roh Kudus melengkapi jemaat untuk melayani Allah dengan memberikan karunia-karunia-Nya, mengarahkan pelayanan dan mengurapi dengan kuasa-Nya. Maka dalam pelayanan kepada Allah cakrawala kita seharusnya tidak diukur menurut kesanggupan manusiawi kita yang terbatas, tetapi menurut ukuran pembekalan Roh Kudus yang berlimpahlimpah (Rom 15:18-19; 2Kor 3:5-6; Ef 1:19-21*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 26. Penerapan [Indeks]

    26.2 Hidup di dunia

    a. Kelahiran kembali dari luar dunia ini

    Orang Kristen tidak termasuk zaman di bawah kuasa dosa dan kegelapan ini, tetapi telah dilahirkan kembali dalam Roh sebagai warga baru dalam tatanan kerajaan yang akan datang. Oleh karena itu, kita tidak lagi berpaling kepada dunia untuk membina batin atau untuk mencari kepuasan yang paling mendalam. Kita bergerak pada tingkat yang berbeda dan mendapatkan penggenapan yang mendasar dalam tatanan yang berlainan, dalam kehidupan dari Allah melalui Roh Kudus (Mazm 16:11; 84:2-3*; Rom 8:5 dst.; Ibr 11:1-40*).

    b. Hubungan dengan dunia

    Walaupun penggenapan kita yang paling mendalam terdapat di alam baka, namun pelayanan Roh Kudus yang melahirkan kembali dan menguduskan sangat jelas berkenaan dengan tatanan alam semesta dan pengalaman dalam dunia ini. Roh yang sama, yang pada hari Pentakosta dicurahkan dengan kuasa adikodrati dan karena itu telah melahirkan gereja, pada mulanya bersama dengan Allah Bapa dan Anak terlibat dalam melahirkan dunia fisik. Roh yang sama, yang mengilhami dan memberi kuasa kepada umat Allah, juga hadir dengan satu dan lain cara sebagai kenyataan dalam kehidupan semua orang (Ayub 33:4*; Mazm 104:29-30*). Jikalau kedua dimensi karya Roh Kudus ini dipisahkan secara tajam, terjadilah ketidakseimbangan yang berbahaya, yang mengucilkan Roh Kudus dari alam semesta yang diciptakan dan membatasi karya-Nya pada yang jelas-jelas bersifat adikodrati.

    Hal ini dapat dilukiskan dengan contoh dari dua bidang. Mengenai soal bimbingan ilahi, orang Kristen yang mengikuti ajaran Alkitab lengkap tentang Roh Kudus, akan percaya bahwa Roh Allah akan memimpinnya dalam hal menilai dengan saksama semua faktor yang terlibat termasuk bakat alami dan wataknya, dan juga melalui pengalaman yang dramatis. Begitu juga dalam penyembuhan fisik ia akan mengaku bahwa satu-satunya Roh Kudus yang akan menyembuhkan yang sakit, apakah itu dengan cara medis modern, sumber-sumber penyembuhan inheren dalam badan atau dengan menggunakan bakat khusus untuk penyembuhan bersama dengan doa-doa umat Allah.

    Dari segi praktis, cara terbaik untuk mencegah terjadinya ketidak-seimbangan adalah dengan selalu mengingatkan diri bahwa Roh Kudus mengilhami dan menyoroti Alkitab. Ia selalu bekerja sama dengan firman dan karena itu pengalaman tentang Roh Kudus perlu pemeriksaan, pengembangan dan pengarahan dari seluruh firman Allah tertulis.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 26. Penerapan [Indeks]

    c. Tanggung jawab terhadap dunia

    Roh Kudus adalah saksi ilahi di dunia tentang Allah, hukum-Nya dan keselamatan-Nya dalam Kristus. Ia adalah "pengacara" yang mensahkan kesaksian gereja. Sesuai dengan itu, maka orang Kristen yang dipimpin Roh Kudus akan memperlihatkan rasa tanggung jawab atas dunia yang tidak percaya dan tidak mengenal Allah, dan dia akan berusaha untuk bersaksi tentang Injil. Besar artinya bahwa laporan Alkitab yang penting mengenai pelayanan Roh Kudus dalam gereja (Kisah para Rasul) berpusat pada penyebaran Injil di dunia. Kehadiran Roh Kudus dalam seseorang atau dalam suatu jemaat selalu akan membuahkan perhatian bagi kemuliaan Allah dalam menyelamatkan orang hilang. Apabila pengalaman Roh, apakah secara individual atau dalam jemaat, menghasilkan perhatian berlebihan terhadap emosi dan hal-hal ajaib, maka berdasarkan alasan-alasan alkitabiah kita harus bertanya apakah "roh" bersangkutan adalah Roh Yesus sesungguhnya yang kita jumpai dalam Perjanjian Baru. Rasa tanggung jawab atas dunia selalu merupakan tanda kehadiran Roh Kudus, yang dijanjikan akan memberikan semangat dan kebijaksanaan, yang mensahkan kesaksian jemaat dan membawa orang hilang kepada iman yang hidup (Kis 1:8; 4:31; 14:27*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 26. Penerapan [Indeks]

    26.3 Diri kita sendiri

    a. Persekutuan

    Roh Kudus yang mempersatukan kita dengan Kristus sekaligus dengan seluruh umat Allah; pengudusan melalui pembaruan Roh Kudus ditempatkan secara tepat dalam konteks persekutuan umat Allah, khususnya jemaat setempat di mana Allah menempatkan kita. Roh Kudus tidak mengenal usaha atau pelayanan Kristen sendirian lepas dari orang Kristen lain. Kita perlu waspada terhadap pernyataan orang bahwa ia dipimpin Roh Kudus, jika ini tidak disahkan pada tingkat jemaat. Hubungan-hubungan kasih mengasihi dan saling membagi yang diberikan-Nya kepada kita dalam hubungan kekeluargaan umat Allah adalah segi pekerjaan Roh Kudus yang paling memperkaya.

    b. Peri laku

    Roh itu kudus, terlepas dari segala dosa dan kejahatan. Maka, kehadiran-Nya dalam hidup manusia selalu akan dinyatakan dalam peri laku moral. Perlu kita memperhitungkan hal ini dalam memikirkan kehidupan Kristen kita. Ia sedih karena dosa-dosa kita. Ia ingin supaya kita hidup suci. Karena itu, Roh itu disalahtafsirkan kalau hanya dipandang dari sudut pengalaman-pengalaman tertentu dari Allah. Memang itu akan diberikan-Nya, jika dan pada saat dikehendaki-Nya, namun pengalaman itu hanya sebagian dari pekerjaan-Nya dan harus dipadukan dengan pelayanan-Nya yang senantiasa dilakukan-Nya, yaitu menyesuaikan kita dengan gambaran Kristus.

    c. Penggenapan

    Roh itu merupakan kehidupan baru dari zaman yang akan datang, yang diberikan kepada kita dalam keadaan dewasa ini yang bercirikan kejatuhan ke dalam dosa. Kehadiran-Nya selalu bersifat menjanjikan: Ia mengarahkan kita pada masa depan dalam pengharapan akan penggenapan ketika Kristus datang dalam kemuliaan. Sebab itu, orang Kristen yang didiami Roh Kudus akan mendambakan dengan pengharapan yang semakin kuat akan kepenuhan hidup dan berkat Roh Kudus, yang akan merupakan pengalaman umat Allah yang penuh sukacita pada hari itu.



    Indeks Bab 27: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.F 01012]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 27 Identitas Gereja .................................. 01281

    Ps 27.1 Kiasan-kiasan tentang Gereja dalam Alkitab ... 01282

    Sb 27.1.a Umat Allah ................................ 01282

    27.1.b Tubuh Kristus ............................. 01283

    27.1.c Mempelai Perempuan Kristus ................ 01284

    27.1.d Bangunan Allah ............................ 01285

    27.1.e Kerajaan Allah ............................ 01286

    27.1.f Keluarga Allah ............................ 01287

    27.1.g Kawanan Domba Allah ....................... 01287

    27.1.h Kebun Anggur Allah ........................ 01288

    Ps 27.2 Ciri-ciri Gereja yang Sejati ................. 01289

    Sb 27.2.a Esa ....................................... 01290

    27.2.b Kudus ..................................... 01291

    27.2.c Am ........................................ 01292

    27.2.d Rasuli .................................... 01293

    27.2.e Tanda yang Dikemukakan Para Reformis ...... 01294

    27.2.f Misi - Suatu Tanda yang Dilalaikan?........ 01295

    Bahan Alkitab .............................................. 01296

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01297

    Kepustakaan ................................................ 01298



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    F. GEREJA

    27. IDENTITAS GEREJA

    Agama dalam Alkitab selalu menyangkut manusia secara bersama. Sebelum Adam jatuh, disebutkan bahwa dia tidak lengkap bila tidak ada seorang penolong (Kej 2:18*). Sifat kebersamaan dari tujuan Allah dalam penciptaan diulangi dalam tujuan-Nya dalam penyelamatan. Perjanjian dengan Nuh (Kej 9:8) dan Abraham (Kej 12:1-3; 15:1-5; 28:14*) jelas bukan hanya meliputi orang perorangan saja, tetapi juga keturunan mereka sampai pada seluruh bangsa di bumi.

    Dalam Perjanjian Lama diceritakan tentang suatu bangsa dan perlakuan Allah terhadap mereka. Memang ada tokoh-tokoh yang menonjol, dan hubungan tiap orang dengan Allah bersifat mendasar (Ul 24:16*; Mazm 23:1; 51:12-14; Yeh 18:1-32*), tetapi hubungan itu berkembang dalam kerangka persamaan. Persekutuan orang percaya merupakan tanah tempat bunga iman pribadi bertumbuh dan dipupuk. Harapan Perjanjian Lama akan Mesias mempunyai dimensi persamaan, tokoh Anak Manusia dan hamba yang menderita dapat dikatakan sebagai tokoh pribadi dan tokoh korporat (Dan 7:13-14,27; Yes 42:1; 44:1*). Dalam pengertian tentang penggenapan dalam Perjanjian Baru, kita lihat bahwa ayat-ayat ini menunjuk pada Kristus. Tetapi Mesias tanpa umat mesianik tidaklah mungkin.

    Sifat ini terjadi dalam Perjanjian Baru juga. Yesus datang untuk menyelamatkan umat-Nya (Mat 1:21*). Ia mengumpulkan dua belas murid yang jumlahnya sama dengan jumlah suku Israel dan jelas Ia bermaksud supaya mereka menjadi titik dasar dari Israel Baru, umat Allah yang baru yang akan terikat pada Allah dalam perjanjian yang baru melalui misi-Nya sebagai penebus. Yesus langsung berbicara tentang "gereja" yang akan timbul sesudah puncak misi-Nya tercapai (Mat 16:18; 18:17*) dan penugasan-Nya yang terakhir kepada murid-murid-Nya membayangkan adanya persekutuan orang percaya yang bersaksi dan berkesinambungan (Mat 28:19-20*).

    Peristiwa Pentakosta pada hakikatnya bersifat peristiwa yang dialami bersama-sama (Kis 2:1*). Dari situ pengalaman para rasul berkembang dalam pengalaman bersama-sama (Kis 2:44; 4:32-35; 5:12-16; 6:1-7*). Ketika Injil tersebar ke dunia bukan Yahudi, orang-orang Kristen baru dikumpulkan dalam gereja-gereja di pusat-pusat penduduk (Kis 11:26*; Kis 13:1; 14:23*). Pengertian para rasul akan rencana Allah diungkapkan oleh Yakobus sebagai "memilih suatu umat dari antara mereka [bangsa-bangsa lain] bagi namaNya" (Kis 15:14*).

    Demikianlah, Alkitab tidak mengenal agama yang bersifat perorangan saja. Tak ada orang yang dapat diperdamaikan dengan Allah kalau ia tidak juga diperdamaikan dengan umat yang dimasukinya karena pengalaman anugerah Allah. Jadi soteriologi (ajaran tentang penyelamatan) terjalin sepenuhnya dengan eklesiologi (ajaran tentang gereja).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    27.1 Kiasan-kiasan tentang gereja dalam Alkitab

    a. Umat Allah

    Hubungan Allah dengan umat-Nya merupakan tema pokok Perjanjian Lama yang berulang kali diungkapkan dalam pernyataan "Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umatKu" (Kel 6:7; 19:5; Im 26:12*; Yeh 36:28; Hos 2:23*). Hubungan ini dimulai dengan perjanjian Allah dengan Nuh (Kej 6:18*) dan kemudian dengan Abraham dan keturunannya (Kej 12:1; 15:1-19; 17:3-14*). Perjanjian terakhir ini ditegaskan kembali pada tingkat nasional pada zaman Musa (Kel 6:6-7; 19:1-24:18*) dan zaman Daud (Mazm 89:4-5; 2Sam 7:12-17*). Perjanjian di sini tidak berarti kontrak antara dua pihak yang membuat Allah berkewajiban terhadap umat-Nya; yang dimaksud adalah perjanjian anugerah, perjanjian dengan Allah sebagai pihak yang mengambil inisiatif dan yang menentukan. Ada jaminan kehadiran dan berkat Allah bagi Israel dalam konteks ketaatan kepada Dia.

    Gagasan tentang umat Allah dilanjutkan dalam gereja Perjanjian Baru, "Israel milik Allah" (Gal 6:16*). Khususnya Petrus menggunakannya (1Pet 2:9; bnd. Tit 2:14*) dan Alkitab menutup dengan penegasan bersifat kemenangan, "kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umatNya" (Wahy 21:3*).

    Perjanjian sebagai dasar hubungan tersebut dilanjutkan juga dalam Perjanjian Baru. Gereja mewarisi janji-janji kepada Israel berdasarkan perjanjian baru yang dibuat melalui pengurbanan Mesias, yaitu Yesus (Mat 26:23; Luk 22:20; Ibr 9:15; bnd. Yer 31:31*).

    Sebagian dari sifat dasar "umat Allah" terungkap dalam dua kata Perjanjian Lama yang menyebutkannya. Yang pertama, _qahal_, berarti orang-orang yang dikumpulkan oleh panggilan Allah (Kel 35:1; Bil 16:26*; Ul 9:10*); kata ini kemudian diterjemahkan dalam Perjanjian Lama bahasa Yunani sebagai _ekklesia_. Yang kedua, _eda_, berarti persekutuan agama nasional yang dimasuki orang karena kelahirannya (Kel 12:3*; Bil 16:9; 31:12*). Orang Kristen mula-mula mencontohkan diri pada gagasan dinamis dari _qahal_, umat Allah yang berkumpul dalam ketaatan pada panggilan Allah. Tetapi itu bukan intinya.

    Panggilan Allah yang telah menciptakan umat Allah (Kej 12:1-2*; Kel 3:1-2; Hos 11:1-2) terdengar lagi dalam Yesus (Mat 11:28-29*; Mr 1:14-20; Yoh 7:37-38*). Sesudah kenaikan-Nya panggilan itu terus terdengar dalam panggilan Injil (Kis 2:39; 2Tes 2:14*). Ketika seseorang memberi tanggapan pada panggilan Allah dalam Injil, ia masuk ke dalam jemaat atau umat Allah atas dasar perjanjian.

    Latar belakang Alkitab ini berarti bahwa jemaat terdiri dari mereka yang telah menjawab panggilan ilahi, karena itu bukan salah satu struktur gerejawi. Struktur itu dapat digabungkan dengan gagasan _ekklesia_ tetapi hal ini bukan merupakan hakikatnya.

    _Ekklesia_ dalam Perjanjian Baru digunakan baik untuk kelompok-kelompok setempat (Kis 8:1; Rom 16:16; 2Tes 1:4*) maupun untuk umat Allah di seluruh dunia sepanjang abad (Mat 16:18; 1Kor 15:9*; Ef 5:25-26*). Hubungan kumpulan orang Kristen lokal dengan keseluruhan umat Allah sangat halus dan tidak ada padanan insani, karena kelompok lokal itu bukan hanya bagian yang relatif tidak lengkap dari kelompok besar yang lengkap. Gereja setempat yang dikaitkan secara erat dengan gereja am merupakan gereja lengkap yang menerima segala janji Allah. Kristus sebagai kepala dan Tuhan gereja hadir di tengah-tengahnya, sama seperti Ia hadir dalam kelompok-kelompok yang lebih besar (Mat 18:20*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    b. Tubuh Kristus

    Kiasan "tubuh Kristus" sangat disukai oleh Paulus dan dipakainya untuk menekankan hal-hal yang dimiliki oleh umat Allah secara bersama-sama. Panggilan yang mengumpulkan mereka adalah panggilan untuk percaya kepada Yesus Kristus ("Firman" yang telah menjadi "manusia"); karena itu mereka dipersatukan dalam Dia dan menjadi anggota-anggota tubuh-Nya. Jelaslah bahwa konsep ini mempunyai arti kiasan (bnd. Yoh 15:5*: "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya"). Hubungan gereja dengan Kristus sungguh erat, yakni suatu bentuk kesatuan organik yang olehnya orang percaya dibuat menjadi satu dalam hidup bersama dengan Dia (Kol 3:4*).

    Ada kalanya Kristus digambarkan sebagai keseluruhan tubuh, sedangkan orang percaya merupakan anggota-anggota "di dalam" Dia (Rom 15:5*; 1Kor 10:16; 12:27*). Paulus juga menggunakan kiasan ini dengan cara yang agak berbeda, yakni Kristus sebagai kepala tubuh (Ef 5:23*; Kol 1:18; 2:19*). Ini bukan perubahan mendasar, karena Kristus tetap sebagai Tuhan seluruh tubuh yang menjadi milik-Nya.

    Kiasan ini juga menekankan hubungan timbal balik antara Kristus dan umat-Nya. Kristus memerintah di sebelah kanan Allah bagi gereja (Ef 1:22-23*). Keberadaan-Nya sebagai kepala berarti bahwa hidup dan pemeliharaan datang dari Dia; umat-Nya hidup dari Dia, melalui Dia dan bagi Dia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    c. Mempelai perempuan Kristus

    Kiasan ini berakar dalam Perjanjian Lama: Israel disebut mempelai perempuan Allah (Yes 54:5-8; 62:5; Yer 2:2*). Sayang Israel tidak setia (Yer 3:1-25; Yeh 16:1-63*). Yesus memakai kiasan yang sama dengan menyebut diri-Nya mempelai laki-laki yang kehadiran-Nya di antara tamu-tamu pesta pernikahan berarti berpuasa tidak pantas (Mr 2:18-20*). Kristus mewujudkan kasih Allah sebagai suami bagi gereja dengan ungkapannya yang paling mulia yakni pengurbanan diri-Nya bagi gereja, agar gereja dapat dipersembahkan kepada mempelai laki-laki surgawi "dengan cemerlang tanpa cacat atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tak bercela" (Ef 5:27*). Demikianlah Yohanes melihat tujuan gereja pada masa mendatang: "hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantinNya telah siap sedia". Klimaks nubuatnya menyingkapkan "kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan unutk suaminya" (Wahy 19:7; 21:2*).

    Kiasan ini menggarisbawahi hal bahwa hubungan Allah dengan umat-Nya adalah berupa kasih total. Ia telah memilih dan menebus umat-Nya karena keinginan-Nya terhadap dia, objek kasih abadi-Nya. Kiasan ini juga menghadapkan kita pada tanggung jawab beribadah dengan tulus ikhlas; dan menyadarkan kita bahwa kasih dan kesetiaan kepada hal-hal lain, apalagi ambisi dan minat pribadi, sangat gawat. Kasih Allah begitu mendalam sehingga tidak dapat mentoleransi kasih tandingan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    d. Bangunan Allah

    Kiasan ini berasal dari ayat-ayat Perjanjian Lama yang mengacu pada kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya (Kel 25:8; Mazm 132:13-14*; Yes 12:6*) dalam kemah suci yang di dalamnya terdapat tabut perjanjian (Kel 25:8-22; 1Sam 4:21-22*), dan kemudian di dalam Rumah Allah yang dibangun oleh Salomo (2Taw 6:18; Mazm 139:7-12*).

    Rumah Allah yang didirikan Salomo dihancurkan oleh tentara Babel pada tahun 587 sM. Rumah Allah kedua yang dibangun oleh orang yang kembali dari pembuangan (Ezr 3:1-13*) berdiri hampir 500 tahun dan kemudian diganti oleh Rumah Allah Herodes yang diselesaikan beberapa tahun sebelum kelahiran Yesus. Yesus mengisyaratkan bahwa Rumah itu tidak lagi merupakan tempat kediaman Allah dengan perkataan, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali" (Yoh 2:19*). Yang dimaksudkan sebenarnya adalah tubuh-Nya sendiri sebagai tempat Allah berdiam (Yoh 2:21*). Ia juga menegaskan bahwa dalam mendekati Allah, pertimbangan penting bukanlah lokasi geografis tetapi kecenderungan hati dan watak orang (Yoh 4:32*). Kata-kata Yesus tentang Rumah Allah ternyata bersifat nubuat: Rumah itu dihancurkan oleh tentara Roma pada tahun 70 M (bnd. Mr 13:1-2*).

    Akan tetapi gagasan bahwa Allah diam di tengah-tengah umat-Nya tetap dipegang, sebab tubuh Yesus yang dikurbankan di atas kayu salib memungkinkan kedatangan Roh Kudus, yang membentuk gereja sebagai tubuh Kristus, Rumah Allah yang baru untuk kehadiran Allah. Kristus sendiri adalah dasar bangunan (1Kor 3:11; Ef 2:20*) dan di atasnya dibangun umat Allah sebagai "bait Allah" (1Kor 3:16*), "tempat kediaman Allah di dalam Roh" (Ef 2:22*). Penyelesaiannya kelak pada kedatangan Yesus kembali: "kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka" (Wahy 21:3*).

    Harus ditekankan bahwa pengertian gereja sebagai bangunan dalam Perjanjian Baru hanya kiasan saja dan bukan alasan untuk menyamakan gereja dengan gedung. Kiasan ini dalam pengertian Perjanjian Baru justru bergeser menjauhi gagasan bangunan batu. Kiasan itu menggarisbawahi sifat spiritual yang hakiki dari gereja sebagai ciptaan Roh Kudus serta tempat Kristus yang sentral sebagai landasan dan batu penjuru; dan menekankan kehidupan Kristen yang bersifat timbal balik secara mendasar. Dalam kehidupan ini pengalaman dan pelayanan bagi Allah terjadi dan diungkapkan melalui kesatuan antara yang satu dengan yang lain sebagai batu-batu hidup bagi Rumah Allah yang satu itu (1Pet 2:5*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    e. Kerajaan Allah

    Gagasan dasar Alkitab ini akan dibahas dengan lebih lengkap di bawah ini (ps 32). Asalnya juga terdapat dalam Perjanjian Lama. Pemerintahan Allah ditolak dan tidak diindahkan oleh dunia. Bahkan dalam Israel sekalipun, meskipun Allah telah memilih mereka sebagai "wilayah kekuasaanNya" (Mazm 114:2*), kehendak-Nya ditentang, dan hukum-Nya dilanggar dan diabaikan. Dari keadaan ini muncullah pengharapan para nabi akan hari yang akan datang ketika Allah akan menegaskan kekuasaan-Nya dan menegakkan pemerintahan-Nya sebagai Raja di atas manusia. Yesus memberitakan tibanya masa tersebut. Melalui pelayanan-Nya yang mencapai puncaknya pada hari kebangkitan, pemerintahan Allah sudah ditegakkan, meskipun ungkapannya yang sepenuhnya menunggu kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan. Sementara itu pemerintahan Allah ditegakkan di dalam mereka yang "Ia telah melepaskan . . . dari kuasa kegelapan dan memindahkan . . . ke dalam kerajaan AnakNya yang kekasih" (Kol 1:13*) dan Kristus memerintah melalui Roh Kudus (Rom 14:17*).

    Meskipun salah untuk menyamakan gereja dengan kerajaan Allah, namun gereja menjadi alat pemerintahan Allah kalau benar-benar menyerahkan diri kepada Kristus dengan mematuhi firman-Nya. Kiasan ini menyatakan sifat dasar gereja sebagai pelayan serta menunjukkan bahwa gereja perlu senantiasa meletakkan seluruh kehidupannya dengan segala aspeknya di bawah pemerintahan Allah melalui firman-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    f. Keluarga Allah

    Dalam Perjanjian Lama sudah ada petunjuk ke arah kiasan ini ketika Israel disebut anak Allah (Hos 11:1*), yang pada gilirannya mengacu ke depan kepada Yesus (Mat 2:15*), Anak Allah dalam arti yang mendasar.

    Dalam Perjanjian Baru, seluruh arti kiasan ini menjadi jelas. Dalam Kristus, orang dilahirkan kembali ke dalam keluarga Allah; kita diangkat menjadi anak-anak-Nya dan Roh Allah dikirim ke dalam hati agar orang dapat menyebut-Nya Bapa (Rom 8:14-17*). Sebab itu gereja adalah keluarga atau rumah tangga Allah (Ef 2:19; 1Tim 3:15*). Kiasan ini mengingatkan akan Allah yang berkenan kepada orang yang diangkat-Nya ke status yang mulia sebagai anak-anak-Nya. Kiasan ini juga menunjukkan sifat hubungan timbal balik orang sebagai anggota-anggota satu keluarga dan menantang kita untuk percaya bahwa Allah Bapa di surga akan memenuhi seluruh kebutuhan kita (Mat 6:25-24*).

    g. Kawanan domba Allah

    Israel merupakan kawanan domba Allah (Mazm 80:2; 95:7*). Ketika pemimpin-pemimpin Israel atau "gembala" gagal menjaga kawanannya, Allah menyatakan keprihatinan-Nya, "Aku sendiri akan menggembalakan domba-dombaKu" (Yeh 34:15*). Yesus menjadikan pelayanan penggembalaan itu sebagai tugas-Nya sendiri (Yoh 10:1-30*). Ia adalah Gembala Agung umat Allah (1Pet 5:4; 2:25; Ibr 13:20*), yang memberikan nyawa-Nya untuk mereka (Yoh 10:11*). Kini Ia mengutus pelayan-Nya sebagai "pembantu gembala" untuk menjaga kawanan domba Allah (Yoh 21:17*; Kis 20:28-30; 1Pet 5:1-3*). Kiasan ini menitikberatkan ketergantungan sepenuhnya dari gereja kepada kepala dan Tuhannya, rahmat dan kasih-Nya, dan tanggung jawab-Nya untuk membina, melindungi dan memelihara umat-Nya (Yoh 10:2-15*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    h. Kebun anggur Allah

    Israel adalah pokok anggur yang dibawa Allah dari Mesir dan ditanam di Kanaan, "maka berakarlah ia dalam-dalam dan memenuhi negeri" (Mazm 80:10*). Tetapi ketika Allah datang untuk memetik hasilnya, yaitu buah anggur yang baik (= ketaatan dan keadilan), yang dihasilkan hanya buah anggur asam (= ketidakadilan dan penindasan; Yes 5:2,7*). Karena itu Allah menjadikan tanahnya tandus (Yes 5:6*). Dalam salah satu perumpamaan-Nya, Yesus menggunakan kiasan ini untuk pemindahan rencana penyelamatan Allah kepada bangsa bukan Yahudi. Ia menam bahkan bahwa anak pemilik kebun, yang dibunuh oleh penggarap kebun, akan menjadi pelaku perubahan tersebut (Mr 12:1-12*). Ia sendiri adalah pohon anggur yang benar, yang ranting-rantingnya akan berbuah bila tinggal di dalam Dia (Yoh 15:1-8*). Kiasan ini berbicara tentang pemeliharaan Allah terhadap gereja, tentang ketergantungan sepenuhnya gereja terhadap Tuhannya untuk kehidupan dan eksistensinya, dan tentang perhatian Allah akan kemurnian dan kesuburannya di dunia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    27.2 Ciri-ciri gereja yang sejati

    Di mana kita dapat menemukan gereja sejati sekarang ini dan apa ciri-cirinya yang hakiki? Pertama harus kita bedakan antara berbagai arti kata "gereja".

    1. Kumpulan orang-orang Kristen setempat yang berkumpul untuk beribadah dan melayani. Arti ini mencakup sebagian besar acuan mengenai gereja (_ekklesia_) dalam Perjanjian Baru, dan hampir sama dengan pengertian kata "jemaat".

    2. Seluruh umat Allah di dunia pada waktu yang sama, yang dapat juga disebut "gereja universal". Gereja dalam arti ini hanya sekali-sekali muncul dalam Perjanjian Baru (1Kor 10:32; Gal 1:13*).

    3. Keseluruhan umat Allah yang tersebar sepanjang masa, seluruh kumpulan dari mereka yang terpilih. Ini yang oleh para reformis disebut "gereja yang tidak nyata".

    4. "Gereja di dalam gereja". Telah dicatat di atas perbedaan yang dibuat dalam Perjanjian Lama antara _eda_ (seluruh jemaat yang nyata) dan _qahal_ (anggota-anggota jemaat yang menjawab panggilan Allah). Yesus mengajarkan bahwa kerajaan surga sesuai dengan pola ini: benih gandum tercampur dengan lalang (Mat 13:24-30,36-43*). Dalam seluruh persekutuan Kristen terdapat umat Allah, yakni gereja sejati. Jadi tidak ada gereja di dunia yang dapat dikatakan murni; dalam setiap jemaat agaknya ada orang yang mencari-cari, yang belum mengaku iman, dan ada pula yang pengakuan imannya pada hari terakhir akan ternyata tidak sungguh-sungguh (Mat 7:21-23*).

    Harus diakui, sebelum zaman kemuliaan tidak mungkin ada gereja yang sempurna di dunia. Lalu ke mana kita harus mencari umat Allah sejati yang berkumpul secara nyata? Menurut tradisi ada empat tanda gereja yang sejati: esa, kudus, am dan rasuli.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    a. Esa

    Keesaan gereja tercipta karena dialaskan pada satu Allah (Ef 4:1-6*). Semua orang yang benar-benar termasuk dalam gereja merupakan satu umat dan karena itu gereja yang benar akan nyata dari kesatuannya. Namun, keesaan ini tidak perlu berarti keseragaman secara total.

    Dalam gereja Perjanjian Baru terdapat berbagai macam pelayanan (1Kor 12:4-6*), dan berbagai pandangan mengenai hal-hal yang kurang penting (Rom 14:1-15:13*). Terdapat keseragaman dalam hal keyakinan-keyakinan teologi mendasar (1Kor 15:11; Yud 1:3*), namun keyakinan itu diberi penekanan berbeda-beda menurut masalah yang dihadapi para rasul (Rom 3:20; bnd. Yak 2:24; Fili 2:5-7; bnd. Kol 2:9-10*).

    Ada juga beraneka macam bentuk ibadah. Bentuk ibadah di Korintus (1Kor 14:26* dst.) mungkin sekali tidak biasa di gereja-gereja Palestina yang mempunyai bentuk ibadah yang berkembang menurut pola dari sinagoge (rumah ibadah Yahudi), mengikuti pola yang lebih formal dan berpusat pada penjelasan firman tertulis. Contoh sinagoge menyebabkan jemaat pertama dianggap sebagai cabang agama Yahudi; bahkan Yak 2:2* menggunakan kata _sunagoge_ untuk kumpulan orang-orang Kristen. Ada juga variasi dalam bentuk pengurusan gereja (lihat di bawah: ps 30).

    Kesatuan sejati dalam Roh Kudus dari semua orang yang lahir kembali adalah kenyataan, sekalipun ada perbedaan denominasi yang lahiriah. Maka ajakan dalam Perjanjian Baru untuk bersatu merupakan panggilan untuk "memelihara" kesatuan kehidupan mendasar yang telah diberikan oleh Roh Kudus yang satu melalui kelahiran kembali (Ef 4:3*). Para reformis mengemukakan pokok ini dengan membedakan antara gereja yang tidak nyata (semua orang terpilih yang benar-benar satu dalam Kristus) dan gereja yang nyata (campuran orang yang telah lahir kembali dan yang belum). Kesatuan gereja yang tidak nyata merupakan fakta yang diberikan dengan keselamatan.

    Pernah dikatakan bahwa kesatuan gereja Roma Katolik adalah bukti bahwa itulah gereja sejati, dibanding dengan gereja-gereja Protestan yang terpecah-pecah. Namun pandangan ini tidak memperhitungkan fakta bahwa gereja Roma Katolik melepaskan diri dari gereja Ortodoks pada tahun 1054 dan tidak pernah diakui oleh gereja itu sebagai gereja satu-satunya yang benar. Lagi pula tanda-tanda gereja saling melengkapi: adanya keturunan historis atau kesatuan formal tidak ada gunanya kalau tidak dihubungkan dengan "sifat kerasulan" (lihat di bawah: ps 27.2.d), yakni kesetiaan pada Injil rasuli. Kendatipun gereja-gereja Protestan sering terpecah-pecah, namun dapat dikemukakan bahwa gereja Roma Katolik juga merupakan penyebab perpecahan karena penyimpangannya dari ajaran Alkitab.

    Alkitab menganjurkan agar kesatuan diungkapkan sepenuhnya oleh umat Allah, namun diterangkan juga bahwa jika yang menjadi taruhan adalah hakikat kekristenan, maka pemisahan adalah sesuai sepenuhnya dengan kehendak Allah. Contohnya ialah perbedaan pandangan Paulus dengan pandangan orang-orang Yahudi (Gal 1:6-12*) dan perselisihan Yesus dengan orang Farisi (Mr 7:1-13*). Ketika Yudas ingin menulis tentang "keselamatan kita bersama", ia merasa perlu untuk mendorong pembacanya agar "tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus" (Yud 1:3*). Bagi Perjanjian Baru, kesatuan adalah tanggung jawab secara sadar akan kebenaran-kebenaran yang dinyatakan melalui para rasul.

    Perjanjian Baru menujukan ajarannya mengenai kesatuan kepada kelompok-kelompok Kristen tertentu, dengan dampak langsung terhadap hubungan nyata mereka (Ef 2:15; 4:4; Kol 3:15*). Yesus berdoa untuk kesatuan yang akan membawa dunia kepada iman (Yoh 17:23*). Persamaan kesatuan orang Kristen ini dan kesatuan Yesus dengan Bapa (Yoh 17:11,22*) menegaskan sifat spiritual mendasar dari kesatuan menurut Alkitab. Namun jelas tercakup di dalamnya kesamaan kehidupan dan tujuan yang nyata, sebagaimana keseluruhan misi Yesus mengungkapkan keesaan dengan kehendak Allah yang nyata. Dengan kata lain, ada kebutuhan untuk mencari kesatuan yang lebih nyata, lebih sempurna daripada yang sekarang dialami oleh orang Kristen yang menganut Injil rasuli.

    Hal ini relevan secara khusus apabila dua badan yang mengaku iman Kristen yang hakiki melayani di tempat yang sama, seperti misalnya di kampus universitas. Namun tantangan paling mendalam dari ajaran ini terdapat pada tingkat hubungan-hubungan dalam satu jemaat dan antara jemaat itu dengan jemaat yang lain. Dalam konteks ini sebaiknya kesatuan hidup dalam Kristus diungkapkan sebagai kepedulian dan tanggung jawab yang sungguh-sungguh antara yang satu dengan yang lain. Kegagalan dalam hal ini mau tidak mau mempermasalahkan pernyataan sebagai gereja Kristen sejati (1Kor 3:3-4*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    b. Kudus

    Umat Allah adalah "bangsa yang kudus" (1Pet 2:9*). Artinya gereja adalah kudus, begitu juga setiap orang Kristen adalah kudus, berdasarkan persekutuannya dengan Kristus. Kita dipisahkan untuk menjadi milik-Nya dan diberikan-Nya kebenaran yang sempurna (bnd. ps 18.2.b). Gereja berdiri di hadapan Allah "di dalam Kristus" tak bernoda dan tak bercacat secara moral. Perbedaan antara gereja nyata dan tidak nyata berlaku di sini, karena kekudusan ini hanya menjadi milik anggota jemaat yang menaruh kepercayaannya pada Kristus sebagai Juruselamat.

    Persatuan dengan Kristus juga menyangkut kehidupan kudus secara nyata. Hubungan gereja dengan Kristus sebagai kepalanya akan nyata dari sifat moralnya dan kualitas kehidupannya sehari-hari. Gereja yang tidak mengenal kekudusan, tidak mengenal Kristus. Ketika Kristus berbicara kepada ketujuh jemaat di Asia Kecil, Ia dengan jelas mengharapkan perbedaan dalam sikap moral itu dan apabila hal ini tidak didapati-Nya Ia sangat keras dalam penghakiman-Nya (Wahy 2:1-3:22*).

    Tentu saja belum ada gereja yang sempurna di dunia ini. Kehidupan di gereja-gereja Perjanjian Baru ditandai kekhilafan, perpecahan, kegagalan moral dan ketidakstabilan, dan masalah-masalah seperti itu tetap ada sampai saat ini. Namun demikian, mau tidak mau, gereja Allah yang sejati pasti akan menunjukkan beberapa tanda kekudusan dan kemajuan menuju kekudusan yang lebih sempurna.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    c. Am

    Kata "am" (atau "katolik") berarti `menyangkut keseluruhan`. Istilah ini mula-mula menunjuk pada gereja am untuk membedakannya dari gereja setempat. Kemudian artinya berubah menunjuk pada gereja yang mengaku iman ortodoks untuk membedakannya dari bidat-bidat. Kelak gereja Roma mengambil alih istilah ini untuk mengacu pada organisasi gerejanya yang sudah berkembang secara historis dan menyebar luas secara geografis dan berpusat pada Paus. Para reformis abad ke-16 berusaha mengembalikan arti kata ini kepada arti semula, yakni mengaku iman ortodoks, dan mereka menganggap diri sebagai gereja katolik yang sebenarnya dan bukan gereja Roma.

    Segi utama dari sifat am dalam gereja mula-mula adalah keterbukaannya terhadap semua orang. Berbeda dengan agama Yahudi dengan ekslusivisme rasialnya dan aliran Gnostik dengan ekslusivisme intelektualnya, maka gereja membuka pintunya lebar-lebar bagi semua yang ingin masuk, dari tiap ras, warna kulit, status sosial, kecakapan intelektual atau sejarah moralnya. Gereja masuk ke dalam dunia dan membawa iman bagi semua (Mat 28:19; Wahy 7:9*). Syarat satu-satunya untuk masuk ialah iman kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan, dan baptisan yang mengungkapkan Injil anugerah itu sebagai upacara masuk (Mat 28:19*; Kis 2:38,41*).

    Pada tingkat dasar inilah tanda "am" harus diterapkan. Gereja-gereja yang menetapkan ujian-ujian lain harus diwaspadai. Gereja sejati tidak memberi tempat pada diskriminasi ras, warna kulit, status sosial, kecakapan intelektual atau moral, asal saja ada bukti pertobatan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    d. Rasuli

    Seorang rasul adalah saksi tentang pelayanan dan kebangkitan Yesus, dan karena itu adalah pembawa Injil yang berwenang (Luk 6:12-13*; Kis 1:21-22; 1Kor 15:8-10*). Dalam Perjanjian Baru yang disebut "rasul" ialah kedua belas murid Yesus, Paulus dan beberapa orang lain. Para rasul menempati posisi antara Yesus dan semua generasi penganut iman Kristen berikutnya. Kita mengenal Kristus hanya melalui kesaksian para rasul tentang Dia, yang telah dicatat dalam Perjanjian Baru. Dalam pengertian mendasar ini, gereja "dibangun di atas dasar para rasul" (Ef 2:20; bnd. Mat 16:18*; Wahy 24:14). Sebab itu, sifat rasuli dari gereja tergantung pada penyesuaiannya dengan iman rasuli yang telah disampaikan kepada kita (Kis 2:42; Yud 1:3*). Boleh dikatakan para rasul masih tetap memimpin dan mengatur gereja sejauh gereja membiarkan kehidupan, pengertian dan pemberitaan firmannya senantiasa disesuaikan dengan ajaran Alkitab.

    Istilah "rasul" (_apostolos_) secara harfiah berarti `utusan`, dan Perjanjian Baru kadang-kadang mengacu pada rasul-rasul dengan arti yang lebih luas (Rom 16:7*). Dalam pengertian umum ini, semua orang yang diutus oleh Tuhan sebagai penginjil, pengkhotbah, pendiri gereja dan sebagainya, dapat disebut `utusan` dan berfungsi seperti rasul. Namun ini tidak berarti bahwa mereka mempunyai status atau wewenang khusus yang dapat menandingi kelompok rasul asli, yang pimpinannya berlangsung terus melalui tulisan-tulisan rasuli.

    Ada dua pengertian yang salah tentang jabatan rasuli ini yang perlu dihindari. Pada satu pihak, ada pemimpin di gereja atau persekutuan tertentu yang menyatakan diri "rasul". Hal ini berbahaya karena menyalahartikan ajaran Alkitab dan dalam praktek menentang wewenang dan sifat mutlak dari penyataan Allah dalam Perjanjian Baru. Pada pihak lain, ada yang menafsirkan tanda rasuli sebagai kesinambungan historis dalam pelayanan gereja yang dimulai dari Kristus serta rasul-rasul-Nya dan dilanjutkan melalui garis penggantian uskup. Penafsiran ini sama sekali tidak mendapat dukungan dari Perjanjian Baru. Anugerah Allah tidak disampaikan hanya melalui garis pejabat gereja. Lagi pula garis itu tidak menjamin penerusan kebenaran Kristen tanpa salah. Allah tidak terikat oleh organisasi gereja, dan kadang-kadang Dia bekerja melalui gereja sebagai lembaga, kadang-kadang di luar lembaga itu.

    Garis pengganti para rasul, tepatnya penurunan atau pewarisan Injil, berarti kebenaran rasuli harus diteruskan dari satu generasi kepada generasi yang lain: "orang-orang yang dapat dipercayai . . . mengajar orang lain" (2Tim 2:2*). Singkatnya, suatu gereja bersifat rasuli kalau dalam praktek ia mengakui wewenang tertinggi dari tulisan-tulisan rasuli.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    e. Tanda yang dikemukakan para reformis

    Para reformis tidak menolak empat tanda tradisional ini, namun perhatian mereka tertuju pada hal-hal lain karena perselisihan mereka dengan gereja Roma Katolik. Mereka mengemukakan dua tanda lain dari gereja nyata yang sejati, yakni pemberitaan firman dan pelayanan sakramen.

    Tanda pemberitaan firman menarik perhatian pada keunggulan Injil alkitabiah dan justru karena inilah terjadi perpecahan dengan Roma. Mendasari penekanan ini terdapat keyakinan bahwa ada ikatan kokoh antara firman tertulis dan Roh Allah. Seorang yang termasuk persekutuan dengan Roh pasti akan mengungkapkan ini dengan mematuhi firman yang telah diilhamkan oleh Roh itu. Para reformis yakin bahwa Roh mengarahkan orang kepada firman; dan kasih tidak terlepas dari iman dan kebenaran.

    Pokok lain yang menurut mereka merupakan tanda gereja sejati, yaitu sakramen, juga bersifat polemis. Justru dalam ajaran dan praktek mengenai sakramen, para reformis melihat pelanggaran gereja saat itu yang paling jelas terhadap agama Alkitab. Memang ada kelompok Kristen (misalnya Bala Keselamatan) yang tidak menjalankan sakramen, sehingga kita harus hati-hati sebelum menyatakan bahwa sakramen itu menjadi tanda hakiki gereja sejati. Namun Tuhan Yesus jelas menghubungkan baptisan itu dengan berita gereja dan respons manusia terhadapnya (Mat 28:19-20*) dan perjamuan kudus dikemukakan sebagai landasan bagi kelangsungan kehidupan gereja (Luk 22:19; 1Kor 11:24-25*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    f. Misi -- suatu tanda yang dilalaikan?

    Dalam perintah Yesus mengenai kehidupan gereja (Yoh 13:1-16:33*; Luk 10:1-20; Kis 1:1-8*) ada unsur yang hampir tidak kelihatan dalam tanda-tanda gereja yang telah dikemukakan sampai sekarang, yakni misi: tanggung jawab untuk membawa kabar baik tentang Yesus sampai ke ujung bumi.

    Dalam Kisah Para Rasul, tema pokok adalah penyebaran pekabaran Injil secara berturut-turut dari Yerusalem ke Yudea, Samaria dan kemudian ke dunia orang bukan Yahudi (Kis 1:8*; bnd. Kis 6:8-9; 7:1-60; 8:1-40; 10:34-48; 11:19-26; 13:1* dst.). Pekabaran Injil merupakan tugas utama gereja menurut Alkitab.

    Jadi gereja yang tidak memberitakan Injil, juga tidak mempedulikan kesejahteraan moral dan spiritual masyarakat di sekelilingnya, serta tidak mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap orang miskin di mana saja mereka ditemukan, telah kehilangan sifatnya sebagai gereja sejati dan menyangkal Tuhannya.

    Secara ringkas, gereja sejati dikenal karena persatuannya, keharmonisan dalam hubungan-hubungannya, kekudusan kehidupannya, keterbukaannya bagi semua orang, ketaatannya terhadap wibawa tulisan-tulisan rasuli, pemberitaannya tentang Kristus dalam kata dan sakramen, dan komitmennya kepada pekabaran Injil.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kejadian 9:8-9; Keluaran 6:6-8; Mazmur 95:7; Yesaya 5:1-7*;
    Matius 16:18; 18:15-20; 28:18-20; Markus 12:1-12; Lukas 24:47-49*;
    Yohanes 10:1-30; 17:17-23; Kisah 1:8; 2:42-47; 4:23-37*;
    Kisah 15:13-18; 20:28-32; 1Korintus 11:23-26; 12:1-28*;
    Ef 2:17-22; 4:1-6; 5:22-27; 1Petrus 2:4-10; Wahyu 7:9-11; 21:1-22:5*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Selidikilah hubungan antara individu dan persekutuan dalam pengalaman keselamatan dalam

      1. Perjanjian Lama dan
      2. Perjanjian Baru.
    2. Periksalah kiasan-kiasan Alkitab utama mengenai gereja. Sebutkan apa yang diajarkan oleh masing-masing kiasan tentang

      1. Allah dan sikap-Nya kepada jemaat,
      2. hak-hak istimewa gereja,
      3. tanggung jawab gereja, dan
      4. misi gereja di dunia.
    3. Bahaslah nilai dan bahaya dari perbedaan antara gereja nyata dan gereja tidak nyata.

    4. Selidikilah "tanda-tanda" esa, kudus, am, dan rasuli dari segi

      1. dasar alkitabiah,
      2. penerapan di gereja setempat atau kelompok Kristen Anda, dan
      3. penerapan di gereja-gereja sedunia.
    5. Seberapa jauh "tanda-tanda" gereja yang dikemukakan para reformis berdasarkan Alkitab dan relevan?

    6. Apakah Anda setuju dengan pernyataan bahwa misi (pekabaran Injil) termasuk hakikat gereja? Tegaskan jawaban Anda dengan mengutip dari Alkitab. Apa dampak pernyataan ini bagi program mingguan gereja setempat Anda?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 27. Identitas Gereja [Indeks]

    Kepustakaan (27)

    Balchin, J.
    1979 _What the Bible says about the Church_ (Kingsway).
    Berkouwer, G. C.
    1976 _The Church_ (Eerdmans).
    Carson, H. M.
    1976 _Dawn or Twilight?_ (IVP).
    Griffiths, M.
    1975 _Cinderella with Amnesia_ (IVP).
    Kuiper, R.
    1967 _The Glorious Body of Christ_ (Banner of Truth).
    Lloyd-Jones, D. M.
    1962 _The Basis of Christian Unity_ (IVP).
    Stott, J. R. W.
    1969 _One People_ (Falcon).
    Watson, D.
    1978 _I Believe in the Church_ (Hodder).
    Wells, D.
    1973 _Revolution in Rome_ (Tyndale Press).



    Indeks Bab 28: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.F 01012]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 28 Kehidupan Gereja .................................. 01300

    Ps 28.1 Ibadah ....................................... 01300

    Sb 28.1.a Contoh-contoh dalam Alkitab ............... 01300

    28.1.b Unsur-unsur Ibadah ........................ 01301

    28.1.c Ciri-ciri Ibadah .......................... 01301

    28.1.d "Luapan" Ibadah ........................... 01301

    Ps 28.2 Persekutuan .................................. 01302

    Ps 28.3 Pelayanan .................................... 01303

    Sb 28.3.a Karunia-karunia Roh ....................... 01304

    28.3.b Kepemimpinan Kristen ...................... 01305

    28.3.c Pelayanan di Luar Gereja .................. 01306

    Ps 28.4 Kesaksian .................................... 01307

    Bahan Alkitab .............................................. 01308

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01309

    Kepustakaan ................................................ 01310



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    28. KEHIDUPAN GEREJA

    Dalam bagian ini kita beralih dari tinjauan mengenai sifat gereja menuju tinjauan mengenai perbuatannya. Tugas dan tanggung jawab gereja ditentukan oleh sifat gereja itu. Oleh karena gereja adalah umat Allah, maka tujuan keberadaannya bukan terletak dalam dirinya, melainkan dalam pelayanannya bagi kemuliaan dan hormat Allah (Rom 11:36*; 1Kor 8:6*). _Bagaimana_ gereja melayani kemuliaan Allah itu?

    28.1 Ibadah

    Ibadah (Yun. _latreia_) adalah cara yang paling jelas bagi gereja untuk memenuhi tujuannya, yakni menghormati Allah.

    a. Contoh-contoh dalam Alkitab

    Ibadah sering disebut atau tercermin dalam Alkitab. Ungkapannya yang terindah terdapat dalam Kitab Mazmur, yang merupakan kumpulan nyanyian rohani Perjanjian Lama.

    Dalam Perjanjian Baru ada contoh-contoh ibadah (Mat 6:9*; Mr 14:12-13; Luk 1:46-55,68-79; 2:14,29-32; 4:16; Kis 3:1-2; 4:24-25*) serta banyak nyanyian dan doa yang memuliakan Allah (Rom 11:33-36*; Rom 16:27; 1Tim 1:17; 6:15-16; Yud 1:24-25; Wahy 1:5-6*). Ada juga baris-baris dari nyanyian rohani Kristen mula-mula (Ef 5:14*; Fili 2:5-11; Kol 1:15-20; 1Tim 3:16*) dan rumusan liturgis (misalnya _Maranatha_, artinya: `Ya Tuhan datanglah`, 1Kor 16:22*; _Amen_ yang berarti `kiranya jadilah demikian`, Rom 1:25*; _Abba_, `Bapa`, Rom 8:15*). Diperlihatkan juga bahwa ibadah adalah unsur dasar dalam tatanan surgawi (Wahy 4:8-11; Wahy 5:11-14; 7:9-12*).

    Gereja berfungsi seperti kelompok imam yang mempersembahkan kurban syukur kepada Allah (Ibr 13:15; 1Pet 2:5*). Bila gereja mengenal tanggungjawabnya untuk mempersembahkan ibadah maka hal ini cocok dengan arti dasar kata _latreia_, yaitu "kebaktian" atau "pelayanan". Sayang terlalu sering orang mengikuti ibadah dengan pikiran, "Apa yang dapat saya peroleh dari kebaktian ini?"; sedangkan pikiran yang lebih tepat ialah, "Apa yang dapat saya persembahkan [kepada Tuhan] dalam kebaktian ini?"



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    b. Unsur-unsur ibadah

    _Persembahan puji-pujian_ sangat mendasar. _Firman Allah_, unsur dasar yang lain, diwarisi kepada ibadah Kristen dari sinagoge Yahudi, yang memprioritaskan pembacaan dan penjelasan hukum Taurat dalam ibadahnya (Luk 4:16-27; Kis 13:14-15*). Dalam ibadah Kristen mula-mula Alkitab dibacakan di depan umum (Kol 4:16; 1Tes 5:27*) dan diuraikan (Kis 2:42-43; 6:2*). Pemberitaan firman Allah bukanlah tambahan pada ibadah tetapi seharusnya merupakan puncaknya, yakni kesempatan mendengar suara Allah yang hidup lalu menyerahkan diri kepada Dia dalam kesalehan dan pelayanan. Unsur ibadah yang lain ialah _persembahan_. Mengenai unsur ini terdapat latar belakang Perjanjian Lama yang kaya dalam hal membawa persepuluhan dan persembahan kepada Allah (Kel 14:20; Im 27:30*; 1Taw 29:6-7; Ezr 1:6; Mal 3:10*). Dalam Perjanjian Baru, ayat terpenting adalah 1Kor 16:1-4 (bnd. Mat 6:2-4; 2Kor 8:1-9:15*). _Sakramen-sakramen_ Injil, yakni baptisan dan perjamuan kudus, adalah segi lain lagi yang mendasar (lihat di bawah).

    c. Ciri-ciri ibadah

    Ada tiga hal utama yang seharusnya mencirikan ibadah Kristen.

    Pertama, Kristus yang hidup hadir di tengah-tengah jemaat-Nya. Ini tidak ada padanannya dalam agama lain. Orang berkumpul bukan hanya untuk mengingat saja, tetapi untuk merayakan kehadiran Tuhan, untuk bersukacita sebab Tuhan sudah menang dan untuk berjumpa dengan Dia dalam Roh melalui firman (Mat 18:20; 28:20*).

    Kedua, Roh Kudus memberi kuasa untuk beribadah (Yoh 4:24; Fili 3:3*). Ia menciptakan realitas (1Kor 12:3*), membatasi dan mengatur (1Kor 14:32-33,40), mengilhamkan doa (Rom 8:26*), menggerakkan puji-pujian dan syukur (Ef 5:18-19*), mengantar kepada kebenaran (1Kor 2:10-13), memberikan karunia-karunia-Nya (Rom 12:4-8*) dan menginsafkan orang tak percaya (Yoh 16:8; 1Kor 14:24-25*).

    Ketiga, suasana kasih dalam persekutuan meliputi jemaat. Ibadah Kristen mula-mula ditandai oleh perhatian mendalam terhadap sesama dan partisipasi sungguh-sungguh dalam pertemuan jemaat (Kis 2:42-47*; Kis 4:32-35*). Hal ini khusus dinyatakan dalam bentuk perhatian untuk saling memberi semangat dan bertumbuh dalam Kristus (Ef 4:12-16*).

    d. "Luapan" ibadah

    Ibadah tidak terbatas pada puji-pujian bersama dan pelayanan firman, tetapi seharusnya diteruskan dan dijadikan sikap seluruh hidup. Begitulah Paulus mendorong budak-budak di Kolose untuk taat dan melayani tuannya dengan rajin dan dengan segenap hati "seperti untuk Tuhan" dan karena "takut akan Tuhan" (Kol 3:22-23*). Ibadah harus menjadi pola hidup, sehingga "segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan dan perbuatan, lakukanlah itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita" (Kol 3:17*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    28.2 Persekutuan

    Persekutuan (Yun. _koinonia_) berhubungan erat dengan gereja yang memuliakan Allah: "Terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah" (Rom 15:7*). Kalau orang Kristen hidup bersama dalam persekutuan sejati, Allah dimegahkan. _Koinonia_ pada dasarnya berarti bersama-sama menerima bagian dalam sesuatu: penekanannya agak berbeda dengan pengertian persekutuan akhir-akhir ini, yakni saling bersahabat. Namun kedua hal ini pada akhirnya tidak terpisah artinya, karena saling berpartisipasi yang meliputi saling bersahabat.

    Persekutuan umat Allah dialaskan pada partisipasi bersama dalam kehidupan Allah (1Yoh 1:3,7*). Ini adalah ciri khas gereja sejak semula (2Tes 1:3*).

    Namun persekutuan Perjanjian Baru tidaklah tanpa diskriminasi; persekutuan dapat ditarik kembali dalam hal kelakuan yang sangat tidak pantas (1Kor 5:4-5; 2Tes 3:14*) dan tidak meliputi mereka yang menyangkal ajaran para rasul (Kis 2:42; Gal 1:8-9*). Ungkapan mendasarnya adalah _agape_, kasih yang memberikan diri untuk sesamanya (1Kor 13:1-13; 1Yoh 3:16*), yang oleh Yesus disebut sebagai ciri yang membedakan persekutuan baru (Yoh 13:34-35*) dan akan membawa dunia kepada iman oleh beritanya (Yoh 17:23*).

    Mencolok sekali, kata _agape_ tidak dipakai umum di luar Perjanjian Baru dan gereja. Istilah umum untuk kasih (_eros_) dirasakan tidak memadai untuk menyatakan sifat hakiki kasih Kristen, yakni kasih bagi orang yang hina, kasih yang dijumpai para rasul dalam diri Yesus dan kasih yang mereka saling alami melalui Roh Kudus. Inilah sebabnya mengapa definisi _agape_ dalam Perjanjian Baru mengacu pada salib: "Inilah _agape_ (kasih) itu . . . Allah telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita" (1Yoh 4:10; bnd. Rom 15:7*). _Agape_ berarti kasih Golgota, yaitu kasih berharga yang merendahkan diri dan mengampuni dosa, ciri khas persekutuan orang Kristen mula-mula dan sifat hakiki gereja yang memuliakan Allah dalam setiap generasi. Kasih kualitas itu tidak mungkin bagi manusia, itulah sebabnya mengapa Perjanjian Baru senantiasa menyebutnya sebagai pemberian Roh Kudus (Rom 5:5). Namun, kasih itu sangat praktis (1Yoh 3:17-18*; bnd. Rom 15:25-26; 2Kor 8:1-9:15*).

    Ayat-ayat terakhir ini mengacu pada persembahan yang dikumpulkan Paulus dari gereja-gereja bukan Yahudi untuk membantu orang Kristen Yahudi di Palestina, yang menderita akibat kelaparan. Persembahan itu tidak hanya menyatakan persekutuan di antara orang-orang Kristen mula-mula, tetapi memperkokoh dan membina persekutuan tersebut.

    Persekutuan dalam Perjanjian Baru juga meliputi keramahan (Ibr 13:2*; 1Pet 4:9); tolong menolong dalam menanggung beban (Gal 6:2*); saling memberi semangat (Ibr 10:25*) dan saling mendoakan (Fili 1:9-11,19*). Persekutuan ini khususnya nyata dalam perjamuan kudus (1Kor 10:16-17*).

    Kehidupan orang Kristen mula-mula sebagai persekutuan sangat menarik bagi orang kafir zaman itu. Demikian juga pada zaman kita ini, persekutuan lokal maupun internasional merupakan syarat mutlak untuk menjamin kelangsungan hidup gereja. Hampir tidak ada hal lain yang dimiliki gereja yang lebih relevan bagi dunia ini sekarang daripada rahasia hubungan antara manusia dengan sesamanya secara tulus ikhlas. Maka ajakan untuk mengasihi merupakan salah satu tantangan yang sangat mendalam yang disampaikan Kristus kepada gereja-Nya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    28.3 Pelayanan

    Gereja mula-mula merasa wajib melayani (Yun. _diakonia_ `pelayanan`), sebagai cara lain untuk memuliakan Allah (1Pet 2:12*). Berlainan dengan dunia bukan Yahudi, yang melihat kebesaran sebagai perpadanan dari otoritas atau kuasa untuk memaksa, Yesus mengajar bahwa kebesaran terdapat dalam pelayanan dengan rendah hati (Mr 9:33-37; Luk 22:24-27*). Hal ini secara radikal menantang sikap kita sekarang ini seperti juga terjadi pada zaman para rasul. Pelayanan itu bukan jalan atau persiapan bagi kebesaran seperti dianggap pada umumnya; pelayanan adalah kebesaran. Di balik pandangan ini terdapat pelayanan Yesus sendiri, "Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani" (Mr 10:45*). Mesias yang adalah Hamba mengajak gereja untuk mengikuti teladan-Nya dalam persekutuan melayani. Kebenaran ini mengandung imbalan luar biasa; yang berarti bahwa penggenapan kehidupan ada dekat pada kita, dalam pelayanan penuh kerendahan hati satu dengan yang lain.

    Masih ada tiga aspek lagi ajaran Alkitab tentang pelayanan gereja.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    a. Karunia-karunia Roh

    Bersama dengan kelahiran kembali dan hidup baru, Roh Kudus memberikan kepada setiap orang percaya karunia khusus untuk pelayanan. Semua perikop Perjanjian Baru yang membahas tema ini menyatakan bahwa karunia Roh dimiliki setiap orang yang benar-benar dilahirkan kembali (Rom 12:3-8*; 1Kor 12:7-11; Ef 4:7,16; 1Pet 4:10*). Dengan kiasan tubuh (Rom 12:5; bnd. 1Kor 12:12-26*) Paulus mengajarkan bahwa setiap anggota mempunyai tugas yang bermanfaat untuk melayani seluruh tubuh. Perjanjian Baru tidak mengisyaratkan bahwa penerimaan dan penggunaan karunia Roh Kudus ini bergantung pada suatu pengalaman khusus dari Roh Kudus sesudah kelahiran kembali. Jadi setiap orang Kristen dipanggil untuk melayani; menjadi anggota Kristus berarti menjadi pelayan Kristus (1Kor 12:7,11*).

    Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru memberi contoh-contoh karunia dan pelayanan Roh Kudus (Kel 35:30-33; Hak 3:10*; Rom 12:3-8; 1Kor 12:4-11,28; Ef 4:11-12; 1Pet 4:10-11*). Roh Kudus memang bebas dan berdaulat untuk membagi-bagikan karunia dan pelayanan: "Semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikendakiNya" (1Kor 12:11*). Masing-masing orang percaya bertanggung jawab untuk mengenal karunia dan pelayanannya lalu menggunakannya untuk kebaikan gereja setempat atau kelompok Kristen lain. Maksud karunia dan pelayanan ini ada dua:

    • memegahkan Tuhan Yesus Kristus, dengan menyatakan kemenangan-Nya atas maut (Ef 4:8; Kis 2:32-33*); dan
    • memajukan pertumbuhan tubuh Kristus (Ef 4:12*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    b. Kepemimpinan Kristen

    Karunia Roh dibutuhkan secara khusus oleh orang-orang yang mendapat pelayanan khusus sebagai pemimpin dalam kelompok Kristen. Perjanjian Lama mengutamakan pelayanan oleh imam-imam (Kej 14:18; Kel 28:1-2*), nabi-nabi (Ul 18:15-16; Yes 6:1 dst.) dan tua-tua (Kel 3:16*; Ul 19:12*). Yesus melanjutkan prinsip ini dengan memanggil dua belas murid, dan tulisan-tulisan Perjanjian Baru yang kemudian mencerminkan pola yang sama dalam pengangkatan penatua (_presbuteroi_) atau uskup (_episkopoi_) serta diaken (_diakonoi_) (Kis 14:23*; 1Tim 3:1-3; Tit 1:5*). Pola itu nampak juga dalam pelayanan seperti penginjil, gembala dan guru (Ef 4:11*).

    Jabatan dan tugas pelayanan ini tidak berarti kehidupan Kristen bertingkat dua. Perbedaan antara pelayanan kaum pendeta dan pelayanan kaum awam pada dasarnya bersifat fungsional. Pekerja Kristen purna-waktu, apa pun gelarnya, tidak lebih utama atau lebih dekat kepada Tuhan dibanding dengan anggota-anggota jemaat yang awam.

    Dapatkah jemaat setempat mengangkat seseorang untuk pelayanan tanpa mengacu pada gereja yang lebih luas? Ada yang berpendapat bahwa pentahbisan untuk pelayanan memerlukan otorisasi dari pimpinan sinode atau sebagainya. Sedangkan ada yang lain percaya bahwa gereja setempat boleh bertindak atas nama Kristus untuk mengangkat petugas-petugas tanpa konsultasi dengan gereja secara lebih luas. Dalam hal ini kita sebaiknya mengikuti kebiasaan yang berlaku dalam gereja kita sendiri.

    Wewenang jabatan-jabatan ini berbeda-beda. Namun perlu ditegaskan bahwa Perjanjian Baru tidak mengenal jabatan imam, yang berfungsi sebagai perantara manusia kepada Allah serta menyampaikan anugerah Allah kepada orang berdosa. Dalam Perjanjian Baru kata "imam" dipakai dalam bentuk tunggal hanya untuk Yesus. Dia unik sebagai Imam Agung sebagaimana diberlakukan-Nya di Golgota, dan keunikan-Nya itu membuat imam-imam perantara lainnya tak perlu lagi. Jika seseorang mencoba bertindak sedemikian, itu merupakan penghujatan yang menolak kurban Kristus yang berlaku sekali untuk selama-lamanya, dan seolah-olah berkata bahwa kurban-Nya tidak efektif. Namun konsep keimaman masih terdapat dalam Perjanjian Baru, yakni dalam "keimaman semua orang percaya" yang menunjuk pada tugas-tugas keimaman umum dari seluruh umat Allah (Ibr 13:15-16; bnd. Rom 12:1-2; 1Pet 2:5,9; Wahy 1:6*).

    Ada bahaya besar kalau orang-orang tertentu terlalu ditinggikan dalam gereja, apakah dia ditahbiskan atau tidak. Bahaya itu dapat dihindari dengan mengakui bahwa sebenarnya pelayanan Kristen adalah pelayanan oleh Kristus sendiri. Ucapan paling mendalam yang dapat diutarakan tentang pelayanan Kristen dalam segala bentuknya ialah bahwa pelayanan itu tak lain dari pelayanan Tuhan yang bangkit di antara dan melalui umat-Nya (Rom 15:18*). Pengertian ini juga tersirat dalam gagasan gereja sebagai tubuh Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    c. Pelayanan di luar gereja

    Pelayanan gereja pertama-tama ditujukan kepada mereka yang tercakup dalam persaudaraan seiman (Gal 6:10*). Namun tak mungkin kegiatan itu berhenti di situ saja, sebab pelayanan Yesus yang paling mendalam ditujukan kepada musuh-musuh-Nya (Rom 5:6-8*). Karena itu gereja harus memuliakan Tuhan dengan bertindak sebagai garam dan terang dalam masyarakat (Mat 5:16*), tidak hanya melalui pekabaran Injil tetapi juga melalui usaha-usaha lain untuk mempengaruhi masyarakat untuk hidup dengan lebih adil, murni, jujur dan rahmani, yang lebih mendekati sifat Allah sendiri dan karena itu menghormati Dia.

    Cara utama yang dipakai gereja dalam melaksanakan tanggung jawab itu, selain kesaksian langsung mengenai Injil, adalah membentuk pria dan wanita Kristen yang kuat dan teguh, yang kehadiran sehari-harinya mempengaruhi corak dan suasana masyarakat. Tambahan pula, kadang kala gereja akan merasa perlu untuk bertindak secara kelompok sebagai respons atas kebutuhan-kebutuhan sosial tertentu.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    28.4 Kesaksian

    Ajakan untuk bersaksi (Yun. _marturia_ `kesaksian`) merupakan pokok perintah terakhir Yesus kepada rasul-rasul (Kis 1:8*) dan pada hari Pentakosta mereka mulai melaksanakannya. Gereja di Yerusalem tidak langsung mengadakan pekabaran Injil ke seluruh dunia; baru sesudah kematian Stefanus sebagai martir dan pelayanan Paulus, gereja dihadapkan pada tanggung jawabnya dengan segala dimensinya. Tetapi seperti diceritakan dalam Kisah, rencana Tuhan terlaksana: "Kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi" (Kis 1:8*). Gereja sekarang ini adalah keturunan secara rohani dari generasi pertama orang percaya, hanya kalau menyerahkan diri pada tugas untuk bersaksi seperti mereka.

    Dalam konteks hukum, _marturia_ berarti membuat pembelaan; kesaksian lisan adalah intinya. Tentu saja perbuatan orang Kristen harus sesuai dengan perkataannya, tetapi tugas pokok yang dipercayakan Yesus kepada gereja meliputi kesaksian dengan kata-kata (Mat 28:19-20*; Yoh 20:21 dst.; Kis 10:42-43*).

    Bila bersaksi, perhatian harus ditujukan kepada karya Allah yang objektif dalam Kristus. Sayang sekali bahwa hal bersaksi itu kadang-kadang disamakan dengan menceritakan bagaimana seorang pribadi beroleh iman. Tak perlu diragukan bahwa cerita seperti itu kadang kala dapat memberi warna otentik kepada kesaksian, namun harus ditekankan bahwa inti kesaksian terletak dalam usaha mengarahkan orang kepada Kristus sambil mencoba menghadapkan mereka kepada karya-Nya untuk menyelamatan manusia.

    Tugas kesaksian ini diwarisi oleh gereja Perjanjian Baru sebagai Israel baru dari tugas yang gagal direalisasikan oleh Israel dalam Perjanjian Lama (Kej 12:1-3; 18:18; Yes 49:6; bnd. Yes 43:10,12; 44:8*).

    Terlalu sering dilupakan oleh gereja, dan khususnya oleh para teolog, bahwa tulisan-tulisan luhur Perjanjian Baru ditulis oleh misionaris dan penginjil yang terlibat dalam kegiatan yang sangat sulit, berupa penginjilan dan penggembalaan yang meminta pengorbanan besar. Hanya orang yang benar-benar menghayati misi mereka dan merasakan kegairahan yang mendesak untuk meletakkan dunia di kaki Kristus, yang sanggup menilai pemikiran dan menafsirkan ajaran mereka.

    Cukup banyak perdebatan terjadi mengenai hubungan antara pemberitaan dalam bentuk kata-kata dan bentuk-bentuk pelayanan Kristen lain di dunia, misalnya di bidang pendidikan, medis dan sosio-politis. Boleh dikatakan, kesaksian dalam pengertian Perjanjian Baru terutama sekali merupakan pernyataan verbal, namun kita harus sadar bahwa ini tidak mencakup seluruh tugas gereja di dunia. Perspektif yang lebih luas ini dapat disebut "misi", yang mencakup segala sesuatu yang ditugaskan kepada gereja yang diutus Allah ke dalam dunia. Dengan demikian memberi kesaksian bukanlah keseluruhan tugas gereja, walaupun tetap sentral dalam penugasannya. Tugas untuk bersaksi mengenai Injil di seluruh dunia dalam setiap generasi merupakan prioritas gereja setiap generasi. Unsur tugas gereja itu tidak boleh diturunkan menjadi sekunder saja.

    Dapat dicatat bahwa tanggung jawab untuk bersaksi, yaitu mengembangkan tugas rasuli, pertama-tama terletak di tangan persekutuan rasuli, yaitu gereja. Sebagai individu, orang bertanggung jawab untuk bersaksi kepada teman, rekan dan tetangganya; namun hal itu tidak terlepas dari gereja setempat yang ditugaskan Tuhan untuk mengadakan kesaksian di tempat tersebut. Sebab itu, seharusnya jemaat setempat memampukan serta mengatur anggota-anggotanya agar menjadi saksi-saksi Kristus di dunia. Dan kiranya setiap orang Kristen melimpahkan seluruh usaha, doa dan karunianya kepada program penginjilan dari gereja atau kelompok Kristen setempat.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Ibadah:
    Kejadian 8:20; Keluaran 15:1-18; 1Samuel 2:1-10; 1Tawarikh 29:10-13*;
    Nehemia 9:5-6; Mazmur 148:1-150:6; Yesaya 6:1* dst.;
    Amos 5:21-27; Maleakhi 3:10*;
    Matius 6:1-18; 18:20; Markus 14:22-26; Yohanes 4:24; Roma 12:4-8*;
    1Korintus 11:18-22; 16:1-4; Filipi 1:9-11; 3:3; 4:20*;
    1Timotius 1:17; 3:16; 4:13; 6:15-16; Ibrani 10:19-25; 13:15*;
    Yakobus 5:13; Yudas 1:24-25; Wahyu 1:5-6; 4:8-11; 5:11-14; 22:16*.

    Persekutuan:
    Kisah 2:42-47; Roma 5:5; 12:13; 15:1,5-7,25-26*;
    1Korintus 10:16; 13:1-13; 1Tesalonika 3:6,12-13; 2Tesalonika 1:3*;
    Ibrani 13:2,16; 1Petrus 4:9; 1Yohanes 1:3,7*.

    Pelayanan:
    Keluaran 35:10-33; Bilangan 18:15-16; 19:12; Hakim 3:10*;
    1Samuel 10:10; Nehemia 8:7-8*;
    Markus 4:10-11; Lukas 6:12-13; 22:24-27*;
    Yohanes 13:14-16; 20:21; Kisah 6:1-7; 11:30; 14:23*;
    Efesus 4:11-16; 1Timotius 3:1-13; 1Petrus 5:1-5; Wahyu 1:6*.

    Kesaksian:
    Yesaya 43:10-13*;
    Matius 28:18-19; Kisah 1:8; 4:20; 13:1-3*;
    2Korintus 5:11-20; 1Yohanes 1:2*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Prinsip-prinsip apa yang melandasi ibadah umat Allah dalam Perjanjian Lama? Sebutkanlah beberapa perbedaan dengan ibadah menurut Perjanjian Baru.

    2. Bahaslah peranan kebebasan dan keteraturan dalam ibadah: petunjuk apa yang diberikan oleh Alkitab di sini?

    3. Apa yang dimaksudkan dengan "persekutuan" (_koinonia_)? Selidikilah cara-cara persekutuan ini dinyatakan dalam gereja-gereja Perjanjian Baru. Apa padanannya sekarang ini?

    4. Cobalah menilai arti pokok-pokok berikut bagi persekutuan sejati:

      1. ajaran rasuli (Kis 2:42*),
      2. perjamuan kudus (1Kor 10:11*), dan
      3. Roh Kudus serta karunia-Nya (1Kor 12:1-31*).
    5. Apa artinya ajaran Alkitab mengenai karunia-karunia Roh dalam hubungannya dengan pelayanan di gereja?

    6. Sebutkan syarat-syarat Perjanjian Baru untuk pelayanan-pelayanan khusus di gereja (bnd. 1Tim 3:1-13; Tit 1:9-15; Kis 6:3*).

    7. Bagaimana kesaksian gereja dapat memuliakan Allah?

    8. Apa yang tercakup dalam "misi"?

    9. Apa dasar-dasar alkitabiah bagi keterlibatan sosial orang Kristen?

    10. Apa yang diajarkan oleh Alkitab tentang misi melalui

      1. doa,
      2. persembahan berupa uang,
      3. kesaksian secara perorangan, dan
      4. kesaksian secara bersama?

    Selidikilah dampaknya di setiap bidang bagi tanggung jawab pribadi Anda kepada misi.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 28. Kehidupan Gereja [Indeks]

    Kepustakaan (28)

    Allen, Roland.
    1960 _Missionary Methods -- St. Paul`s or Ours?_ (World Dominion Press).
    Bavinck, J. H.
    1961 _An Introduction to the Science of Missions_ (Presbyterian &
    Reformed),
    Blauw, J.
    1974 _The Missionary Nature of the Church_ (Lutterworth).
    Bridge, D. & Phypers, D.
    1973 _Spiritual Gifts and the Church_ (IVP).
    Copley, D.
    1978 _Building with Bananas_ (Paternoster).
    Douglas, J. D.
    1975 _Let the Earth Hear His Voice_ (Worldwide).
    Green, E. M. B.
    1964 _Called to Serve_ (Hodder).
    Martin, R. P.
    1964 _Worship in the Early Church_ (Morgan & Scott).
    Milne, B.
    1978 _We Belong Together_ (IVP).
    Morris, L.
    1964 _Ministers of God_ (IVP).
    Packer, J. I.
    1961 _Evangelism and the Sovereignty of God_ (IVP).
    Stott, J. R. W.
    1969 _Our Guilty Silence_ (IVP).
    1975a _Baptism and Fullness_ (IVP, edisi ke-2; ada juga terjemahan ke
    dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh YKBK).
    1975b _Christian Mission in the Modern World_ (Falcon).



    Indeks Bab 29: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.F 01012]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 29 Pertumbuhan Gereja ................................ 01312

    Ps 29.1 Firman Allah ................................. 01312

    Sb 29.1.a Khotbah (Pemberitaan Firman) .............. 01313

    29.1.b Penelaahan Alkitab Secara Pribadi ......... 01313

    29.1.c Penelaahan Alkitab Berkelompok ............ 01314

    Ps 29.2 Sakramen ..................................... 01315

    Sb 29.2.a Baptisan .................................. 01316

    29.2.b Perjamuan Kudus ........................... 01317

    Ps 29.3 Doa .......................................... 01318

    Ps 29.4 Persekutuan .................................. 01319

    Ps 29.5 Penderitaan .................................. 01320

    Bahan Alkitab .............................................. 01321

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01322

    Kepustakaan ................................................ 01323



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    29. PERTUMBUHAN GEREJA

    Seharusnya gereja lebih merupakan organisme daripada organisasi, artinya gereja adalah sesuatu yang hidup dan bertumbuh. Pertumbuhan itu menyangkut baik kuantitas (menambah anggota melalui pekabaran Injil) maupun kualitas (memperdalam dan mematangkan kehidupan dan imannya). Dalam pasal ini kita memperhatikan secara khusus aspek kedua itu, tetapi sebenarnya kedua dimensi itu tidak pernah dapat terpisah. Gereja yang sehat dan bertumbuh akan diberkati baik dengan penambahan orang yang baru bertobat maupun akan menjadi semakin serupa dengan Kristus. Allah telah menyediakan sarana tertentu untuk mencapai pertumbuhan ini.

    29.1 Firman Allah

    Sarana Allah yang paling unggul untuk memperbarui umat-Nya menurut citra Kristus adalah firman-Nya (Yoh 17:17; bnd. 2Tim 3:16-17*), karenanya pengajaran firman adalah sentral dalam pekerjaan pendeta (2Tim 4:2*) sebagaimana terlihat dalam contoh Paulus sendiri (Kis 20:20-21*). Sama seperti Roh Kudus menggunakan firman untuk membawa orang kepada iman dalam Kristus (Ef 1:13*), begitu juga Ia memakainya untuk pengudusan (Ef 5:26-27*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    a. Khotbah (pemberitaan firman)

    Pembacaan dan penjelasan Alkitab oleh kuasa Roh Kudus mempunyai arti yang tak terhitung nilainya bagi pembaruan dan pertumbuhan umat Allah. Sesungguhnya kehidupan gereja setempat bergandengan dengan penjelasan firman yang diterimanya, artinya, khotbah-khotbah yang mengupas ajaran Alkitab dan menerapkannya secara relevan. Jika pengajaran dalam khotbah dangkal saja, demikian pula kehidupan gereja.

    b. Penelaahan Alkitab secara pribadi

    Menjadi orang Kristen yang mantap berarti harus belajar firman Allah. Karena itu, disiplin menelaah Alkitab setiap hari adalah cara pertumbuhan rohani yang nyata dan diberkati Tuhan. Membaca dan merenungkan Alkitab secara pribadi dapat membawa berkat-berkat yang tak terhitung banyaknya.

    Memang harus diakui juga ada bahaya dalam kebiasaan ini, misalnya sikap yang bersifat takhyul saja bisa berkembang jika bagian Alkitab untuk dipelajari dilepaskan dari konteksnya dalam Alkitab, dan si pembaca mencoba memperoleh pesan khusus dari dalamnya yang berhubungan dengan keadaannya hari itu. Tentu saja sewaktu-waktu Allah membuat firman-Nya menjadi luar biasa relevan untuk keadaan khusus, tetapi perlu diingat bahwa seluruh Alkitab adalah firman Allah untuk manusia sepanjang waktu; kebenaran yang terkandung di dalam setiap ayat adalah bagian dari keseluruhan kebenaran dalam konteks alkitabiah dan teologis (lihat di atas: ps 3.6). Prinsip-prinsip penafsiran yang tepat harus dipakai dalam usaha pribadi untuk mengerti Alkitab, bukan hanya dalam usaha di depan umum.

    Perlu juga menjaga terhadap bahaya lain, yaitu menganggap bahwa kita layak menerima berkat Tuhan karena sudah memenuhi kewajiban sehari-hari untuk belajar Alkitab; atau sebaliknya, bahaya merasa salah dan yakin bahwa "hari ini pasti kacau" karena tidak sempat mempelajari Alkitab. Allah yang berdaulat dalam kemuliaan tidak bergantung pada usaha kita yang lemah. Tanpa itu pun Dia dapat memberlakukan maksud-Nya dalam kehidupan kita, untuk melindungi dan memberkati menurut kemurahan-Nya.

    Namun demikian, janganlah kita membiarkan bahaya-bahaya ini menghalangi kebiasaan seumur hidup untuk mempelajari firman Allah setiap hari, suatu kebiasaan yang tak ternilai manfaatnya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    c. Penelaahan Alkitab berkelompok

    Kita melihat adanya kelompok penelaahan Alkitab informal dalam Perjanjian Baru (Kis 17:11*). Kelompok seperti ini telah menjadi faktor dalam pembaruan gereja, khususnya ketika berkhotbah di depan umum dilarang atau ditolak. Namun agar menjadi bermanfaat, diperlukan kepemimpinan tangguh dan keuletan dalam menghindari kecenderungan untuk menyimpang dari pokok pembicaraan, menonjolkan pendapat sendiri, atau tukar menukar kesaksian yang tidak jelas hubungannya dengan bagian Alkitab yang sedang dipelajari. Asalkan bahaya ini disadari dan dihindari, tak salah lagi, penelaahan Alkitab berkelompok merupakan cara yang benar-benar melestarikan pertumbuhan gereja.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    29.2 Sakramen

    "Sakramen" (Lat._ sacramentum_) secara sederhana dapat disebut "ungkapan lahir dan nyata dari anugerah batin dan tidak nyata" (Katekismus gereja Anglikan). Jika istilah ini dibatasi pada yang diperintahkan oleh Kristus, hanya ada dua sakramen: baptisan dan perjamuan kudus. Ada yang menganggap bahwa hal ini ditegaskan dalam dua ketetapan Perjanjian Lama yaitu sunat dan Paskah.

    Pada Konsili Trent (1545-63) Gereja Roma Katolik mengaku tujuh sakramen, karena mereka menambahkan hukuman dosa (_penitentia_), pentahbisan imam, pernikahan, peneguhan sebagai anggota jemaat dan pemberian minyak kepada orang pada saat meninggal. Mungkin saja acara-acara seperti itu ada gunanya dalam kehidupan gereja, namun tidak ada dukungan dalam Alkitab untuk menganggapnya sakramen. Sedangkan orang Kristen Menonit mengenal satu sakramen tambahan, yaitu "pembasuhan kaki" berdasarkan Yohanes 13:14-15*. Harus diakui bahwa pembasuhan kaki itu sering menghasilkan kerendahan hati dan keindahan watak dalam budi pekerti kelompok-kelompok tersebut, namun hampir semua penafsir setuju bahwa perintah Yesus ini hanya menuntut sikap saling melayani dengan rendah hati, bukan menetapkan sakramen.

    Ada juga orang Kristen, seperti Bala Keselamatan, yang tidak melaksanakan sakramen, bahkan mereka melawan usaha untuk menghargai sakramen secara berlebihan atau membatasi anugerah Allah kepadanya. Namun kebanyakan orang Kristen berpendapat bahwa ini tidak cukup sebagai alasan untuk mengabaikan perintah Kristus untuk melaksanakan sakramen.

    Sakramen mempunyai tiga unsur utama, yakni tanda, anugerah dan hubungan antara kedua-duanya.

    1. _Tanda yang dilihat_ berupa air pada baptisan dan roti serta anggur pada perjamuan kudus.

    2. _Anugerah yang tidak dilihat_ ditunjukkan oleh sakramen itu. Banyak orang Kristen ingin menambahkan di sini bahwa sakramen memeteraikan anugerah itu (menjaminnya) bagi orang percaya. Dalam hal baptisan, anugerah ini adalah "permandian kelahiran kembali" (Tit 3:5*), pengampunan dosa (Kis 2:28*), penyatuan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan (Rom 6:1*) serta keanggotaan dalam tubuh Kristus (1Kor 12:12*). Dalam hal perjamuan kudus, anugerah adalah penerimaan manfaat pengurbanan Kristus (1Kor 10:16*), semacam makanan rohani dari tubuh Kristus (1Kor 11:24*) dan persekutuan dengan umat Allah (1Kor 10:17*).

    3. _Hubungan sakramental_ antara tanda yang dilihat dan anugerah yang tidak dilihat diartikan menurut berbagai cara. Pada satu ekstrim, ada yang menganggap tanda dan anugerah itu identik; sedangkan pada ekstrim yang lain, hubungan antara tanda dan anugerah diartikan hanya secara simbolis. Yang terakhir itu sering dihubungkan dengan reformis abad ke-16, Zwingli. Ayat-ayat utama yang menyatakan bahwa Kristus menetapkan baptisan dan perjamuan kudus juga menyebut hal mengajar (Mat 28:20) dan memberitakan (1Kor 11:26*). Sakramen-sakramen adalah sakramen Injil, yang menunjuk kepada Kristus, kematian dan kebangkitan-Nya bagi orang berdosa. Para reformis ketika mengoreksi penyalahgunaan sakramen oleh gereja yang bersifat takhyul itu, menekankan perlunya memberitakan firman pada waktu melaksanakan sakramen. Mereka mendukung Augustinus yang melukiskan sakramen sebagai "kata-kata Allah yang nyata". Ini prinsip yang penting, karena hanya dalam terang firman sakramen itu dapat berperan secara tepat, yaitu sebagai penegasan dan dukungan yang mengantar kepada Kristus dan menegaskan iman kepada Dia.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    a. Baptisan

    Perjanjian Lama menyebutkan upacara penyucian atau acara lain yang menggunakan air untuk menyatakan pembersihan dari polusi dan rasa bersalah karena dosa (Kel 19:14-15; Im 16:4,24; bnd. Mazm 51:4*).

    Dalam konteks langsung misi Yesus, baptisan yang dilaksanakan oleh Yohanes (Mr 1:2-11; Yoh 19:34*) menitikberatkan dua pokok. Baptisan itu adalah baptisan karena bertobat (Mat 3:2*), mendahului kedatangan kerajaan Allah yang akan membawa penghakiman berat (Mat 3:7-12*).

    Yesus sendiri dibaptiskan oleh Yohanes. Ini menimbulkan pertanyaan mengapa Dia harus dibaptis sebagai tanda pertobatan, sedangkan Dia tak berdosa, suatu hal yang juga membingungkan Yohanes (Mat 3:14*). Penjelasannya ada dua. Pertama, Yesus sadar bahwa Mesias yang dijanjikan harus menjadi satu dengan mereka yang Ia selamatkan: "Biarlah hal itu terjadi karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah" (Mat 3:15*). Kedua, Yesus menyerahkan diri terhadap Bapa-Nya di depan umum untuk karya penyelamatan (Mat 3:17*) dengan cara yang jelas mengakui Yohanes sebagai pendahulu-Nya yang dipilih Allah (Luk 7:24 dst.; Mal 3:1*).

    Yesus mengizinkan murid-murid-Nya untuk membaptis pada permulaan pelayanan umum-Nya ketika Yohanes masih aktif (Yoh 3:22; 4:1*). Ia juga menyebutkan pekerjaan-Nya sebagai pembaptisan, suatu penyelaman dalam air penuh penderitaan (Luk 12:50*; Yun. _baptizo_ `selam`, atau `menyebabkan binasa karena tenggelam`).

    Sebagai Tuhan yang telah bangkit Yesus mengutus gereja untuk menjadikan bangsa-bangsa sebagai murid-Nya dan membaptisnya dalam nama Allah Tritunggal: Bapa, Anak dan Roh Kudus (Mat 28:19-20*). Selebihnya, Perjanjian Baru menceritakan bagaimana gereja menggenapi penugasan itu.

    Arti baptisan

    Baptisan adalah _pengakuan iman dalam Kristus _(Rom 6:3-4; 1Pet 3:21*; Kis 8:37*), yang berhubungan dengan pengakuan di depan umum bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat (Kis 2:38; 10:48; 8:16*).

    Baptisan adalah _mengalami persekutuan dengan Kristus_ (Kol 2:12*). Calon baptisan dihubungkan oleh iman dengan Tuhan yang atas nama-Nya ia dibaptis, supaya dalam pengertian tertentu ia ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus itu. Maka bagi Perjanjian Baru baptisan adalah saat ideal ketika orang berdosa bergabung dalam persekutuan dengan seluruh kegiatan penebusan Kristus, hidup, kematian, kebangkitan, kenaikan dan pemerintahan-Nya (Gal 2:20; Ef 2:5-6*). Ini tidak berarti bahwa keselamatan diberikan melalui acara baptisan itu sendiri. Hanya iman yang menyelamatkan atau, lebih tepat lagi, Kristus (yang diterima oleh iman) yang menyelamatkan. Tetapi dalam Perjanjian Baru, baptisan biasanya dilakukan saat iman itu dinyatakan di hadapan umum, sehingga merupakan tanda seseorang mengaku iman kepada Kristus dan memperoleh berkat penyelamatan-Nya berupa penyucian dari dosa, pembaruan dalam Roh, perlengkapan untuk pelayanan dan penerimaan menjadi anggota tubuh Kristus (1Kor 12:12; 1Pet 3:21*).

    Baptisan adalah _penyerahan diri untuk hidup bagi Kristus_ (Rom 6:4-22*). Jadi hidup sembrono dilihat sebagai penyangkalan baptisan.

    Baptisan adalah _janji penggenapan melalui Kristus_ (Rom 6:22*). Seperti perjamuan kudus, baptisan mengarahkan perhatian ke belakang kepada peristiwa-peristiwa besar tentang Injil pada masa lampau, dan ke depan kepada penggenapan kerajaan, yang sudah mulai dialami oleh orang yang bersatu dengan Kristus melalui iman.

    Baptisan dan gereja

    Pada zaman Perjanjian Baru tidak ada orang Kristen yang tidak termasuk salah satu gereja atau persekutuan Kristen, karena respons kepada Injil dengan baptisan membawanya ke dalam persekutuan dengan kelompok umat Kristen setempat. Kesulitan sekarang untuk menerapkan ajaran ini pada masa kini adalah karena baptisan dipisahkan dari pertobatan (pengakuan menjadi pengikut Kristus) sehingga sering kali bertahun-tahun memisahkannya. Kita juga terhambat karena "gereja" sudah mendapat struktur berlembaga dan tidak lagi hanya persekutuan hidup dari orang-orang dalam Kristus seperti dulu.

    Baptisan dan Roh Kudus

    Sejumlah ayat menunjukkan kaitan antara baptisan dengan air dan baptisan dengan Roh (Gal 3:26-27; 1Kor 12:12; Kis 2:38*).

    Siapa yang boleh dibaptis?

    Ajaran di atas akan diterima oleh orang Kristen yang termasuk dalam beraneka ragam gereja (denominasi), tetapi ada satu pokok perbedaan dasar yang masih perlu disebut. Apakah baptisan itu terbatas untuk orang yang menyatakan iman dalam Kristus, ataukah baptisan dapat dilaksanakan juga kepada anak-anak orang percaya? Dalam Perjanjian Baru baptisan agaknya dilaksanakan bagi orang yang menyatakan iman pribadi mereka, sehingga masalahnya menjadi: dukungan Alkitab apa yang dapat dikemukakan untuk pembaptisan anak? Di bawah ini diberikan beberapa argumentasi yang sering dipakai.

    1. Menurut beberapa orang ada dua sakramen dalam Perjanjian Lama, yakni sunat dan Paskah. Di dalam Perjanjian Baru baptisan menggantikan sunat sebagai upacara permulaan, dan perjamuan kudus menggantikan Paskah sebagai upacara persekutuan. Sunat dilakukan dalam keluarga setelah bayi laki-laki berumur delapan hari (Kej 17:12*); dengan begitu baptisan seharusnya juga berlaku bagi anak-anak orang percaya. Menurut pandangan ini kedua sakramen dikatakan sama dalam Kolose 2:11-12*, dan sifat kedua perjanjian sebagai perjanjian anugerah dan iman dinyatakan oleh Paulus dalam Roma 3:21-4:24*. Demikian juga pengertian janji dalam Kisah 2:39*.

      Tetapi masalahnya ialah, apakah ini penafsiran yang tepat dari Kolose 2:11-12* dan ajakan Paulus dalam Surat Roma? Ada juga pertanyaan, apakah pandangan ini dapat menampung kenyataan bahwa pada zaman Perjanjian Baru kedua upacara, sunat dan baptisan, dilangsungkan berdampingan. Yesus, murid-murid-Nya dan generasi pertama orang Kristen Yahudi semuanya diberikan kedua upacara itu; jadi tidak ada bukti bahwa gereja mula-mula menganggap yang satu sebagai pengganti dari yang lain.

    2. Dalam Perjanjian Baru ada berbagai laporan tentang baptisan terhadap seluruh anggota rumah tangga (Kis 16:15,13; 1Kor 1:16*; 1Kor 16:15-16*). Bukankah ini berarti bahwa anak-anak juga ikut dibaptis? Penangkis pandangan ini menunjuk pada keterangan mengenai iman dalam Kisah 16:31,34*; bahwa Lidia tidak dilukiskan sebagai seorang ibu muda dengan bayi kecil; dan bahwa anggota rumah tangga di Korintus disebut sebagai anggota yang bertanggung jawab (1Kor 16:15-16*). Apakah pokok-pokok penyanggahan ini meyakinkan?

    3. Paulus berbicara tentang anak-anak orang percaya dan menyebutnya "suci" (1Kor 7:14*). Walaupun tidak ada sebutan langsung tentang baptisan, agaknya ia menunjukkan perbedaan antara anak orang percaya dan anak orang yang tidak percaya. Tetapi dari segi yang lain, ditunjukkan bahwa istilah "kudus" (Yun. _hagios_, _hagiazo_) dipakai lebih dulu dalam ayat yang sama mengenai pengaruh "penyucian" suami atau istri Kristen terhadap jodohnya yang bukan Kristen. Rupanya kesimpulan apa pun yang diambil dari ayat ini mengenai anak-anak orang percaya harus juga diterapkan pada jodoh yang tidak percaya dalam perkawinan.

    4. Beberapa orang menyokong baptisan anak karena menganggapnya cara yang unik untuk menunjukkan kemurahan Allah yang bersedia menyelamatkan bahkan sebelum objek rahmat-Nya (anak) mendapat kesempatan untuk menunjukkan iman. Sedangkan mereka yang menentang pendapat ini mempertanyakan apakah pemisahan antara rahmat dan iman itu sesuai dengan ajaran Perjanjian Baru mengenai anugerah ataupun iman.

    Demikianlah beberapa alasan untuk membaptis anak dan jawaban terhadapnya yang sering didengar. Pada akhirnya pokok perselisihan yang hakiki adalah soal kesinambungan dan perbedaan antara perjanjian yang lama dan yang baru.

    Pada satu pihak, ada orang yang membatasi baptisan hanya pada orang percaya (aliran "baptis", yaitu gereja Baptis, Pentakosta dan lain-lain). Orang itu perlu merenungkan apakah mereka benar-benar memberi tempat pada unsur kesinambungan antara kedua perjanjian itu. Jika kesinambungan ini dianggap penting, maka fakta bahwa Perjanjian Baru tidak menyinggung masalah ini mendukung hal baptisan anak-anak, sejajar dengan penyunatan anak-anak, sama seperti kalau hal itu jelas disebutkan.

    Pada pihak lain, ada orang yang membaptis anak orang percaya (aliran "paedo-baptis", mencakup gereja Kalvinis dan Lutheran, Metodis dan Anglikan, demikian juga gereja Roma Katolik). Sebaiknya orang itu juga bertanya pada dirinya apakah mereka pernah mempertimbangkan unsur perbedaan antara kedua perjanjian itu. Apakah perjanjian baru yang mereka anut benar-benar _baru_? Apakah mereka sudah merenungkan fakta bahwa kerajaan Allah sudah dekat dan Mesias sudah datang, dengan segala dampaknya bagi arti iman? Jika tidak, fakta bahwa Perjanjian Baru tidak menyinggung baptisan anak-anak merupakan kesulitan serius.

    Orang Kristen masih tidak sependapat mengenai soal ini. Tetapi janganlah kita mengabaikan kenyataan bahwa Allah telah memberkati pelayanan hamba-hamba-Nya dari kedua belah pihak perselisihan, misalnya Luther dan Wesley (dari aliran "paedo-baptis") serta Spurgeon dan Billy Graham (dari aliran "baptis"). Pada zaman modern ada banyak orang Kristen yang berpendapat "paedo-baptis" dan banyak juga yang berpendapat "baptis". Sekalipun kita berbeda pendapat namun kita harus saling menghargai. Tidak perlu ada perselisihan fanatik mengenai masalah ini.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    b. Perjamuan kudus

    Sakramen Kristen kedua ini diberi berbagai nama, antara lain: perjamuan kudus, perjamuan malam, pemecahan roti, ekaristi, komuni, misa. Asalnya dari perjamuan malam terakhir, ketika "pada malam waktu Ia diserahkan" (1Kor 11:13*) Yesus menetapkannya sebagai acara yang harus dilangsungkan terus oleh murid-murid-Nya. Penyelidikan bukti yang relevan menyokong pandangan bahwa perjamuan malam terakhir itu adalah perjamuan Paskah tradisional yang oleh Yesus diberi arti baru. Pengidentikan ini membantu penafsiran dalam beberapa hal.

    "Inilah tubuhKu . . . Cawan ini adalah perjanjian baru . . . perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku" (Luk 22:19-20*). Yesus berbicara dalam bahasa Aram, jadi sebenarnya tidak ada kata yang berarti "adalah". Mungkin saja maksudnya "berarti" atau "mewakili".

    Pada abad pertama orang Yahudi melihat hubungan antara makan Paskah dan peristiwa keluaran yang dilukiskannya (Ul 16:3*). Dengan makan Paskah mereka percaya bahwa peristiwa masa lampau hidup kembali pada saat sekarang sehingga, seperti dikatakan Misyna, "di setiap generasi orang harus menganggap bahwa ia sendiri seolah-olah keluar dari Mesir". Mengikuti pikiran ini maka roti yang dipecahkan oleh Yesus pada makan malam itu dan cawan yang diambil-Nya berbicara tentang tubuh dan darah-Nya yang dikurbankan sebagai jalan keluaran baru (bnd. Luk 9:31*) dan untuk menetapkan perjanjian baru. Ketika perjamuan itu diulangi oleh murid-murid-Nya, acara itu berarti bahwa mereka berbagi rasa dalam peristiwa yang mendasari perjanjian itu (yaitu kematian Kristus) dan mengambil bagian dalam berkat-berkatnya.

    Kebanyakan bahasa Eropa harus menambah kata yang berarti "adalah" pada kalimat "roti ini tubuh-Ku" dan karena itu timbul teori yang menyamakan roti dan anggur dengan daging dan darah Yesus yang sesungguhnya, seolah-olah roti "adalah" (sama dengan) tubuh Yesus dan anggur adalah darah-Nya. Hal ini sama sekali tidak benar. Tetapi pandangan ekstrim yang lain, yang hanya melihat perjamuan kudus sebagai peringatan simbolis, semacam Hari Pahlawan versi Kristen, juga tidak memuaskan karena agaknya ada hubungan batin yang sungguh-sungguh dengan Tuhan dalam kematian-Nya dan bukan hanya peringatan bersifat mental (bnd. 1Kor 10:16*).

    Perjanjian yang lama antara Allah dan Israel sudah lama dirusakkan oleh ketidaktaatan dan kemurtadan bangsa itu (Yer 3:20*). Di tengah-tengah reruntuhan tatanan lama, Yeremia memimpikan suatu perjanjian baru yang akan dibuat oleh Allah ketika Ia akan menulis hukum-Nya "dalam hati mereka" dan dosa mereka tidak diingat lagi (Yer 31:31-34*). Hubungan baru ini menitikberatkan batin, tanggung jawab pribadi dan pengampunan dosa secara penuh dan tuntas, dan hubungan baru ini dimulai oleh Yesus dengan pengurbanan-Nya.

    "Cawan" perjanjian mempunyai berbagai hubungan dalam Perjanjian Lama. Pada umumnya cawan itu mengacu pada hubungan manusia dengan Allah. Kalau hubungan ini positif, manusia beriman menikmati piala yang penuh melimpah (Mazm 23:5*). Jika manusia berdosa dan berpaling dari Allah, ia mendapat piala beranggur pahit (Mazm 75:9*). Inti kepahitan itu terletak dalam hal menjadi kurban murka ilahi, dan rupanya di sinilah harus dicari arti sepenuhnya dari acuan pada saat perjamuan kudus sedang berjalan. Inilah cawan yang diminta oleh Yesus untuk dilewatkan dari-Nya di Getsemane (Luk 22:42-43*). Perjanjian baru dengan segala berkatnya tidak ringan dan tidak mudah untuk diberlakukan. Hanya ketika dampak-dampak yang mengerikan dari terputusnya hubungan manusia dengan Allah itu dihadapi, yaitu dengan jalan ada Orang yang menanggung murka ilahi terhadap dosa, maka perjanjian yang baru itu diwujudkan dan manusia yang berdosa itu ditebus.

    Orang Yahudi harus mengadakan perjamuan Paskah setiap tahun dan setiap kali mengakui ketergantungan mereka atas karya penebusan yang bersejarah itu serta menggunakan manfaatnya (Kel 12:14; 13:9*). Begitu pula, gereja dalam setiap perayaan perjamuan kudus memberi kesaksian mengenai karya bersejarah yang menjadi dasarnya itu, yaitu penebusan (1Kor 11:24-26*), dan kembali lagi merasakan melalui iman manfaat-manfaat kurban kudus itu.

    Setiap laporan tentang perjamuan itu mengarahkan pikiran ke depan pada akhir zaman. Menurut Matius dan Markus, Yesus mengatakan bahwa Ia tidak akan minum hasil pokok anggur sampai Ia minum yang baru dalam kerajaan yang akan datang (Mat 26:29; Mr 14:25*). Lukas mencatat bahwa Yesus mengatakan dalam konteks yang sama bahwa para murid akan "makan dan minum semeja dengan Aku di dalam kerajaanKu" (Luk 22:29-30*). Paulus menambahkan bahwa perjamuan kudus selalu harus dirayakan "sampai Ia datang" (1Kor 11:26*). Jadi, perjamuan kudus menurut pemikiran Yesus harus dengan sengaja dan sadar dirayakan sambil menunggu penggenapan kerajaan Allah yang akan datang. "Pada selamat tinggal-Nya ditambahkan `sampai jumpa lagi"` (Martin). Sayang pada perjamuan kudus modern, dimensi alkitabiah ini -- yakni sukacita mengharapkan penyatuan sempurna dengan Tuhan pada kedatangan-Nya kembali -- sudah hampir hilang.

    Ada empat garis penafsiran utama dalam gereja tentang pengertian tentang perjamuan kudus, yakni pandangan Roma dan tiga pandangan Protestan.

    Pandangan Roma

    Dalam misa, unsur-unsur roti dan anggur dikuduskan oleh imam, yang menurut peraturan sudah ditahbiskan dalam garis keturunan dari para rasul. Dengan demikian, menurut pandangan Roma, roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Memang rasa dan bentuknya masih tetap sama, tetapi substansi atau sarinya tidak lain dari tubuh dan darah Kristus sebenarnya. Secara teknis ini dikenal sebagai "transubstansiasi". Sebagai pengakuan akan hal ini, imam mengangkat hosti (Lat. _hostia_ `kurban persembahan`) untuk disembah oleh jemaat. Mereka yang mengambil bagian dalam sakramen dikatakan telah dijamu dari tubuh dan darah Kristus sendiri. Dasar pandangan ini berasal dari filsuf Yunani, Aristoteles, dan menuruti kerangka acuan yang gagasannya asing sekali bagi seorang Yahudi seperti Yesus. Lagi pula pandangan ini mengaburkan, bahkan menentang, penegasan yang sangat menentukan bahwa satu-satunya kurban pendamaian yang berlaku sudah dipersembahkan sekali untuk selama-lamanya di Golgota (Ibr 7:27; 9:12; 10:10*). Selanjutnya pernyataan bahwa imam mempersembahkan Kristus di mezbah kedengaran seperti menghujat bagi orang yang akrab dengan Alkitab.

    Pandangan Luther

    Luther menolak "transubstansiasi". Menggantikan pandangan itu ia mengemukakan bahwa tubuh dan darah Kristus ada "dalam" dan "di bawah" unsur roti dan anggur. Tidak ada perubahan dalam substansi unsur-unsur itu, tetapi pada waktu menerimanya jemaat sesungguhnya menerima tubuh Kristus yang sudah dimuliakan dan memang ada di mana-mana. Dengan demikian, Kristus benar-benar hadir dalam Perjamuan, dilokalisasi dalam unsur-unsur roti dan anggur yang tidak berubah sifatnya.

    Pandangan Zwingli

    Menurut pandangan ini perjamuan hanya bersifat simbolis. Secara hidup, sakramen ini mengingatkan jemaat akan apa yang dilakukan Kristus baginya di kayu salib dan dia diajak untuk kembali menyerahkan hidupnya kepada Allah dalam terang salib. Kristus hadir hanya dengan pengertian bahwa Ia selalu hadir dengan orang percaya melalui Roh Kudus yang mendiami manusia.

    Pandangan Calvin

    Calvin mengemukakan bahwa Kristus benar-benar menjadi jamuan, kalau peserta perjamuan datang dengan iman yang tulus. Kristus seutuhnya, daging maupun roh, yang dijamukan. Namun penekanan jatuh pada segi spiritual dan mistik dari persekutuan dengan Kristus melalui Roh Kudus. Oleh Roh Kudus, gereja mengalami persekutuan dalam perjamuan dengan kepala gereja yang dimuliakan, Tuhannya, dan makan dari-Nya untuk memupuk imannya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    29.3 Doa

    Dalam Perjanjian Lama terdapat sejumlah besar contoh tentang Allah yang memberkati bangsa-Nya sebagai jawaban atas doa mereka (Kej 18:16-33; Kel 3:7-10; Bil 21:4-9; 1Raj 18:20-39; Neh 1:1-11*). Lagi pula doa diberikan tempat yang sangat penting dan teratur dalam pelayanan Yesus (Luk 3:21; 5:16; 9:28-29; Ibr 5:7*) dan murid-murid dengan tekun mengikuti teladan-Nya baik secara bersama maupun secara individual (Kis 1:14; 2:42; 4:4-6,23-31; Ef 1:16; Fili 4:1-23*). Yesus tidak hanya memberi contoh. Ia juga mengajar murid-murid untuk selalu berdoa dan juga tentang bagaimana melakukannya (Mat 5:44*; Mat 6:5-15; Luk 1:1-13; 18:1-8*).

    Nasihat untuk berdoa bergema dalam tulisan-tulisan rasuli (Ef 6:18*; Kol 4:2; 1Tes 5:17; 1Tim 2:1-2; Yak 5:13-18*). Tentu saja orang tidak berdoa hanya karena doa itu menyenangkan. Doa yang seimbang mengandung puji dan syukur kepada Allah dan doa syafaat bagi orang lain selain permohonan pribadi. Meskipun begitu, kita didorong agar sering menghadap Allah dan memohon pertolongan dan berkat dalam tantangan hidup dan melayani Dia di dunia ini.

    Doa seharusnya tidak dilalaikan, baik secara bersama maupun secara perorangan. Janji akan berkat khusus dihubungkan dengan doa bersama (Mat 18:19-20). Hal ini dialami dalam gereja mula-mula (Kis 1:14*; Kis 2:42*). Cara berdoa secara teratur dengan teman seiman akan membawa angin baru dan kegairahan dalam permohonan dan syafaat pribadi yang sering kurang semangat dan tersendat-sendat. Kiranya tidak perlu disangsikan lagi bahwa sejak dahulu pemulihan kembali dalam gereja didahului serta diiringi doa pribadi dan bersama yang sungguh-sungguh.

    Alkitab menjanjikan bahwa doa yang demikian didengar dan Allah berkenan mengabulkannya. Jawaban atas doa mungkin tidak selalu seperti yang kita harapkan, tetapi kita boleh yakin bahwa pemberian Allah kepada orang yang berdoa merupakan hal terbaik untuk kepentingannya sebagai ungkapan kasih-Nya yang paling dalam. Selain itu, ada semacam anugerah bila kita menyisihkan waktu untuk berhubungan dengan Allah dalam doa. Anugerah itu tidak langsung nyata dan tidak dapat langsung diukur dan ada baiknya demikian, agar kita tidak mencari Allah hanya untuk apa yang bisa didapatkan dari-Nya. Namun sejarah Kristen membenarkan bahwa kehidupan yang dibina dengan berdoa secara teratur dan sungguh-sungguh adalah kehidupan yang akan banyak mengenal damai dan kuasa Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    29.4 Persekutuan

    Persekutuan dengan orang lain dalam tubuh Kristus mendatangkan anugerah yang ampuh bagi orang Kristen. Allah tidak pernah bermaksud agar orang Kristen hidup menyendiri dan mencoba untuk hidup seperti itu adalah bodoh (Yoh 15:1-8; Ef 4:1-16*). Sewaktu-waktu bisa timbul situasi yang membuat orang Kristen tidak mungkin bersekutu dengan orang Kristen lain, dan kita dapat yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan seorang pun dari anak-anak-Nya dalam keadaan seperti itu, tanpa penghiburan dan kehadiran-Nya yang khusus (1Raj 19:1-18; Kis 23:11*). Tetapi jika persekutuan terbuka bagi kita, maka kita hanya mengundang malapetaka rohani kalau tetap menyendiri. Dalam hal ini, bukanlah tidak berarti bahwa sebagian besar ajaran Alkitab mengenai kehidupan Kristen ditujukan kepada gereja, artinya kepada kelompok orang Kristen dalam persekutuan. Maka orang Kristen harus sadar bahwa orang lain dapat menyediakan persekutuan untuk kehidupan dan pertumbuhan Kristen kita; demikian juga kita harus berpartisipasi sepenuhnya dalam memberi dukungan untuk pertumbuhan anggota-anggota segerejanya (1Kor 12:24-25*; Gal 6:2; 1Tes 5:14*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    29.5 Penderitaan

    Gereja terpanggil untuk mengikuti Kepala dan Tuhannya, khususnya dalam penderitaan dan penolakan (Luk 14:25-33; Yoh 12:23-25; Rom 8:17*; Wahy 1:9*). Salib itu menentukan kehidupan dan misi Yesus, demikian pula harus menentukan kehidupan dan misi pengikut-Nya. Gereja itu merupakan persekutuan di bawah salib (Mr 8:3-38; Kis 14:22*; 2Tim 3:12*). Menurut Perjanjian Baru, penderitaan merupakan tanda dasar kesaksian dan kehidupan Kristen. Kata Yunani untuk "saksi" adalah _martus_ dan kata "martir" diturunkan dari kata itu.

    Dalam menggenapkan rencana-Nya untuk membentuk gereja menurut citra Tuhan dan memperluas kesaksiannya agar semakin lengkap di dunia, Allah memakai penderitaan, baik secara berkelompok maupun perorangan (Ayub 23:10; Mazm 119:67,71; Yoh 15:2; Rom 5:3; Ibr 12:4-13*; 1Pet 1:6-7*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Firman Allah:
    Bil 29:29; 2Tawarikh 34:14-33; Nehemia 8:1-8; Mazmur 1:1-3; 19:7-11*;
    Mat 4:1-10; Markus 12:24; Kisah 17:11; 20:27-32*.

    Baptisan:
    Keluaran 19:14-15; Imamat 16:4*;
    Matius 3:1-17; 28:19-20; Markus 10:38-39; Yohanes 3:22; 4:1*;
    Kisah 2:38,42-43; 8:16,36; 9:18; 10:47; 16:15*;
    1Korintus 1:13-17; 10:2; 12:12; Galatia 3:27-28; 1Petrus 3:21*.

    Perjamuan kudus:
    Keluaran 13:1-16; Yeremia 31:31-34; Matius 26:17-30*;
    Lukas 22:7-23; 1Korintus 10:14-22; 11:17-34*.

    Doa:
    Kejadian 18:16-33; 32:9-32; Keluaran 17:4-16; 33:12-23; Yosua 7:6-13*;
    2Samuel 7:18-29; 1Raja 3:3-15; 18:20-39*;
    2Raja 19:14-37; 20:1-11; Nehemia 1:1-11; Daniel 9:1-23*;
    Matius 9:38; 26:36-44; Markus 1:35; 9:29; 11:22-25*;
    Lukas 3:21; 5:16; 11:1-13; 18:1-8; Yohanes 16:24; 17:1-26*;
    Kisah 1:14; 12:5,9; Roma 1:9; 8:26; 10:1; 12:12; Efesus 6:18*;
    Kolose 4:2; 1Tesalonika 5:17; 1Timotius 2:1-2; Ibrani 5:7*;
    Yakobus 5:13-18*.

    Persekutuan:
    Kejadian 2:18; Keluaran 17:8-16; 1Samuel 23:16*;
    Lukas 22:28; Yohanes 15:1-8; Kisah 2:42-47; 4:32-37*;
    Roma 1:12; 15:1-7; 1Korintus 12:24* dst.;
    2Korintus 7:6; Galatia 6:2; Filipi 2:4; 1Tesalonika 5:11,14*;
    Ibrani 3:13; 10:24-25; Yudas 1:20*.

    Penderitaan:
    Ayub 23:10; Mazmur 66:10-12; 119:67,71*;
    Markus 8:35-38; Lukas 14:25-35; Yohanes 12:23-35; 15:2,18-19*;
    Kisah 14:22; Roma 5:3; 8:17; 2Korintus 1:3-9; 4:10-11; 12:7-10*;
    Galatia 6:14; Filipi 1:29; 3:10; 2Timotius 3:12; Ibrani 12:4-13*;
    1Petrus 1:6-7; 4:13; Wahyu 1:9*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Menurut Anda apa artinya "cara mendapatkan anugerah"? Berdasarkan Alkitab, tunjukkan peranan apa yang dipegangnya dalam pertumbuhan umat Allah.

    2. "Gereja tidak dapat bertumbuh lebih tinggi daripada tingkat keterangan tentang firman yang diterima melalui khotbah". Bahaslah!

    3. Selidikilah manfaat dan masalah yang berhubungan dengan

      1. penelaahan Alkitab pribadi, dan
      2. penelaahan Alkitab berkelompok.
    4. Apa "sakramen"? Jelaskan dasar alkitabiah dari pandangan bahwa ada dua, dan hanya dua, sakramen saja.

    5. Peranan apa yang harus disediakan dalam liturgi perjamuan kudus untuk

      1. firman Allah,
      2. persekutuan seluruh jemaat,
      3. peringatan akan penderitaan Kristus di salib,
      4. kepastian akan pengampunan bagi orang percaya yang bertobat, dan
      5. pengharapan akan kedatangan Kristus kembali dalam kemuliaan?
    6. Apa yang dapat dipelajari tentang baptisan dari

        Perjanjian Lama, dan
        Yesus?

    7. Apa argumentasi alkitabiah yang dikemukakan untuk mendukung pembaptisan anak-anak? Apakah hal-hal itu cukup meyakinkan Anda? Selidikilah kemungkinan persekutuan sejati dan kerjasama bagi mereka yang tidak sependapat mengenai masalah ini.

    8. Dengan cara apa persekutuan dan penderitaan mendapatkan anugerah? Tunjukkan nilainya dengan gambaran dari

      1. ajaran Alkitab dan biografi,
      2. pengalaman Anda, dan
      3. pengalaman orang Kristen yang Anda kenal.


    Mengenali Kebenaran -- Bab 29. Pertumbuhan Gereja [Indeks]

    Kepustakaan (29)

    Beasley-Murray, G. R.
    1972 _Baptism in the New Testament_ (Paternoster).
    Berkouwer, G. C.
    1962 _The Sacraments_ (Eerdmans).
    Bounds, E. M.
    1954 _Power through Prayer_ (Marshall, Morgan & Scott).
    Bonar, H.
    1966 _When God`s children suffer_ (Evangelical Press).
    Bridge, D. & Phypers, D.
    1977 _The Water that Divides_ (IVP).
    Fraser, J. O.
    1963 _The Prayer of Faith_ (CIM).
    Hallesby, O.
    1961 _Prayer_ (IVP).
    Kevan, E. F.
    1966 _The Lord`s Supper_ (Evangelical Press).
    Kingdon, D.
    1973 _Children of Abraham_ (Carey Publications).
    Lloyd-Jones, D. M.
    1971 _Preaching and Preachers_ (Hodder).
    Marcel, P. C.
    1953 _The Biblical Doctrine of Infant Baptism_ (James Clarke).
    Martin, R. P.
    1964 _Worship in the Early Church_ (Marshall, Morgan & Scott).
    Milne, B.
    1978 _We Belong Together_ (IVP).
    Murray, J.
    1952 _Christian Baptism_ (Presbyterian & Reformed).
    Packer, J. I.
    1963 _Eucharistic Sacrifice_ (Church Book Room Press).
    Ryle, J. C.
    1964 _Knots United_ (James Clarke).
    Sproul, R. C.
    1980 _Knowing God`s Word_ (Scripture Union).
    Spurgeon, C. H.
    1977 _Lectures to My Students_ (Baker).
    Stott, J. R. W.
    1961 _The Preacher`s Portrait_ (Tyndale Press).
    Stibbs, A. M.
    1950 _Understanding God`s Word_ (IVP).
    1955 _Obeying God`s Word_ (IVP).
    1960 _Expounding God`s Word_ (IVP).
    1962 _Sacrament, Sacrifice and Eucharist_ (Tyndale).



    Indeks Bab 30: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.F 01012]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 30 Gereja dalam Sejarah .............................. 01325

    Ps 30.1 Bentuk-bentuk Organisasi ..................... 01325

    Sb 30.1.a Episkopal ................................. 01325

    30.1.b Presbiterial .............................. 01326

    30.1.c Kongregasional (Independen) ............... 01327

    30.1.d Kesimpulan ................................ 01328

    Ps 30.2 Perspektif Sejarah ........................... 01329

    Sb 30.2.a Abad-abad Pertama ......................... 01329

    30.2.b Abad Pertengahan .......................... 01330

    30.2.c Reformasi ................................. 01330

    30.2.d Zaman Modern .............................. 01331

    Ps 30.3 Masa Depan Gereja ............................ 01332

    Bahan Alkitab .............................................. 01333

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01334

    Kepustakaan ................................................ 01335



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    30. GEREJA DALAM SEJARAH

    30.1 Bentuk-bentuk organisasi

    Kita dapat membedakan tiga pola umum, walaupun ada banyak kelompok yang tidak sepenuhnya tergolong salah satu pola tersebut.

    a. Episkopal

    Kata "episkopal" berarti pimpinan oleh para uskup (_episkopos_). Ini merupakan pola yang diikuti oleh gereja Anglikan dan, dengan modifikasi, gereja Lutheran dan Metodis. Mereka mengenal pelayanan rangkap tiga yang mencakup uskup, pendeta dan diaken. Dalam praktiknya, para diaken biasanya adalah pendeta dalam masa percobaan. Hanya para uskup yang boleh mentahbiskan yang lain untuk pelayanan, dan suksesi mereka harus ditelusuri kembali melintasi abad-abad yang lampau. Sistem ini tidak bisa dinyatakan alkitabiah dalam pengertian bahwa Alkitab mengajarkan sistem organisasi gereja seperti itu. Kini sudah diterima secara umum di antara para ahli dari semua tradisi bahwa kata Yunani _episkopos_ (uskup) dan _presbuteros_ (penatua) adalah padanan dalam Perjanjian Baru (Kis 20:17,28; Fili 1:1; Tit 1:5,7*). Jadi pengertian Perjanjian Baru tentang "uskup" pada umumnya tidak sama dengan pengertian dalam tradisi episkopal. Dalam Perjanjian Baru uskup adalah pejabat gereja setempat, dan biasanya beberapa uskup bekerja di dalam satu jemaat menurut pola penatua di sinagoge Yahudi.

    Pada pihak lain, gereja episkopal mengemukakan dua faktor penting untuk mendukung tradisi mereka. Pertama, adanya pelayanan di gereja mula-mula yang melampaui pelayanan jemaat setempat. Para rasul adalah contoh terbaik; dan rupanya para nabi kadang-kadang juga bekerja dengan cara demikian. Timotius, Titus dan Yakobus dianggap sebagai contoh pelayanan Perjanjian Baru "dimensi ketiga" ini, karena mereka jelas diberi tanggung jawab atas sejumlah jemaat. Kedua, sudah hampir pasti bahwa pelayanan rangkap tiga ini mempunyai sejarah yang dimulai tak lama sesudah zaman rasuli, dan menjelang pertengahan abad kedua sudah menjadi pola pelayanan Kristen hampir di mana-mana. Ketika gereja dihadapkan pada ajaran sesat di dalam lingkungan sendiri dan penganiayaan dari luar, pimpinan resmi diperkuat, khususnya jabatan uskup, untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Karena itu pola ini merupakan bentuk pelayanan yang telah memberi manfaat besar kepada gereja selama berabad-abad.

    Gereja Roma Katolik juga mengikuti paham episkopal. Ciri unik dari organisasinya adalah keunggulan uskup Roma, yakni Paus. Perbedaan dengan gereja Reformasi juga terdapat dalam pengertiannya mengenai pendeta sebagai imam yang berhak mempersembahkan kurban, suatu pengertian yang juga terdapat pada gereja Ortodoks Yunani dan aliran Anglo-Katolik dalam gereja Anglikan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    b. Presbiterial

    Pimpinan oleh para penatua (_presbuteros_) merupakan ciri khas gereja-gereja Calvinis di seluruh dunia. Biasanya para penatua membentuk satu badan pusat seperti majelis nasional dan dewan-dewan setempat dengan wewenang di wilayah geografis yang lebih kecil. Suatu bentuk presbiterial juga berlaku di gereja setempat yang dipimpin oleh sekelompok penatua. Bentuk ini dikatakan mendapat dukungan langsung dari Perjanjian Baru, yaitu tentang mengangkat penatua-penatua di jemaat-jemaat setempat. Pejabat-pejabat ini muncul dalam konsultasi dengan para rasul pada sidang Yerusalem dalam Kisah Para Rasul Kis 15:1-41*. Di antara penatua jemaat setempat, seorang dapat dipilih sebagai "penatua yang mengajar" untuk melayani firman dan sakramen, berbeda dengan penatua-penatua lainnya yang bersama dengan dia memegang pimpinan (bnd. 1Tim 5:17*). Pada tingkat lebih umum, organisasi gereja terdiri dari suatu sistem panitia-panitia, atau dewan, yang ditunjuk oleh gereja dengan wewenang berjenjang. Paham Presbiterial juga mengakui hak seluruh jemaat untuk ikut memilih pendeta. Para diaken bertindak sebagai pelayan pembantu yang memperhatikan urusan gereja sehari-hari. Berbeda dengan paham episkopal, maka di sini semua pendeta secara resmi berstatus sama.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    c. Kongregasional (independen)

    Dalam pola ini kepemimpinan ditangani oleh seluruh jemaat setempat (dari Ing. _congregation_ `jemaat`). Pola ini diikuti oleh gereja Baptis, gereja Kongregasional, sebagian besar gereja Pentakosta dan beberapa gereja independen lain. Jemaat setempat adalah kesatuan dasar: tidak ada pejabat atau badan gerejawi yang berhak memerintahnya. Segala urusan dan kebijaksanaan penting diserahkan kepada seluruh jemaat untuk memberi keputusan terakhir. Dalam hal ini pendeta, diaken dan penatua (kalau ada) setingkat dengan anggota lain. Masing-masing jemaat bebas mencari kehendak Tuhan tanpa campur tangan dari jemaat atau badan lain, walaupun dalam praktiknya kebanyakan gereja independen berkerja sama dengan yang lain dalam masalah yang menyangkut mereka bersama. Pentahbisan pendeta dapat dilaksanakan tanpa melibatkan gereja lain, walaupun dalam praktiknya hal ini jarang terjadi; bahkan banyak "kongregasionalis" menganggap perwakilan yang lebih luas penting. Pelayanan biasanya rangkap dua -- pendeta dan diaken -- meskipun dalam beberapa jemaat tanggung jawab rohani dipegang oleh pendeta bersama dengan sejumlah penatua. Ada juga beberapa jemaat kongregasional yang tidak mengangkat pendeta, dan para penatua melayani firman dan sakramen.

    Pendukung-pendukung pandangan ini mengacu pada peranan jemaat setempat dalam Perjanjian Baru. Sebagaimana telah kita lihat, Alkitab membahas sifat gereja berhubungan dengan jemaat setempat maupun tentang gereja secara keseluruhan. Agaknya dalam Perjanjian Baru kehidupan jemaat setempat tidak dikendalikan oleh badan-badan yang lebih tinggi atau pejabat dari luar jemaat itu, kecuali oleh para rasul dan wakil-wakil pribadi mereka seperti Titus dan Timotius. Pandangan ini dilandasi oleh keyakinan bahwa Kristus sebagai kepala gereja senantiasa ada di tengah-tengah umat-Nya dan berkuasa untuk menyampaikan kehendak-Nya tanpa perantaraan seseorang atau suatu kelompok.

    Dalam praktik, pola kongregasionalis mengakui manfaat persekutuan dan kerja sama antar gereja, asalkan tidak membatasi kebebasan dan tanggung jawab jemaat setempat untuk mencari dan melakukan kehendak Tuhan dalam urusan jemaat itu.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    d. Kesimpulan

    Dari uraian yang singkat ini tentang pola episkopal, presbiterial dan kongregesional, jelaslah tidak ada pola tunggal yang dapat dikatakan didukung oleh Alkitab secara gamblang. Ini tidak berarti bahwa bukti Alkitab harus dikesampingkan dan persoalan ini diputuskan berdasarkan alasan-alasan pragmatis. Namun, dalam menjadi anggota tubuh Kristus, kita harus memilih gereja yang mengikuti salah satu pola organisasi tersebut. Tanpa komitmen demikian, keanggotaan jemaat tidak ada artinya. Tetapi setiap orang Kristen harus mengakui bahwa pengertiannya terbatas, dan memberi kelonggaran dalam hal-hal yang tidak menentang ajaran Alkitab. Kasih adalah ciri khas umat Allah (Yoh 13:34-35*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    30.2 Perspektif sejarah

    a. Abad-abad pertama

    Pada masa sesudah zaman rasuli, gereja diartikan sebagai umat Allah, persekutuan rohani baru orang-orang yang percaya kepada Yesus. Orang boleh menjadi anggotanya melalui baptisan. Mereka membentuk semacam bangsa ketiga di samping dan yang berlainan dengan orang Yahudi dan orang kafir, dan mereka dikenal karena norma-norma moralnya yang tinggi dan kehidupan persekutuan yang rapat sekali.

    Selama abad kedua, perubahan-perubahan nyata mulai terjadi. Timbulnya ajaran-ajaran sesat memaksa mereka untuk memastikan batas-batas yang jelas. Tradisi-tradisi rasuli dipertahankan oleh para uskup yang dilihat sebagai pewaris para rasul. Hal ini menjurus pada pembentukan struktur-struktur yang tersentralisasi. Sifat gereja yang pada asalnya bersifat spiritual bergeser dan diganti dengan gereja sebagai lembaga lahiriah. Pergantian ini tidak tanpa perlawanan. Montanisme (abad kedua), Novatianisme (abad ketiga) dan Donatisme (abad keempat) dengan cara-cara yang berbeda berusaha mengembalikan kemurnian moral dan spiritual semula.

    Pimpinan gereja pada umumnya menolak gerakan-gerakan ini dan pergeseran terus terjadi. Cyprianus, yang menulis kira-kira pada pertengahan abad ketiga, berpendapat bahwa mengundurkan diri dari gereja nyata sama dengan melepaskan keselamatan. Seabad kemudian, Augustinus mengakui bahwa gereja sejati adalah persekutuan tidak nyata dari orang-orang yang dipilih oleh Allah, yang kudus, yang memiliki Roh Kudus dan yang dikenal karena kasih mereka yang sejati. Namun demikian ia berpendapat bahwa gereja sejati itu terdapat di dalam gereja Katolik, yang memegang wewenang rasuli melalui garis pergantian uskup dalam sejarah. Menurut dia, hanya dalam lingkungan gereja seseorang dapat dipenuhi dengan kasih ilahi dan menerima Roh Kudus melalui sakramennya.

    Pada abad-abad permulaan, gereja Kristen terpecah menjadi gereja Timur (Ortodoks) dan Barat. Asal-usul perpecahan terletak dalam pembagian kekaisaran Roma secara administratif dan politis, tetapi secara gerejawi perpecahan itu disebabkan oleh kegagalan menyelesaikan pertikaian mengenai pribadi Kristus seusai Konsili di Kalkedon. Gereja-gereja Timur lebih bersimpati pada pandangan Nestorius (bnd. di atas: ps 17.1.f) dan pandangan Monofisit (bahwa hanya ada satu kodrat dalam diri Kristus). Mereka juga berbeda pendapat tentang Roh Kudus, yang dikatakan keluar hanya dari Bapa, sedangkan pihak Barat menegaskan bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    b. Abad pertengahan

    Pada abad pertengahan gereja merupakan landasan masyarakat seluruhnya, sehingga tidak dianggap perlu adanya pembenaran teoretis. Dua perkembangan khusus dapat dicatat.

    Yang pertama menyangkut tradisi bahwa Petrus diunggulkan di atas rasul-rasul lain dan menjadi uskup Roma pertama. Kepada tradisi tersebut ditambahkan pernyataan bahwa wewenang tertinggi itu diteruskan kepada pewaris-pewaris Petrus yang menjadi uskup Roma. Paus dinyatakan sebagai "uskup sedunia" pada awal abad ketujuh. Perkembangan kepausan ini ditentang di Timur dan mengakibatkan pemisahan lagi antara gereja Ortodoks dan gereja Barat.

    Kedua, gereja Katolik yang nyata semakin disamakan dengan kerajaan Allah. Pandangan ini, yang didasarkan pada salah pengertian tentang pemikiran Augustinus, dikembangkan lebih jauh dengan penyebarkan dua dokumen palsu dari abad kesembilan yang menyatakan bahwa pengertian ini sudah diterima pada zaman kuno. Sebagai akibatnya, orang semakin mengupayakan supaya urusan kebudayaan dan politis ditempatkan di bawah wewenang gereja.

    c. Reformasi

    Dalam gereja pada abad keenam belas ada kebiasaan mengeluarkan surat penghapusan siksa atas dosa. Keberatan terhadap surat-surat itu segera meluas sampai mempersoalkan sifat gereja itu sendiri. Dipimpin oleh Martin Luther, para reformis mempertanyakan seluruh struktur gereja yang diwarisi dari abad pertengahan dan mempertahankan Injil keselamatan yang berdasar hanya pada anugerah Allah. Mereka ingin memperbarui gereja dari dalam, tetapi ketika ternyata hal itu tidak mungkin maka mereka keluar dari lingkungan Roma dan membentuk jemaat-jemaat baru. Dari sini kemudian muncul gereja-gereja Protestan. Pengertian Reformasi tentang gereja mengharuskan penulisan kembali buku-buku pelajaran teologi abad-abad terdahulu. Reformasi tidak menghasilkan satu pandangan umum mengenai gereja, tetapi suatu pendekatan tunggal yang meliputi beberapa tafsiran yang berbeda.

    Luther menolak ajaran Roma tentang ketidakkhilafan gereja di bawah pimpinan Paus, demikian juga ajarannya tentang keimanan dan sakramen. Ia memulihkan kembali pengertian gereja sebagai persekutuan rohani orang-orang percaya, yang semua adalah imam. Calvin menambahkan penekanan pada disiplin dan fungsi pendidikan dari gereja. Ia berusaha mengubah seluruh masyarakat Jenewa atas dasar firman Allah.

    Pandangan ketiga tentang gereja yang muncul pada waktu itu dapat dikatakan paling berpengaruh. Inilah pandangan anabaptis, yang dinamakan begitu karena mereka hanya membaptis orang percaya saja dan karena itu mereka membaptis kembali (Yun. _ana_) orang yang dibaptis waktu anak-anak. Walaupun ada sejumlah anggota anabaptis bertindak kurang waras dan menerima banyak sorotan, namun pada umumnya mereka mempunyai pandangan yang bijaksana dan kesalehan yang mengesankan. Mereka mengupayakan suatu reformasi yang lebih radikal lagi daripada reformasi Luther dan Calvin, dengan membentuk suatu gereja sektarian yang terdiri dari orang-orang yang menyatakan beriman dan memberi bukti tentang realitasnya. Ketetapan-ketetapan gereja dan hirarki pelayanan dianggap kurang penting dan pengalaman langsung seseorang akan anugerah Allah diberikan tempat sentral. Orang anabaptis mengajarkan pemisahan sepenuhnya dari gereja dan negara.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    d. Zaman modern

    Dari Reformasi muncullah cabang-cabang utama Protestantisme yang berkembang di samping tradisi Roma yang berlangsung terus. Dari banyak faktor penting periode terakhir, beberapa dapat dicatat.

    1. Gagasan bahwa gereja dan negara adalah sama, terus digempur. Meskipun dalam banyak negara Barat salah satu dari gereja-gereja Reformasi diberi hak istimewa sebagai gereja "nasional", namun di negera-negera itu masa kini agama makin menjadi soal keyakinan pribadi saja.

    2. Gerakan misi telah membawa Injil ke ujung dunia. Dampak usaha penuh pengorbanan dan visi ini ialah bentuk gereja sekarang ini sebagai persekutuan Kristen internasional.

    3. Terkait dengan gerakan misi itu adalah gerakan ekumenis internasional, yang mengakibatkan dibentuknya Dewan gereja-gereja sedunia (DGD) pada tahun 1948. Gerakan ini menyangkal usaha mempersatukan orang Kristen sedunia, namun secara konsisten menganjurkan kegiatan-kegiatan ke arah itu. Akhir-akhir ini jalannya agak susah, alasannya antara lain karena badan ini telah memperjuangkan beberapa sikap teologi yang radikal dan heterodoks.

    4. Ada tanda-tanda perubahan dalam gereja Roma Katolik. Selama tiga abad sesudah Reformasi dan Konsili Trent (1545-63), gereja Katolik mengikuti jalannya sendiri dan menolak gagasan-gagasan Reformasi. Namun suatu "katolisisme baru" telah muncul, khususnya sejak Konsili Vatikan II (1962-65) yang dipanggil oleh Paus Yohanes XXIII. Sikap terbuka terhadap pengaruh-pengaruh modern berlangsung terus pada tahun-tahun sesudah Vatikan II, termasuk di dalamnya kontak dengan gereja-gereja Protestan. Namun, kendatipun sebagian pihak Katolik lebih terbuka terhadap pengaruh kebudayaan dan dialog dengan orang Kristen dari tradisi lainnya, sikap resmi Roma mengenai beberapa ajaran pokok tidak berubah.

    5. Selama tahun-tahun terakhir ini telah muncul gereja-gereja dan kelompok-kelompok Kristen independen yang berkembang di seluruh dunia. Kebanyakan dari mereka bersifat Pentakosta dalam pengalaman pribadi dan bentuk ibadah. Mereka sangat mengutamakan ajaran Alkitab dan sering menunjukkan semangat besar untuk pekabaran Injil, kehidupan berkorban, sifat tidak kaku dalam struktur dan keterbukaan untuk menerima pimpinan langsung dari Allah. Begitu juga gereja-gereja dan kelompok-kelompok ini tidak merasa terikat pada tradisi atau bentuk iman Kristen yang dianut oleh gereja-gereja yang lebih besar dan bersejarah. Gereja semacam ini sangat mencolok di Barat dan Timur, di Utara dan Selatan.

    6. Materialisme, khususnya di negara industri Barat, telah mengakibatkan sekularisasi kehidupan dan karena itu keyakinan Kristen melemah secara mendalam dibandingkan generasi-generasi terdahulu. Dampak proses ini masih terus terasa, khususnya oleh mereka yang dahulu menganjurkan bentuk kekristenan "liberal". Di dunia sekarang ini, orang tidak tertarik lagi akan versi iman Kristen yang tidak tegas dan sudah melepaskan sifat supernaturalnya. Untung saja bahwa banyak gereja di dunia ketiga masih mempertahankan kegairahan iman yang jelas merupakan kelanjutan dari kekristenan zaman-zaman terdahulu. Ada juga getaran-getaran harapan dalam gereja-gereja lama dengan ditemukannya kembali wibawa Alkitab dan agama Kristen sebagai pengalaman dari Allah yang hidup dan dapat dirasakan, dan gaya hidup yang bersemangat di dunia ini, khususnya oleh para pemuda. Kebangkitan kembali aliran yang mengutamakan Alkitab dan iman ini sudah mulai melanda seluruh dunia, walaupun masih terlalu dini untuk meramalkan apakah aliran ini akan menjadi aliran dominan dalam agama Kristen secara internasional pada abad depan. Tidak perlu diragukan lagi bahwa ada masalah-masalah raksasa dalam peradaban internasional modern sehingga kebangunan kembali iman Kristen yang sejati sungguh-sungguh diperlukan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    30.3 Masa depan gereja

    Sebagai ciptaan Roh Kudus, gereja selalu melihat ke depan. Roh Kudus adalah kehidupan zaman baru, semacam cicipan dari kemuliaan yang akan datang, yang membuat umat Allah merindukan kepenuhan pada hari pengantin perempuan dipersatukan dengan suami surgawinya (Ef 5:25 dst.; Wahy 21:1* dst.).

    Sebab itu, kita tidak datang membatasi pemikiran kita pada gereja yang kita lihat sekarang, yang sering sama sekali tidak menyerupai pengantin perempuan surgawi sebagaimana ia akan jadi. Kita jangan lupa tentang persekutuan yang mulia pada masa mendatang yang akan menemani Kristus dan menerima bagian dalam warisan kekal-Nya. Ajaran tentang gereja tidak mungkin mengabaikan dimensi ini, yang akan dibahas dengan lebih lengkap di bawah dalam Bagian G.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Ul 11:16-17; Yehezkiel 34:1-31*;
    Mat 18:15-20; Luk 5:1-12; 6:12-16; Kisah 6:1-6; 15:1-29; 20:17,28*;
    1Korintus 1:2; 4:1; Efesus 4:1-16; Filipi 1:1*;
    1Timotius 3:1-13; 5:1,17-18; Titus 1:3,5-9; Ibrani 13:17*;
    2Yohanes 1:1-13; Wahyu 21:1-22:5*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan dukungan alkitabiah dan berikan penilaian Anda berhubung dengan pola organisasi gereja episkopal, presbiterial dan kongregasional. "Mengenai organisasi gereja, Perjanjian Baru lebih memberi prinsip-prinsip daripada pola yang rinci". Bahaslah pernyataan tersebut.

    2. Apa manfaat mempelajari sejarah gereja?

    3. Sebutkan tanda-tanda harapan dalam perkembangan akhir-akhir ini dari

      1. gereja setempat Anda atau kelompok Kristen Anda,
      2. situasi Kristen nasional, dan
      3. kemajuan kekristenan sedunia.
    4. Bagaimana masa depan gereja?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 30. Gereja dalam Sejarah [Indeks]

    Kepustakaan (30)

    Balchin, J. F.
    1979 _What the Bible Teaches about the Church_ (Kingsway).
    Chadwick, O.
    1964 _The Reformation_ (Penguin).
    Griffiths, M.
    1975 _Cinderella with Amnesia_ (IVP).
    Murray, I.
    1965 _The Reformation of the Church_ (Banner of Truth).
    Renwick, A. M.
    1958 _The Story of the Church_ (IVP).
    Smith, M. A.
    1971 _From Christ to Constantine_ (IVP).
    Stibbs, A. M.
    1959 _God`s Church_ (IVP).
    Watson, D.
    1978 _I Believe in the Church_ (Hodder).
    Walls, D. F.
    1973 _Revolution in Rome_ (Tyndale).



    Indeks Bab 31: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.F 01012]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 31 Penerapan ......................................... 01337

    Ps 31.1 Pentingnya Gereja ............................ 01337

    Ps 31.2 Kehidupan Gereja ............................. 01338

    Sb 31.2.a Ibadah .................................... 01338

    31.2.b Persekutuan ............................... 01338

    31.2.c Pelayanan ................................. 01339

    31.2.d Kesaksian ................................. 01339

    Ps 31.3 Masa Depan Gereja ............................ 01340

    Sb 31.3.a Pertumbuhan ............................... 01340

    31.3.b Visi ...................................... 01340



    Mengenali Kebenaran -- Bab 31. Penerapan [Indeks]

    31. PENERAPAN

    31.1 Pentingnya gereja

    Persekutuan dengan Kristus melibatkan persekutuan dengan umat-Nya. Gereja bukan hanya sarana penyaluran anugerah yang bermanfaat untuk pertumbuhan orang Kristen, melainkan merupakan bagian hakiki pengalaman Kristen. Menurut pengertian ini setiap orang Kristen sudah terhisap dalam gereja, yang merupakan konteks kehidupannya yang tak terelakkan.

    Kasih dan kepedulian Allah terhadap umat-Nya yang membawa Kristus sampai ke salib-Nya di Golgota (Ef 5:25*). Karena itu, tingkat penyesuaian kita dengan pemikiran Kristus akan menentukan sejauh mana kita memperhatikan gereja, panggilannya dan penyebarannya, kehidupan dan semangatnya, pengertian dan keyakinannya, perkembangan dan persatuannya, kemurnian dan kekudusannya di seluruh dunia maupun di dalam situasi diri kita setempat.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 31. Penerapan [Indeks]

    31.2 Kehidupan gereja

    a. Ibadah

    Gereja adalah persekutuan orang-orang yang beribadah. Orang Kristen perlu menegaskan komitmennya untuk beribadah secara umum dan memeriksa sikap kita terhadapnya. Sebagai imam-imam kita mempunyai hak istimewa dan juga tanggung jawab untuk membawa kurban syukur kita kepada Allah (Ibr 13:15*) sewaktu kita berkumpul setiap minggu. Bagaimana penghayatan kita terhadap pelayanan ibadah ini?

    b. Persekutuan

    Gereja adalah persekutuan dalam Roh. Orang Kristen perlu menegaskan komitmennya kepada persekutuan gereja setempat dan sikapnya terhadap teman seiman Kristen. Apakah ada perasaan benci, cemburu atau kesombongan yang harus kita sesali? Mungkin ada kritik, fitnah atau pergunjingan yang harus kita akui, bahkan mungkin sekali kita harus minta maaf, atau memaafkan karena sakit hati kita yang lama. Mungkin diperlukan kemurahan hati yang lebih besar dalam membagikan keramahan dalam hal waktu, persahabatan, dengan uang atau doa, atau dalam hal-hal praktis yang lain.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 31. Penerapan [Indeks]

    c. Pelayanan

    Gereja adalah persekutuan pelayanan. Orang Kristen perlu memeriksa sikapnya dan menegaskan komitmennya untuk melayani gereja dan dunia dalam nama Kristus. Untuk tujuan ini hendaklah tiap orang Kristen mengenal karunia-karunia yang diberikan Allah kepadanya melalui Roh agar dipakai dalam mengembangkan gereja setempat. Ia menghendaki supaya orang Kristen selalu siap untuk melayani di lingkungan dan di tempat kerja. Semua hal ini akan mempengaruhi orang dalam memilih pekerjaannya, juga di mana tempatnya.

    d. Kesaksian

    Gereja adalah persekutuan yang bersaksi. Orang Kristen perlu menegaskan komitmennya dan memeriksa sikapnya sebagai saksi bagi Kristus di dunia. Ini mencakup kejujuran dalam menghadapi beberapa pertanyaan. Apakah kita berdoa secara teratur dan penuh semangat untuk penyebaran Injil di seluruh dunia? Apakah doa itu diarahkan secara jelas dengan menggunakan informasi untuk doa yang tersedia? Apakah kita menyumbang secara teratur dengan pengorbanan kepada pekerjaan Kristus di seluruh dunia? Apakah kita terlibat dalam usaha-usaha gereja setempat untuk memperkenalkan Kristus di lingkungan kita? Apakah kita mencari kekuatan dari Tuhan untuk menjadi saksi yang setia dan efektif demi Kristus kepada tetangga, teman sekerja, teman pelajar atau di mana saja Tuhan telah menempatkan kita?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 31. Penerapan [Indeks]

    31.3 Masa depan gereja

    a. Pertumbuhan

    Orang Kristen perlu memeriksa sikapnya terhadap saluran anugerah dan penggunaannya. Ini berarti tanggung jawab untuk secara teratur membaca dan menelaah Kitab Suci, untuk mendengar khotbah dan eksposisi, dan untuk menerapkan pesan firman Allah itu dalam kehidupan sehari-hari. Lagi pula perlu menyisihkan waktu untuk berdoa dan menantikan pimpinan Tuhan, serta secara teratur mengikuti ibadah dan perjamuan kudus. Itu berarti komitmen yang sungguh-sungguh kepada persekutuan gereja setempat, dan kesediaan untuk ikut menanggung penderitaan demi Injil dan demi pertumbuhan kita sendiri dan gereja.

    b. Visi

    Gereja sebagaimana kita kenal, apakah itu dalam situasi nasional atau di persekutuan Kristen setempat, mungkin kurang menarik. Terkadang sulit untuk melihat persamaan dengan citra Kristus. Tetapi kita harus melawan rasa cemas atau kecewa melihat gereja yang nyata ini. Kendatipun banyak kelemahan akhir-akhir ini, gereja dipersiapkan untuk menjadi agung dan indah. Kadang-kadang kita perlu melihat di balik kenyataan sekarang dan membayangkan gereja megah yang akan datang, umat Kristus yang disempurnakan, pengantin perempuan-Nya yang tidak beraib, yang akan dipersembahkan kepada suami surgawinya pada kedatangan-Nya.

    Visi itu akan menguatkan tekad kita untuk memberikan waktu dan milik kita, untuk mengarahkan daya dan doa, dan untuk berkarya sepanjang tahun-tahun yang diberikan kepada kita untuk menyesuaikan tubuh Kristus sekarang ini, yang patah dan penuh ketidaksempurnaan, menjadi dewasa dan cemerlang di hadapan Tuhan yang akan kembali untuk menjemputnya.



    Indeks Bab 32: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.G 01013]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 32 Kerajaan Allah ................................. 01342

    Ps 32.1 Latar Belakang Perjanjian Lama ............... 01342

    Ps 32.2 Yesus dan Kerajaan Allah ..................... 01343

    Ps 32.3 Ajaran Lain dalam Perjanjian Baru ............ 01344

    Ps 32.4 Kerajaan Allah dan Kehidupan Kristen ......... 01345

    Bahan Alkitab .............................................. 01346
    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01347
    Kepustakaan ................................................ 01348



    Mengenali Kebenaran -- Bab 32. Kerajaan Allah [Indeks]

    G. AKHIR ZAMAN

    32. KERAJAAN ALLAH

    Pembahasan tentang akhir zaman secara teologis disebut "eskatologi", dari kata Yunani _eskhatos_ `akhir`. Mungkin ini istilah yang paling dominan dalam teologi abad kedua puluh.

    Pokok utama eskatologi Alkitab adalah kerajaan Allah, suatu perkataan yang sering terdengar dari mulut Yesus (Mat 12:28*; Mr 1:14; 9:1; Luk 13:18-20; Yoh 3:3*). Arti dasarnya adalah "pemerintahan" Allah atau "kuasa kerajaan-Nya" (Luk 19:12*), bukan wilayah geografis. Kerajaan Allah adalah gagasan yang dinamis, pemerintahan-Nya yang sedang beraksi (Mazm 145:13; Dan 2:44*).

    32.1 Latar belakang Perjanjian Lama

    Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu. "TUHAN adalah Raja . . . Raja yang besar mengatasi segala allah" (Mazm 93:1; 95:3*) adalah konsep dasar seluruh agama Perjanjian Lama (Kel 15:18; Yes 43:15*). Tetapi pemerintahan Allah ditentang dan dilawan. Iblis mengajak umat manusia untuk memberontak terhadap Allah (Kej 3:1-24*), bangsa-bangsa memuja berhala dan melakukan kejahatan (2Raj 17:29*) dan Israel sendiri mengalami kemunduran rohani dan dikalahkan oleh musuh-musuhnya. Di tingkat pribadi, setiap orang Israel mengalami pertentangan antara kehendak Allah dan keberhasilan moralnya.

    Dari pertentangan-pertentangan ini timbullah keyakinan bahwa Allah pasti akan mempertahankan kuasa-Nya sebagai Raja (Yes 2:1-5; Zef 3:15*; Za 14:9-10) pada "hari Tuhan" yang akan datang (Am 5:18-19*; Mal 4:1-2). Hari itu dihubungkan dengan Mesias (Yes 4:2; 9:6-7*; Yes 11:1-2*). Ia merupakan pemimpin yang besar seperti Daud (1Taw 17:11-14; Mazm 72:1-20*) dan melalui Dia hari Tuhan akan datang dengan membawa penghukuman bagi bangsa-bangsa serta pembebasan bagi Israel (Mal 3:1* dst.). Kadang-kadang kesinambungan sejarah dunia ditekankan (Yes 11:1-16*); kadang-kadang perbuatan Allah pada masa mendatang ini dilihat sebagai hal yang di luar sejarah (Dan 7:1-28*).

    Sesudah masa Perjanjian Lama, harapan ini diungkapkan sebagai zaman baru yang akan datang. Pada zaman Yesus, perbedaan ini sudah lazim (Mat 12:32; Mr 10:30*), dengan ciri tambahan bahwa zaman yang akan datang kini biasa disebut "kerajaan Allah" (Mr 10:23-30*; Luk 18:29-30*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 32. Kerajaan Allah [Indeks]

    32.2 Yesus dan kerajaan Allah

    Latar belakang ini penting untuk mengerti pernyataan pokok Yesus bahwa "Kerajaan Allah sudah dekat" (Mr 1:15; Mat 12:28*); hari penyelamatan yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama dan yang sudah ditunggu-tunggu itu kini sudah tiba.

    Pengajaran Yesus tentang kerajaan Allah mempunyai dua aspek. Pertama, melalui pengajaran dan pelayanan-Nya, yang mencapai klimaks dengan kematian dan kebangkitan-Nya, pemerintahan Allah sekarang menjadi kenyataan dalam sejarah manusia. Apabila orang mempercayai dan mengikuti-Nya, mereka masuk kerajaan Allah (Luk 17:20-21; 18:28-30*). Kedua, jangkauan penggenapan janji tentang kerajaan Allah melampaui Paskah hingga pada kedatangan Kristus kembali dengan kemuliaan pada akhir sejarah (Luk 21:1-38; 22:29-30*).

    Kedua aspek ini merupakan kunci pengajaran Yesus mengenai kerajaan Allah: kerajaan Allah sudah tiba, namun masih juga akan datang.

    Dalam Injil Matius, yang ditulis khususnya untuk orang Yahudi, "kerajaan Allah" muncul sebagai "kerajaan surga". Surga adalah sinonim yang biasa dipakai untuk Allah oleh orang Yahudi saleh dari abad pertama. Mereka menganggap nama Allah terlalu kudus untuk diucapkan. Yesus menggunakan kedua ungkapan itu. Sebab itu, tidak ada perbedaan arti antara ungkapan "kerajaan Allah" dan "kerajaan surga".

    Gagasan lain yang terkait adalah "hidup yang kekal", yang berarti secara harfiah "hidup pada zaman yang akan datang". Ini praktis sama dengan pengertian kerajaan Allah bagi orang Yahudi pada zaman Yesus (Mr 10:17*). Tentu saja kehidupan itu kekal, tetapi bukan itu yang menjadi pokok penting melainkan kualitasnya, yakni kehidupan di kerajaan Allah sebagaimana telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Persamaan ini terdapat khususnya dalam ajaran Yesus sebagaimana dicatat oleh Yohanes (Yoh 3:16,36; 4:14; 5:24; 10:28*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 32. Kerajaan Allah [Indeks]

    32.3 Ajaran lain dalam Perjanjian Baru

    Waktu berlalu dan Injil disebarkan kepada orang bukan Yahudi yang kemungkinan besar akan salah tafsir terhadap gagasan mengenai raja itu, dan ini sudah disebutkan oleh Yesus sebelumnya (Mr 10:42-43*). Karena itu, konsep-konsep lain digunakan untuk menyampaikan pernyataan Kristen tentang Yesus, yang kemungkinan salah pengertiannya lebih kecil. Contohnya adalah "keselamatan" (Kis 16:30-31; Rom 1:16-17*) dan persekutuan "di dalam Kristus" (Rom 8:1; Fili 3:9-10*).

    Kalau yang dimaksudkan adalah kerajaan Allah, bisanya disebut penggenapannya pada waktu yang akan datang pada akhir zaman (Kis 1:6; 1Kor 15:24,50*). Kalau yang dibicarakan adalah kerajaan yang sudah tiba, itu dilihat sebagai kerajaan Kristus, yang kita capai oleh Roh Kudus (Kol 1:13; bnd. Yoh 3:1-8*). Dengan demikian, arti mendalam tentang kedaulatan Allah yang terdapat dalam Perjanjian Lama, di Perjanjian Baru dipindahkan kepada pribadi Yesus, yang menjalankan pemerintahan Allah di sebelah kanan Allah melalui Roh Kudus (Kis 2:33*). Karena itu kerajaan Allah kini dialami manusia melalui pelayanan Roh Kudus, yang atas dasar pekerjaan Kristus membawa kehidupan dalam kemuliaan pada zaman yang akan datang ke dalam zaman sekarang.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 32. Kerajaan Allah [Indeks]

    32.4 Kerajaan Allah dan kehidupan Kristen

    Ketegangan antara kedua dimensi ini merupakan konteks kehidupan Kristen. Pada satu pihak orang Kristen adalah manusia baru, yang dipersatukan dengan Kristus dalam kematian, kebangkitan dan kerajaan-Nya, dan ikut mempunyai kekuasaan dalam zaman baru kerajaan oleh Roh Kudus. Pada pihak lain, sifat lama masih tetap merupakan kenyataan yang pahit, yang masih saja bertahan terus. Sifat itu menyeret orang Kristen menjauhi keberhasilan moral yang menjadi tujuannya dalam kehidupannya yang baru.

    Dengan demikian, kita bersukacita karena kedatangan kerajaan Allah, kenyataan keselamatan yang kekal, dan berkat-berkat zaman baru dalam persekutuan kita dengan Kristus; namun, kita tetap merindukan pembebasan, kedatangan kerajaan Allah yang terakhir, penggenapan keselamatan kita dan munculnya manusia baru dalam Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 32. Kerajaan Allah [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Keluaran 15:18; 1Tawarikh 29:11; Mazmur 2:6; 99:1; 145:11-13*;
    Yesaya 9:6-7; Yeremia 23:5-6; Daniel 2:44; 7:9-14; Amos 5:18-19*;
    Zakharia 14:9*;
    Matius 6:10; 11:2-5; 12:28; 13:16-17,24-30; 16:28; 19:28-29*;
    Markus 1:15; 10:23-30; Lukas 17:20-21; Yohanes 3:5*;
    Kisah 1:3; 14:22; 20:25; 28:23; Roma 14:17; 1Kor 4:20; 6:9; 15:24,50*;
    Kolose 1:13; 1Timotius 6:15; Wahyu 1:5-6; 11:15*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 32. Kerajaan Allah [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Menurut Anda, apa "kerajaan Allah" itu? Bagaimana hubungannya dengan Perjanjian Lama? Apa saja yang menjadi pokok-pokok utama dalam ajaran Yesus tentang kerajaan Allah?

    2. "Kerajaan Allah sudah ditegakkan, tetapi belum diwujudnyatakan". Bahaslah.

    3. Bagaimana kerajaan Allah dapat dikaitkan dengan

      1. kehidupan kekal,

      2. keselamatan,
      3. persekutuan dengan Kristus,
      4. kelahiran baru, dan
      5. kemuliaan akhir dari gereja?
    4. Bagaimana ajaran Alkitab tentang kerajaan Allah dapat mempengaruhi respons orang Kristen terhadap masyarakat manusia serta kebutuhannya?



    Mengenali Kebenaran -- Bab 32. Kerajaan Allah [Indeks]

    Kepustakaan (32)

    Artikel "Kingdom of God" dalam _IBD_.
    Ladd, G. E.
    1964 _Jesus and the Kingdom_ (SPCK).
    Ridderbos, H.
    1978 _The Coming of the Kingdom_ (Paideia Press).
    Vos, G.
    1972 _The Teaching of Jesus concerning the Kingdom of God and the Church_
    (Presbyterian & Reformed).



    Indeks Bab 33: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.G 01013]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 33 Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya ............. 01350

    Ps 33.1 Istilah-istilah Perjanjian Baru .............. 01351

    Ps 33.2 Sifat Kedatangan Kristus yang Kedua Kali ..... 01352

    Ps 33.3 Tujuan Kedatangan Kristus yang Kedua Kali .... 01353

    Sb 33.3.a Untuk Menyelesaikan Karya Penyelamatan .... 01353

    33.3.b Untuk Membangkitkan Orang Manusia ......... 01354

    33.3.c Untuk Menghakimi Semua Orang .............. 01354

    33.3.d Untuk Mengumpulkan Umat-Nya ............... 01354

    Ps 33.4 Waktu Kedatangan Kristus yang Kedua Kali ..... 01355

    Ps 33.5 Masalah-masalah yang Terkait ................. 01356

    Sb 33.5.a Antikristus ............................... 01356

    33.5.b Israel .................................... 01357

    33.5.c Kerajaan Seribu Tahun ..................... 01358

    Bahan Alkitab .............................................. 01359

    Bahan Diskusi/penelitian.................................... 01360

    Kepustakaan ................................................ 01361



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    33. KEDATANGAN KRISTUS YANG KEDUA KALI

    Inti ajaran Alkitab mengenai akhir zaman adalah kedatangan Tuhan Yesus Kristus dalam kemuliaan. Yesus sendiri mengungkapkannya demikian: "Pada waktu itu orang akan melihat kekuasaan dan kemuliaanNya." (Mr 13:26*). Ringkasan pengharapan Kristen oleh Paulus bernada sama: "Dari situ [surga] juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat" (Fili 3:20*).

    Sejumlah besar ayat Perjanjian Lama berbicara tentang kemuliaan kerajaan mesianik dengan cara-cara yang belum terpenuhi pada kedatangan Kristus yang pertama (2Sam 7:16; Mazm 2:1-12; 72:1-20; Yes 2:1-5*; Yes 9:6-7; 11:1-10; 40:3-5; 49:6; 61:2; Yer 33:15; Mi 4:1-3*). Selain itu, Daniel 7:13-14* langsung mengacu pada kedatangan Tuhan dalam kemuliaan (bnd. Mr 13:26; 14:62; 1Tes 4:17; Wahy 1:7,13; 14:14*).

    Di dalam Perjanjian Baru ada lebih dari 250 acuan yang jelas kepada kedatangan Tuhan kembali (misalnya Mat 24:1-25:46; Mr 13:1-37*; Luk 21:1-38; Yoh 14:3; Kis 1:11; 3:20; 17:31; 1Kor 15:23* dst.; 1Tes 4:13-5:11; Ibr 9:28; Yak 5:7; 2Pet 3:8-13; 1Yoh 3:2-3*; Wahy 1:7; 22:20*). Keterangan-keterangan ini menunjukkan dengan pasti bahwa kedatangan Tuhan kembali diajarkan di semua alur utama Perjanjian Baru.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    33.1 Istilah-istilah Perjanjian Baru

    _Parousia_ adalah istilah yang paling sering dipakai dalam Perjanjian Baru Yunani untuk kedatangan kembali (Mat 24:3; 1Kor 15:23; 1Tes 2:19*; 2Tes 2:1,8*). Artinya "kedatangan", "tibanya" atau "kehadiran", dan pada abad pertama dipakai untuk kunjungan seorang kaisar atau orang terhormat lain. Yang disampaikan kepada kita ialah gagasan bahwa kedatangan Tuhan kembali adalah perbuatan yang pasti dan menentukan dari pihak-Nya. Ia akan datang sendiri. Hal ini suatu kepastian yang sama kuatnya seperti kedatangan-Nya dalam penjelmaan sebagai Anak Manusia. Peristiwa itu akan merupakan kedatangan kembali sang Raja (Luk 19:12*).

    _Apokalupsis_ berarti "penyataan" (1Kor 1:7; 2Tes 1:7; 1Pet 1:7*). Kedatangan Tuhan akan menyingkapkan tentang siapa Dia dan apa sebenarnya dunia ini. Pada waktu itu hal-hal yang sekarang tersembunyi akan menjadi jelas.

    _Epifaneia_ berarti "muncul" atau "manifestasi" (2Tes 2:8*; Tit 2:13*). Kata ini juga mengandung arti penyingkapan suatu selubung supaya apa yang sudah ada benar-benar terlihat seperti adanya.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    33.2 Sifat kedatangan Kristus yang kedua kali

    Tidak mungkin kita lukiskan kedatangan Tuhan kembali secara sempurna. Pada peristiwa itu Tuhan kita yang sudah dimuliakan akan menyatakan diri dengan cara yang merupakan puncak segala sejarah sebelumnya. Ini jelas akan melebihi semua peristiwa dalam ruang dan waktu yang dikenal hingga kini. Karena itu, setiap usaha menjelaskan kedatangan Kristus itu sampai pada rincian yang paling kecil pasti gagal.

    Yesus menyamakan kedatangan-Nya dengan kilat yang memancar (Mat 24:27*), suatu gambaran yang menunjukkan unsur misteri kepada pendengar-pendengar pada abad pertama. Kedatangan Tuhan ada di luar jangkauan penggambaran secara duniawi dan kita terpaksa memakai gambaran simbolis untuk melukiskannya. Namun simbol-simbol Alkitab ini diilhamkan oleh Allah sehingga kita dapat menafsirkannya dengan keyakinan penuh bahwa, meskipun tidak mengungkapkan semuanya, simbol-simbol ini memberitahukan secukupnya untuk kita ketahui.

    Kedatangan itu bersifat _mulia_, dengan "segala kekuasaan dan kemuliaan" (Mat 24:30*) sehingga "setiap mata akan melihat dia" (Wahy 1:7*). Pada kedatangan-Nya yang pertama, Tuhan kita berada dalam keadaan lemah dan tidak dikenal orang, seolah-olah tidak mempunyai dampak sama sekali atas sejarah manusia. Sebaliknya, kedatangan-Nya yang kedua akan nyata di seluruh alam semesta. Ia akan datang "dengan awan-awan dari langit" (Dan 7:13; bnd. Mat 24:30; Kis 1:9,11; Wahy 1:7*). Awan-awan menandakan kemuliaan Allah serta menyatakan kehadiran-Nya di antara umat-Nya (Kel 24:15-18; 2Taw 5:13-14*). Dalam pengertian ini, kedatangan Tuhan kembali akan merupakan babak terakhir dari penyingkapan kehadiran Allah, penyataan yang tersempurna dari Allah Tritunggal dalam kemuliaan-Nya.

    Kedatangan itu bersifat _menentukan_: "Kemudian tiba kesudahannya" (1Kor 15:24*). Sejarah akan berakhir: waktu akan berakhir, Kristus akan datang. Sebab itu, kejadian itu merupakan peristiwa dalam sejarah semua orang. Kedatangan itu tidak terbatas pada gereja atau orang Kristen yang hidup di dunia kalau hal itu tejadi. Apakah mereka tahu atau peduli akan hal itu, setiap pria dan wanita yang hidup semakin mendekati kedatangan Kristus. Semua berbaris menemui Tuhan.

    Kedatangan itu _mendadak_. Meskipun ada keterangan mengenai tanda-tanda zaman, Alkitab secara jelas berbicara tentang kedatangan Tuhan kembali secara tiba-tiba (Mat 24:37-44; 1Tes 5:1-6*). Kita dapat menyimpulkan dalam perkataan Yesus bahwa "Anak Manusia akan datang pada saat yang tidak kamu duga" (Mat 24:44*). Bahkan Tuhan sendiri mengakui bahwa Ia tidak mengetahui kapan hal itu akan tiba (Mr 13:32). Sebab itu, orang Kristen harus "berjaga-jaga" (Mr 13:37*).

    Setiap tafsiran mengenai agama Kristen yang tidak mengandung harapan untuk waktu yang akan datang tidak seirama dengan kesaksian Alkitab. Salah satu kesalahan adalah menafsirkan keterangan-keterangan ini dari sudut pandang kedatangan Kristus yang pertama, yang menghadirkan kerajaan Allah. Penafsiran semacam ini tidak akan bertahan kalau dilihat dalam rangka ucapan-ucapan Yesus yang secara jelas mengacu pada masa yang akan datang (Mat 13:24 dst.; Mat 19:28; Mr 14:25*), apa lagi ajaran Perjanjian Baru selebihnya yang menyatakan hal ini secara blak-blakan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    33.3 Tujuan kedatangan Kristus yang kedua kali

    a. Untuk menyelesaikan karya penyelamatan

    Dengan kedatangan-Nya, Kristus akan menyelesaikan rencana penyelamatan Allah sepanjang masa. Semua musuh Allah, yaitu dosa, kematian dan Iblis, akan digeser dari dunia milik Allah (1Kor 15:22-28,42-57*; Wahy 12:7-11; 20:1-10*) dan zaman baru akan didirikan serta di dalamnya maksud-maksud Allah yang sebenarnya untuk umat manusia akan diwujudnyatakan secara tuntas (2Pet 3:1-13; Wahy 22:1-5*).

    Penting sekali untuk mempertahankan kaitan yang hakiki antara kedatangan Kristus yang pertama dan yang kedua. Hal ini bukan karena kedatangan pertama tidak memadai sehingga memerlukan kedatangan kedua untuk melaksanakannya dengan baik. Lebih tepat adalah bahwa Kristus datang kembali untuk melaksanakan penaklukan dan kemenangan yang telah dicapai-Nya secara menentukan pada kedatangan-Nya yang pertama (Yoh 14:3; Wahy 5:5-14*). Kaitan yang mendasar antara keberhasilan misi Yesus yang lalu dan puncaknya yang akan datang sangat membantu untuk menjelaskan mengapa pengharapan akan kembalinya Kristus yang segera akan terjadi itu muncul dalam seluruh tulisan Perjanjian Baru. Kesudahan sudah dekat; pada prinsipnya tidak ada lagi yang perlu diselesaikan untuk mewujudnyatakannya dalam kemegahan. Tidak ada peristiwa yang dapat menghalang-halangi kemenangan Kristus yang bangkit dan oleh karena itu kita dapat hidup sambil terus-menerus mengharapkan kedatangan-Nya kembali.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    b. Untuk membangkitkan orang mati

    "Semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum" (Yoh 5:28-29*). Oleh kuasa Allah yang bekerja melalui Kristus pada kedatangan-Nya, semua orang yang pernah hidup akan dipanggil kembali untuk kehidupan dalam suatu bentuk tubuh. Kebangkitan ini dimaksudkan untuk penghakiman.

    c. Untuk menghakimi semua orang

    Kristus "akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati" (2Tim 4:1*; bnd. Kis 17:31*). Kedatangan-Nya untuk menghakimi diajarkan baik dalam Perjanjian Lama (Mazm 2:9; 110:5; Yes 61:2; Mal 3:1-3*) maupun dalam Perjanjian Baru (Mat 16:27; Kis 10:42; Rom 2:3-16; 1Kor 4:5*; Yud 1:14-15*). Semua harus menghadap Dia pada kedatangan-Nya.

    d. Untuk mengumpulkan umat-Nya

    Beberapa ayat menyatakan bahwa penganiayaan terhadap umat Allah akan sangat intensif pada kedatangan Tuhan (Dan 7:21; Mat 24:12,21* dst.). Pada kedatangan-Nya, Tuhan akan membebaskan umat-Nya dari musuh-musuh mereka dan Dia akan mengumpulkan mereka yang terpilih dari semua zaman (1Tes 4:17; Wahy 6:9* dst.).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    33.4 Waktu kedatangan Kristus yang kedua kali

    Yesus menjawab secara panjang lebar pertanyaan para murid, "Apakah tanda kedatanganMu dan tanda kesudahan dunia?" (Mat 24:3*). Paulus memberikan penjelasan serupa mengenai waktu terjadi krisis terbesar sepanjang masa (2Tes 2:1-12*) dan Kitab Wahyu, yang mengembangkan kiasan-kiasan Perjanjian Lama, khususnya dari Kitab Daniel, kelihatannya membentangkan perkembangan yang menuju pada kedatangan Tuhan kembali. Berdasarkan materi ini serta bukti-bukti pendukung dari tulisan-tulisan nubuat, seperti Yehezkiel 38:1-23*, beberapa pengajar Kristen telah mengembangkan sejumlah "tanda-tanda zaman" yang berlebihan, yang dipersembahkan sebagai gambaran situasi politik, moral dan religius pada waktu kembalinya Yesus. Apakah ini dapat dibenarkan?

    Yesus menjawab pertanyaan murid-murid-Nya dengan berbicara tentang suatu masa yang mendahului kedatangan-Nya kembali yang ditandai oleh empat ciri umum: pemurtadan (Mr 13:5-6*), penganiayaan dan kesaksian gereja di seluruh dunia (Mr 13:9-11,13,19*), peperangan dan konflik antar bangsa (Mr 13:7-8*) serta kekacauan dalam tatanan alam (Mr 13:8,24-25*).

    Paulus kelihatannya berbicara dengan nada yang serupa dalam 2Tim 3:1-17. "Akan datang masa yang sukar" (2Tim 3:1*), yang disebabkan oleh sikap mementingkan diri sendiri yang luar biasa, disertai segala macam ekspresi anti-sosial di lingkungan keluarga dan masyarakat (2Tim 3:2-4*). Kehidupan beragama hanya diungkapkan secara lahir tetapi tidak dihayati (2Tim 3:5). Dalam 2Tesalonika 2:1-17*, Paulus menyatakan dengan jelas bahwa sebelum kedatangan Tuhan akan ada "murtad" dan orang "durhaka" akan muncul (2Tes 2:3*), yang akan meninggikan diri sedemikian rupa sehingga menyatakan diri sebagai Allah (2Tes 2:4*). Ia akan dibunuh oleh Kristus pada kedatangan-Nya (2Tes 2:8*).

    Apa yang dapat kita simpulkan dari ajaran ini? Apakah berjaga-jaga (Mr 13:37*) berarti bahwa kita senantiasa harus melihat apakah tanda-tanda ini akan dipenuhi dalam masa hidup kita, dan haruskah kita mengusahakan untuk meramalkan saat yang tepat pada waktu Kristus akan kembali, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang?

    Ada beberapa faktor yang mengisyaratkan untuk berhati-hati dalam hal ini.

    1. Kita perlu berhati-hati mengenai ungkapan "hari-hari terakhir". Dalam beberapa ayat (misalnya Kis 2:17; 1Kor 10:11; Ibr 6:5*) jelaslah bahwa yang dimaksudkan adalah seluruh periode antara kedua kedatangan Yesus, ketika kerajaan Allah sungguh-sungguh sudah datang tetapi masih menunggu dinyatakan sepenuhnya. 2Timotius 3:1-17* menyebutkan ciri-ciri utama kehidupan dalam periode itu. Apa yang diberikan Yesus kepada kita adalah tanda-tanda kehadiran kerajaan Allah. Dalam pengertian ini kesudahan selalu dekat, karena Yesus sang Raja adalah dekat (Fili 4:5; Wahy 22:20*).

    2. Yesus tidak menganjurkan untuk banyak berpikir tentang "tanda-tanda zaman". Dia menyatakan bahwa kerajaan Allah tidak datang secara nyata dan menolak membuat tanda atau memberitahukannya dalam hubungan dengan pelayanan-Nya dan untuk membuktikan kebenarannya (Mat 12:38-39; 16:4*). Memang pada kesempatan lain Dia berbicara lebih positif mengenai tanda, misalnya ketika Ia menegur orang Farisi karena mereka tidak dapat membaca tanda-tanda zaman dengan tepat (Mat 16:3*; Luk 12:56*) dan Yohanes melihat mujizat-mujizat Yesus sebagai tanda-tanda pribadi-Nya yang unik (Yoh 2:11,23; 7:31; 12:37; 20:30-31*). Sikap negatif Yesus terhadap tanda-tanda tersebut dapat dijelaskan dalam rangka dampak moral dan spiritualnya. Orang Farisi dan "pencari tanda-tanda" lain tidak bersungguh-sungguh untuk mengakui Yesus dan memberi respons seperlunya terhadap Dia. Perhatian terhadap tanda dan nubuat yang digenapi dapat mengalihkan perhatian kita dari kehendak Allah dan menjurus pada tindakan atau pikiran yang merangsang sifat-sifat kita yang kurang terpuji. Ada manfaatnya mengingat bahwa justru hal-hal ini merupakan keasyikan dalam aliran seperti Saksi-saksi Yehowa.

    3. Ada ayat-ayat yang menjelaskan bahwa kedatangan Tuhan terjadi secara mendadak. Penelaahan terhadap tanda-tanda itu tidak akan menghilangkan rasa heran, bahkan pada mereka yang setia (Mat 24:44*). Para murid pun tidak mengetahui kapan waktu kedatangan itu akan berlangsung: "Kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang" (Mat 24:42). Memang, kita tidak akan tahu (Kis 1:7*).

    4. Dalam Matius 24:36 (Mr 13:32*) Yesus menyatakan bahwa Ia pun pada saat itu tidak mengetahui waktu kedatangan-Nya. Ini lebih mengherankan lagi, karena sebelumnya Ia memberi pernyataan yang menunjukkan kesadaran-Nya akan keilahian-Nya yang tidak ada bandingannya dengan pernyataan lain (Mr 13:31*). Jika Yesus menyatakan tidak mengetahui tentang waktu kembali-Nya, kita pun harus mengakui secara tulus ikhlas bahwa kita tidak tahu.

    5. Petrus menunjukkan bahwa skala waktu Allah sama sekali berlainan dengan skala waktu kita: "Di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari" (2Pet 3:8*). Kedua aspek penghitungan itu perlu dipertimbangkan. Bagi Allah, waktu itu mempunyai intensitas dan keringkasan yang tidak tertangkap oleh kita. Karena itu kita perlu berhati-hati sebelum menempatkan Allah di dalam skala waktu manusiawi kita.

    6. Sejak dahulu ada orang-orang Kristen yang percaya bahwa tanda-tanda itu akan digenapi dalam masa hidup mereka dan bahwa kesudahan segera akan tiba. Di antara orang Kristen ini termasuk beberapa anggota yang sangat bijaksana dan saleh pada masa lampau, jadi patutlah kita hati-hati sebelum kita mengritik orang yang berkeyakinan seperti itu. Keyakinan bahwa akhir zaman segera akan tiba sudah tersebar luas saat ini, khususnya di antara generasi Kristen muda. Namun kita tidak dapat menutup mata terhadap bahaya-bahaya pastoral yang dibawa oleh minat yang berlebihan akan hal ini.

    Kalau begitu, bolehkah kita simpulkan bahwa Yesus dapat saja kembali setiap saat? Paulus mengajarkan bahwa ada peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah yang akan mendahului kembalinya Kristus (2Tes 2:3* dst.); Dia tidak akan datang kembali pada suatu waktu dengan "begitu saja". Secara umum, kejahatan akan terjadi lebih banyak pada masa sebelum kedatangan Tuhan. Tetapi ini pun tidak begitu jelas sehingga kita dapat mengenalnya tanpa ragu-ragu sebagaimana telah terbukti oleh sejarah kegagalan yang tercatat.

    Jika demikian, apa yang dapat dikatakan sebagai ringkasan? Faktor yang benar-benar penting adalah sikap moral kita: keberadaan kita, keinginan kita untuk berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan dan menganjurkan orang lain untuk menunjukkan kepatuhan yang sama. Kita jangan merencanakan rincian peristiwa-peristiwa akhir zaman serta mencoba meramalkan tanggal dan waktu kembalinya Tuhan. Namun sikap yang berlawanan, yakni menolak adanya tanda-tanda salah juga. Sikap yang tepat adalah sikap berjaga-jaga sambil menyadari bahwa pertentangan antara baik dan buruk akan meruncing sebelum kesudahan, walaupun itu juga tidak terlepas dari ketidakjelasan sejarah. Tuhan selalu siap sedia untuk datang. Waktu yang tepat adalah pilihan waktu yang sempurna yang dilakukan Allah.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    33.5 Masalah-masalah yang terkait

    Sejumlah masalah terkait yang berhubungan dengan kembalinya Tuhan Yesus masih diperdebatkan. Hal-hal itu jangan terlalu kita pikirkan, karena hal-hal itu bersifat sekunder saja. Yang terpenting ialah fakta bahwa Yesus akan datang kembali.

    a. Antikristus

    Keterangan Alkitab yang paling jelas tentang antikristus terdapat dalam Surat-surat Yohanes. Menurut Yohanes, antikristus sudah ada dan sudah bekerja; bahkan ada banyak antikristus dan munculnya antikristus merupakan tanda jelas bahwa "waktu ini adalah waktu [hari-hari] yang terakhir" (1Yoh 2:18*). Antikristus dapat dikenal dari ajarannya. "Dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak" (1Yoh 2:22*). Ia "tidak mengaku Yesus" (1Yoh 4:3*). Ia "tidak mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia" (2Yoh 1:7*). Kebanyakan penafsir menganggap bahwa ajaran Paulus tentang "manusia durhaka" dalam 2Tes 2:1-17* membahas pokok yang sama.

    Unsur lain yang lebih kontroversial dalam ajaran Alkitab tentang anti-kristus terdapat dalam Kitab Daniel dan Kitab Wahyu. Daniel 7:20-21* menyebut tanduk "yang mempunyai mata dan yang mempunyai mulut yang menyombong [dan] berperang melawan orang-orang kudus dan mengalahkan mereka, sampai yang lanjut usianya datang". Dalam Wahyu 13:1-18* suatu binatang yang aneh bentuknya keluar dari laut (Wahy 13:1-4*), menghujat nama Allah dan kepadanya diberikan kuasa di atas semesta alam (Wahy 13:5-10*). Ia mempunyai "bilangan seorang manusia", yaitu 666 (Wahy 13:18*).Binatang itu ditumbangkan oleh firman Allah dan tentara surgawi (Wahy 19:19-21*).

    Berdasarkan ayat-ayat ini, selama bertahun-tahun sudah terdapat banyak sekali usaha untuk mengenali "orang durhaka" atau "antikristus" itu. Dalam tafsirannya, ada baiknya mengingat bahwa menurut gambaran yang paling jelas dari antikristus dalam Surat-surat Yohanes figur itu tidak terbatas pada satu tokoh saja, tetapi merupakan roh yang berhubungan dengan kelompok orang-orang yang kehadirannya adalah salah satu ciri akhir zaman.

    Berdasarkan 2Tesalonika 2:1-17*, tepat sekali untuk mengharapkan semacam perwujudnyataan akhir yang bersifat puncak dari semangat antikristus ini, menjelang hari kembalinya Tuhan. Tidak perlu berusaha mengidentifikasinya, mengingat kekhilafan-kekhilafan yang begitu sering terjadi di masa lampau. Seberapa jauh keterangan dalam Kitab Daniel dan Kitab Wahyu harus dianggap relevan pada soal antikristus, serta pelajaran apa yang dapat ditarik daripadanya, masih kurang jelas.

    Lalu, apa yang harus kita lakukan dengan gagasan ini? Ada prinsip penafsiran yaitu apa yang tidak jelas harus ditafsirkan oleh yang jelas. Tentang antikristus, yang jelas adalah gambaran Surat-surat Yohanes. Gagasan tentang antikristus di situ mengajak orang Kristen untuk waspada terhadap segala sesuatu yang menyangkal kebenaran Allah khususnya keilahian dan kemanusiaan sempurna Anak-nya yang kekal.

    Apabila seorang antikristus pribadi muncul pada zaman kita, yang menyangkal Allah dan Kristus dengan ukuran seperti yang disinggung oleh Paulus, kita mungkin akan menarik kesimpulan bahwa penyelamatan kita sudah dekat (Luk 21:28*). Sementara itu kita tidak boleh malas, tetapi dengan kehidupan dan kesaksian kita harus menghadapi kuasa-kuasa antikristus yang bekerja secara luas di dunia kita.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    b. Israel

    Alkitab menunjukkan dengan jelas bahwa Allah memilih bangsa Israel untuk menjadi saluran rencana-Nya di dunia. "Mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur" (Rom 9:4-5*). Kepada Israel telah datang juruselamat dunia, Yesus Kristus. Dalam pengertian ini, "keselamatan datang dari bangsa Yahudi" (Yoh 4:22*). Walaupun hal-hal ini telah terjadi, orang Yahudi menolak panggilan Allah dengan menyalibkan Mesias. Penyelamatan Allah lalu ditujukan kepada orang-orang bukan Yahudi dalam bentuk yang disebut Paulus "rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad" (Kol 1:26-27*), bahwa "orang-orang bukan Yahudi turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus" (Ef 3:6*).

    Apakah Allah tidak akan mempedulikan Israel lagi? Ada yang berpikir demikian. Yang lain yakin bahwa Israel mempunyai peran dalam rencana Allah pada masa yang akan datang khususnya dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi tepat sebelum kembalinya Kristus.

    Golongan terakhir ini melihat tiga peristiwa politik dalam abad kedua puluh ini yang mempunyai arti luar biasa. Yang pertama adalah Deklarasi Balfour pada tahun 1917, yang menjanjikan dukungan bagi terbentuknya tempat pemukiman nasional bagi bangsa Yahudi. Yang kedua adalah pembentukan negara Israel pada tahun 1948, katanya untuk menggenapkan sejumlah nubuat Perjanjian Lama (Yes 11:11 dst.; Am 9:14-15*; Za 8:1-8*). Yang ketiga adalah perebutan kota Yerusalem oleh Israel pada bulan Juni 1967 dalam perang enam hari, yang dilihat ada kaitannya dengan kata-kata Yesus mengenai berakhirnya "zaman bangsa-bangsa" bila Yerusalem "diinjak-injak" (Luk 21:24*). Sebagai "tanda zaman", ketiga peristiwa yang berkaitan ini mendapat arti yang sangat besar, yaitu bahwa kedatangan Kristus yang kedua kalinya sudah dekat.

    Apakah ini benar? Banyak ayat yang menubuatkan pemulihan bangsa Yahudi kelihatannya mengacu pada konteks sejarah terdekat dalam Perjanjian Lama, yaitu kembalinya dari pembuangan di Babel (Ul 30:1-10; Yeh 36:17-24*; Hos 11:10-11*). Janji-janji ini diberikan kepada sisa bangsa Israel yang percaya kepada Tuhan, suatu syarat yang tentu saja tidak dipenuhi pada abad ini dalam ketiga peristiwa politik tersebut, melainkan dipenuhi oleh orang yang kembali dari Babel (Ezr 3:4-5; 7:10; Neh 1:4-11*). Kata-kata Yesus dalam Lukas 21:24* dapat berarti bahwa bangsa Yahudi akan digeser dari kedudukan sentral mereka dalam rencana penyelamatan Allah sampai akhir zaman ini, yaitu masa ketika Injil disebarkan ke ujung-ujung dunia bukan Yahudi.

    Di pihak lain beberapa nubuat Perjanjian Lama nampaknya mencakup lebih dari pemulihan dari Babel (Yes 29:1; Yeh 36:24-28; Am 9:15*; Za 8:1-8) dan Lukas 21:24* ditempatkan dengan latar belakang pendudukan militer.

    Pembahasan mengenai masa depan bangsa Yahudi dalam rencana Allah sebagian besar terkait dengan penafsiran berbagai ayat Perjanjian Baru dan Roma 11:26* ("seluruh Israel akan diselamatkan") adalah yang paling penting. Ada beberapa tafsiran tentang arti ayat ini, sebagai berikut.

    1. Pada akhirnya seluruh bangsa Israel akan diselamatkan. Penafsiran ini membuat arti "Israel" menurut Paulus tetap konsisten sepanjang perikop, tetapi berlawanan langsung dengan argumennya dalam Roma 9:1-11:36*, yaitu bahwa Israel sudah dihakimi oleh Allah karena gagal mencari Dia berdasarkan anugerah-Nya. Penyelamatan Israel karena mereka adalah Israel justru dibantah Paulus dalam perikop ini. Modifikasi pandangan ini ialah bahwa sebelum kembalinya Tuhan, karena rahmat Allah, orang Yahudi di seluruh dunia akan berbalik dan mengakui Yesus sebagai Mesias mereka, dan peristiwa ini pada gilirannya akan menjadi berkat besar di seluruh dunia bagi gereja dan misinya (bnd. Rom 11:12-15*).

    2. Yang dimaksud ialah semua orang di Israel yang percaya. Paulus berkata bahwa dalam rahmat Allah ada sebagian orang Yahudi diselamatkan, walaupun sebagai bangsa orang Yahudi yang menolak Kristus.

    3. "Seluruh Israel" berarti keseluruhan umat Allah yang terdiri dari orang Yahudi maupun bukan Yahudi yang percaya kepada Kristus. Jadi "Israel" di sini sama artinya dengan "gereja" (bnd. Gal 6:16*).

    4. Ada pandangan yang mempertanyakan apakah Paulus sungguh-sungguh memikirkan masa yang akan datang berhubungan dengan pokok ini. Pokok persoalan dalam Surat Roma ini adalah tujuan dan motifnya sebagai penginjil Kristen yang merindukan penyelamatan untuk bangsanya (Rom 9:1-3). Roma 11:26* menyatakan pengharapannya berhubung dengan kesaksiannya kepada orang Yahudi pada zamannya, dan keyakinannya bahwa Allah dapat memulihkan kembali umat-Nya yang lama.

    Evaluasi pandangan-pandangan ini akan memerlukan penulisan satu buku, dan pembaca yang berminat dianjurkan membaca daftar pustaka pada akhir pasal ini. Tetapi cukup jelas, untuk menerapkan acuan-acuan Alkitab tentang Israel begitu saja dengan negara sekuler Israel zaman sekarang, agaknya tidak dapat diterima. Prospek bahwa pada masa yang akan datang sejumlah orang Yahudi akan menerima Yesus sebagai Kristus masuk akal berdasarkan Roma 11:11-24*. Tetapi tafsiran kedua dan ketiga di atas juga mungkin sekali.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    c. Kerajaan seribu tahun

    Kerajaan seribu tahun (milenium) adalah salah satu pokok yang paling hangat debatnya dari seluruh bidang eskatologi. Istilah ini berasal dari Wahyu 20:2,7* yang mengatakan bahwa Kristus akan memerintah untuk seribu (Lat. _mille_) tahun dengan "mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus" (Wahy 20:4*). Selama masa itu Iblis diikat (Wahy 20:2*). Sesudah masa itu berlalu, Iblis dilepaskan sebagai pendahuluan konflik terakhir dan dia serta sekutu-sekutunya ditumbangkan (Wahy 20:7-10*). Kepercayaan akan pemerintahan yang benar-benar berlangsung selama seribu tahun dikenal sebagai "milenialisme" (atau "khiliasme" dari bahasa Yunani _khilias_ `seribu`).

    Apa yang harus kita mengerti tentang ajaran Alkitab ini? Tidak mungkin tidak dilihat bahwa ungkapan ini hanya terdapat dalam satu pasal dari Alkitab dalam kitab yang penuh dengan angka-angka simbolis yang tafsirannya menjadi bahan debat. Gagasan tentang pemerintahan Kristus di dunia selama seribu tahun pada akhir zaman terdapat dalam tulisan-tulisan beberapa bapa gereja terdahulu, dipegang oleh orang Montanis pada abad kedua dan diterima oleh sejumlah kaum Anabaptis pada zaman Reformasi. Tetapi bapa-bapa gereja lain tidak menyebutnya, bahkan juga tidak ketika membahas tema-tema eskatologis.

    Augustinus (354-430), pada mulanya tertarik pada pandangan milenialis, namun kemudian menafsirkan perikop dalam Wahyu 20:1-15* sebagai seluruh periode antara kedua kedatangan Kristus. "Pengikatan" Iblis dalam masa itu adalah kuasa yang diberikan kepada gereja untuk "mengikat" dan "melepaskan" dosa (Yoh 20:22*).

    Gagasan-gagasan milenialis pada umumnya ditolak oleh para reformis utama. Calvin menganggapnya "terlalu kekanak-kanakan untuk diperlukan serta tidak layak untuk disangkal".

    Milenialisme muncul kembali pada abad ke-19 dan akhir-akhir ini dianut dalam beraneka bentuk oleh banyak orang Kristen di seluruh dunia, khususnya di Amerika Serikat. Kita dapat membedakan tiga aliran utama dalam penafsiran milenium.

    Pascamilenialisme

    Pandangan ini melihat milenium sebagai pemerintahan di dunia selama seribu tahun dan parousia terjadi _sesudah_ (pasca) kerajaan seribu tahun itu. Periode seribu tahun ini adalah masa kesuburan besar bagi penginjilan, yang menyebar ke seluruh dunia dan mendapat pengakuan terhadap Kristus di mana-mana sebelum Ia sendiri datang dengan segala kemuliaan untuk memberlakukan tatanan kekal. Ada yang menafsirkan Roma 11:1-36* dengan cara demikian.

    Bukti Alkitab yang biasa disebut sebagai dukungan pandangan ini, termasuk Matius 28:18-20*, dilihat sebagai janji akan penginjilan semua bangsa, dan penyataan Yesus akan kemenangan gereja (Mat 16:18*). Ayat-ayat lain juga disebut (Mat 13:31-35,47-48; 24:14; Rom 11:11-16*; 1Kor 15:25*), termasuk juga acuan pada pemerintahan Mesias di seluruh dunia (Bil 14:21; Mazm 2:8; 72:1-20; Yes 11:9; Za 9:10*). Mereka yang menganut pandangan ini harus mencari penyesuaian dengan kesaksian Alkitab bahwa akan ada masa penganiayaan yang intensif pada waktu penginjilan seperti terdapat pada titik surut terendah, sebelum kesudahan zaman (Mat 24:6-14; Luk 18:8; 2Tes 2:3-12; Wahy 13:1-18*). Begitu pula, sulit untuk mempertemukan pandangan ini dengan peringatan Yesus yang berulang kali untuk waspada karena kedatangan-Nya kembali akan terjadi secara mendadak.

    Pada akhir abad ke-19, ketika terjadi ledakan kegiatan misi ke seluruh dunia dan optimisme menandai masyarakat Barat, pandangan ini populer. Tetapi pada masa kini pesimisme serta perasaan bahwa adanya krisis dalam kebudayaan mempengaruhi kepercayaan Kristen sehingga pandangan ini tidak begitu populer lagi.

    Pramilenialisme

    Ini adalah pandangan bahwa kembalinya Kristus akan terjadi _sebelum_ (pra) pemerintahan seribu tahun-Nya di dunia. Kedatangan Kristus akan mengakhiri sejarah manusia di bawah kutukan kejatuhan. Setelah kembali-Nya, antikristus akan ditumpas dan Iblis serta kuasa-kuasa kegelapan dibasmi dari bumi. Sesudah ini, selama kurang lebih seribu tahun akan ada damai dan kebahagiaan di bumi ketika Kristus memerintah umat-Nya, termasuk banyak orang Yahudi yang mengakui Yesus sebagai Kristus mereka pada saat Ia kembali ke bumi. Kejahatan masih ada tetapi akan terkendalikan. Alam pun akan turut dalam kebahagiaan. Tetapi menjelang akhir zaman ini, Iblis akan dibebaskan dan akan mengumpulkan kekuatannya untuk konflik terakhir melawan umat Allah. Ia akan dikalahkan oleh api dari langit, kemudian akan ada kebangkitan semua orang yang sudah meninggal, penghakiman umum dan dimulainya zaman kekal di surga dan di bumi baru.

    Dukungan Alkitab bagi pandangan ini diambil dari perikop-perikop yang melukiskan kerajaan Mesias sebagai tatanan dunia yang ideal (Yes 2:2-5; Mi 4:1-3; Za 14:9,16-17*). Pandangan ini juga mengacu pada ayat yang menggambarkan zaman yang akan datang dengan bentuk materi (Mat 19:28; Kis 1:6-7*) atau perikop yang menunjukkan adanya waktu antara kedatangan Kristus dan zaman kekal (1Kor 15:23-25; 1Tes 4:13* dst.). Tetapi dukungan utama jelas datang dari Wahyu 20:1-15*.

    Namun penafsiran Wahyu 20:1-15* bukan tanpa liku-liku. Misalnya, siapa yang terlibat dalam kerajaan seribu tahun? Apakah hanya martir-martir yang mati karena dipenggal kepalanya? Penafsiran naskah Yunani yang paling wajar agaknya menyokong pendapat ini, walaupun pendapat bahwa para martir mewakili seluruh umat Allah tidak dapat dikesampingkan sama sekali.

    Ada masalah lain yang timbul jika dianggap bahwa Wahyu 20:1-15* menunjuk pada pemerintahan Kristus di bumi bersama umat-Nya, yakni apakah kerajaan itu memang diberlakukan di bumi? Seluruh Kitab Wahyu berbicara tentang kenyataan dalam tatanan surgawi (Wahy 4:2; 11:19; 12:7* dst.; dsb.). Mereka yang turut ambil bagian dalam milenium adalah "jiwa-jiwa" (Wahy 20:4*), suatu istilah yang menunjukkan keadaan tanpa tubuh. Walaupun keberatan-keberatan itu tidak menentukan, namun menggelisahkan juga bila satu-satunya perikop yang menjadi dasar pandangan ini menimbulkan kesulitan seperti itu.

    Pertanyaan serupa timbul dalam hubungan dengan ayat-ayat yang dianggap membuktikan pandangan pramilenialis (misalnya 1Kor 15:22-28*; 1Tes 4:13* dst.). Penafsiran pramilenialis mengenai kata-kata Paulus tidak termasuk penafsiran paling wajar. Nampaknya peristiwa-peristiwa yang ditempatkan sebelum dan sesudah milenium dalam pandangan ini, pada hakikatnya akan terjadi bersamaan: hal ini agaknya diajarkan di tempat lain (misalnya Dan 12:2; Mat 13:37-43,47-50; 24:29-31; 25:31-46*; Kis 24:15; Wahy 20:11-15*).

    Lagi pula, kesulitan terbesar bagi pandangan ini ialah bahwa penganutnya harus mengakui bahwa dosa dan kejahatan berlangsung terus, bahkan sesudah Kristus kembali dalam kemuliaan. Pemikiran mengenai orang-orang kudus yang kembali ke bumi yang masih penuh dengan kejahatan merupakan kesulitan yang serupa.

    Namun demikian, tafsiran Wahyu 20:1-15* yang paling wajar kira-kira senada dengan konsep pramilenialis. Selanjutnya kerajaan Allah yang akan datang menurut Perjanjian Lama kadang-kadang dilukiskan dengan istilah yang sangat duniawi (bnd. Yes 11:1-10; 35:1-10; Mi 4:1-3* dsb). Dan ada kemungkinan, walaupun tipis, bahwa akan terjadi suatu ledakan kejahatan sesudah pemulihan dan penegakan kerajaan Allah yang kekal, dalam Yehezkiel 36:1-39:29*, sekalipun sangat ragu-ragu apakah ada urutan menurut waktu dalam pasal-pasal itu.

    Rasa kurang tertarik kepada pramilenialisme, baik di gereja mula-mula maupun sekarang, disebabkan karena pandangan ini disamakan dengan kecenderungan fanatik, yang menggunakan gagasan milenialisme ini untuk mengembangkan pandangan yang jelas tidak alkitabiah dalam bidang etika dan politik. Namun penyalahgunaan sesuatu jangan dijadikan alasan untuk menolaknya. Di sini, seperti yang terjadi selalu, faktor yang menentukan ialah apa yang sebenarnya diajarkan oleh Alkitab.

    Amilenialisme

    Pandangan ini menegaskan bahwa milenium hanya bersifat simbolis dan tidak ada kerajaan seribu tahun dalam arti harfiah (Yun. _a-_ `tanpa`). Pandangan ini berusaha mengikuti prinsip penafsiran bahwa yang tidak jelas dan yang bersifat simbolis harus ditafsirkan oleh yang jelas dan yang bersifat didaktis. Kelihatannya konsensus ajaran Perjanjian Baru ialah bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali adalah tindakan tunggal dari Allah yang banyak seginya. Berdasarkan itu maka amilenialisme menolak gagasan adanya waktu seribu tahun ketika Kristus memerintah secara nyata di bumi. Keterangan dalam Wahyu 20:1-15* dianggap sebagai lambang pemerintahan Kristus, yang menekankan kesempurnaan dan kelengkapannya.

    Banyak penganut amilenialisme melihat "pengikatan" Iblis sebagai pengikatannya oleh Kristus melalui karya penyelamatan-Nya (Mat 12:29*). Kerajaan seribu tahun tidak berlangsung di bumi, tetapi di surga bersama dengan Kristus; yang dimaksud adalah zaman penginjilan antara kedua kedatangan Kristus. Kuasa Iblis dibatasi oleh karya Kristus, yang memerintah di kerajaan surga. Penafsir yang lain tidak merasa perlu untuk memberi penafsiran yang terinci tentang perikop itu. Mereka melihatnya sebagai penegasan simbolis tanpa dampak kronologis, tentang kekuasaan Kristus atas kejahatan. Bahkan para martir yang tak berdaya dan dikalahkan, pada hakikatnya menang bersama dengan Dia, seperti akan terungkap pada akhir zaman ketika Kristus datang dalam kemuliaan.

    Bahaya pandangan ini adalah kehilangan segala perhatian mengenai peristiwa-peristiwa terakhir, sehingga pandangan menjadi terlalu bersifat rohani. Kerajaan Allah dianggap begitu surgawi dan transenden sehingga tidak berdampak atas fakta-fakta sekarang ini dan tidak lagi membawa firman anugerah dan penghukuman di tengah-tengah realitas dunia ini. Kemudian pandangan ini harus menghadapi suatu pertanyaan eksegetis. Apakah Wahyu 20:1-15* dapat ditafsirkan dengan memuaskan dengan cara simbolis ini? Apakah janji-janji kepada Israel pada hakikatnya telah dipenuhi dengan pemulihan di bawah Ezra dan Nehemia? Apa unsur kesinambungan dalam visi alkitabiah akan kerajaan Allah serta hubungannya dengan tatanan dunia sekarang ini?

    Pengharapan Kristen tidak bersifat rohani semata-mata. Prospek Alkitab adalah surga baru dan bumi baru. Kendatipun kita berpikir bahwa pertimbangan teologis dan eksegetik mengucilkan segala gagasan tentang pemerintahan seribu tahun Kristus yang diapit oleh dua kedatangan dan dua kebangkitan, namun janganlah kita melepaskan semangat visi itu, yakni pembuktian secara total akan kebenaran sang Pencipta dalam pengungkapan terakhir dari Penebus. Seluruh rencana asli Allah bagi ciptaan-Nya harus mendapat penggenapan. Ternyata dukungan untuk masing-masing versi dari harapan Kristen itu telah berbeda menurut kemajuan atau kemunduran nyata dari upaya Kristen dalam dunia ini. Walaupun keadaan gereja seharusnya tidak pernah menjadi faktor penentu, namun kenyataan yang tidak dapat dikesampingkan ialah bahwa keadaan itu sering mempengaruhi daya tarik tafsiran opti-mistis ataupun pesimistis.

    Selanjutnya dalam praktik, ketiga pandangan milenialis telah, dan masih terus, menjadi dorongan bagi iman dan upaya gereja, dan sekaligus menjadi penghambat. Yang terakhir ini seharusnya membantu kita menjaga supaya masalah ini tetap dilihat dalam perspektif yang wajar. Pokok harapan Kristen adalah Kristus sendiri serta kedatangan-Nya dalam kemuliaan. Perbedaan pendapat tentang milenium seharusnya tidak memecah belah kita yang telah dipersatukan dalam iman, kasih dan pengharapan akan Tuhan Yesus Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Kedatangan Kristus yang kedua kali:
    Kejadian 3:15; 2Samuel 7:16; Mazmur 2:1-12*;
    Yesaya 2:1-5; 11:1-10; 53:10-12; 66:15-23; Maleakhi 4:1-2*;
    Matius 24:1-25:46; Lukas 21:1-38; Yohanes 5:28-29; 14:3*;
    Kisah 1:7,11; 2:17; 3:20; 17:31; Roma 8:18-23; 1Korintus 15:22-57*;
    Filipi 3:20-21; 1Tesalonika 4:13-5:11; 2Tesalonika 1:7* dst.;
    2Tesalonika 2:3-4,7-12; Ibrani 9:28; Yakobus 5:7; 2Petrus 3:8-13*;
    1Yohanes 3:2-3; Wahyu 1:7; 22:8-21*.

    Antikristus:
    Daniel 7:20-21*;
    2Tes 2:1-11; 1Yoh 2:18-22; 4:3; 2Yoh 1:7; Wahyu 13:1-18*.

    Israel:
    Ulangan 30:1-10; Ezra 6:16-22; Nehemia 1:4-11; Yeremia 30:24-31:6*;
    Yehezkiel 36:17-28; Amos 9:14-15; Zakharia 8:1-8*;
    Matius 19:28; Luk 21:24; Yoh 4:22; Roma 4:1-25; 9:6-13; 11:17-26*;
    Galatia 6:16; Efesus 2:14-22; 3:6*.

    Kerajaan seribu tahun:
    Wahyu 20:2-10*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Sebutkan ayat-ayat utama dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengacu pada kembalinya Kristus. Mengapa salah untuk mengharapkan gambaran yang rinci tentang kejadian itu? Apa gejala-gejala utamanya?

    2. Bagaimana Anda menanggapi pendapat bahwa pembahasan Alkitab tentang kembalinya Kristus mencakup

      1. hanya kedatangan-Nya yang pertama,

      2. kedatangan-Nya sekarang ini secara spiritual kepada orang melalui pekabaran Injil?
    3. Apa yang diajarkan Alkitab mengenai waktu kedatangan Kristus kembali? Apa artinya bagi kehidupan kita sekarang ini?

    4. Apa yang diajarkan Alkitab mengenai peranan

      1. antikristus dan

      2. Israel dalam hubungannya dengan kesudahan?
    5. Pandangan mana tentang milenium yang menurut Anda paling konsisten dengan ajaran Alkitab? Apa dampaknya bagi

      1. kehidupan gereja,

      2. kemuridan pribadi Anda,
      3. pekabaran Injil, dan
      4. kepedulian Kristen tentang masalah sosial?


    Mengenali Kebenaran -- Bab 33. Kedatangan Kristus yang Kedua Kalinya [Indeks]

    Kepustakaan (33)

    Artikel "Eschatology" dalam _IBD_.
    Berkouwer, G. C.
    1972 _The Return of Christ_ (Eerdmans).

    Grier, W. J.
    1970 _The Momentous Event_ (Banner of Truth).
    Hendriksen, W.
    1968 _Israel in Prophecy_ (Baker).
    1981 _More than Conquerors_ (Baker).
    Hoekema, A. A.
    1978 _The Bible and the Future_ (Paternoster).
    Ladd, G. E.
    1956 _The Blessed Hope_ (Eerdmans).
    1977 _Crucial Questions about the Kingdom of God_ (Eerdmans).
    Milne, B.
    1979 _What the Bible Says about The End of the World_ (Kingsway).
    Murray, I.
    1971 _The Puritan Hope_ (Banner of Truth).
    Travis, S.
    1980 _The Jesus Hope_ (IVP).



    Indeks Bab 34: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.G 01013]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 34 Keadaan Akhir ..................................... 01363

    Ps 34.1 Kematian ..................................... 01363

    Sb 34.1.a Dosa dan Kematian ......................... 01363

    34.1.b Kebangkitan Tubuh atau Kekekalan Jiwa?..... 01363

    34.1.c Pengharapan Kristen ....................... 01364

    Ps 34.2 Keadaan Peralihan ............................ 01365

    Sb 34.2.a Ajaran Alkitab ............................ 01365

    34.2.b Teori-teori Lain .......................... 01366

    Ps 34.3 Kebangkitan Orang Mati ....................... 01367

    Ps 34.4 Penghakiman .................................. 01368

    Sb 34.4.a Iman atau Perbuatan?....................... 01368

    34.4.b Ketidakpercayaan dan Penghakiman .......... 01369

    34.4.c Orang yang Belum Mendengar Injil .......... 01370

    34.4.d Penghakiman bagi Orang Kristen ............ 01370

    Ps 34.5 Hukuman yang Kekal ........................... 01371

    Sb 34.5.a Neraka .................................... 01371

    34.5.b Universalisme ............................. 01372

    34.5.c Kekekalan Bersyarat ....................... 01372

    Ps 34.6 Kehidupan yang Akan Datang ................... 01373

    Sb 34.6.a Kehidupan dalam Tubuh ..................... 01373

    34.6.b Kehidupan Bersama ......................... 01374

    34.6.c Kehidupan yang Bertanggung Jawab .......... 01374

    34.6.d Kehidupan yang Sempurna ................... 01375

    34.6.e Kehidupan yang Tiada Akhirny .............. 01375

    34.6.f Kehidupan yang Berpusat Pada Allah ........ 01375



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    34. KEADAAN AKHIR

    34.1 Kematian

    "Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja" (Ibr 9:27*). Pernyataan Alkitab ini tak dapat ditentang. Sepanjang hidupnya, manusia adalah "makhluk yang bertujuan mati" (Heidegger).

    a. Dosa dan kematian

    Alkitab secara konsisten mengaitkan kematian dengan dosa (Kej 2:17*; Mazm 90:7-11; Rom 5:12; 6:23; 1Kor 15:21; Yak 1:1-5*). Kematian tidak sesuai dengan kodrat manusia tetapi disebabkan oleh pemberontakannya terhadap Allah. Kematian adalah salah satu bentuk hukuman ilahi. Tetapi menurut Alkitab, walaupun kematian tak terelakkan, namun bukan merupakan akhir riwayat.

    b. Kebangkitan tubuh atau kekekalan jiwa?

    Konsep Alkitab tentang kehidupan orang percaya sesudah kematian biasanya diungkapkan sebagai "kebangkitan tubuh" (1Kor 15:35-58*), yang mencerminkan kesaksian Alkitab tentang kesatuan hakiki manusia (lihat di atas: ps 11). Ini berlawanan dengan konsep "kekekalan jiwa", yaitu pandangan filsafat Plato tentang masa yang akan datang. Orang Kristen mengharapkan kehidupan dengan tubuh kebangkitan baru yang akan diberikan Allah bagi umat-Nya pada kedatangan Kristus (1Kor 15:42-44*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    c. Pengharapan Kristen

    Iman dalam Kristus berarti bahwa kita akan mengambil bagian dalam kematian dan kebangkitan-Nya; peristiwa-peristiwa Paskah pertama menjadi peristiwa dalam hidup kita juga (Gal 2:20; Kol 3:1*). Sebab itu, orang Kristen sudah melalui lembah kematian dengan Kristus dan sampai pada kehidupan baru yang kekal.

    Jika kedatangan Kristus yang kedua kali ditunda, maka orang percaya tentu saja menghadapi "kematian" dalam arti bahwa ia akan berlalu dari keberadaan dalam waktu dan ruang. Meskipun tetap merupakan musuh (Rom 8:34,38; 1Kor 15:26*), kematian ini tidak lagi mengandung kengerian, seperti sering digambarkan dalam Alkitab, sebagai penghakiman atas dosa (Luk 12:4-5; Ibr 2:14-15; 9:27*). Manusia baru sudah memiliki bagian dalam kehidupan kekal karena persekutuan dengan Kristus dan bergerak maju dengan pasti ke arah surga dan dunia baru. Namun dari ajaran Alkitab timbullah persoalan tentang bagaimana orang Kristen melihat "keadaan peralihan" atau "keadaan sementara" yang terjadi di antara kematian fisik dan kedatangan Tuhan kembali.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    34.2 Keadaan peralihan

    a. Ajaran Alkitab

    Perjanjian Lama

    Perjanjian Lama menyinggung tentang kehidupan di balik kuburan sebagai sesuatu yang kurang bersifat lahiriah dibandingkan dengan yang dialami manusia sekarang (bnd. Ayub 7:9-10; 10:20-21; Mazm 6:6; 30:10*). Apakah itu berarti manusia akan terus hidup tetapi tanpa tubuh?

    Di luar waktu?

    Satu jalan keluar dari kesulitan pemikiran tentang eksistensi tanpa tubuh adalah dengan mengemukakan bahwa meninggalkan kehidupan ini berarti melepaskan diri dari keseluruhan tatanan waktu. Jadi, dilihat dari pandangan orang yang telah mati, saat berikut dalam kesadarannya adalah kedatangan Tuhan dan kebangkitan. Jelas kita tidak tahu apakah waktu ada artinya sesudah kematian atau tidak. Mungkin saja arti waktu itu tidak sama dengan arti waktu di sini. Namun ajaran Alkitab yang ada tidak mendukung pandangan ini (Luk 9:30-31; 20:37-38; 23:43*; Kis 7:55-56*).

    "Tidur"

    Istilah Alkitab untuk keadaan orang mati adalah "tidur". Tidak sulit melihat mengapa istilah ini dipakai, sebab kematian memang mempunyai sifat-sifat tidur: istirahat dari pekerjaan, berkurangnya tanggung jawab, penarikan diri dari keterlibatan langsung dalam peristiwa, kesadaran yang lain sifatnya (Kis 7:60; 1Kor 15:51; 1Tes 4:14*). Namun patut dicatat bahwa tidur itu dapat juga merupakan kesibukan yang bermakna (Kej 28:10-17; 41:1-57; Dan 2:1-49; Mat 1:20-21; 2:13*).

    Ada yang berpandangan lebih jauh dengan mengemukakan bahwa dalam Alkitab istilah ini berarti bahwa kematian menghentikan kesadaran sampai kedatangan Tuhan dan kebangkitan orang mati. Ini sulit untuk dipertemukan dengan ayat-ayat yang mengacu pada eksistensi dalam keadaan sadar selama masa peralihan (Luk 16:22 dst.; 2Kor 5:8; Fili 1:23). "Pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus" (Fili 1:23*) rupanya sangat tepat di sini, begitu pula keterangan Yesus mengenai orang mati yang setia sebagai "orang hidup" bagi Allah (Luk 20:37-38*). Ada juga sekian banyak adegan dalam Kitab Wahyu tentang orang percaya yang telah mati tetapi masih sedang menyembah Bapa dan Anak Domba.

    "Dengan Kristus"

    Inilah gambaran yang paling penting (Luk 23:43*). "Beralih dari tubuh ini" (2Kor 5:8*) berarti "menetap dengan Tuhan". Mati adalah pergi untuk berada bersama-sama "dengan Kristus" yang adalah "jauh lebih baik" (Fili 1:23*).

    "Menunggu"

    Walaupun keadaannya "jauh lebih baik", namun masih belum merupakan keadaan yang sempurna. Kita tidak dapat mengetahui bagaimana orang mati mengalami waktu, tetapi Kitab Wahyu menyebutkan bahwa para martir di bawah mezbah Allah yang menunggu kedatangan Tuhan dan zaman baru berseru, "Berapa lamakah lagi, ya Tuhan?" (Wahy 6:9*). Rupanya orang-orang mati juga mengalami ketegangan yang dialami gereja karena terjebak di antara dua zaman.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    b. Teori-teori lain

    Api penyucian

    Menurut gagasan Roma Katolik mengenai api penyucian, dalam periode antara kematian dan penggenapan zaman baru, jiwa-jiwa orang percaya harus menjalani penyucian agar menjadi layak untuk menghadap kepada Allah.

    Tidak ada bukti Alkitab untuk pandangan ini. 1Korintus 3:15* sering disebut dalam hubungan ini tetapi sebenarnya menyangkut penghakiman atas ibadah dan pelayanan orang Kristen, bukan jiwanya. Ayat-ayat lain yang dikemukakan sebagai dukungan untuk gagasan api penyucian (Yes 4:4; Mal 3:2-3; Mat 12:32; 18:34*) tidak mengajarkan pandangan ini jika ditafsirkan secara wajar. Pandangan tentang api penyucian juga harus ditolak karena secara mendasar berlawanan dengan ajaran Alkitab mengenai pembenaran (bnd. di atas: ps 18.2.b). Seorang yang mati dalam iman, bahkan kalau iman itu baru dilaksanakan dalam saat hidup yang terakhir (Luk 23:43; Rom 5:1; 8:1,33-34*) tetap dinyatakan bahwa ia mati sebagai orang yang dibenarkan dan diberikan kebenaran sempurna dari Kristus dan karena itu pasti akan mendapat pembebasan sepenuhnya di hadapan penghakiman Allah.

    Kesempatan kedua

    Gagasan mengenai kesempatan kedua untuk memberi respons pada Injil selama "keadaan peralihan" sering dimasukkan dalam pandangan universalisme (lihat di bawah: ps 34.5.b). Tidak ada dasar alkitabiah bagi pandangan ini. "Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi" (Ibr 9:27*). Ini sama jelasnya dengan cerita Yesus tentang orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    34.3 Kebangkitan orang mati

    Menurut Perjanjian Baru, pada saat Tuhan Yesus datang kembali, orang-orang mati akan bangkit. Semua yang pernah menduduki dunia akan menerima bagian dalam peristiwa pembaruan yang megah ini.

    Kadang-kadang diperkirakan bahwa Perjanjian Lama tidak menawarkan harapan akan kebangkitan. Ini salah, seperti dibuktikan oleh Yesus (Mat 22:29-32*). Memang keyakinan akan kebangkitan semakin berkembang dan mendalam selama masa Perjanjian Lama, namun tidak perlu diragukan bahwa harapan itu ada (Ayub 19:25-27; Mazm 49:16; 73:24* dst.; Ams 23:14; Yes 26:19; Yeh 37:1-14; Dan 12:2*). Perjanjian Baru langsung mengajarkan bahwa orang mati akan bangkit (Mat 22:29-32*; Yoh 5:23-29; 6:39,40,44-45; 1Kor 15:1-58*). Peristiwa ini adalah perlengkapan sejati dari penyelamatan (Rom 8:23*).

    Akan bagaimanakah kebangkitan itu? Mengenai hal itu dapat kita kemukakan dua pokok.

    Pertama, kehidupan yang akan diterima itu akan lain dengan pengalaman kita sekarang. Kehidupan di surga dan dunia baru akan bebas dari keterbatasan yang diakibatkan oleh kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kita akan berubah; daging dan darah sebagaimana kita kenal "tidak mendapat bagian dalam kerajaan Allah" (1Kor 15:50*). Dengan mengambil tubuh kebangkitan Yesus sebagai contoh, kita akan mendapatkan sifat-sifat baru yang ajaib (Luk 24:31,36 dst.; Yoh 20:19-29*). Kehidupan baru itu akan berbeda dengan kehidupan di sini, sebagaimana batang subur dan bulir gandum berbeda dengan biji gandum kecil dan tidak berkulit yang merupakan asalnya (1Kor 15:35-38*).

    Kedua, akan ada kesinambungan tertentu dengan keberadaan kita di sini. Orang pernah ragu-ragu tentang hal ini karena terpikir tentang "kemustahilan" atau besarnya kuasa yang dibutuhkan untuk membangkitkan tubuh-tubuh duniawi yang sudah mengalami pelarutan fisik dan pembusukan. Maka sebaiknya kita merenungkan kata-kata Yesus yang ditujukan kepada orang-orang yang kurang percaya pada zaman-Nya, "Kamu sesat sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah" (Mat 22:29*). Bila kita ingat bahwa segala sesuatu di alam semesta diadakan dari yang tiada oleh kuasa Allah, maka kita akan terbebas dari kesulitan mengenai kebangkitan. Tidak ada yang mustahil buat Allah yang mahakuasa.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    34.4 Penghakiman

    Dalam Perjanjian Lama, Allah sering muncul sebagai hakim (Kej 18:25*; Ul 1:17; Mazm 50:4; 75:8*) yang bertindak melawan kejahatan. Rahmat-Nya dan murka-Nya membentang sepanjang sejarah manusia (Ul 10:17-18*; Ul 28:15-46; Hos 1:10*). Menjelang berakhirnya zaman Perjanjian Lama, penghakiman Allah mulai disamakan dengan kedatangan "hari Tuhan" yang akan menyertai penegakan kerajaan-Nya (Am 5:18 dst.;Mal 4:1-6*).

    Juga Perjanjian Baru melihat penghakiman Allah sebagai hakikat kodrat-Nya (1Pet 1:17*); yang sudah bekerja dalam hidup manusia (Rom 1:18-28*). Penghakiman khususnya dihubungkan dengan Kristus yang menjalankan penghakiman Bapa (Yoh 5:38*) dalam penghakiman yang akan terlaksana pada kedatangan Kristus kembali (Mat 25:31-46*). Semua orang akan dihakimi (2Tim 4:1), termasuk orang Kristen (1Kor 3:12-15; 2Kor 5:10*).

    Dasar penghakiman adalah respons manusia terhadap kehendak Allah yang telah dinyatakan. Akan dipertimbangkan seberapa jauh kehendak Allah itu diketahui dan sanggup dipenuhi (Mat 11:21-24; Rom 2:12-16*). Penghakiman akan dijalankan dengan adil sekali dan dengan meyakinkan (Rom 3:19*). Dalam dunia ini sering terjadi ketidakadilan tetapi kita boleh merasa tenteram dalam kepastian bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan bahwa Ia tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Ia telah menetapkan hari pada waktu Ia akan menghakimi dunia dengan adil (Kis 17:31*).

    a. Iman atau perbuatan?

    Alkitab dengan jelas menghubungkan pembenaran di hadapan Allah hanya dengan iman kepada Kristus, tanpa memperhitungkan perbuatan baik manusia (Rom 3:28*). Namun demikian, penghakiman dinyatakan berdasarkan perbuatan (Rom 2:6*).

    Ketidakselarasan ini hanya pada permukaan dan sebenarnya tidak ada kontradiksi. Pembenaran berarti seseorang dibebaskan di hadapan takhta penghakiman Allah; ketaatan Kristus yang sempurna dalam hidup dan kematian diperhitungkan kepada orang Kristen sekarang ini dan pada hari penghakiman mereka akan dibenarkan oleh karenanya (Rom 5:1*). Dengan kata lain, "perbuatan baik" Kristus dialihkan pada laporan kehidupan orang percaya. Ayat-ayat Alkitab yang mengaitkan penghakiman dengan "perbuatan baik" manusia tidak menentang kebenaran mendasar ini.

    Perumpamaan mengenai domba dan kambing (Mat 25:31-46*) sering dikutip dalam hubungan ini. Berdasarkan perumpamaan ini, ada dugaan bahwa seseorang dapat menolak Kristus secara eksplisit namun karena perbuatan baiknya (seperti menolong orang miskin, memberi makan kepada yang lapar, bahkan berjuang dalam perang kemerdekaan) akan dibebaskan pada penghakiman. Sebabnya dengan perbuatan baik ini tanpa disadari ia telah melayani Kristus sendiri.

    Tafsiran demikian mengutamakan salah satu ayat sebagai dasar pandangan yang melawan bagian lain dari ajaran Yesus dan ajaran Alkitab secara keseluruhan. Padahal perumpamaan ini dengan gampang dapat ditafsirkan selaras dengan segi-segi ajaran Yesus yang lain. Perbuatan baik dalam perumpamaan itu ditujukan kepada "saudara-saudara" Kristus (Mat 25:40*). Yang dilakukan adalah perbuatan kasih kepada murid-murid Kristus yang merupakan tanda iman yang hidup: "Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita" (1Yoh 3:14-17; bnd. Mat 10:42*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    b. Ketidakpercayaan dan penghakiman

    Kadang-kadang didesak bahwa satu-satunya dasar yang membuat orang kena penghakiman terakhir Allah adalah penolakan langsung terhadap Injil Kristus. Berbagai ayat (misalnya Yoh 3:18,36; Rom 10:9-12; Ef 4:18*) dituntut sebagai dasar pandangan bahwa hanya orang yang tidak percaya akan dihakimi. Sebagai jawaban dapat kita catat tiga pokok.

    Pertama, ayat-ayat ini hanya menunjukkan bahwa iman dalam Kristus adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan. Itu tidak berarti bahwa penolakan secara sadar terhadap Kristus adalah satu-satunya dasar untuk penghukuman.

    Kedua, Alkitab menyatakan bahwa manusia sudah di bawah penghukuman sebelum Injil diberitakan kepada mereka. Justru penghukuman inilah yang mendorong Allah yang penuh kasih untuk menyediakan Injil (Rom 1:16-18*).

    Ketiga, menurut statistik sebagian besar orang yang mendengar Injil menolaknya. Jika penolakan Injil secara sadar mengakibatkan penghukuman, maka berdasarkan alasan praktis seharusnya orang Kristen tidak mengabarkan Injil sama sekali! Kesimpulan yang menggelikan ini menunjukkan bagaimana salahnya pandangan bahwa satu-satunya dasar penghukuman ialah ketidakpercayaan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    c. Orang yang belum mendengar Injil

    Dari pandangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bertambahnya pengetahuan dan kesempatan menambah juga tanggung jawab. Alkitab memang mengakui bahwa setiap orang tidak mendapat kesempatan yang sama untuk mengenal Allah. Faktor ini akan dipertimbangkan kalau Allah melaksanakan penghakiman (Mat 11:20-24; Rom 2:1-24; 2Pet 2:21*). Prinsip bahwa "setiap orang yang kepadanya banyak diberi, daripadanya akan banyak dituntut" (Luk 12:48*) juga berlaku di sini. Orang yang tidak pernah mendengar Injil akan dihakimi sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Namun Allah bukan tidak menyatakan diri-Nya (Kis 14:17*). Ia telah menyatakan diri kepada semua bangsa dalam ciptaan-Nya (Rom 1:19-32*) dan lebih khusus lagi melalui norma-norma etis-Nya yang dimiliki setiap orang dalam hati nuraninya walaupun sedikit sekali (Rom 2:14-16*).

    Karena itu, berdasarkan Alkitab harus kita simpulkan bahwa semua orang telah berpaling dari terang Allah, bagaimana pun bentuk terang tersebut dalam situasi mereka masing-masing. "Semua orang telah berbuat dosa" dan jatuh ke bawah hukuman Allah (Rom 3:9-23*). Hanya dalam Yesus Kristus ada pengharapan akan keselamatan (Yoh 14:6*; Kis 4:12*).

    d. Penghakiman bagi orang Kristen

    Orang Kristen juga akan menghadapi penghakiman (2Kor 5:10*). Namun ini tidak akan membahayakan keselamatan kekalnya, karena "tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus (Rom 8:1*). Bagi orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, hukuman Allah sudah dijatuhkan berdasarkan kebenaran Kristus yang sempurna, yang diperhitungkan kepada kita. Penghakiman orang Kristen berhubungan dengan penatalayanan karunia, talenta, kesempatan dan tanggung jawab yang diberikan dalam hidup ini. Penghakiman ini akan dijalankan oleh Bapa (1Pet 1:17*), yang seperti ayah akan mengerti dan bersimpati, namun janganlah orang acuh tak acuh tentang penghakiman yang seperti dari ayah itu, yang akan dilaksanakan oleh Kristus pada kedatangan-Nya.

    Dua perikop penting dalam Perjanjian Baru berbicara tentang orang percaya yang menerima imbalan dalam kehidupan sesudah mati. Dalam 1Korintus 3:10-15* nilai pelayanan seorang Kristen disamakan dengan ketahanan relatif dari berbagai bahan bangunan. Akan ada semacam evaluasi pada hari Tuhan (1Kor 3:13*), ketika pelayanan masing-masing orang diuji oleh api. Jika pekerjaan seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah (1Kor 3:14*). Apa upah itu tidak diterangkan, namun dapat disimpulkan bahwa nilainya setimpal dengan ketahanan relatif dari pekerjaan. Lukas 19:11-26* harus ditafsirkan dengan hati-hati karena perumpama-an pada umumnya menyampaikan satu pokok pikiran sentral dan kita seharusnya tidak terlalu memperhatikan rincian sekunder. Dalam hal ini, perkerjaan para hamba diteliti dan mereka yang pekerjaannya dinilai baik akan mendapat upah. Perbedaan dalam upah yang diterima adalah menurut tingkat tanggung jawab setelah raja itu kembali.

    Demikianlah penatalayanan talenta, karunia, kesempatan, pelayanan, kesaksian dan lain-lain akan mengalami semacam evaluasi di hadapan Tuhan pada waktu Ia kembali. Sejauh orang terbukti sebagai hamba yang baik dan setia, ia akan mendapat upah yang sesuai, berupa perasaan puas melihat pekerjaannya terpelihara untuk kerajaan kekal dan mungkin juga berupa tambahan tanggung jawab pada zaman surgawi. Namun harus diingat bahwa dasar upah adalah anugerah Allah. Ini tepat sekali diungkapkan oleh Calvin sebagai "warisan seorang anak", bukan "upah seorang pelayan".



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    34.5 Hukuman yang kekal

    a. Neraka

    Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa akan ada pemisahan pada pengadilan terakhir antara mereka yang dibebaskan dan mereka yang terhukum oleh Allah (Dan 12:2; Mat 13:39-43; Yoh 5:28-29*). Istilah lazim bagi tujuan akhir manusia yang terhukum ialah "neraka". Kengerian hukuman yang kekal tercermin dengan jelas dalam sejumlah ayat (Mat 5:29-30*; Mr 9:43; Wahy 14:11*). Ajaran Alkitab di sini sangat jelas dan mengandung kesungguhan yang mengerikan. Orang yang tidak bertobat ketika dihadapkan pada panggilan Allah, yang menolak kehendak-Nya walaupun mereka mengetahuinya, dan yang sepanjang hidupnya terus melakukan dosa yang berarti penghujatan dan pemberontakan terhadap Allah, akan dihadapkan pada murka Allah yang adil.

    Tentu saja bahasa yang dipakai untuk menggambarkan neraka terpaksa harus bersifat simbolis, sama seperti ketika menggambarkan surga. Namun lambang-lambang itu tak dapat diabaikan atau disepelekan. Lambang-lambang ini diberi oleh Tuhan, dan walaupun tidak dapat memberitahukan segala sesuatu yang ingin kita ketahui, namun lambang-lambang itu tidak menyesatkan. Neraka adalah fakta dan dalam hal ini kesaksian Alkitab tidak dapat dikesampingkan (Yoh 3:18-20,36*).

    Tentu saja kita perlu berhati-hati kalau berbicara tentang neraka. Dalam hal ini pun kita harus dipimpin oleh Yesus dan Alkitab. Yesus kadang-kadang merasa perlu untuk berbicara dengan kata-kata yang menyeramkan tentang penghakiman yang akan datang (Mr 9:43-49*; Luk 12:4-5*). Jika Dia adalah Tuhan kehidupan kita, Ia harus juga menjadi Tuhan pengertian kita akan Injil dan cara kita menjelaskannya (Yoh 13:13*). Kita tidak boleh menyatakan kesetiaan kepada Yesus, namun mengesampingkan unsur yang sangat berarti dalam ajaran-Nya.

    Namun jangan sampai kita mengambil alih penghakiman terakhir dengan menentukan sendiri apabila seseorang masuk ke neraka atau ke surga. Akan ada kejutan-kejutan pada hari penghakiman (Mat 7:21-23; Mat 25:37-46*). Pada hari itu rahmat Allah akan menjangkau sejauh mungkin. Jika kita sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, kita tidak perlu takut. Selebihnya harus kita letakkan di tangan Tuhan, lalu melanjutkan tugas menyebarkan satu-satunya harapan bagi orang berdosa di dunia, yakni Injil Kristus.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    b. Universalisme

    Menurut pandangan ini, pada akhirnya semua orang akan diselamatkan. Rahmat Allah dan pengorbanan Kristus begitu besar sehingga pada akhirnya semua orang akan diampuni dan masuk surga serta dunia baru. Ada beberapa ayat Alkitab yang dikemukakan untuk mendukung pan dangan ini, antara lain: Roma 5:18; 2Kor 5:19; Ef 1:10; 1Tim 2:4; 4:10*. Akhir-akhir ini pandangan universalisme sudah tersebar luas, termasuk di Indonesia.

    Dilihat dari segi ajaran Alkitab, pandangan ini salah. Perbedaan antara orang Kristen dan bukan Kristen sangat jelas dalam hidup ini. Sebenarnya tidak ada ayat yang dikutip oleh penganut universalisme yang menopang pandangan mereka kalau ditinjau secara saksama. Empat faktor harus tetap dipertimbangkan.

    Pertama, bila Alkitab berkata bahwa semua orang akan mengakui Kristus sebagai Tuhan pada akhir zaman, itu tidak berarti bahwa mereka melakukannya atas kemauannya sendiri dengan iman. Universalisme tidak dapat dikembangkan berdasarkan fakta bahwa Kristus akan dinyatakan sebagai Tuhan atas segala sesuatu pada saat kedatangan-Nya.

    Kedua, pada abad pertama Injil dibawakan dengan latar belakang kelompok-kelompok yang membatasi keselamatan pada kelompok rasial mereka sendiri (orang Yahudi) atau pada himpunan biara (orang Esena), atau pada orang yang sudah diterima melalui upacara aneh (agama rahasia kafir). Dengan latar belakang kelompok-kelompok eksklusif ini, Injil Kristen mencolok karena mempunyai daya tarik universal. Barangsiapa yang mau boleh datang (Wahy 22:17*).

    Ketiga, sudah jelas bahwa Paulus, yang surat-suratnya menjadi sumber hampir semua ayat yang dikutip kaum universalis, bukanlah penganut universalisme (1Kor 1:18-24; Ef 5:4-6; Fili 1:28*).

    Keempat, ajaran Yesus sangat sulit untuk ditafsirkan menurut pandangan universalisme. Sesungguhnya perumpamaan-Nya (Mat 12:37-50*; Mat 22:11-14; 25:40-46*) maupun penegasan-Nya yang langsung lebih banyak mengandung peringatan akan kehancuran akhir orang yang tak bertobat, dibanding dengan bagian-bagian lain dari Alkitab.

    Kita terlalu menganggap enteng terhadap dosa dan cepat sekali mencari alasan-alasan untuk meringankannya. Sedangkan Allah tidak berbuat demikian. Dosa melawan ketuhanan-Nya atas alam semesta, yang bertentangan dengan rencana kasih-Nya dan menyerang kemuliaan-Nya. Bagaimana seriusnya Ia menganggap dosa dapat dilihat dari kengerian salib Kristus.

    Kadang-kadang dikemukakan bahwa pandangan Allah yang begitu serius terhadap dosa di dalam salib dapat dipertemukan dengan universalisme, sebab dengan matinya Kristus, Ia telah menanggung penghakiman bagi seluruh umat manusia. Tetapi bentuk universalisme ini justru kena kesulitan tersebut di atas: kesimpulan bahwa semua orang akan diselamatkan tidak selaras dengan keterangan Alkitab yang jelas mengenai orang yang akan menghadapi penghukuman Allah nanti, biarpun telah terjadi pengurbanan di kayu salib. Pandangan ini juga menyangkal hubungan hakiki antara keselamatan dan iman pribadi (Yoh 3:36; Kis 16:30-31; Rom 1:17; 5:1; 10:9-10*). Kritikan ini tidak berarti bahwa kemenangan kosmik terakhir dari rencana Allah akan kabur, juga tidak mengurangi kepenuhan dan kesempurnaan karya penyelamatan Kristus. Pada akhirnya, segala yang ada akan bertekuk lutut (Fili 2:10*) dan Allah akan menjadi "semua di dalam semua" (1Kor 15:28*). Dalam kesempurnaan itulah terdapat kehancuran mereka yang bertekuk lutut karena paksaan, bukan karena penyerahan diri yang penuh sukacita dan sembah sujud.

    c. Kekekalan bersyarat

    Menurut pandangan ini, orang yang tidak dibenarkan akan berlalu ke dalam keadaan terlupakan pada waktu meninggal atau seusai penghakiman terakhir. Pandangan ini menegaskan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk fana; kekekalan adalah pemberian Allah dalam Kristus kepada semua yang percaya akan Dia. Orang yang menolak Injil tidak memperoleh karunia kekekalan itu.

    Pandangan ini mencoba menghindari kesalahan universalisme sambil memperhitungkan penghakiman yang benar-benar kekal. Tetapi walaupun kekekalan itu memang anugerah Allah, Ia memberikannya ketika Ia menciptakan manusia menurut gambar-Nya, bukan waktu manusia menanggapi Injil (Kej 1:27; 2:7,17*). Kematian manusia masuk ke dalam dunia oleh dosa (Rom 5:12*). Alkitab menggunakan berbagai istilah untuk penghakiman orang yang tidak bertobat. Beberapa istilah itu mungkin menunjukkan penghancuran; yang lain jelas tidak demikian (misalnya Wahy 14:11*).

    Orang berdosa akan menerima ganjaran secara adil menurut dosanya. Jika ia dijadikan fana, ganjaran ini akan terhalangi, sebab tidak mungkin berbicara tentang keadilan ilahi kalau orang yang selama hidupnya penuh kerakusan serta kejahatan luar biasa, akan berlalu begitu saja. Apakah cocok dengan kesaksian Alkitab tentang keadilan Allah bahwa seorang jahat seperti Hitler tidak harus memberi pertanggungjawaban tentang kejahatannya yang begitu besar, atau jika dia memang diminta pertanggungjawaban, hukumannya hanya bahwa ia menjadi terlupakan?

    Ada yang menganjurkan pandangan "kekekalan bersyarat" karena khawatir tidak menghargai sewajarnya kemenangan Allah yang penuh dan terakhir: adanya neraka dan pengucilan secara sadar dan abadi dari kemuliaan Allah akan berarti bahwa kemenangan Allah itu terbatas. Namun pada akhirnya kesempurnaan dan kemenangan Allah harus ditegaskan oleh Allah sendiri dan tidak mungkin ada kesempurnaan atau kemuliaan yang dengan satu atau lain cara mengurangi watak moral Allah.

    Dalam segala pikiran ini, kita jangan lupa bahwa kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar (1Kor 13:12*) dan bahwa ada ajaran Alkitab yang disampaikan melalui simbol atau lambang. Sudah jelas bahwa gagasan penghakiman kekal sangatlah mengerikan, bahkan dalam hubungannya dengan orang yang paling jahat. Tetapi menurut pendapat kami, Alkitab tidak mendukung gagasan "kekekalan bersyarat".



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    34.6 Kehidupan yang akan datang

    Tujuan akhir bagi umat Allah dan kenyataan yang menjadi tujuan rencana Allah disebut "langit yang baru dan bumi yang baru" (Yes 65:17; 66:22*; 2Pet 3:13*). Walaupun kini secara prinsip kita hanya mempunyai "gambaran yang samar-samar" (1Kor 13:12*), namun kita dapat menegaskan beberapa hal mengenai masa depan umat Allah.

    a. Kehidupan dalam tubuh

    Sudah jelas bahwa "bumi yang baru" lain dengan dunia yang dalam bentuk "seperti yang kita kenal sekarang yang akan berlalu" (1Kor 7:31*). Sesungguhnya alam semesta seperti yang kita kenal akan berlalu menurut Yesus (Mat 24:35*). Walaupun demikian, ciptaan sekarang bersama dengan kita mengharapkan akan mengambil bagian dalam kebebasan mulia yang akan datang bagi anak-anak Allah (Rom 8:19-25*) dan hal itu mengisyaratkan adanya kesinambungan antara bumi yang lama dan yang baru. Begitu pula dengan manusia, walaupun pada akhirnya akan beralih menjadi abu kematian, namun tubuhnya menunggu dalam pengharapan (Ayub 19:26*, BIS). Orang Kristen akan bangkit dari abu kematian menuju tubuh baru, yakni tubuh kebangkitan kekal yang akan diberikan Allah (1Kor 15:35-37*). Oleh karena itu, kita mengharapkan suatu keberadaan yang bertubuh sebagai sambungan kehidupan di dunia ini, walaupun tentu saja pada tingkat baru dengan kuasa-kuasa baru.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    b. Kehidupan bersama

    Semua gambaran dalam Alkitab tentang kehidupan surgawi menyangkut hidup bersama. Kehidupan itu seperti kota sempurna (Ibr 13:14*), kerajaan yang jaya (Ibr 12:28), sebagai Bait Suci (Yeh 40:1-48:35*) dan seperti pesta perkawinan (Wahy 19:7*). Sebab itu amatlah salah bila membayangkan kehidupan mendatang itu sebagai ziarah pribadi menuju penglihatan Allah yang mulia. Kehidupan kelak akan menggenapi semua rencana Allah bagi makhluk-makhluknya, tidak kalah penting dalam hal saling berhubungan. Langit baru dan bumi baru menawarkan kemungkinan-kemungkinan yang tak terbayangkan dalam hubungan-hubungan sosial manusia. Jikalau begitu banyak kegembiraan yang mantap dan kesenangan yang langgeng dari kehidupan sekarang ini disampaikan kepada kita melalui pasangan dan tetangga kita, betapa jauh lebih banyak lagi dalam masyarakat kemuliaan!

    c. Kehidupan yang bertanggung jawab

    Dasar Alkitab bagi penegasan ini kurang jelas, namun satu dua ayat memberi kesan bahwa kehidupan yang akan datang meliputi tanggung jawab baru yang luar biasa. Perumpamaan dalam Lukas 19:11-26* menyampaikan pemikiran mengenai tanggung jawab dalam kehidupan ini yang dibawa ke dalam zaman baru, dan Paulus berbicara tentang orang-orang Kristen yang akan menghakimi dunia dan malaikat-malaikat (1Kor 6:2-3*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    d. Kehidupan yang sempurna

    Dalam zaman baru, manusia akan mencapai kepenuhan dalam hidup yang memang merupakan tujuan aslinya. Ia akan mengalami kesempurnaan dalam hubungan dengan Allah, dengan sesamanya, dengan lingkungan dan dengan dirinya. Ia akan memuliakan Penciptanya dengan Sempurna dan mendapat pemenuhan diri secara total (Kej 1:28; Mazm 8:5-7*).

    e. Kehidupan yang tiada akhirnya

    Tibanya zaman baru mungkin sekali berarti bahwa urutan waktu akan berubah. Sekarang tidak mungkin kita memahami apa artinya waktu dalam dunia surgawi. Bagaimana keberadaan kekal itu tidak dapat dimengerti sekarang secara terinci; cukuplah kita berteduh dalam kasih Tuhan yang tak terbatas, karena Dia sedang mempersiapkan segala sesuatu yang perlu buat kita kelak (bnd. Yoh 14:2-3*).

    f. Kehidupan yang berpusat pada Allah

    Inilah ciri utama kehidupan yang akan datang. Segala sesuatu yang lain yang dapat dikatakan tentang kehidupan itu hanya nomor dua dan timbul dari ciri ini. Allah akan menyatakan diri kepada kita dengan cara yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dan keyakinan bahwa kita bersama dengan Dia akan mewarnai hidup baru itu di atas hal-hal lain. Demikianlah Tuhan sendiri adalah Bait Suci di Yerusalem baru (Wahy 21:22*). Alkitab menyebut ini "melihat Allah": "Mereka akan melihat wajahNya" (Wahy 22:4; bnd. Mat 5:8*); "kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya" (1Yoh 3:2*).

    Melihat dan mengenal Allah adalah hakikat kehidupan surgawi, sumber segala kebahagiaannya: "Di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah. Di tangan kananMu ada nikmat senantiasa" (Mazm 16:11*). Kita boleh yakin bahwa dalam surga kita akan semakin mengenal Allah secara tak henti-hentinya, dalam keindahan, kemegahan, kasih, kekudusan, kuasa, sukacita dan anugerah yang tak terperikan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    Bahan Alkitab

    Masa depan perseorangan:
    Kejadian 2:17; 3:19; Ayub 19:25-27; Mazmur 49:16; 73:24* dst.;
    Amsal 23:14; Yesaya 26:19*;
    Matius 22:29-32; Markus 8:38; Lukas 12:4-5,33; 16:19-31; 23:43*;
    Yohanes 6:39-40; 17:24; Roma 6:23; 8:28-29; 1Korintus 15:51-55*;
    2Korintus 5:8-10; Filipi 1:23; 2Timotius 2:11; Ibrani 2:14-15; 9:27*;
    Wahyu 5:13*.

    Penghakiman:
    Kejadian 18:25; Yesaya 30:18; Daniel 12:1-3; Zefanya 1:14* dst.;
    Maleakhi 2:17-3:5; 4:1* dst.;
    Matius 3:7,11-12; 5:29-30; 11:20-24; 13:37-43; 16:27; 22:13*;
    Lukas 13:1-5; 19:12-27; Yohanes 3:19,36; Roma 1:18-28; 3:5* dst.;
    Roma 1:9; 8:1; 14:10-22; Efesus 2:3; 1Tesalonika 1:10*;
    Ibrani 12:23; Yakobus 3:6; 2Petrus 2:4,9; 1Yohanes 4:17*;
    Wahyu 6:16-17; 20:11-15*.

    Kehidupan yang akan datang:
    Mazmur 16:8 dst.; Mazmur 23:6; Zakharia 14:5*;
    Matius 5:8; 6:19-21; 22:1-14; 25:34; Lukas 14:16-24; 19:11-26*;
    Kisah 2:26; Roma 8:19-25; 1Korintus 6:2-3; Ibrani 11:10; 13:14*;
    2Petrus 3:13; 1Yohanes 3:2; Wahyu 19:7; 21:1-22:21*.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    Bahan diskusi/penelitian

    1. Mengapa kebangkitan tubuh lebih baik untuk menggambarkan masa depan orang Kristen daripada kekekalan jiwa?

    2. Apa dasar pengharapan orang Kristen dalam menghadapi kematian? Apa yang akan Anda katakan kepada orang yang baru kehilangan seorang kekasih?

    3. Apa ajaran Alkitab tentang "keadaan peralihan"? Mengapa kita harus menolak teori

      1. api penyucian dan

      2. kesempatan kedua?
    4. Bagaimana gagasan tentang pentingnya perbuatan-perbuatan dalam penghakiman terakhir dapat dipertemukan dengan ajaran Alkitab mengenai keselamatan hanya melalui iman?

    5. Apa yang diajarkan oleh Alkitab mengenai neraka? Apakah ajaran ini selaras dengan kasih Allah yang kekal?

    6. Apakah Alkitab mendukung universalisme atau kekekalan bersyarat?

    7. Apa yang diajarkan Alkitab mengenai ganjaran di surga?

    8. Apa ciri-ciri utama kehidupan yang akan datang? Kalau kita mempercayai hal tersebut, apa pengaruhnya terhadap

      1. kemuridan sehari-hari,
      2. hidup berkeluarga,
      3. hubungan-hubungan dalam gereja,
      4. penginjilan, dan
      5. sikap terhadap masyarakat?


    Mengenali Kebenaran -- Bab 34. Keadaan Akhir [Indeks]

    Kepustakaan (34)

    Artikel "Heaven", "Hell" & "Judgement" dalam _IBD_.
    Baxter, R.
    1961 _The Saints` Everlasting Rest_ (Epworth Press).
    Berkouwer, G. C.
    1972 _The Return of Christ_ (Eerdmans).
    Boettner, L.
    1956 _Immortality_ (Presbyterian & Reformed).
    Cotterell, P.
    1979 _What the Bible Says about Death_ (Kingsway).
    Milne, B.
    1979 _What the Bible says about the End of the World_ (Kingsway).
    Morris, L.
    1955 _The Wages of Sin_ (Tyndale Press).
    1960 _The Biblical Doctrine of Judgment_ (Tyndale Press).
    Motyer, J. A.
    1965 _After Death_ (Hodder).
    Sanders, J. O.
    1966 _What of the Unevangelized?_ (OMF).
    Travis, S.
    1980a _Christian Hope and the Future of Man_ (IVP).
    1980b _The Jesus Hope_ (IVP).



    Indeks Bab 35: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.G 01013]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 35 Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen ............... 01380

    Ps 35.1 Abad-abad Pertama ............................ 01380

    Ps 35.2 Abad Pertengahan ............................. 01381

    Ps 35.3 Reformasi .................................... 01382

    Ps 35.4 Abad ke-19.................................... 01383

    Ps 35.5 Abad ke-20.................................... 01384



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    35. AKHIR ZAMAN DALAM PEMIKIRAN KRISTEN

    35.1 Abad-abad pertama

    Dalam gereja mula-mula pentingnya eskatologi masih dipertahankan karena orang Kristen banyak dianiaya. Dengan berlalunya abad demi abad, gereja menjadi organisasi yang semakin memikirkan kehidupan di dunia ini dan pada umumnya kurang tertarik tentang akhir zaman. Pembahasan teologis diarahkan pada hal-hal lain. Rupanya pendapat umum tentang masa depan bersifat milenial dan mengharapkan pemerintahan Kristus di dunia ini.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    35.2 Abad pertengahan

    Pada abad pertengahan, pergantian fokus dari masa yang akan datang ke masa kini mencapai perkembangannya yang terakhir dalam gereja Katolik, yang pernah disebut "kota Allah" dan disamakan dengan kerajaan Allah. Kuasa gereja atas dunia kekal dan masa depan manusia sangat dititikberatkan. Secara periodik pada abad pertengahan muncul juga spekulasi mengenai milenium.

    Gereja menyatakan bisa menyalurkan "perbendaharaan amal", semacam rekening rohani atau jasa spiritual yang telah dikumpulkan orang kudus dahulu kala dengan perbuatan baik mereka. Gagasan tempat penyucian api diperkembangkan dalam kurun waktu ini dan menjelang abad ke-16 mengakibatkan penafsiran tentang masa depan secara materialistis yang dipakai secara komersial. Mungkin inilah hal yang paling mendorong munculnya Luther dan Reformasi Protestan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    35.3 Reformasi

    Perhatian Reformasi terpusat pada arti keselamatan dan bagaimana memperolehnya. Sebab itu pemikiran eskatologis hanya pada tempat kedua. Akhir zaman terutama dilihat sebagai langkah terakhir pada masa yang akan datang bagi keselamatan individual dan kelompok. Pada zaman Reformasi, kelompok-kelompok tertentu dari aliran Anabaptis menghidupkan kembali eskatologis milenialis.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    35.4 Abad ke-19

    Pada abad ke-19 timbullah kritikan rasionalistis terhadap ajaran-ajaran Alkitab. Dosa dipandang secara dangkal karena tradisi pencerahan humanistis dan terjadilah reaksi terhadap usaha yang terlalu bersemangat untuk menggiring orang kepada kerajaan Allah dengan menitikberatkan kengerian neraka. Hal tanggung jawab manusia menjadi masalah yang kompleks disebabkan teori evolusi dan keturunan serta pembahasan tentang pikiran bawah sadar. Kesemuanya itu menyebabkan kurangnya perhatian teologis terhadap eskatologi selama abad ini. Yesus dilihat hanya sebagai teladan tertinggi bagi manusia, perwujudan tertinggi dari tujuan moral manusia.

    Namun dalam golongan evangelikal terjadi kebangkitan perhatian besar terhadap akhir zaman. Pandangan-pandangan tentang milenium diandalkan dan pengharapan akan kedatangan Tuhan kembali berkobar-kobar. Semuanya ini sangat mempengaruhi upaya-upaya penginjilan, maupun perhatian golongan evangelikal terhadap peningkatan taraf kehidupan sosial.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    35.5 Abad ke-20

    Dengan tibanya abad ke-20, gambaran Protestan liberal tentang Yesus menjadi sasaran kritikan yang menunjukkan bahwa ajaran Yesus tentang kerajaan Allah dan kedatangan-Nya kembali bukan hal-hal yang bersifat tambahan melainkan menjadi inti pemikiran dan misi-Nya. Kesadaran ini telah mengarahkan teologi pada abad ke-20, bahkan boleh dikatakan eskatologi menjadi tema yang dominan.

    Di antara orang Kristen evangelikal sekarang ini terdapat peningkatan harapan yang mencolok akan kedatangan Kristus segera, yang tentu saja dipupuk lagi oleh krisis internasional yang makin mendalam. Sayang sekali pemulihan keyakinan akan kedatangan Kristus ini kadang-kadang dicemarkan oleh penafsiran harfiah yang berlebihan dalam menafsirkan ajaran Alkitab. Sayang juga, sering perbedaan paham mengenai rincian-rincian eskatologis menjadi alasan untuk memisahkan diri dari orang Kristen lain yang juga percaya kepada Alkitab. Dan kadang-kadang orang gagal menghayati ajaran Alkitab mengenai akhir zaman sepenuhnya sampai pada dampak-dampak moralnya.



    Indeks Bab 36: MENGENALI KEBENARAN

    [Info] [Indeks bag.G 01013]

    Judul Nomor-Nomor

    Bab 36 Penerapan ......................................... 01386

    Ps 36.1 Pengharapan .................................. 01386

    Ps 36.2 Kekudusan .................................... 01387

    Ps 36.3 Kegiatan ..................................... 01388

    Sb 36.3.a Menyebarkan Injil ......................... 01388

    36.3.b Membangun Umat Allah ...................... 01389

    36.3.c Melayani Sesama Manusia ................... 01389

    Ps 36.4 Sikap ........................................ 01390

    Sb 36.4.a Berdoa .................................... 01390

    36.4.b Waspada ................................... 01390

    36.4.c Kasih ..................................... 01391

    36.4.d Puji-pujian ............................... 01391

    Kepustakaan Umum ........................................... 01392



    Mengenali Kebenaran -- Bab 36. Penerapan [Indeks]

    36. PENERAPAN

    Penerapan secara etis sangat penting dalam hal ajaran Alkitab tentang akhir zaman. Berlawanan dengan pengamat-pengamat bola kristal dan ahli-ahli tenung, Alkitab senantiasa menyajikan ajaran yang bersifat moral. Ajaran itu tidak bermaksud untuk memuaskan rasa ingin tahu, tetapi memanggil orang untuk komitmen dan ketaatan (Ul 29:29*). Dampak ajaran Alkitab mengenai akhir zaman dapat diringkaskan dengan empat pokok utama.

    36.1 Pengharapan

    Kedatangan Tuhan kembali adalah "pengharapan kita yang penuh bahagia" (Tit 2:13*). Ini sangat relevan untuk zaman yang ditandai ketidakpastian luas tentang kemampuan manusia untuk bertahan sampai masa mendatang. Sering perasaan ini paling kuat diungkapkan oleh orang yang paling mengetahui keadaan manusia. Orang-orang bijak sekarang ini termasuk yang paling khawatir.

    Pada zaman keputusasaan ini orang Kristen berdiri terpisah dari yang lain. Pengharapannya tidak timbul dari pandangan humanis yang optimis tentang watak manusia, juga tidak dari kepercayaan Marxis bahwa pada hakikatnya manusia dapat berubah karena perubahan dalam konteks sosial kehidupannya. Orang Kristen mempunyai harapan karena percaya kepada Allah, dan khususnya kepada Allah yang telah menciptakan dunia ini untuk maksud tertentu.

    Dunia ini tidak sedang berjalan membabi buta langsung menuju kehancuran. Allah adalah Raja dunia ciptaan-Nya dan Dia tidak akan membiarkannya lepas dari pemeliharaan-Nya. Tuhan Yesus akan datang. Sesungguhnya ini harapan yang penuh kebahagiaan.

    Keyakinan orang Kristen tentang kedatangan Tuhan mempengaruhi sikapnya terhadap kematian (1Tes 4:13-18*). Kita tidak boleh "berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan" (1Tes 4:13*). Apakah kita meninggal sebelum Tuhan kembali atau termasuk orang-orang yang hidup pada saat Ia datang, kita akan "hidup bersama-sama dengan Dia" (1Tes 5:10*). Karena itu, kebenaran mengenai akhir zaman menghiburkan orang Kristen dalam menghadapi kematian dan segala perpisahan dari kekasih-kekasih yang tak terelakkan.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    36.2 Kekudusan

    Tiga garis pemikiran mengantar kita dari ajaran tentang akhir zaman kepada sifat moral kita sekarang.

    Pertama, berakhirnya riwayat segala sesuatu menunjukkan betapa dunia sekarang ini pada dasarnya tidak langgeng, dan bahwa sikap hidup yang melihat dunia ini sebagai realitas tertinggi adalah suatu kebodohan besar (Ibr 11:13-16*).

    Kedua, orang Kristen dan gereja direncanakan untuk mengalami kehidupan kekal, yang kudus dan tanpa dosa. Karena itu kita terpanggil untuk setiap hari bertobat dan makin lama makin mendekati kehendak Allah yang kudus (2Pet 3:13; 1Yoh 3:2*).

    Ketiga, pada waktu kedatangan Kristus kita harus memberi pertanggungjawaban kepada-Nya (2Kor 5:10*). Orang yang benar-benar percaya dan mengharapkan kedatangan Tuhan kembali akan berusaha mengejar kekudusan (Ibr 12:14*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    36.3 Kegiatan

    Alkitab tidak mendukung orang yang berpendapat bahwa kepercayaan akan kembalinya Tuhan mengakibatkan sikap tidak bertanggung jawab dan bermalas-malasan (1Tes 5:14; 2Tes 3:6*). Kebenaran mengenai akhir zaman seharusnya menyebabkan adanya kegiatan, bukan kemalasan.

    a. Menyebarkan Injil

    Ada orang yang mengaitkan pekabaran Injil dengan kedatangan Tuhan dalam arti bahwa kita harus memberitahukan orang dan menganjurkan agar mereka mencari Kristus untuk menghindari penghakiman yang akan datang itu. Yesus sendiri pernah memberi peringatan seperti itu (Mat 3:7-12; Luk 13:1-5*). Namun kaitannya menjadi lebih jelas di tempat lain.

    Rencana Allah untuk masa antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedua adalah untuk memilih "suatu umat untuk nama-Nya" dari bangsa-bangsa (Kis 15:14*). Yesus mengaitkan rencana ini dengan akhir zaman: "Injil kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya" (Mat 24:14*). Demikianlah Allah menahan kesudahan sampai Injil disebarkan ke seluruh dunia dan seluruh umat-Nya terkumpul. Sebab itu, kedatangan Tuhan terjalin erat dengan penyebaran Injil. Jadi kita harus mengerahkan diri dengan segenap hati untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia dan setiap bagian masyarakat, dengan keyakinan bahwa pekabaran Injil dan keselamatan manusia yang dihasilkannya adalah salah satu alat yang dipakai Allah untuk menghasilkan kemenangan-Nya yang terakhir.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    b. Membangun umat Allah

    Salah satu gambaran Perjanjian Baru yang terindah tentang gereja adalah sebagai pengantin Kristus (Ef 5:21-23*). Pada waktu Tuhan kembali, gereja -- yang terdiri dari umat Allah dari segala zaman -- akan dipersembahkan kepada-Nya sebagai pengantin kepada suaminya (Wahy 21:2*). Maka kita harus berusaha membangun umat Allah, dengan menguduskan kehidupannya, membersihkannya dari segala sesuatu yang mencemarkan dan merusak kesaksian dan kemurniannya. Kiranya pada waktu Kristus datang gereja akan siap untuk menerima-Nya, "dengan tak bercacat pada kedatangan Tuhan" (1Tes 5:23*).

    c. Melayani sesama manusia

    Ajaran tentang akhir zaman juga mempengaruhi keterlibatan orang Kristen pada masalah-masalah dalam masyarakat. Alkitab menggambarkan dunia baru yang, walaupun memakai bahasa kiasan, menjanjikan suatu bentuk masyarakat yang disempurnakan. Nilai-nilai sosial luhur seperti damai, keadilan, persamaan hak, toleransi, pengertian, simpati, keprihatinan bagi orang tak berdaya dan yang lemah, kasih sejati bagi sesamanya, penggunaan semua sumber untuk kebaikan orang banyak dan sebagainya akan terpenuhi dan terungkap. Kendatipun tidak akan terwujud sebelum kedatangan Tuhan, impian ini sangat relevan dalam dua hal.

    Pertama, hal itu memberikan garis besar buat bentuk masyarakat yang sesuai dengan kehendak Allah dan kemuliaan-Nya. Maka setiap cara yang membawa masyarakat sekarang ini lebih dekat pada gambaran alkitabiah mempunyai nilai yang langgeng.

    Kedua, tatanan sempurna yang akan datang juga menguatkan orang Kristen supaya ia tidak sampai pada keputusasaan terakhir, entah apa intensitas dan kedalaman masalah sosial dan politik yang begitu mengejutkan yang harus dihadapi. Setiap usaha demi keadilan dan pembaruan sosial, biarpun kelihatannya berlainan, sejalan dengan maksud dan tujuan sejarah (Wahy 21:24*).



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    36.4 Sikap

    a. Berdoa

    Jika kita percaya akan kedatangan Tuhan dan akhir zaman, kita seharusnya berdoa untuknya. Yesus menempatkan permohonan tentang akhir zaman di tengah-tengah doa "Bapa kami": "Datanglah kerajaanMu". Ada contoh-contoh lain dalam Perjanjian Baru (1Kor 16:22; Rom 8:19*; Wahy 22:20*).

    b. Waspada

    Salah satu petunjuk dan akibat yang jelas dari kepercayaan akan akhir zaman adalah sikap waspada (Mat 24:42; 25:13*). Orang yang mengharapkan kedatangan itu tidak ada dalam keadaan mabuk tetapi waspada, tidak terbenam dalam persoalan zaman ini seperti orang-orang pada zaman Nuh (Mat 24:37-39*). Kedatangan Tuhan tidak akan mengagetkannya. Mungkin Dia tidak datang dalam masa hidup kita dan kita tidak berani menuntut supaya Ia datang. Namun kemungkinan itu tetap ada dan kita dipanggil untuk bersiap-siap.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    c. Kasih

    Kedatangan Tuhan dan kerajaan-Nya yang kekal berarti hubungan-hubungan orang Kristen dalam persekutuan gereja bersifat abadi. Ini merupakan alasan untuk mengasihi sesama orang Kristen. Kalau kita nanti akan masuk ke dalam kemuliaan dalam persekutuan besar umat Allah yang tak terbinasakan, bukankah kita harus mengasihi sesama kita sekarang ini? Justru untuk itu Allah mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita oleh Roh Kudus (Rom 5:5*).

    d. Puji-pujian

    Akhirnya, keyakinan orang Kristen akan kemenangan Kristus yang nanti akan terungkap itu dapat dinyatakan dalam ibadah dan puji-pujian. Dalam Kitab Wahyu, tentara surga dan gereja yang sudah menang digambarkan sedang asyik dalam ibadah dan puji-pujian, mengingat kesudahan yang akan segera datang (Wahy 5:12 dst.; Wahy 7:10-12; 11:17-18; 15:3-4*; Wahy 19:1-5*). "Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!" (Wahy 5:13*). Mendengar ini setiap orang Kristen mengucapkan "Amin!" dan sangat mengharapkan kemenangan Allah yang akan datang itu.



    Mengenali Kebenaran -- Bab 35. Akhir Zaman dalam Pemikiran Kristen [Indeks]

    Kepustakaan umum

    Bavinck, H.
    1977 Our Reasonable Faith (Baker).
    Berkhof, L.
    1959 Systematic Theology (Banner of Truth).
    1969 The History of Christian Doctrines (Banner of Truth).
    Berkouwer, G. C.
    1977 A Half Century of Theology (Eerdmans).
    Bromiley, G. W.
    1978 Historical Theology (T. & T. Clark).
    Calvin, J.
    1536-59 Institutes of the Christian Religion
    Griffith Thomas, W. H.
    1960 The Principles of Theology (Church Bookroom Press).
    Hammond, T. C.
    1968 In Understanding Be Men (IVP).
    Hodge, C.
    1960 Systematic Theology (James Clarke).
    Kelly, J. N. D.
    1977 Early Christian Doctrines (A.& C. Black).
    Machen, J. G.
    1946 Christianity and Liberalism (Eerdmans).
    Orr, J.
    1962 The Progress of Dogma (Eerdmans).
    Packer, J. I.
    1981 God`s Words (IVP).
    Vos, G.
    1976 Biblical Theology (Banner of Truth).